Anda di halaman 1dari 19

REALITY THERAPY

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori dan Pendekatan Konseling
Yang dibimbing oleh Dr. Triyono, M.Pd
dan Dr. M. Ramli, M.A

Oleh:
Athik Hidayatul Ummah (100111507268)
Aluh Hartati (100111507271)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING
Maret 2011
REALITY THERAPY

A. SEJARAH PERKEMBANGAN
1. Perkembangan Konseling Realita
Konseling realita dicetuskan oleh William Glasser yang lahir pada tahun
1925 dan menghabiskan masa kanak-kanan dan remajanya di Cliveland, Obio.
Pertumbuhannya relatif tanpa hambatan, sehingga ia memahami dirinya sebagai
lelaki yang baik. Glesser meninggalkan kota kelahirannya setelah ia masuk
perguruan tinggi. Ia memperoleh gelar sarjana muda dalam bidang rekayasa
kimia, sarjana psikologi klinis dan dokter dari case Western Reserve University.
Ia menikah setelah tamat sarjana muda dan setelah sekolah dokter. Ia dan
keluarganya pindah ke West Coast karena memperoleh perumahan di UCLA dan
membuat rumah pribadi di California Selatan.
Glesser kemudian pindah ke perumahan Rumah Sakit Administrasi
Veteran (V.A. Hospital) di Los Angles Barat. Di rumah sakit ini ditemukan
contoh klasik kerja psikiater konvensional. Ia ditugasi di sal 206 untuk merawat
pasien psikotik kronis. Glesser menamakan program terapi sebagai tiga
penyembuhan mental tradisional yang didalamnya pasien diterima sebagai orang
yang sakit mental dan diberi penyembuhan yang telah baku. Dengan hanya
sembuh 2 pasien setahun menunjukkan ketidakefektifan penyembuhan yang
telah baku. Tidak puas dengan kenyataan tersbut, Glasser mulai memperhatikan
kemungkinan penyembuhan alternatif dan mencoba prosedur baru. Ia mendapat
dorongan dari supervisornya di rumah sakit, tetapi sejawatnya di UCLA tidak
puas dan tidak mendukung material yang dibutuhkan.
Pada tahun 1957 Glesser menduduki jabatan sebagai kepala psikiatri di
California. Glesser menangani kenakalan remaja putri di Ventura. Ia mulai
menerapkan konsep-konsep yang telah dimulai di V.A. Hospital. Ia menerapkan
program yang menempatkan tanggung jawab situasi sesaat bagi remaja putri dan
tanggung jawab masa depannya.
Aturan-aturan di lembaga ini diperbaharui dengan mengutamakna
kebebasan dan memperlunak konsekuensi dari pelanggaran. Hukuman dibatasai
dari program. Bila remaja putri itu melanggar peraturan, maka dia tidak dihukum
dan juga tidak diampuni. Akan tetapi diberi tanggung jawab pribadi, ditanyakan
tentang rencana-rencana selanjutnya dan dicari kesepakatan atas tingkah laku
mereka yang baru. Atas dasar semua ini, Glesser mengharap stafnya untuk
melaksanakan penyembuhan melalui terlibat dalam kehidupan klien,
memberikan bantuan dengan penuh pujian yang ikhlas. Program ini terlaksana,
staf antusias, remaja-remaja putri ini hidup dengan harapan-harapan positif dan
ternyata 20% sembuh.
Kembali ke V.A. Hospital, Glesser mebantu supervisonya dan disana ia
menerapkan program yang serupa. Hasilnya sangat mengejutkan, kesembuhan
yang awalnya hanya 2 pasien tiap tahun meningkat menjadi 25 pasien pada
tahun pertama, dan 75 pasien pada tahun ketiga, dan rata-rata 200 pasien pada
tahun-tahun berikutnya.
Pada tahun 1961, Glasser mempublikasikan konsep Reality Therapy
dalam bukunya Mental Health or Mental Illness. Konsep ini diperluas,
diperbaiki dan disusun pada penerbitan tahun 1965 yaitu Reality Therapy: a New
Approach to Psychiatry. Tidak lama setelah penerbitan yang kedua, Glesser
membuka Institute of Reality Therapy yang dipakai untuk melatih profesi-profesi
layanan kemanusiaan. Sekolah-sekolah juga membutuhkan konsultasi Glesser,
dan ia dapat menyesuaikan dengan prosedur-prosedurnya di seting sekolah.
Kemudian ia mempublikasikan ide ini dalam School Without Failure (1969) dan
mendirikan Educational Training Center yang didalamnya guru-guru
mendapatkan latihan konseling realita.
Dua buku yang terbit berikutnya, yakni The Identity Society (1972) dan
Positive Addiction (1976). Dalam membahas tingkah laku manusia pendekatan
ini lebih dari pendekatan kontemporer lainnya. Pendekatan ini dapat
dipergunakan untuk mencegah masalah emosional dan tingkah laku. Walaupun
beberapa pandangannya radikal, namun keaslian konsepnya masih nampak
marginal. Glesser dapat dikatakan sebagai behavioris dan idenya dapat
disejajarkan dengan Albert Ellis. Tekanan pada hubungan konseling berakar
pada pandangan Rogers. Namun demikian diakui bahwa Glesser hanya
meminjam ide-idenya saja, karena kemudian ide-ide tersebut diramu dalam cara-
cara yang lebih segar dan menarik serta memiliki kekuatan sendiri.
Konseling realita dimulai pada tahun 1960 dengan tiga konsep yaitu
realitas, tanggung jawab, serta benar dan salah. Glesser percaya bahwa semua
orang memiliki dua kebutuhan dasar manusia terkait: hubungan (mencintai dan
dicintai) dan respect (merasa berharga untuk diri sendiri dan lainnya). Perilaku
yang menunjukkan penghargaan untuk kebutuhan kita sendiri dan orang lain
menyebabkan timbulnya harga diri dan hubungan yang bermanfaat. Perilaku
juga mencerminkan kesadaran akan realitas, tanggung jawab untuk diri sendiri,
dan pemahaman tentang benar dan salah.
Tulisan-tulisan awal ditekankan terhadap isu-isu etis dan menekankan
perbedaan individual. Tulisan terakhir kurang menghakimi dan menyatakan
secara tidak langsung, agak bersikeras tentang pentingnya benar dan salah dalam
proses terapeutik. Glesser mengidentifikasi delapan langkah dalam konseling
realita, yaitu: (1) membangun hubungan dengan klien, (2) bertanya, (3)
berkolaborasi dengan klien dalam mengevaluasi perilaku mereka, (4) membantu
orang membuat rencana untuk berbuat lebih baik, (5) membantu klien "apa yang
kamu lakukan?" berkomitmen untuk rencana tersebut, (6) tidak menerima
alasan, (7) tidak mengganggu dengan konsekuensi yang wajar, dan (8) tidak
menyerah.
2. Control Theory
Pada 1970-an, Glesser memasukkan konsep control theory kedalam
konseling realita. Dia mengkonsep bahwa orang didorong oleh sistem
pengendalian batin dalam otak yang memandu perilaku dan emosi sehingga
mereka bergerak ke arah yang nampaknya dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Menurut Glesser, "tindakan sistem kontrol atas dunia dan diri sebagai bagian
dari dunia untuk berusaha mendapatkan gambaran yang mereka inginkan".
