Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH BAHASA PADA CARA BERPIKIR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropolinguistik Yang Diampu Oleh
Dosen Lisa Novia, S.Pd.,M.Pd

Disusun oleh:

Antonius Adrian Dwi Guntoro 211010700235

Nuralyta Augustine 211010700121

Siti Rahmania Oktaviani 211010700205

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS PAMULANG

2024/2025

1
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Terimakasih juga
kepada seluruh anggota kelompok yang telah membantu dalam proses penulisan
makalah ini sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan tugas
kelompok dengan judul Pengaruh Bahasa Pada Cara Berpikir ini penulis tulis dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Antropolinguistik yang di ampuh oleh Ibu Lisa
Novia, S.Pd.,M.Pd.

Besar harapan kami dengan adanya laporan penelitian ini dapat memberikan
manfaat positif bagi penulis serta pembaca. Penulis telah menyusun makalah ini
dengan teliti serta secara maksimal, namun kami masih dalam proses belajar dalam
membentuk sebuah makalah yang baik. Serta penulis adalah manusia yang masih
sering melakukan kesalahan. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sekalian. Penulis mohon maaf bila ada sedikit atau lebih
kesalahan yang ada dalam penulisan makalah ini, sekian dan terima kasih.

Tangerang Selatan, 13 Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….3
BAB I……………………………………………………………………………….4
PENDAHULUAN…………………………………………………………….……4
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….…….5
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………5
1.3 Tujuan Masalah…………………………...…………………………………….5
BAB II………………...……………………………………………………………6
PEMBAHASAN……...……………………………………………………………6
2.1 Teori Relativitas……………………………..…………………………………6
2.2 Bahasa Sebagai Alat Pengembangan Bahasa…………………………………..8
BAB III………..………………………………………………………………….10
PENUTUP…………….………………………………………………………….10
3.1 Kesimpulan……………………………..………………………………….….10
3.2 Saran……………………………………………………………………….….10
DAFTAR PUSTAKA……………………...…………………………………….11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembahasan seputar relativitas bahasa bukanlah ide baru di bidang
linguistik. Ide ini menjadi pembahasan menarik di awal dekade 70-an setelah
hampir beberapa dekade di pertengahan abad 80 sempat terabaikan. Ide ini
kembali hadir dengan semangat baru, yakni mencoba untuk melawan ide
universalitas bahasa yang sangat didewakan secara berlebihan oleh para linguis
gramatika generatif. Pandangan linguistik gramatika generatif tidak pernah
bergeser sedikit pun dari ranah sintaksis dan pembahasannya hanya seputar
struktur. Pandangan inilah yang menjadi ide utama universalitas bahasa yang
coba dibantah oleh para linguis lain dengan menawarkan ide relativitas bahasa.
Relativitas bahasa ini mendapatkan tempat kembali setelah sekian lama
terabaikan di dalam kancah linguistik. Kehadirannya membawa semangat
perubahan yang dirasa sudah mulai menjemukan. Relativitas bahasa semakin
mendapatkan tempat, khususnya di bidang sosiolinguistik, pragmatik, dan
khususnya etnolinguistik.
Setiap melakukan aktivitas bermain, pengetahuan anak dan perbendaharaan
katanya akan bertambah seiring dengan pertumbuhan fisiknya. Bermain sebagai
kegiatan yang mempunyai nilai praktis, dapat digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak (Tedjasaputra, 2003;
4). Manusia membutuhkan banyak belajar dan terus akan bermain selama hidupnya.
Bermain menjadi hal yang penting, karena aktivitas ini tidak hanya menciptakan
suasana yang menyenangkan saja, tetapi menjadi suatu media berkomunikasi bagi
anak-anak yang melakukannya. Begitu pula pada anak usia dini, bermain menjadi
suatu hal yang amat penting dalam proses pembelajaran, karena aktivitas ini tidak
hanya sekedar menciptakan suasana yang menyenangkan, tetapi pada anak-anak yang
terlibat dapat menimbulkan menciptakan suatu komunikasi yang baru. Pembelajaran
anak usia dini bertujuan untuk memberikan stimulasi potensi anak seoptimal mungkin.

