Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP FENOMENA PSIKOLOGI

Disusun oleh :

kelompok 5

Nur’ain (FK23231933)

Naspa (FK23231929)

Nurul asyzah (FK23231936)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FATIMA PAREPARE

2024

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Alhamdulillah segala puji syukur hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulisan makalah ini dengan judul "Konsep Fenomena Psikologi",
telah dapat diselesaikan.
Makalah yang membahas tentang emosi dalam psikologi dasar ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah. Bagi penulis untuk meneliti permasalahan yang dimaksud dan
menuangkannya ke dalam bentuk Karya tulis semacam ini, bukanlah hal yang mudah, untuk
menyelesaikannya penulis membutuhkan banyak pertolongan dari berbagai pihak.
Dengan selesainya karya tulis ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, baik berupa moral maupun material. Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan berkat dan Rahmat-Nya kepada kita agar dapat berkarya bagi agama, masyarakat,
nusa dan bangsa.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Konsep Emosi.......................................................................................................................5
B. Konsep Stress........................................................................................................................7
C. Konsep Adaptasi.................................................................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................14
PENUTUP.....................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................................14
B. Saran...................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emosi sangat mendukung dalam kehidupan, apakah itu emosi positif atau emosi negatif.
Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena seseorang yang cakap secara
emosi akan mampu mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik,
kecakapan mengelola emosi akan mempunyai andil yang lebih besar dalam kesuksesan
seseorang lebih dari mengandalkan kecerdasan interlektual. Hubungan personal
membutuhkan pengelolaan emosi yang baik, pengelolaan emosi disini menyangkut
bagaimana individu mampu memahami perasaan orang lain dan mampu mengatur diri sendiri
sehingga bisa menempatkan diri dalam posisi yang tepat dan bersikap baik terhadap diri
sendiri dan orang lain.
Menurut Walton (Islamia, 2005) masalah-masalah yang menjadi sumber konflik dapat
bersifat emosional, yaitu yang berkaitan dengan perasaan seperti kemarahan, ejekan,
penolakan, atau perasaan takut. Individu yang stabil emosinya tentu dapat mengendalikan
emosinya dengan efektif dan mampu mengontrol emosi serta mampu menyeimbangkan
perasaan negatif dalam dirinya. Individu juga dapat mengelola emosinya lebih obyektif dan
realistis dalam menganalisis permasalahannya. Kemampuan menganalisis permasalahan
secara obyektif dan realistis ini akan mendorong individu mampu menyelesaikan dengan
baik.
Dengan mempelajari emosi kita dapat mengenali emosi diri sendiri, sehingga dapat
meningkatkan emosi positif dalam diri sendiri dan orang-orang sekitar, dan meminimalkan
atau mengendalikan emosi-emosi individu yang perlu dikembangkan.
Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya.
Adanya keinginan dan impian-impian yang berkembang di dalam diri manusia menyebabkan
masing-masing individu akan melakukan segala cara untuk mencapai mimpi yang
ditargetkan.
Namun, seringkali dalam usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu gagal ditengah
jalan. Kegagalan ini seringkali menyebabkan munculnya suatu tekanan di dalam diri individu
yang merasa terbebani oleh kegagalan tersebut. Stress seringkali memicu tindakan yang akan
merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Berdasarkan kenyataan tersebut dapat digambarkan bahwa berbagai kondisi yang tidak
sesuai dengan harapan dapat memicu ketegangan dan mengakibatkan stress. Lalu, apa saja
hal-hal yang dapat memicu stress itu? Adakah cara menyelesaikan atau mengatasi stress
tersebut? Maka, makalah ini akan membahas berbagai hal yang berhubungan dengan stress.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep emosi?
2. Bagaimana konsep stress?
3. Bagaimana konsep adaptasi?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Emosi
Emosi dapat dikatakan semacam gangguan emosional dan emosi tidak akan timbul
apabila keadaan seseorang tersebut sepenuhnya santai. Pengertian emosi menurut para ahli,
menurut William James (dalam Wedge, 1995), emosi adalah kecenderungan untuk memiliki
perasaan tertentu apabila berhadapan dengan objek yang dituju dalam lingkungan. Menurut
Crow & Crow (1962), emosi adalah suatu keadaan yang bergejolak pada masing-masing
individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap
lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
Dari definisi tersebut, bahwa emosi bukan hanya sifat jelek saja namun terdapat hal
positif yang menggambarkannya. Jalaludin Rakhmat mengungkapkan (1994), “memberikan
bumbu kepada kehidupan yaitu, tanpa emosi, hidup ini kering dan gersang”.
Coleman dan Hammen (1974, dalam Rakhmat, 1994) menyebutkan bahwa setidaknya
ada empat fungsi emosi. Pertama, emosi adalah pembangkit energi. Kedua, emosi adalah
pembawa informasi. Ketiga, pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Keempat,