Sayangnya, sistem control kadang-kadang menyebabkan kesulitan dengan upaya
menyesatkan mereka dan mencoba mengendalikan orang lain.
Kesadaran dan penilaian adalah kunci untuk memodifikasi sistem kontrol
dan memperbaiki kehidupan kita. Dia percaya bahwa langkah pertama untuk
menyadari apa yang ada didalam kepala kita yang mencerminkan kebutuhan dan
keinginan kita. Kemudian kita dapat menjadi sadar akan apa yang kita lakukan
untuk mencapai tujuan kita. Dengan menilai dampak dan keberhasilan perilaku
kita, kita dapat menentukan apakah perubahan itu dibenarkan, dan menggunakan
strategi yang kreatif untuk memodifikasi pikiran, emosi, dan perilaku kita.
Meskipun Glasser mengenalkan immediate, intense, short-time feeling dapat
muncul secara spontan pada saat-saat frustasi atau kepuasan, dia yakin bahwa
orang dapat memilih dan mengendalikan perasaan jangka panjang mereka.
3. Choice Theory
Selama bertahun-tahun, sistem pengobatan dikenal sebagai realitas / teori
kontrol. Namun, pada tahun 1996, Glesser menetapkan bahwa yang mendasari
konseling realita adalah choice theory bukan control theory. Choice theory
mendalilkan bahwa pilihan pikiran, perasaan, dan tindakan sangat menentukan
kualitas hidup mereka. Pandangan Glasser, otak sebagai sistem kontrol
"menyelaraskan dunia luar apa yang kita inginkan serta menutup celah antara
apa yang kita inginkan dan apa yang kita miliki" dan ini akhirnya menjadi
bagian dari konseling realita. Choice theory konseling realita inilah yang
menjadi dasar dalam membantu orang meningkatkan hidup mereka.
4. Robbert Wubbolding
Juru bicara penting konseling realita yang lain adalah Robert E.
Wubbolding, direktur pusat konseling realita di Cincinnati, Ohio, direktur
pelatihan di lembaga William Glesser, dan anggota fakultas di Universitas
Xavier di Cincinnati. Wubbolding telah memainkan peran penting dalam
pengembangan dan mengenalkan konseling realita. Dia adalah penulis yang
produktif dan buku-buku yang pernah ditulis antara lain: Reality Therapy For
The 21 st Centure (2000), Understanding Reality Therapy (1991), dan
Expanding Reality Therapy: Group Counseling and Multicultural Dimensions
(1990). Tulisannya memfasilitasi implimentasi konseling realita melalui studi
kasus, latihan, dan protokol pengobatan.
5. Asumsi Dasar
a. Perilaku manusia selalu bertujuan, yaitu untuk memenuhi 5 kebutuhan
dasar: survival, love and belonging, power, freedom, dan fun.
b. Terkait dengan 5 kebutuhan dasarnya, manusia memiliki & membangun
quality world dalam pikirannya.
c. Konseling realita berdasar pada choice theory.
1) Manusia bertanggungjawab atas perilakunya. Kitalah yang memilih
untuk melakukan sesuatu (baik ataupun buruk), oleh karena itu, kita
dapat memilih untuk membuat pilihan yang lebih baik.
2) Kita mungkin saja dibentuk oleh masa lalu, namun kita bukan korban
masa lalu. Karenanya kita memilih untuk melakukan sesuatu sekarang
(here and now).
3) Semua perilaku kita pada dasarnya merupakan usaha terbaik kita untuk
memenuhi 5 kebutuhan dasar.
d. Manusia akan termotivasi untuk berubah ketika:
1) Ia yakin bahwa perilakunya yang sekarang tidak dapat membuatnya
mendapatkan apa yang diinginkan.
2) Ia percaya bahwa ia dapat memilih perilaku lain yang akan
membuatnya lebih mungkin untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
6. Penjelasan Choice Theory dari Tingkah Laku
Choice theory menjelaskan bahwa semua yang pernah kita lakukan dari
lahir sampai mati adalah bertingkah laku dan segala sesuatu yang kita lakukan
adalah dipilih/berdasarkan pilihan kita. Total behavior/tingkah laku total adalah
upaya terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan untuk memuaskan
kebutuhan kita. Total behavior mengajarkan bahwa semua perilaku ini terdiri
dari empat komponen yang tidak terpisahkan namun berbeda (bertindak,
berpikir, perasaan dan fisiologi) yang selalu menyertai semua tindakan, pikiran,
dan perasaan kita. Perilaku itu bertujuan karena dirancang untuk menutup
kesenjangan antara apa yang kita inginkan dan apa yang kita rasakan/kita
dapatkan. Perilaku khusus selalu dihasilkan dari perbedaan ini, perilaku kita
berasal dari dalam, dan kita memilih takdir kita.
Glesser mengatakan bahwa untuk berbicara tentang depresi, sakit kepala,
menjadi marah, atau menjadi cemas menyiratkan rasa pasif dan kurangnya
tanggung jawab pribadi, dan itu tidak akurat. Hal yang lebih akurat untuk hal ini
sebagai bagian dari total behavior dan menggunakan bentuk kata kerja aktif,
misalnya: saya yang membuat sedih, saya yang membuat sakit kepala, saya yang
menyebabkan marah, dan saya yang membuat diri saya cemas, hal ini untuk
menggambarkan mereka. Hal ini lebih akurat untuk memikirkan orang yang
menyedihkan atau membuat marah diri sendiri daripada menjadi tertekan atau
marah. Ketika orang memilih kesengsaraan dengan mengembangkan berbagai
perilaku yang “menyakitkan”, hal itu dikarenakan perilaku itu adalah terbaik
yang mereka dapat lakukan saat itu, dan perilaku ini sering mendapatkan apa
yang mereka inginkan.
Ketika konselor/terapis realita mulai mengajarkan teori pilihan/choice
theory, konseli akan sering protes dan berkata, "Saya menderita, jangan katakan
aku memilih untuk menderita seperti ini". Sebagai contoh, depresi yang
menyakitkan adalah, terapis/konselor menjelaskan bahwa orang tidak memilih
rasa sakit dan penderitaan langsung, melainkan merupakan bagian perilaku yang
bukan pilihan dari total perilaku mereka. Perilaku orang adalah upaya terbaik,
hal tidak efektif karena perilaku itu sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan.
Robbert Wubbolding memiliki ide baru untuk choice theory. Ia percaya
bahwa perilaku adalah bahasa, dan bahwa kita mengirim pesan menurut apa
yang kita lakukan. Tujuan perilaku adalah mempengaruhi dunia untuk
mendapatkan apa yang kita inginkan. Konselor meminta konseli bahwa pesan
yang mereka kirimkan kepada dunia dengan cara tindakan mereka: "pesan apa
yang kamu ingin orang lain dapatkan?", "pesan apa yang orang lain dapatkan
atau tidak kah kamu bermaksud untuk mengirimnya kepada mereka?” Dengan
mempertimbangkan pesan bahwa konseli mengirimkan kepada orang lain,
konselor dapat membantu konseli secara langsung untuk mendapatkan
penghargaan yang lebih besar dari pesan yang mereka sengaja kirim ke orang
lain.

