Anda di halaman 1dari 11

UAS HUKUM PIDANA DI LUAR KODIFIKASI

’’TINDAK PIDANA KASUS PENCUCIAN UANG(MONEY


LAUNDERING) SEBAGAI KEJAHATAN DI LINTAS NEGARA PADA
ZAMAN GLOBALISASI’’

Nama : Nurul anggita

NIM : A1011211280

Kelas : A Reguler

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2023
A. LATAR BELAKANG

Di era globalisasi yang dimana zaman semakin terus berevolusi baik dari bidang
informasi,teknologi dan lainnya sehingga kemajuan ini juga berpengaruh dengan lajunya
perkembangan kejahatan. Disini kita akan membahas mengenai kejahatan di lintas negara.
Kejahatan ini merupakan kejahatan yang tidak bisa di hindari di era globalisasi ini.Pencucian
uang adalah salah satu tindak kejahatan yang sangat meresahkan bagi beberapa negara.
Pencucian uang (money laundering)adalah tindakan memproses hasil tindak kriminal untuk
menyamarkan asal tindakan ilegal, dan mengubah keuntungan dari kegiatan ilegal dan
korupsi menjadi aset yang seolah-olah legal.1

Menurut Hans G.Nilsson,Money laundering merupakan suatu kasus yang menarik perhatian
di berbagai negraa pada hampir dua tahun ini dan Dewan Eropa (Council of Europe)
,merupakan salah satu organisasi internasional pertama, Dalam Rekomendasi Komite para
menteri dari tahun 1980 sudah memberitahu masyarakat seluruh dunia pada permasalahan
terhadap demokrasi dan Rule of Law. Rekomendasi tersebut berisikan bahwa pengiriman uang
hasil tindak kejahatan dari satu negara ke negara lain sehingga terjadinya masalah berbahaya
dalam sistem ekonomi baik di tingkat nasional ataupun internasional. Tapi 1 tahun terakhir
rekomendasi tidak di hiraukan lagi oleh masyarakat internasional. Dan tidak lama kemudian
suatu peristiwa membuat masyarakat internasional gempar yaitu booming nya perdagangan
geelap narkotika pada th 1980-an, sehingga membuat masyarkat internasional menjadi sadar
akan bahaya kasus pencucian uang kala itu karena ancaman nya berdampak pada sistem
keuangan sehingga mengakibatkan bahaya pada stabilitas demokrasi

Permasalahan yang menyangkut mengenai pencucian uang tidak hanya menjadi suatu
masalah bagi dunia internasional saja namun menjadi masalah nasional juga. Sehingga negara
kita indonesia juga menjadi salah satu negara yang terkena dampak atas kasus ini. Sudah
banyak kebijakan dan produk hukum yang telah dibuat pemerintah untuk mengatasi masalah
ini, yaitu UU No. 15 th 2002 yang disempurnakan menjadi UU No. 23 th 2003 sampai saat ini
di ubah lagi menjadi UU No. 8 th 2010 mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang. Dibentuknya peraturan itu untuk pencegahan dan polotical will Indonesia
untuk mengatasi masalah pencucian uang.2

1
Shiqing Yu. “Still Keeping Secrets?Bank Secrecy, Money Laundering, and Anti Money Laundering in Swizerland
and Singapore.” IALS Student Law Review, Vol. 6, Issue 1, (2019), 20.
2
Beni Kurnia Illahi, “Pengaturan Perampasan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang di
Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 2, (2018), 186.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tahapan proses dalam menghasilkan pencucian uang (Money Laundering)
2. Bagaimana perkembangan pencucian uang (Money Laundering) di era globallisasi
3. Bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang di Indonesia

C. PEMBAHASAN

1. Tahapan proses dalam menghasilkan pencucian uang (Money Laundering)

Pada awal nya tindak pidana pencucian uang tidak diatur dalam KUHP,namun kini perlu
ditinjau lagi makna didalam perundang-undangan tindak pidana kejahatan pencucian
uang.Kejahatan pencucian uang dapat di jabarkan sebagai sebuah proses yang di lakukan oleh
seseorang maupun organisasi dengan uang yang diambil dari perbuatan kejahatan dengan
maksud menyembunyikan asal uang tersebut dari pemerintah yaitu dengan cara memasukkkan
uang uang itu kedalam sistem keuangan lalu uang itu keluar dari sistem itu dan menjadi uang
yang sah dimata hukum.