4
Pembelajaran ini merupakan pendekatan yang berpusat pada anak atau lebih dikenal
model pembelajaran sentra yang menitik beratkan kegiatannya pada lingkungan /area
aktivitas anak. Day (1994) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran anak usia dini
merupakan lingkungan yang dapat mengurangi kemungkinan berkembang-nya
masalahmasalah prilaku anak, dengan menyiapkan jadwal teratur, konsisten dan
kegiatan-kegiatan yang merangsang keceriaan anak, membagi kelas ke dalam
kelompokkelompok kecil, jika diperlukan, menata lingkungan fisik yang akan
meningkatkan kebebasan ruang gerak, namun terstruktur dan mengatur pusat-pusat
pembelajaran yang layak dan merefleksikan beragamnya keinginan anak (Clewett,
1988; 24).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu teori relativitas?
2. Apa itu bahasa sebagai alat pengembangan kecerdasan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui teori relativitas.
2. Untuk mengetahuin bahasa sebagai alat pengembangan kecerdasan.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Relativitas

Istilah relativitas bahasa dan relativitas budaya mungkin saja masih baru
bagi sebahagian orang meskipun konsep ini sudah ada sejak awal abad ke 19
sehingga penulis ingin menjelaskan secara ringkas pengertian kedua konsep ini
sebagai Relativitas bahasa (Linguistic relativity) merupakan konsep hipotesa
bahasa yang dikemukakan oleh Benjamin Lee Whorf (1956) yang mengatakan
“ A person’s native language defines the way he perceives and interprets his
world”. Hipotesa ini mengemukakan adanya kemungkinan – kemungkinan
pengaruh bahasa ibu menginterprestasikan budaya orang lain khususnya dalam
norma – norma budaya, kepercayaan dan nilai – nilai.

Dengan kata lain dalam suatu budaya, bahasa itu berfungsi sebagai alat
untuk mengekspresikan bagaimana masyarakat pada budaya tertentu merasa
(perceive) dan memahami (understand) dunia sekitarnya dan dunia luar.
Sedangkan relativitas budaya (culture relativity) merupakan sebuah konsep
budaya – budaya orang lain diperlukan juga penilaian yang lebih luas tentang
budaya kita sendiri. Dari pernyataan diatas dapat dilihat adanya hubungan
timbale balik yang saling mempengaruhi antara bahasa dan budaya.Kajian
tentang lintas budaya (cross culture) seperti ini dibutuhkan untuk menemukan
adanya kesemestaan budaya dan kesemestaan bahasa (culture universals) dan
(language universals) yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

Kramsch (2001:11, 77) juga mengemukakan bahwa orang berbicara


dengan cara yang berbeda karena mereka berpikir dengan cara yang berbeda.
Mereka berpikir dengan cara yang berbeda karena bahasa mereka menawarkan
cara mengungkapkan (makna) dunia luar di sekitar mereka dengan cara yang

6
berbeda pula. Inilah gagasan dasar teori relativitas linguistik, yang dipegang
oleh Boas, Sapir, dan Whorf dalam kajian mereka tentang bahasa-bahasa
Indian-Amerika. Pandangan Whorf mengenai adanya saling ketergantungan
antara bahasa dengan pikiran dikenal dengan hipotesis Sapir-Whorf. Hipotesis
Sapir-Whorf lebih tegas menyatakan bahwa struktur bahasa, suatu yang
digunakan secara terus menerus, mempengaruhi cara seseorang berpikir dan
berprilaku. Bahasa dapat dikatakan sebagai bagian integral dari manusia –
bahasa menyerap setiap pikiran dan cara penuturnya memandang dunianya.

Keberhubungan antara bahasa, budaya, dan pikiran, sejuh ini tercermin


dalam teori relativitas linguistik dan hipotesis Sapir-Whorf. Menurut
Wardhaugh (1988:212), pendapat yang ada tentang keberhubungan antara
bahasa dan kebudayaan yang cukup lama bertahan adalah: (i) struktur bahasa
menentukan cara-cara penutur bahasa tersebut memandang dunianya; (ii)
budaya masyarakat tercermin dalam bahasa yang mereka pakai, krena mereka
memiliki segala sesuatu dan melakukannya dengan cara tertentu yang
mencerminkan apa yang mereka nilai dan apa yang mereka lakukan. Dalam
pndangan ini, perangkat-perangkat budaya tidak menentukan struktur bahasa,
tetapi perangkat-perangkat tersebut jelas mempengaruhi bagaimana bahasa
digunakan dan mungkin menentukan mengapa butiran-butiran budaya tersebut
merupakan cara berbahasa; dan (iii) ada sedikit atau tidak ada hubungan sama
sekali antara bahasa dan budaya. Pernyataan bahwa struktur bahasa
mempengaruhi bagaimana penuturnya memandang dunia, sebenarnya telah
diperkenalkan oleh Humbolt pada abad ke-19, namun sekarang pernyataan itu
dikenal sebagai hipotesis Sapir-Whorf atau Whorfian hipotesis.

Sapir-Whorf memandang bahwa bahasa sebagai system of mind


seseorang yang secara sengaja ataupun tidak sangat memengaruhi pola pikir
seseorang. Ringkasnya, pandangan Sapir-Whorf ini selalu mengarah kepada

7
adanya tarik-ulur antara unoversalitas bahasa dan relativitas bahasa, sehingga
bisa dipahami bahwa bahasa di satu sisi bisa menjadi alat komunikasi yang
objektif, tetapi objektivitasnya dibatasi oleh ciri alami suatu bahasa dan latar
belakang kultural yang khas. Bahasa ibu sangat dominan sekali dalam
memengaruhi budaya dan pola pikir seseorang. Inilah yang dinamakan
determinisme bahasa. Kondisi ini bisa terlihat dari adanya pengaruh satu arah,
bukan timbal balik, dari bahasa terhadap budaya dan pola pikir.