B. HAKEKAT MANUSIA
Hakikat manusia menurut konseling realita, yaitu:
1. Memandang individu atas dasar tingkah lakunya. Hal ini bukan berarti
memandang tingkah laku atas dasar model stimulus-respon seperti behavioral
atau melihat tingkah laku secara fenomenologis seperti person centered. Akan
tetapi memandang tingkah laku berdasarkan pengukuran obyektif yang disebut
relaitas, yaitu realita praktis dan moral.
2. Manusia mempunyai kebutuhan akan identitas. Kebutuhan ini bersifat universal.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan adanya keunikan, perbedaan, dan
kemandirian. Glesser menyebutkan dua identitas yang berlawanan yaitu identitas
berhasil dan gagal.
3. Manusia memiliki kekuatan untuk tumbuh yang mendorong menuju ke identitas
sukses. Manusia memiliki kekuatan untuk tumbuh dan sehat. Orang ingin
mengisi dan memuaskan identitas sukses, menampilkan tingkah laku yang
bertanggung jawab, dan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Individu
dapat mengubah bagaimana hidup, merasakan, dan bertingkah laku, sehingga
mereka dapat mengubah nasib mereka.
4. Konseling realita tidak terikat pada filsafat deterministik dalam memandang
manusia, tetapi membuat asumsi-asumsi bahwa pada akhirnya manusia
mengarahkan diri sendiri. Prinsip ini berarti mengakui tanggung jawab setiap
orang untuk menerima akibat dari tingkah lakunya. Orang akan menjadi apa
yang ia inginkan untuk menjadi, memiliki motivasi untuk tumbuh, bukan
ditentukan oleh penentu-penentu yang telah ada.