sumber informasi tentang keberhasilan kita. Semua emosi pada dasarnya melibatkan berbagai
perubahan tubuh yang tampak dan tersembunyi, baik yang diketahui maupun tidak diketahui,
contohnya perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan lain-lain.
1. Perubahan Fisiologis dalam Emosi
Pada saat kita berada dalam keadaan emosi maka akan terjadi perubahan pada
tubuh/fisiologis baik secara sadar maupun tidak sadar. Dibawah ini adalah Indikatorn dari
perubahan fisiologi, antara lain:
a) Galvanic Skin Response
Pada waktu emosi terangsang, ada perubahan listrik pada kulit yang dapat dilihat.
Elektrode ditempelkan pada kulit (misal telapak tangan) yang dihubungkan dengan
galvanometer. GSR ini merupakan indikator peka dari perubahan dalam keadaan emosional.
b) Peredaran Darah
Terjadi perubahan dalam peredaran darah seperti perubahan tekanan darah,
permukaan kulit membesar dan memiliki lebih banyak darah, denyut jantung meningkat,
nafar meningkat, respon pupil mata membesar, sekresi air liur pada waktu perangsangan
emosional, gerakan usus meningkat, ketegangan otot, dan perubahan komposisi darah.
Indikator tersebut menunjukkan jika emosi mampu berpengaruh secara luas terhadap tubuh.
c) Ekspresi fisologis
Ketika emosi berubah maka kondisi fisiologis juga akan berubah meskipun tidak
dirasakan secara langsung. Pada saat ketakutan, maka detak jantung akan meningkat, badan
gemetar, bulu kuduk merinding, otot otot menegang. Ketika marah, jantung juga berdebar,
wajah memerah, dan sebagainya. ketika emosi sedih, secara fisiologis akan mempengaruhi
kelenjar air mata untuk memproduksi air mata lebih banyak.
2. Gerakan dan isyarat tubuh
Emosi akan diekspresikan melalui gerak tubuh. Misalnya ketika seseorang sedang
jatuh cinta, maka akan gugup dan bertindak lebih ceroboh, berkeringan dingin, tersenyum
sendiri tanpa disadari, dan lain sebagainya. emosi kebingungan, maka tangan akan diletakkan
di kepala, disertai dengan perubahan ekspresi wajah.
3. Tindakan-tindakan emosional
Pada saat seseorang sedang emosi sedih, maka akan cenderung lebih diam. Apabila
dalam keadaan emosional marah, seseorang bisa jadi melemparkan benda, mendobrak meja,
memaki maki, atau lainnya. Bentuk perilaku tersebut merupakan pelampiasan dalam
mengeluarkan emosi. Biasanya setelah emosi tersalurkan melalui suatu tindakan emosional,
emosi akan sedikit lebih berkurang.
Diatas merupakan indikator perubahan fisiologis dalam emosi. Suatu contoh yang
sederhana menggambarkan apa yang terjadi selama emosi ketika seekor kucing yang sedang
makan dengan tenang, tiba-tiba didatangi anjing yang menyalak. Kita dapat melihat adanya
perubahan fisiologis yang terjadi, yaitu: Gerakan pencernaan dalam lambung berhenti,
naiknya tekanan darah, meningginya detak jantung, adrenalin masuk aliran darah. Masing-
masing reaksi itu diatur bagian simpatetik dari susunan saraf otonom. Akibat dari
pengeluaran adrenalin adalah: Meningginya tekanan darah, menaikkan gula dalam darah
sehingga memungkinkan beraksi, pembekuan darah lebih cepat terjadi. Akhirnya terlihat
kucing itu menaikkan punggung dan berdesis, bulu berdiri dan siap tempur. Tambahan gula
dalam darah memberinya kekuatan dan menambah ketahanan. Jika luka, darah akan
membeku lebih cepat. Jika kucing digigit, kemungkinan anjing hanya mendapat bulu saja.
4. Pencetus Emosi
a) Rasa Senang
Gembira adalah akspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan.
Biasanya kegembiraan disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan
kegembiraan biasanya bersifat sosial, yaitu melibatkan orang-orang lain disekitar orang yang
sedang gembira tersebut. Contohnya mahasiswa yang dinyatakan lulus ujian akan berteriak
gembira sehingga membuat orang-orang yang menyksikannya ikut senang.
b) Ketakutan
Takut adalah salah satu bentuk emosi yang mendorong individu untuk menjauhi
sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan suatu hal. Bentuk ekstrem dari
takut adalah takut yang patologis, yang disebut phobia. Fobia adalah perasaan takut terhadap
hal-hal tertentu demikian kuatnya, meskipun tidak ada alasan yang nyata, misalnya takut
pada tempat yang sempit dan tertutup, takut pada ketinggian, takut terhadap kerumunan atau
tempat-tempat ramai.
c) Marah
Sumber utama kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk sampai
pada tujuannya. Dengan demikian, ketegangan (stress) yang terjadi dalam akiviatas itu tidak
mereda, bahkan bertambah. Untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan itu individu yang
bersangkutan menjadi marah.
B. Konsep Stress
Hans Selye (dalam Anto, 2015) menyatakan bahwa stress merupakan respon tubuh yang
bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Jadi, seseorrang dapat
dikatakan stress apabila ia tidak dapat menyelesaikan beban atau masalah yang dibebankan
kepadanya sehingga tubuhnya akan merespon ketidakmampuan itu yang berakibat pada sikap
orang tersebut. Respons atau tindakanini termasuk respons fisiologis dan psikologis. Stress
dapat menyebabkan perasaan negative atau yang berlawanandengan apa yang diinginkan atau
mengancam kesejahteraan emosional. Stress dapat menggangu cara seseorang dalam
menyerap realitas, menyelesaikan masalah, berfikir secara umum dan hubungan seseorang
dan rasa memiliki.
Sejalan dalam pendapat di atas, stress dalam KBBI diartikan sebagai gangguan atau
kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor luar yang menyebabkan
