MSDM
Pembahasan Tentang
“PENILAIAN PRESTASI KERJA”
Disusun oleh :
Prestasi kerja sangat penting bagi sebuah organisasi atau perusahaan untuk mencapai
tujuannya. Dalam kontek suntuk mencapai prestasi kerja pengembangan sumber daya
manusia dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk pegawai itu sendiri dan juga
untuk keberhasilan perusahaan. Prestasi kerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang sepatutnya memiliki
derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang
tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa
yang akan di kerjakan dan bagaimana mengerjakan.
Prestasi kerja merupakan perilaku nyata yang di tampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang di hasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam instansi. Prestasi
kerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya instansi untuk mencapai
tujuan perusahaan. Prestasi kerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
(output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang di akibatkan oleh
kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk
berprestasi lebih baik. Semua perilaku yang di control oleh individu dan memberikan
kontribusi sebagai pencapaian tujuan Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
diantaranya adalah iklim organisasi, komitmen organisasi dan budaya organisasi.
Sebagai contoh fenomena yang sering terjadi pada institusi kepolisian adalah
kurangnya persiapan para pegawai dalam menjalankan pekerjaannya terutama dalam
menyiapkan pekerjaannya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Menciptakan sebuah
iklim organisasi yang mampu membawa para anggotanya untuk meningkatkan prestasi dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan
karena pada dasarnya manusia memiliki karakteristik tingkah laku yang berbeda sesuai
dengan tingkat kebutuhannya.
BAB II
1.2. RUMUSAN MASALAH
Menurut Bernardin dan Russel (dalam Sutrisno, 2009) menyatakan prestasi kerja
adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Mangkunegara (2013:67)
mengatakan prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pengawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
1. Faktor Kemampuan
2. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi
(situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental
yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.Sikap
mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental,
fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memafaatkan, dan
menciptakan situasi kerja.
2. Kejelasan dan penerimaan atau penjelasan peran seorang pekerja yang merupakan
taraf pengertian dan penerimaan seseorang atas tugas yang diberikan kepadanya.
Walaupun setiap faktor secara sendiri-sendiri, tetapi mempunyai arti yang sangat
penting, kombinasi ketiga tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan setiap pekerja,
yang pada gilirannya dapat membantu prestasi organisasi secara keseluruhan.
Penilaian Kinerja atau prestasi kerja dikenal dengan istilah “Performance rating,
performance appraisal, personnel assesment, employee evaluation, merit rating, efficiency
rating, and service rating”. Aspek yang perlu diperhatikan dalam manjemen kinerja suatu
organisasi (organisasi pemerintah maupun swasta) adalah kondisi kinerja karyawan yang
terdapat di dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi kinerja
karyawan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja karyawan-karyawan yang
dimiliki organisasi.
Menurut Handoko (dalam Samsudin, 2006) terdapat sepuluh mamfaat yang dapat
dipetik dari penilaian prestasi kerja, yaitu sebagai berikut:
4. Kebutuhan latihan dan pengembangan - Prestasi kerja yang jelek menunjukan adanya
kebutuhan latihan. Demikian pula prestasi yang baik mungkin mencerminkn potensi yang
harus dikembangkan lebih lanjut.
5. Perencanaan dan pengembangan karier - Umpan balik prestasi kerja dapat mengarahkan
keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
6. Penyimpanan proses staffing - Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan
atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
8. Kesalahan desain pekerjaan - Prestasi kerja yang jelek mungkin suatu tanda kesalahan
dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi kerja dapat membantu diagnosa kesalahan-
kesalahan tersebut.
9. Kesempatan yang adil - Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-
keputusan penempatan internal dapat diambil tanpa diskriminasi.
Pada dasarnya penilaian kinerja (prestasi kerja) tidak menyenangkan bagi penilai
maupun yang dinilai. Bagi atasan yang berwenang melakukan pernilaian kinerja bawahan-
nya cukup sulit untuk menilai perilaku bawahannya. Namun mengingat penting-nya penilaian
kinerja ini, mau tidak mau penilaian kinerja harus tetap dilakukan. Oleh karena itu, untuk
mencegah menghindarnya atasan melakukan penilaian kinerja ini, perlu dijelaskan secara
komprehensif tujuan dari penilaian kinerja.