C. PERKEMBANGAN PERILAKU
1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Glasser berpandangan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar merupakan
peristiwa belajar. Perilaku manusia selalu bertujuan, yaitu untuk memenuhi 5
kebutuhan dasar:
a. Survival : kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan
b. Love and belonging : kebutuhan untuk terlibat dengan orang lain, mencintai
dan dicintai
c. Power/achievement : kebutuhan untuk mencapai sesuatu (berprestasi), atau
kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain
d. Freedom/independence : kebutuhan untuk dapat bebas membuat pilihan-
pilihan
e. Fun/enjoyment : kebutuhan untuk menikmati hidup, tertawa, dan mengalami
humor (hal yang menggelikan)
Glasser berpandangan bahwa manusia selalu berupaya mengendalikan
dunia dan dirinya untuk memuaskan kebutuhan dasarnya. Kebutuhan untuk
bertahan hidup dan memperoleh keturunan merupakan kebutuhan fisiologis
manusia yang berupa kebutuhan untuk memelihara kehidupan dan kesehatan
yang baik. Kebutuhan untuk memiliki merupakan kebutuhan manusia untuk
melibatkan dirinya dengan orang lain dan mencintai serta dicintai orang lain.
Kebutuhan memperoleh kebebasan merupakan kebutuhan untuk membuat
pilihan dalam kehidupan. Kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan merupakan
kebutuhan untuk memperoleh prestasi, status, pengakuan, dan membuat orang
lain mematuhinya. Kebutuhan untuk memperoleh kesenangan merupakan
kebutuhan manusia untuk menikmati kehidupan, tertawa, dan menikmati humor.
Semua kebutuhan diatas disebut kebutuhan psikologis kecuali kebutuhan
bertahan hidup dan melanjukan keturunan.
2. Pribadi Sehat dan Bermasalah
a. Pribadi Sehat
Konsep perilaku menurut konseling realita lebih dihubungkan dengan
berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Bentuk dari perilaku
yang tepat yaitu dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitanya, dapat melihat
sesuatu sesuai dengan realitanya, dapat melakukan atas dasar kebenaran,
tanggung jawab dan realita.
Menurut Glasser, basis dari konseling realita adalah membantu para klien
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup
“kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan
bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain”.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan
pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas
keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas.
Pandangan konseling realita menyatakan bahwa, karena individu-individu
bisa mengubah cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa
mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah
laku. Maka konseling realita tidak berpijak pada filsafat deterministik tentang
manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang
menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa setiap orang
memiliki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari
tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya.
b. Pribadi Bermasalah
Menurut Glasser, bentuk dari pribadi bermasalah/perilaku yang tidak tepat
tersebut disebabkan karena ketidakmampuannya dalam memuaskan
kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realita objektif, dia
tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitanya, tidak dapat melakukan atas
dasar kebenaran, tanggung jawab dan realita. Meskipun konseling realita tidak
menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku
bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas
kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas,
perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang
percaya diri dan menolak kenyataan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep perilaku bermasalah menurut konseling
realita adalah: (1) kegagalan individu untuk memenuhi 5 kebutuhan dasarnya
dengan cara yang tidak bertanggungjawab dan efektif, (2) bermasalah dalam
memilih perilaku yang tepat, dan (3) tidak bertanggungjawab atas perilakunya