2.2 Bahasa Sebagai Alat Pengembangan Bahasa


Bahasa dan kecerdasan adalah dua bidang yang saling berhubungan.
Bahasa menentukan kecerdasan, dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui
penggunaan bahasa. Beberapa orang akan terkejut mendengar pernyataan
seperti itu. Mereka berpikir bahasa dan kecerdasan sama sekali tidak
berhubungan. Komunikasi adalah cara mengungkapkan minat, maksud, tujuan,
dan bahkan sikap seseorang kepada orang lain. Tanpa komunikasi, sulit bagi
orang lain untuk memahami dan memahami maksud, tujuan bahkan sikap
seseorang. Dan bahasa adalah jembatan yang memudahkan komunikasi.
(Gunawan, 2018) menjelaskan bahwa kecerdasan linguistik (berbahasa) adalah
kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun
tulisan. Kecerdasan ini mencakup kemampuan untuk menangani struktur
bahasa (sintaksis), suara (fonologi) dan arti (semantik).
Kecerdasan lisnguistik bersifat universal. Daerah Broca di otak kita
bertanggungjawab terhadap kemampuan berkomunikasi, menghasilkan kalimat
dengan struktur tata bahasa yang benar. Sedangkan daerah yang menangani
pengertian terhadap informasi verbal yang kita dengar adalah daerah Wernick,
pada lobus temporal. Karena bahasa merupakan simbol dari proses komunikasi.
Lalu berbicara, merupakan bagian dari proses komunikasi dan ekspresi dari
bahasa. Anak usia dua sampai tiga tahun ini sudah mulai banyak berbicara,

8
mengekspresikan sesuatu. Bahkan mereka sudah dapat berbicara hingga satu
kalimat. Kecerdasan bahasa seorang anak tidak dapat dilakukan secara
langsung, memerlukan beberapa tahap dan proses. Tahap dan proses tersebut
dilakukan balita tidak sendiri, melainkan dengan bantuan orang sekitar, seperti
guru maupun orangtuanya . Namun orangtua lebih berperan besar dalam
tahapan pengembangan bahasa seorang anak. Merangsang kecerdasan bahasa
anak dapat dilakukan sejak dini. Dalam hal meningkatkan kecerdasan linguistik
atau kecerdasan pada anak usia dini khusunya bertujuan agar anak dapat
berkomunikasi secara baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, mampu
mengingat informasi dari apa yang diamati dan didengarnya, dan tentunya
dengan komunikasi yang baik dan daya ingat akan informasi yang baik.
Memang, pertumbuhan kecerdasan anak dapat dilihat dari kemampuan
berbahasanya. Bila perkembangan bahasanya baik, biasanya intelektualnya pun
akan baik. Sebaliknya, bila lambat maka intelektualnya pun akan lambat. Maka
dari itu, seorang pendidik pula harus mampu memberikan pembelajaran yang
tidak membuat anak bosan, agar dapat menstimulus kecerdasan bahasa pada
anak itu sendiri. Guru dapat mengkreasikan berbagai macam media
pembelajaran, mulai dari bermain, bernyanyi, bercerita, membaca, ataupun
menonton film yang beredukasi.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori seputar relativitas bahasa bukan ide baru di dalam kajian
linguistik. Teori ini telah mengalami pasan-surut perkembangan sejak awal
kemunculannya. Sempat hilang pamor akibat semakin maraknya pandangan
Bloomfield dengan memfokuskan pada ranah struktur pada kajian linguistik,
akhirnya relativitas bahasa kembali mendapatkan perhatian dari para ahli
linguistik. Pandangan Sapir sempat menjadi primadona bagi para pengkaji
bahasa, budaya, dan pola pikir. Mengingat, inti kajian dari hipotesis Sapir-
Whorf adalah relasi antara bahasa, budaya, dan pola pikir.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk
itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk perbaikan
kedepannya. Dan penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat dan dapat
membantu dalam proses makalah selanjutnya yaitu mengenai Pengaruh Bahasa
pada Cara Berpikir yang penting untuk dipelajari dalam Bahasa Indonesia dan
Antropolinguistik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Black, James A. dan Dean J. Champion (Koeswara dkk.: penerjemah). 1999. Metode dan
Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Penerbit PT. Refika Aditama.

Chapman, Sioban. 2000. Philosophy for Linguists: An Introduction. London: Routledge.

Comrie, Bernard. 1983, 1989. Language Universals and Lingusitic Typology. Oxford: Basil
Blackwell Publisher Limited.

11

Anda mungkin juga menyukai