Menurut Samsudin (2006:165) mengklasifikasi tujuan prestasi kerja antara lain sebagai
berikut
1. Administratif, yaitu memberikan arah untuk penetapan promosi, transfer, dan kenaikan
gaji.
2. Informatif, yaitu memberikan data kepada manajemen tentang prestasi kerja bawahan dan
memberikan data kepada individu tentang kelebihan dan kekurangannya.
1. Menetukan kontribusi suatu unit atau divisi dalam perusahaan terhadap organisasi
perusahaan secara keseluruhan.
2. Memberikan dasar bagi penilaian mutu prestasi manajer unit/divisi dalam mengelola divisi
seirama dengan tujuan umum perusahaan.
3. Memberikan motivasi bagi manajer/divisi dalam mengelola divisi seirama dengan tujuan
perusahaan.
3. Memberikan pinalti, seperti bimbingan untuk meningkatkan motivasi dan diklat untuk
mengembangkan keahlian.
Unsur-unsur umum kebanyakan sistem penilaian kinerja (prestasi kerja) yaitu standard
kinerja, ukuran kinerja dan bias/kesalahan penilaian menurut Kaswan (2012:214).
1. Standar Kinerja
2. Ukuran Kinerja
Penilaian kinerja juga membutuhkan ukuran kinerja yang dapat dipercaya. Agak
bermamfaat, ukuran kinerja harus mudah digunakan, dapat dipercaya, dan melaporkan
perilaku kritis yang menentukn kinerja. Ukuran kinerja memiliki beberapa dimensi, antara
lain pengamatan langsung atau tidak langsung, ukuran objektif maupun ukuran subjektif.
Pengamatan langsung dilakukan ketika penilai melihat langsung kinerja karyawan.
Sedangkan pengamatan tidak langsung ketika penilai mengevaluasi pengganti untuk kinerja
sebenarnya. Dimensi lainnya adalah ukuran objektif dalam pengertian indikasi pekerjaan itu
bias dibuktikan oleh orang lain, sedangkan ukuran subjektif tidak dapat dibuktikan oleh orang
lain, melainkan semata-mata opini penilai.
3. Kesalahan Penilaian
a. Standar penilaian – Masalah dengan standar penilaian muncul karena perbedaan persepsi
dalam arti kata yang digunakan untuk menilai karyawan.
c. Prasangka – seorang penilai mungkin menghasilakan penilaian yang salah, atau mungkin
ragu-ragu menghasilkan penilaian karena dia takut memiliki prasangka atau dianggap
memiliki prasangka.
d. Pengetahuan penilaian yang tidak memadai – sering penilai dimasukkan memiliki peran
menilai karena posisinya dalam hirarki manajemen dari pada memahami secara mendalam
mengenai apa yang dilakukan karyawan.
e. Efek halo – kesalahan halo terjadi ketika penilai memberiakn penilaian atas dimensi-
dimensi kinerja dasar kesan umun karyawan yang dinilai. Halo bisa positif atau negatif, yang
berarti kesan awal dalam menyebabkan penilaian terlalu tinggi atau rendah. Setidak-tidaknya
ada dua penyebab kesalahan halo yaitu:
2. Atasan membuat semua penilaian konsisten dengan tingkat kinerja karyawan atas dasar
sebuah dimensi yang dianggap penting oleh atasan.
f. Mirip saya - merupakan kesalahan yang kita lakukan ketika kita menilai orang yang mirip
kita lebih tinggi dari pada mereka yang tidak mirip kita. Risek menunjukkan bahwa efek ini
kuat, dan ketika kemiripan didasasarkan pada karakteristik demografis seperti suku atau jenis
kelamin, hal itu dapat menghasilkan keputusan diskriminatif. Kebanyakan kita beranggapan
diri kita itu efektifdan begitu juga dengan yang lain, yang mirip kita – sukunya, jenis
kelaminnya, latar belakang, sikap, atau kepercayaan/keyakinannya – kita menganggap
mereka juga efektif.
g. Kontras – kesalahan kontras terjadi ketika kita membandingkan individu satu sama lain
dari pada menggunakan ukuran/standard objektif. Pertimbangkan seorang yang amat
kompeten yang bekerjadengan para koleganya yang amat menonjol. Jika karyawan yang
kompeten menerima penilaian lebih rendah dari pada yang layaknya karena rekan kerjanya
yang menonjol, maka itu merupakan kesalahan kontras.