D. HAKEKAT KONSELING
Konseling realita merupakan suatu bentuk hubungan pertolongan yang praktis,
relatif sederhana dan bentuk bantuan langsung kepada konseli, yang dapat dilakukan
oleh guru atau konselor di sekolah dalam rangka mengembangkan dan membina
kepribadian/kesehatan mental konseli secara sukses, dengan cara memberi tanggung
jawab kepada konseli yang bersangkutan. Konseling realita lebih menekankan masa
kini, maka dalam memberikan bantuan tidak perlu melacak sejauh mungkin pada
masa lalunya, sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat
memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
Bebarapa karakteristik yang mendasari pelaksanaan konseling realita:
1. Penekanan pada pilihan dan tangung jawab
Konselor realita menekankan pada pentingnya pilihan dan tangung jawab
individu dalam berperilaku. Karena individu memilih apa yang ia lakukan berarti
bahwa individu tersebut hendaknya bertangung jawab terhadap perilaku yang
dipilihnya. Untuk itu konselor hendaknya membantu individu menyadari adanya
fakta bahwa individu tersebut bertangung jawab terhadap apa yang dilakukanya.
2. Penolakan terhadap transferensi
Konselor realita berupaya menjadi dirinya sendiri dalam proses konseling.
Untuk itu, ia dapat mengunakan hubungan untuk mengajar para konseli
bagaimana berinteraksi dengan orang lain dalam hidup mereka. Transferensi
merupakan cara konselor dan konseli menghindar untuk menjadi diri mereka
sendiri dan memiliki apa yang dikerjakan saat ini. Hal tersebut tidak realistis
bagi konselor untuk menjadi orang lain dan bukan menjadi dirinya sendiri.
3. Penekanan konseling pada saat sekarang
Beberapa konseli datang ke konseling yakin bahwa masalahnya berawal dari
masa lalu dan mereka harus merevisi masa lalu tersebut agar mereka dapat
terbantu melalui konseling. Glasser menyakini bahwa kita adalah produk dari
masa lalu tetapi kita bukan korban masa lalu kecuali kita memilih untuk menjadi
korban masa lalu tersebut. Glasser tidak menyetujui pandangan bahwa kita harus
memahami dan merevisi masa lalu agar dapat berfungsi dengan baik saat ini.
Menurutnya, kesalahan apapun yang dibuat pada masa lalu tidaklah
berhubungan dengan masa sekarang. Kita dapat memuaskan kebutuhan kita pada
saat sekarang. Walaupun demikian konseling realita tidak menolak sepenuhnya
masa lalu. Jika konseli ingin bicara tentang keberhasilan masa lalunya atau
hubungan yang baik pada masa lalu, konselor akan mendengarkan karena hal
tersebut mungkin diulang pada masa sekarang. Konselor akan menggunakan
waktu hanya secukupnya bagi kegagalan masa lalu konseli untuk menyakinkan
para konseli bahwa konselor tidak menolak mereka.
4. Penghindaran dari pemusatan perilaku bermasalah
Pemusatan pada gejala-gejala perilaku bermasalah akan melindungi konseli dari
kenyataan hubungan saat ini yang tidak memuaskan. Oleh kerena itu konselor
realita meluangkan waktu sesedikit mungkin terhadap gejala-gejala perilaku
bermasalah tersebut karena hal tersebut hanya berlangsung selama gejala-gejala
tersebut diperlukan untuk menangani hubungan yang tidak memuaskan atau
ketidakpuasan pemenuhan kebutuhan dasar.
5. Penentangan pandangan tradisional tentang penyakit mental
Konselor realita menolak pandangan tradisional bahwa orang yang memiliki
gejala masalah fisik dan psikologis adalah orang sakit secara mental. Glasser
memperingatkan orang-orang untuk berhati-hati terhadap psikiatri yang dapat
membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental. Disamping itu, ia mengkritik
penetapan psikiatrik yang banyak bersandar pada klasifikasi dan statistik
ganguan mental untuk diagnosis dan pemberian bantuanya.