Tindak pidana pencucian uang tidak bisa di lakukan dengan uang yang jumlahnya kecil
sehingga harus dalam jumlah uang yang besar karena bila uang yang jumlah nya sedikit atau
kecil tidak bisa di serap ke dalam peredaran secara tidak kentara. Uang haram itu harus diubah
terlebih dahulu menjadi uang sah sebelum di gunakan dan selannjutnya dapat di investasikan
yaitu dengan metode pencucian. Tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan
transnasional ,tidak mengenal batas negara, maka dari itu di perlukan aktivitas penanganan
bersama dengan peraturan hukum ditingkat nasional, sehingga diperlukan juga kerjasama
internasional, Pernyataan ini dapat di lihat dari pencegahan tindakan pencucian uang uang
hasil kegiatan melalui sistem keuangan,yang sudah mendapat perhatian yang besar dari badan
pembentuk UU ,Bank milik negara,dan lembaga hukum di beberapa negara. Globalisasi adalah
ciri hubungan antara masyarakat dunia yang melewati batas-batas konvensional seperti bangsa
dan negara. Dalam hal itu,dunia sudah di manfaatkan serta terjadi intensifikasi kesadaran
terhadap dunia sebagai ketentuan utuh.

Tujuan utama dari kasus pencucian uang ini yaitu membawa keuntungan yang sangat besar
baik bagi individu ataupun kelompok. Perkiraan hasil pencucian uang dari seluruh negara
dalam perhitungan kasar mencapai 1 triliun dolar per tahun. Uang gelap itu akan di pakai untuk
membayar aktivitas kejahatan itu. Lain daripada itu Dana Moneter Internasional menyebut
bahwa jumlah seluruh kasus pencucian uang ini bisa sampai 2-5% produk domestik dunia.
Pada statistik tahun 1996, persentase itu menandakan pencucian uang berkisar 590 milyar US
Dolar-1,5 Triliun US Dolar. Angka paling rendah kemungkinan sama dengan jumlah
keseluruhan produk ekonomi Spanyol.Selain itu , pada perkiraan Financial Action Task Force
on Money Laundering (FATF), pada setiap tahun di Eropa dan Amerika utara sekitar 60-80
milyar dollr AS telah terjadi kasus pencucian uang.3

Ada 3 tahap menghasilkan pencucian uang yaitu :

1, Tahap penempatan

Tahap ini termasuk tahapan yang mengundang akibat dan risiko yang cukup besar karena
sangat membutuhkan setoran dalam jumlah keuntungan terlarang yang besar di bank dan FI.

2. Tahap Layering/ tahap agitasi

Tahap ini, terdapat jumlah keuntungan terlarang yang dikirim terfragmentasi memakai
varietas transaksi yang bertindak sebagai ’’tabir asap’’ untuk memalsukan asal usul dari
keuntungan yang ilegal. Emas merupakan salah satu alat untuk memalsukan asal muasal uang
haram karena hasil nilai nya selalu konstan.

3. Tahap integasi atau re-integrasi

Tahap terakhir ini keuntungan ilegal telah diamankan dan berlapis sejauh keuntungan itu
telah bersih sehingga aman mengembalikan uang yang sudah dibersihkan ke pencuci uang
melalui alat atau sistem keuangan yang sah.

Walau pencucian uang sudah disusun menajdi 3 tahap seperti diatas namun butuh proses yang
susah karena banyak pelaku menggunakan tahapan proses yang baru menyembunyikan asal
usul uang dibersihkan. Karena sifat canggih pencucian uang ini tidak dapat dipungkiri bahkan
sistem keuangan singapuura dapat diterkam.4 Pengaturan Money Laundering di Singapura
diatur dalam The Corruption Drugs Trafficking And Other Serious Crime Act (CDSA).

3
The Financial Action Task Force (FATF) is an independent inter-governmental body that develops and
promotes policies to protect the global financial system against money laundering, terrorist financing and the
financing of proliferation of weapons of mass destruction. The FATF Recommendations are recognised as the
global anti-money laundering (AML) and counter-terrorist financing (CFT) standard.
4
Veltrice Tan, “The art of deterrence: Singapore’s anti-money laundering regimes.” Journal of Financial Crime,
25 (2).pp. 467-498. ISSN 1359-0790, 2018.
Terdapat pertanggungjawaban pidana perusahaan dan pertanggungjawaban secara alami
(orang) di dalam CDSA 5

2.Perkembangan kasus pencucian uang di era globalisasi

Istilah pencucian uang telah ada sejak tahun 1930 di AS yaitu AI Capone yang berasal dari
suku polansia dan bekerja sebagai akuntan, pelaku kriminal terbesar di zaman dulu mencuci
uang dari aktivitas kejahatannya dengan menggunakan Meyer Lansky melalui usaha binatu
(laundry).6

