Ali Junandar Sumaga1, Reyhan A.H Mantau2, dan Abdul Muslim R Musa3
Mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo
Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
Abstract
Jumhur Ulama menyepakati bahwa Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua. Dengan
demikian, untuk memahami ajaran Islam secara holistik, maka pemahaman terhadap Hadis
adalah keniscayaan. Kendatipun ada segelintir umat Islam yang tidak mengakui kedudukan
Hadissebagai sumber ajaran Islam, hal ini terjadi, antara lain, boleh jadi karena mereka tidak
memahami secara komprehensif bagaimana sejarah Islam dan lahirnya Islam yang disampaikan
oleh Rasulullah saw itu sendiri. atau karena kurang memahami teks Alquran yang memang
memerintahkan untuk mentaati Rasul serta berpegang teguh dengan apa yang disampaikannya
berkaitan dengan syariat Islam. Artikel ini, mengupas tentang bagaimana urgensi
kedudukanHadis terhaadap Alquran dan kehujjahannya dalam ajaran Islam.
Abstract
The majority of scholars agree that the Hadith is the second source of Islamic teachings. Thus, to
understand the teachings of Islam holistically, understanding the Hadith is a necessity. Although
there are a handful of Muslims who do not recognize the position of Hadith as a source of Islamic
teachings, this happens, among other things, perhaps because they do not comprehensively
understand the history of Islam and the birth of Islam conveyed by the Prophet himself, or
because they do not understand the text of the Qur'an which commands to obey the Messenger
and hold fast to what he conveyed regarding Islamic law. This article explores the urgency of the
position of Hadith to the Qur'an and its validity in Islamic teachings.
Hadis berfungsi untuk menetapkan, ال تنكح المرأة َع َلى َعمتها وال على خالتها َو اَل اْبَن ِة ُأْخ ِتَه ا َو اَل
memperkuat dan memperkokoh segala bentuk اْبَنِة َأِخ يَها
ajaran yang telah ditetapkan al-Qur‟an.
Sebagai contoh dari bayan taqrir, seperti tidak boleh dinikahi seorang perempuan
keterangan rasul tentang kewajiban shalat, bersama dengan makciknya, tidak juga dengan
puasa, zakat, haji dan lainnya, yang termuat bibinya, dan tidak dengan anak perempuan
dalam hadis berikut iniعن َأبي َع ْبِد الَّرْح َمِن َع ْب ِد ِهللا saudara perempuannya atau anak perempuan
saudara laki-lakinya. (HR. Al- Bukhari)
َسِم ْع ُت َر ُسوَل ِهَّللا: ْبِن ُع َم َر ْبِن اْلَخ َّطاِب َرِض َي ِهللا َع ْنُهَم ا َقاَل
شهادة أن: ُبِني اإلسالُم َع َلى َخ ْم ٍس:صلى ُهللا َع َلْيِه َوَس َّلم َيُقوُل 4) Bayan An-Nasakh Secara bahasa an-naskh
ال ِإَلَه ِإاَّل ُهَّللا َو َأَّن ُمَحَّم ًدا bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah
(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan)
اة وَحَج اْلَبْيِت َوَص ْو ِمFFاء الزكFFالة وإيتFFَر ُس وُل ِهللا َو إقام الص satau at-tagyar (mengubah). Menurut Ulama’
َر َم َض اَن mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan
an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang
Artinya: "Abu Abdurrahman Abdullah bin datang kemudian. Dan pengertian tersebut
Umar bin Khaththäb Radhiyallahu anhuma menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi
berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bayan an nasakh, dapat dipahami bahwa hadis
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Islam sebagai ketentuan yang datang berikutnya
dibangun atas lima pekara dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi
. b. Bayan Tafsir Al-Qur’an yang datang kemudian. Menurut
ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-
Fungsi hadis lainnya adalah untuk nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat
memberikan penafsiran dan rincian terhadap menghapuskan ketentuan yang telah ada,
hal-hal yang telah dibicarakan al-Qur‟an. karena datangnya kemudian.
Sebagai contoh bayan tafsir,yang merinci
ayat-ayat yang bersifat global, seperti tata cara
pelaksanaan shalat.
c. Bay an Tasyri ’