E. KONDISI PENGUBAHAN
1. Tujuan
Pada dasarnya tujuan dari konseling realita adalah sama dengan tujuan dari
kehidupan manusia yaitu membantu individu untuk mencapai success identity.
Untuk mencapai success identity diperlukan suatu rasa tanggung jawab dari
individu, untuk mencapinya individu harus mencapai kepuasan terhadap
kebutuhan personal. Untuk memenuhi kepuasan terhadap kebutuhan tersebut
perlu diperhatikan 3R yaitu reality (kenyataan), right (hal yang baik),
responsible (tangung jawab). Secara garis besar, tujuan konseling realita adalah:
a. Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat
menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
b. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala
resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam
perkembangan dan pertumbuhannya.
c. Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
d. Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian
yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan
individu untuk mengubahnya sendiri.
e. Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
2. Konselor
Konselor berperan sebagai:
a. Motivator, yang mendorong konseli untuk: (1) menerima dan memperoleh
keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin
dicapainya; dan (2) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan
sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam
ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.
b. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (1) keputusan terakhir berada di tangan
konseli; (2) konseli sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik
dalam menilai perilakunya sendiri.
c. Moralist; konselor tidak menilai tingkah laku, tapi membimbing konseli
untuk mengevaluasi tingkah lakunya sendiri melalui keterlibatannya dan
dengan membuka tingkah laku yang sebenarnya secara terang-terangan.
Konselor diharapkan memberikan pujian apabila konseli bertindak sesuai
dengan cara yang bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan
apabila mereka tidak bertindak demikian.
d. Guru; yang berusaha mendidik konseli agar memperoleh berbagai
pengalaman dalam mencapai harapannya.
e. Pengikat janji (contractor); artinya peranan konselor punya batas-batas
kewenangan, baik berupa limit waktu, ruang lingkup kehidupan konseli
yang dapat dijajaki maupun akibat yang ditimbulkannya.
3. Konseli
Konseli dalam konseling realita adalah konseli yang:
a. Memusatkan/berfokus pada tingkah laku mereka sekarang alih-alih kepada
perasaan-perasaan dan sikap-sikap mereka.
b. Membuat dan menyepakati rencana yang akan dilaksanakan untuk
mengubah tingkah laku yang gagal menjadi tingkah laku yang berhasil.
c. Mengevaluasi tingkah laku sendiri
d. Konseli terlibat aktif dalam pelaksanaan kontrak-kontrak mereka sendiri
secara tanggung jawab apabila ingin mencapai kemajuan.
4. Situasi Hubungan
Konselor memulai proses konseling dengan menjadi terlibat dengan
konseli dan menciptakan suatu hubungan yang hangat, yang mendukung, dan
menantang. Konseli harus mengetahui bahwa konselor cukup mempedulikan
untuk menerima mereka dan untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan
mereka dalam dunia nyata. Kedua-duanya, keterlibatan dan kepedulian untuk
konseli, dipertunjukkan sepanjang proses. Begitu keterlibatan ini telah dibentuk,
konselor mengkonfrontasi konseli dengan kenyataan dan konsekuensi tindakan
mereka. Sepanjang konseling konselor menghindari kritik, menolak untuk
menerima pemaafan konseli dalam hal tidak menjalankan rencana yang telah
disetujui, dan tidak memberikannya dengan mudah pada konseli. Sebagai
gantinya, konselor secara terus menerus membantu konseli untuk mengevaluasi
kepantasan dan efektivitas perilaku mereka.

F. MEKANISME PENGUBAHAN
Mekanisme pengubahan yang dilakukan oleh konselor dalam konseling
realita, yaitu: involvement (keterlibatan), focus on behavior, focus on present
(pemusatan pada tingkah laku saat sekarang, bukan pada perasaan), value judgement
(pertimbangan nilai), planning on responsible behavior (perencanaan tingkah laku
yang bertanggung jawab), commitment (kesepakatan), no execuse (tiada ampunan),
dan eliminate punishment (membatasi hukuman).
1. Prosedur konseling
Praktik konseling realita dapat dikonseptualisasikan seperti siklus konseling,
yang terdiri atas dua komponen utama: (a) lingkungan konseling dan (b) prosedur
spesifik yang mendorong ke arah perubahan perilaku. Prosedur ini didasarkan pada
asumsi manusia termotivasi untuk berubah: (a) ketika mereka menentukan bahwa
perilaku kekinian mereka tidaklah menjadi sebagaimana apa yang mereka inginkan
dan (b) ketika mereka percaya bahwa mereka mampu memilih perilaku lain yang
akan semakin mendekatkan mereka kepada apa yang mereka inginkan. Prosedur
yang spesifik dari praktik konseling realita ini oleh Wubbolding diringkas dalam
model " WDEP", yang mengacu pada serumpun strategi sebagaimana berikut:
W = ingin: menyelidiki keinginan, kebutuhan, dan persepsi.
D = arah dan perbuatan: memusatkan pada apa yang klien lakukan dan arah (tujuan
perbuatan) yang membawa mereka pada permasalahan.
E = evaluasi: menantang klien untuk membuat suatu evaluasi tentang perilaku total
mereka.
P = perencanaan dan komitmen: membantu klien dalam merumuskan rencana
realistis dan pembuatan suatu komitmen untuk menyelesaikannya.
(Sebagai ringkasan prosedur lebih terperinci yang mendorong kearah perubahan,
lihat gambar " Siklus Memenage, Menyupervisi, Konseling dan Pelatihan.")