Tindak kejahatan pencucian uang secara dikenal melalui kegiatan memakai ,memindahkan
atau melaksanakan perbuatan lainnya dari hasil kejahatan baik perorangan yang melakukan
kejahatan korupsi,menjual narkoba dan masih banyak tindak pidana lainnya.10 nas Secara
etimologis, kalimat pencucian uang berasal dari bahasa inggris yaitu money yang berarti uang
dan laundering yang artinya pencucian. Jadi pencucian uang ini adalah hasil tindak pidana yang
tidak ada artinya secara universal7

Pencucian uang di dikategorikan sebagai kasus kejahatan dalam ruang lingkup internasional.
Karena, jenis kejahatan ini menyertakan sistem keuangan internasional dan pada akhirnya
disebut sebagai kejahatan lintas batas antarnegara. Sehingga suatu negara mengajak negara
didunia dan seluruh organisasi internasional lainnya untuk membuat terobosan untuk
mencegah serta memberantas tindak kejahatan pencucian uang. Sebab, sistem manajemeen
pengawasan wilayah perbatasan ikut menangani persoalan ini dan mencapai keberhasilan juga
melalui pendekatan secara komprensif dan intergratif

Dalam konteks penegakan hukum, istilah money laundering bukanlah suatu konsep yang
sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya begitu kompleks sehingga cukup sulit
untuk merumuskan delik-delik hukumnya (kriminalisasi) secara objektif dan efektif. Hal ini
tercermin dari batasan pengertiannya yang cukup banyak dan bervariasi. Batasan pengertian
(definisi) yang relatif tidak sama (berbeda-beda) itu juga terdapat pada yang sama-sama
memiliki ketentuan (Undang Undang) anti pencucian uang. Demikian juga halnya di antara

5
Tan Sin Liang, ”Singapore: New Money-Laundering Law under the Corruption, Drug Trafficking and Other
Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act.”, Journal of Money Laundering Control ISSN: 1368-5201, (2017),
50.
6
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2010), 17.
7
Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 153
lembaga dan organisasi internasional yang kompeten di bidang pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang

Di era globalisasi yang dimana kemajuan teknologi informasi berkembang pasat, peningkatan
perdagangan internasional serta situasi geopolitik di masa perang dingin menjadikan kegiatan
kejahatan lintas batas antarnegara ini semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Untuk melancarkan kejahatannya, organisasi bisnis ilegal ini memanfaatkan perkembangan
teknologi saat ini.

Dalam hal ini, Shelley berpendapat bahwa aktivitas organisasi kejahatan transnasional
meningkat karena dipicu oleh meluasnya jangkauan bisnis legal yang didorong oleh berbagai
kemudahan sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi dan semakin terkaitnya ekonomi
dunia satu sama lain.8

a.Pertumbuhan sistem komunikasi dan informasi global serta pembangunan sistem keuangan
global yang secara singkat dan mudah memberikan kesempatan pada perluasan jaringan
organisasi criminal

b. Ketegangan akibat globalisasi, krisis ekonomi global, serta transisi politik terutama di
negara-negara berkembang telah memarginalisasi populasi masyarakat sehingga
meningkatkan keinginan untuk bergabung dalam bisnis kejahatan karena dianggap dapat
membantu membebaskan mereka dari kemiskinan

c. Meningkatnya mobilitas antarnegara akibat kemajuan transportasi dan komunikasi. Hal ini
sangat penting bagi perkembangan sindikat internasional dalam membentuk dan memperluas
jangkauan serta jaringan organisasi mereka secara efektif.9

3. Pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang di Indonesia

Peraturan di indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang yaitu UU No
8 tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kejahatan besar yang biasanya menghasilkan keuntungan yang besar seperti korupsi,
perdagangan narkotika ,perdagangan orang dan masih banyak lagi. Hasil keuntungan tersebut

8
Louise Shelley, “Transnational Organized Crime: An Imminent Threat to the Nation-State?.” Journal of
International Affairs, Vol. 48 No.2, Winter (2016), 465
9
5 Peter Chalk, “Cross-border Crime and Grey Area Phenomena in Southeast Asia.” Boundary and Security
Bulletin, Vol. 6 No.3, Autumn (2017), 67-68.
tidak langsung di gunakan karena jika langsung digunakan maka bisa di ketahui oleh para
penegak hukum mengenai asal usul harta yang pelaku hasilkan sehingga penjahat tersebut
segera memproses harta kekayaan merka kedalam sistem keuangan (financial system).
Sehingga dengan upaya menyelubungi asal usul harta mereka itu,para penegak hukum tidak
bisa mengetahui harta kekayaaan mereka berasal dari tindak kejahatan pencucian uang.