ketegangan. Dengan demikian, stress merupakan suatu respon tubuh dan psikis yang terjadi
karena adanya tekanan yang menyebabkan ketegangan dalam diri individu.
Stres itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu Stres ringan dan berat. Gejala Stres ringan
ditandai perasaan sedih yang datang dan pergi begitu saja dengan waktu yang singkat.
Adapun Stres berat yang menimbulkan gejala murung, menyendiri, perasaan bersalah,
menyesal, melakukan aktivitas terbatas, dan terkadang melakukan hal-hal yang menyakiti
diri sendiri bahkan dapat menyebabkan penderita stres merasakan hopeless yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri.
Selanjutnya, Anto (2015) mengutip beberapa pendapat ahli mengenai stress, yaitu:
a) Hans Selye tahun 1976. Selye menjelaskan bahwa stress adalah respon tubuh yang
sifatnya tidak spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
b) Emanuelsen & Rosenlicht tahun 1986. Stress diartikan sebagai respon fisik dan
emosional terhadap tuntutan yang dialami individu yang diinterprestasikan sebagai
sesuatu yang mengancam keseimbangan.
c) Soeharto Heerdjan tahun (1987). Heerdjan menyatakan bahwa stress adalah suatu
kekuatan yang mendesak atau mencekam yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri
seseorang.
1. Sumber Stress
Stress dapatterjadi karena berbagai faktor atau sumber yang muncul dari dalam diri
atau pun luar diri individu. Adapun tiga sumber yang dapat memicu jehadiran stress adalah
(1)faktor lingkungan, (2) faktor organisasi, dan (3) faktor pribadi.
a) Faktor Lingkuangan
Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan
juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan terancam
maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk (Wikipedia).
b) Faktor Organisasi
Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk
menghindari kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja
yang berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak
menyenangkan adalah beberapa di antaranya. Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor
ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
Stres kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor penyebab stres baik yang
berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Faktor penyebab stres kerja yang
dibahas dalam penelitian ini hanya faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari
dalam pekerjaan yang mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan
antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi.
Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang. Tuntutan
tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi kerja, dan tata letak fisik pekerjaan.
Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang terlalu sesak atau di lokasi yang selalu terganggu
oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dengan semakin pentingnya
layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres.
Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai
fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam organisasi. Konflik peran menciptakan
ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau dipenuhi.
Tuntutan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan. Tidak adanya
dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat meyebabkan stres,
terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi (Wikipedia).
c) Faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta
kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.
Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan
hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya
hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah
hubungan yang menciptakan stres.
Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah
kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi
kerja karyawan. Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-
gejala stres yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians
dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa para
peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan
inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini
benar, faktor individual yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar
seseorang. Artinya, gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya
berasal dari kepribadian orang itu (Wikipedia).
Selanjutnya, Astuti (2016) menyatakan bahwa stres dapat terjadi karena: (1) fisik-
biologik, penyakit sulit disembuhkan, cacat fisik, merasa penampilan kurang menarik; (2)
psikologik, negatif thinking , sikap permusuhan, iri hati, dendan dan sejenisnya; (3) sosial:
(a ) kehidupan keluarga yang tidak harmonis; (b) faktor pekerjaan; (c) iklim lingkungan.
Penyebab Stres yang bukan bersumber dari pekerjaan: (1) Ttime based confict,konflik
terjadi karena menyeimbangkan tuntutan waktuantara pekerjaan dengan tugas rumah tangga,
misalnya wanita yang berperan ganda; (2) Strain based conflict, terjadi ketika stres dari
sumber meluap melebihi kemampuan yang dimiliki orang tersebut, misalnya kematian suami
atau isteri; (3) Role behavior conflict, tiap karyawan memiliki peran dalam pekerjaan, Ia juga
dituntut lingkungan yang ada kalanya bertentangan dengan tuntutan pekerjaan; (4) Stres
karena adanya perbedaan individu.
Luthans (dalam Astuti, 2016) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri
atas empat hal utama, yakni:
a) Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga,
relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat
tinggal.
b) Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi,
keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
c) Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya
dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
d) Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta
disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness,
self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
2. Gejala Stress
Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi
cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu,
maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat
mengalami perubahan-perubahan yang terjadi.
Cary Cooper dan Alison Straw (dalam Anto, 2015) mengemukakan gejala stres dapat
berupa tanda-tanda berikut ini :
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan lembab, merasa panas,
otot-otot tegang, pencernaanterganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala,
salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya,
gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan, menjadi lekas panik,
kurang percaya diri, penjengkel.
Selanjutnya, Menurut braham (dalam Anto, 2015), gejala stres dapat berupa tanda-
tanda,sebagai berikut :
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teratur, sakit kepala, sulit buang air besar,
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung, terlalu sensitif,gelisah dan cemas,
suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi,
suka melamun, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4. Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya kepada orang lain, sering mengingkari janji, suka
mencari kesalahan orang lain, menutup diri, mudah menyalahkan orang lain.
C. Konsep Adaptasi
Adaptasi suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap
menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga terjadi perubahan anatomi, fisiologis dan
psikologis di dalam diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress. Adaptasi pada Stress dapat
meliputi :
1. Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan menghadapi rintangan
secara sadar realistik, obyektif, dan rasional.
2. Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :
a) Proyeksi : Menyalahkan orang lain
b) Introversi : Menarik diri
c) Kegembiraan dan kesibukan
Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang
optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme
koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976,
Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin
berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak
tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor
dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Sehingga adaptasi
membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
Respons berasal dari kata “response” yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan. Jadi,
respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan/balasan (respons)
terhadap rangsangan/stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Steven M. Caffe, respons dibagi
menjadi (3) bagian yaitu :
1. Kognitif : berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang terhadap
sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau
dipersepsi oleh banyak orang.
2. Afektif : berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respons
ini timbul ketika ada perubahan yang disenangi oleh banyak orang.
3. Konatif : berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan, oleh
karena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada keselarasan.
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
1. Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum
dapat diamati atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada
semua klien yang mengalami stress, serta indikator tersebut bervariasi menurut individunya.
Tanda-tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu
untuk beristirahat. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas
dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima.
Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem.
Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua
sistem. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya
hidup.
Indikator fisiologis stress :
 Tekanan darah meningkat.
 Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
 Denyut nadi dan frekwensi pernafasan meningkat.
 Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin.
 Postur tubuh yang tidak tegap.
 Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada tinggi.
 Mual, muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah.
2. Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku
klien.
Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Ketiga
karakteristik ini adalah media terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap peristiwa
kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai
suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
 Ansietas
 Depresi, kehilangan motivasi, mudah lupa
 Kepenatan, kehilangan harga diri
 Peningkatan penggunaan bahan kimia
 Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
 Kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, dsb.
3. Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan
tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi
tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan
tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran
menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang
berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan, yang meliputi :
 Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya
belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
 Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan
untuk mengembangkan hubungan berteman.
 Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan
perlu diterima oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan
peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
 Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab
orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan
keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
 Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier
yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat
mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan,
anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun dapat timbul stress, jika
mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
 Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan
kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua
juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis.
Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pensiun juga menegangkan.
4. Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian
bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada
keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara
keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural
dalam respons stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika
mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari
bantuan professional (Murata, 1994).
5. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara,
tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat
mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai
hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan
pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian
perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan
nilai telah berubah.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa emosi
adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan tertentu apabila berhadapan dengan objek
yang dituju dalam lingkungan, dengan beberapa pencetus emosi seperti rasa senang.
ketakutan, dan marah.
Apa yang dirasakan manusia dalam varian emosi dan ekspresinya telah dipelajari oleh
para ilmuan, khususnya yang berkecimpung di bidang tingkah laku manusia. Beberapa
diantaranya yang dibahas secara ringkas dalam tulisan ini ialah teori James-Lange, teori
Cannon-Bard, teori Schachter-Singer, dan lainnya.
Juga perubahan fisilogis dalam emosi pada tubuh manusia ada 5, yaitu galvanic skin
response, peredaran darah, ekspresi fisilogis, gerakan dan isyarat tubuh, dan juga tinakan-
tindakan emosional.
Stress adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh
faktor luar yang menyebabkan ketegangan. Dengan demikian, stress merupakan suatu respon
tubuh dan psikis yang terjadi karena adanya tekanan yang menyebabkan ketegangan dalam
diri individu.
Sebenarnya stres memiliki dampak positif dan negatif. Tergantung bagaimana kita
mengatasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kita juga perlu mengatasi stress dengan langkah
–langkah diatas. Cobalah untuk menjadi seseorang yang selalu berfikiran positif. Jadi, stress
bisa berdampak positif maupun negatif, tergantung bagaimana kita mengatasinya dalam
kehidupan kita sehari- hari. Stres tidak untuk dihindari tetapi dikelola dan dioptimalkan
dengan cara dan waktu yang tepat.
B. Saran
Saran- saran yang dapat saya berikan yaitu :
1. Jangan terlalu menganggap hal- hal sepele menjadi hal- hal yang berat, karena
akan menambah beban pikiran bagi kita.
2. Jagalah kesehatan dengan rajin berolahraga agar tubuh tetap sehat dan bugar
3. Apabila anda merasa stress, hindari aktivitas yang dapat menyebabkan kejenuhan
dalam berfikir, dan sebaiknya anda harus melakukan liburan bersama orang-
orang terdekat anda
4. Hindari mengkonsumsi obat- obatan yang dapat mempengaruhi system kerja saraf
otak yang akan menimbulkan stress.
5. Anda harus memiliki dukungan yang bagus terhadap karir atau pekerjaan anda.

DAFTAR PUSTAKA
Anto, Tasry. 2015. “Makalah Stress”. (online)
https://www.academia.edu/10151231/Makalah_stress. Diakses pada 10 November 2018.
Astuti, Indah Dwi. 2016/ “Makalah Kesehatan Mental “Stress”” (online).
http://whiteblue12.blogspot.com/2016/10/makalah-kesehatan-mental-stres.html. Diakses
10 November 2018.
Atkinson, R.L, dkk. 1987. Pengantar Psikologi I. Jakarta : Penerbit Erlangga
Cavanaugh, M. A. "An Empirical Examination of Self-Reported Work Stress Among U.S.
Managers", Journal of Applied Psychology, hal. 65-74
Definition and Conceptualization of Stress in Organizations, Thousand Oaks: Sage, 2002, hal.
189.
Girdano, L A. 2005. Controlling Stress and Tension 7th edition. San Fransisco : Benjamin
Cumming
LePine, J. A.;LePine, M. A.;Jackson, C. (en)"Challenge and Hindrance Stress: Relationships with
Exhaustion, Motivation to Learn, and Lerning Performance," Journal of Applied
Psychology, Oktober 2004, hal. 883-891.
Sarwono, Sarlito W, PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hal.135

Anda mungkin juga menyukai