Wubbolding sebagai seorang juru bicara terkemuka konseling realita


mengemukakan prosedur konseling realita dengan sistem WDEP (Seligman, 2006).
Sistem tersebut terdiri atas empat tahap yaitu:
a. Want (keinginan)
W berarti keinginan, kebutuhan, dan perserpsi konseli. Pada tahap W,
konselor mengidentifikasi apa yang diinginkan konseli dalam kehidupan dengan
mengajukan pertanyaan seperti “Apa yang kamu inginkan?”(dari belajar,
keluarga, teman-teman, dan lain-lain).
b. Doing (melakukan)
D berarti apa yang dilakukan konseli dan arah yang dipilih dalam
hidupnya. Pada tahap tersebut, konselor membantu konseli mengidentifikaasi apa
yang dilakukannya dalam mencapai tujuan yang diharapkan dengan mengajukan
pertanyaan antara lain ”Apa yang kamu lakukan?” dan mengidentifikasi arah
hidupnya dengan mengajukan pertanyaan “Jika kamu terus menerus melakukan
apa yang kamu lakukan sekarang, akan kemana kira-kira arah hidupmu?”
c. Evaluating (penilaian)
E berarti melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan akhir-akhir ini.
Pada tahap ini, konselor membantu konseli melakukan penilaian diri untuk
menentukan keefektivan apa yang dilakukan bagi pencapaian kebutuhannya.
Untuk itu, konselor dapat menggunakan pertanyaan antara lain “Apakah yang
kamu lakukan akhir-akhir ini dapat membantumu memenuhi keinginanmu?”
d. Planning (merencanakan)
P berarti membuat rencana perubahan perilaku. Pada tahap ini, konselor
membantu konseli merencanakan pengubahan tingkah laku yang lebih
bertanggung jawab bagi pencapaian kebutuhannya. Perencanaan dibuat
berdasarkan hasil evaluasi perilaku pada tahap sebelumnya. Dalam tahap tersebut,
konselor dapat mengajukan pertanyaan misalnya, “Apa yang akan kamu lakukan
agar dapat memenuhi keinginanmu?”. Agar rencana tersebut efektif maka
perencanaan tindakan yang dibuat berupa rencana yang sederhana, dapat dicapai,
terukur, segera, dan terkendali oleh konseli.
2. Teknik-teknik konseling
Teknik-teknik yang bisa digunakan dalam konseling realita, yaitu:
a. Metafora : konselor menggunakan metafora, kiasan, gambaran, analogi, dan
anekdot untuk memberikan konseli pesan yang kuat dengan cara yang
kreatif
b. Humor
c. Positive Addiction : manusia dapat mengurangi tingkah laku negatif dengan
mengembangkan ketergantungan yang positif.
d. Using Verb and “ing” Word (kalimat/kata aktif) : reality therapy
menginginkan manusia untuk merelisasikan bahwa mereka mempunyai
kontrol yang besar dalam kehidupan mereka dan dapat memilih total
behavior mereka
e. Reasonable Consequence : manusia akan bertanggungjawab dan akan
berpengalaman atas konsekuensi tingkah laku mereka
f. Relationship : konselor melihat hubungan sebagai hal yang penting untuk
memuaskan hidup.
g. Skill Development : pengembangan keterampilan, misalnya sikap asertif,
rational thinking, dsb
h. Games
i. Konfrontasi
j. Modelling
k. Verbal shock
l. Home work assigment : pemberian tugas
m. Membuat kesepakatan/kontrak.
Adapun ciri-ciri konseling realita, yaitu: (a) Menolak konsep adanya sakit
mental pada setiap individu, tetapi yang ada adalah individu yang tidak
bertanggung jawab dan tingkah laku tersebut masih dalam taraf mental yang
sehat, (b) Berfokus pada tingkah laku yang nyata untuk mencapai tujuan yang
akan datang dengan penuh optimis, (c) Berorientasi pada keadaan yang akan
datang , dengan fokus pada tingkah laku sekarang yang dapat di ubah, diperbaiki,
dianalisis dan ditafsirkan, (d) Menekankan betapa pentingnya nilai, (e) Tidak
menegaskan transfer untuk mencari usaha untuk mencapai kesuksesan, (f)
Menekankan aspek kesadaran dari klien yang harus dinyatakan dalam tingkah
laku tentang apa yang harus dilakukan klien.serta mengikutsertakan klien dalam
merencanakan pola tingkah laku mendatang, (g) Menghapuskan hukuman yang
diberikan kepada individu yang mengalami kegagalan,dan sebagai ganti hukuman
adalah menanamkan disiplin yang disadari maknanya dan dapat diwujudkan
dalam tingkah laku yang nyata, (h) Menekankan konsep tanggung jawab, dan (i)
Antideterministik.

G. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN


1. Kelemahan konseling realita
Konseling realita tidak memberi penekanan cukup pada perasaan,
ketaksadaran, nilai terapis bermimpi, penempatan pemindahan/transferensi
dalam konseling, pengaruh trauma awal masa kanak-kanak, dan kekuatan masa
lalu untuk mempengaruhi kepribadian seseorang. Ada suatu kecenderungan
pendekatan ini untuk mengurangi peran yang rumit dari lingkungan sosial dan
budaya seseorang dalam membentuk perilaku. Mungkin ini lebih merupakan
trietmen yang berorientasi gejala dan mengabaikan suatu explorasi isu emosional
yang lebih dalam.
2. Kelebihan konseling realita
Sebagai pendekatan jangka pendek, konseling realita dapat diberlakukan
bagi konseli dalam cakupan luas. Pendekatan ini menyediakan suatu struktur
untuk konseli dan konselor dalam mengevaluasi derajat dan naturalitas
perubahan. Teori ini terdiri atas konsep sederhana dan jelas yang mudah
dipahami oleh banyak orang dalam berbagai bidang jasa, dan prinsip-prinsipnya
dapat digunakan oleh orang tua, para guru, pelayan/pejasa bantuan, pendidik,
para manajer, konsultan, para penyelia, karyawan kemasyarakatan, dan konselor.
Sebagai pendekatan positif dan berorientasi tindakan, pendekatan ini
memberikan tawaran bagi berbagai konseli yang secara khas dipandang sebagai
"sukar untuk menerima perlakukan." Jantung konseling realita yaitu menerima
tanggung jawab pribadi dan pemerolehan kendali yang lebih efektif. Setiap
orang mempunyai tanggung jawab pada hidup mereka bukannya menjadi korban
keadaan di luar kendali mereka. Pendekatan konseling ini mengajar konseli
untuk memusatkan pada apa yang mereka mampu dan ingin lakukan saat ini
untuk mengubah perilaku mereka.
DAFTAR RUJUKAN

Belkin, S. Gary. 1975. Practical Counseling in The School. Iowa: wa C. Brown


company Publishers

Burk, M. Herbert Jr & Buford Stefflre. 1979. Theories of Counseling. Third edition.
Ney York: Mcgraw-Hill Book Company

Capuzzy, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling and Psychotherapy: Theories and
Interventions. Upper saddle River, New jersey: Pearson prentice-hall

Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psyhotherapy. Belmot, CA:
Brooks/Cole

Corsini, raymond. 1973. Current Psychotherapies. Illnois: F.E. Peachock Publishers,


Inc

Hall, Calvis S. & Gardner Lindzey. 1993. Teori-teori Holistik (Organisme-


Fenomenologis). Diterjemahkan oleh Yustinus MSc, editor A. Supratiknya.
Yogyakarta: Kanisius

Hansen, James C. & Richard R. Stieve & Richard W. Warner Jr. 1982. Counseling:
Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon, Inc

Ivey, E. Allen. 1980. Counseling and Psychoterapy: Skill, Theory, and Practice.
New Jersey: Engglewood Clifft: Prentice-Hall

Mc Leod, John. 2005. An Introduction to Counseling. New York: Open University


Press Maidenhend

Nelson-Jones, R. 2001. Theory and Practice of Counseling and Therapy. London:


Sage Publications

Parrot III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole

Prochaska, J.O. & Norcross, J.C. 2007. System of Psychotherapy. Belmot, CA:
Thomson Brooks/Cole

Selignman, L. 2006. Theories of Counseling and Psychotherapy. Colombus. Ohio:


Pearson Merril Prentice Hall

Sharf, R.S. 2004. Theories of Psychotherapy and Counseling: Concepts and Cases.
Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole

Zastrow, Charles & Chang, Dae H. 1977. The Personal Problem Sover. New Jersey:
Prentie-Hall, Inc

Anda mungkin juga menyukai