Dalam Undang-Undang TPPU, hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenagakerja,
penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, bidang perpajakan,
di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak
pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak Pidana tersebut juga merupakan Tindak Pidana menurut hukum Indonesia
10

Dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang TPPU Pencucian uang dibedakan dalam
tiga tindak pidana11:

1) Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2) Tindak pidana pencucian uang dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak
pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap orang yang menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan
yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil

10
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Pasal 2 ayat (1) 2 ayat (1)
11
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Pasal 3,4,5
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana
pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

3) Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima
atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun,
dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.21 Dalam Undang-Undang TPPU, dikatakan bahwa setiap orang
yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut
serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak
pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama seperti dalam Pasal 3, Pasal 4, dan
Pasal 5.

Delik tindak pidana pencucian uang seperti dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-
Undang TPPU dilakukan oleh korporasi, maka pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau
Personil Pengendali Korporasi. di Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang TPPU dikecualikan bagi
pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan.Di luar pengaturan Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 4, dan Pasal 5 terdapat pasal yang lain yang mengatur mengenai tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana lain yang berhubungan dengan
tindak pidana pencucian uang diatur pada Pasal 11, Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16
Undang-Undang TPPU

Lembaga keuangan bank dan non bank di analogikan dalam UU TPPU ini dengan penyedia
jasa keuangan. Penyedia jasa keuangan memiliki arti sebagai penyedia jasa di bidang keuangan
atau jasa lainnya yang berhubungan dengan keuangan tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga
pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan
asuransi dan kantor pos.

Dalam Undang-Undang TPPU, penyedia jasa keuangan antara lain: bank, perusahaan
pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga
keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai
penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan
kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan
pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditas;
atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. Sedangkan penyedia barang dan/atau
jasa lain: perusahaan properti/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata
dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antik, atau balai lelang.12

Menurut Undang-Undang TPPU, transaksi keuangan mencurigakan adalah.

1) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola
transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan;

2) Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor
sesuai dengan ketentuan undang-undang ini;

3) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta
kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana

KESIMPULAN

Disaat era globalisasi ini dilengkapi dengan kemajuan teknologi,komunikasi dan informasi,
yang juga mempermudah manusia untuk berkomunikasi lintas negara, juga mempermudah
dilakukannya kejahatan lintas negara. Salah satu bentuk kejahatan lintas negara yang sangat
mengganggu berbagai negara adalah pencucian uang (money laundering). Pencucian uang
(money laundering) adalah tindakan memproses hasil tindak kriminal untuk menyamarkan asal
tindakan ilegal, dan mengubah keuntungan dari kegiatan ilegal dan korupsi menjadi aset yang
seolah-olah legal. Dalam konteks penegakan hukum, istilah money laundering bukanlah suatu
konsep yang sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya begitu kompleks sehingga
cukup sulit untuk merumuskan delik-delik hukumnya (kriminalisasi) secara objektif dan
efektif. Hal ini tercermin dari batasan pengertiannya yang cukup banyak dan bervariasi.
Pengaturan mengenai pencucian uang ini tentunya telah diatur dalam UU TPPU sehingga
dengan ada nya peraturan ini bisa menanggulangi banyak nya kasus ini.

12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Pasal 17 ayat 1
DAFTAR PUSTAKA

Shiqing Yu. “Still Keeping Secrets?Bank Secrecy, Money Laundering, and Anti Money
Laundering in Swizerland and Singapore.” IALS Student Law Review, Vol. 6, Issue 1, (2019),
20.

Beni Kurnia Illahi, “Pengaturan Perampasan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana
Pencucian Uang di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 2, (2018), 186.

The Financial Action Task Force (FATF) is an independent inter-governmental body that
develops and promotes policies to protect the global financial system against money
laundering, terrorist financing and the financing of proliferation of weapons of mass
destruction. The FATF Recommendations are recognised as the global anti-money laundering
(AML) and counter-terrorist financing (CFT) standard.

Veltrice Tan, “The art of deterrence: Singapore’s anti-money laundering regimes.” Journal of
Financial Crime, 25 (2).pp. 467-498. ISSN 1359-0790, 2018.

Tan Sin Liang, ”Singapore: New Money‐Laundering Law under the Corruption, Drug
Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act.”, Journal of Money
Laundering Control ISSN: 1368-5201, (2017), 50.

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, Dan
Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 17.

Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 153

Louise Shelley, “Transnational Organized Crime: An Imminent Threat to the Nation-State?.”


Journal of International Affairs, Vol. 48 No.2, Winter (2016), 465

Peter Chalk, “Cross-border Crime and Grey Area Phenomena in Southeast Asia.” Boundary
and Security Bulletin, Vol. 6 No.3, Autumn (2017), 67-68.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Pasal 2 ayat (1) 2 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Pasal 3,4,5

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, Pasal 17 ayat 1

Anda mungkin juga menyukai