h. Kesalahan tendensi sentral – Sebagian penyelia tidak suka menilai karyawan sebagai
karyawanyang efektif atau tidak efektif, maka penilaian kinerja terdistorsi untukmembuat
setiap karyawan tanpa rata-rata/biasa-biasa saja. Distorsi menyebabkan penilai menghindari
penilaian yang ekstrim–sangat kurang dan sangat baik. Sebagai gantinya mereka cenderung
memberikan penilaian dekat nilai tengah, yang dikenal dengan kesalahan tendensi sentral.
i. Bias leniency dan bias strictness – Penilaian kinerja menuntut penyelia secara objektif
mencapai kesimpulan tentang kinerja. Bersikap objektif sangat sulit bagi setiap orang.
Penyelia memiliki kaca mata sendiri yang digunakan untuk menilai karyawan secara objektif.
Konsekuensinya, bias leniency dan bias strictness mungkin timbul dalam nilai karyawan .
sebagai penyelia menganggap segala sesuatu itu baik – ini disebut bias leniency. Yang lain
memandang segala sesuatu itu buruk – ini yang disebut bias strictness/hanrshness.
j. Kesalahan recency of events – satu kesulitan dengan banyak system penilaian adalah
kerangka waktu perilaku yang dinilai. Penilai lebih banyak lupa mengenai perilaku masa lalu
dari pada perilaku saat ini. Dengan demikian, banyak orang dinilai atas hasil dari beberapa
minggu yang lalu dari pada perilaku rata-rata enam bulan. Ini disebut dengan kesalahan
recebcy of events.
k. Diferensiasi yang rendah – Amat mungkin bahwa, terlepas dari siapa yang mengevaluasi
dan sifat –sifat apa yang dinilai, pola –pola evaluasi tetap sama. Hal yang mungkin bahwa
kemampuan penyelia menilai secara objektif dan akurat terhambat oleh diferensiasi social –
yaitu gaya perilaku penilaian evaluator. Telah diketahui bahwa evaluator bias diklasifikasikan
menjadi dua : Pertama differentiator tinggi, yang menggunakan semua atau sebagian besar
skala, dan kedua differentiator rendah, yang menggunakan rentang skala yang terbatas.
Differentiator rendah cenderung mengabaikan atau menekan perbedaan, mempersepsi alam
semesta sebagai lebih homogenydari pada yang sebenarnya. Differentiator, sebaliknya,
cenderung menggunakan semua informasi yang ada semaksimal mungkin dan dengan
demikian secara perceptual dapat mendefininsikan anomaly/kelainan dan kontradiksi dari
pada differentiator rendah.
l. Memaksa informasi agar sesuai dengan kriteria bukan kinerja – Meskipun jarang dibahas
adalah praktik yang tidak jarang ditemukan bahwa penilaian formal yang terjadi mengikuti
keputusan yang ditetapkan mengenai kinerjaseseorang sebelumnya dilakukan penilaian yang
sebenarnya. Meskipun kedengarannya tidak logis, tetapi hal itu semata – mata mengakui
bahwa keputusan subjektif, namun formal sering dicapai sebelum pengumpulan informasi
yang objektif untuk mendukung keputusan itu. Misalnya, jika evaluator percaya bahwa
evaluasi seharusnya tidak didasarkan pada kinerja, tetapi lebih pada senioritas, maka dya
mungkin menyesuaikan evaluasi kinerja shingga dengan senioritas karyawan.
2.7 Metode Penilaian Prestasi Kerja
Metode penilaian prestasi kerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat keberhasilan pengawai dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembannya.
Siagian (2015:233) menyatakan bahwa metode penilaian prestasi kerja pengawai sebagai
berikut:
a. Metode “skala peringkat”. Sepanjang diketahuai metode ini merupakan metode tertua dan
paling banyak digunakan dalam menilai prestasi kerja para pengawai/karyawan di masa lalu
meskipun diakui bahwa metode ini sesungguhnya bersifat subyektif. Cara penggunaanya
ialah:
1. Pada lembaran penilaian terhadap kolom yang berisikan faktor-faktor yang dinilai. Jumlah
dan jenis faktor-faktor tersebut dapat berbeda dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain,
tergantung pada segi-segi pekerjaan apa yang dipandang kritikal dalam mengukur
keberhasilan seseorang menunaikan kewajibannya, seperti sikap, kerja sama, kerajinan,
ketelitian, dan lain-lain.
2. Pada kolom lain dari lembaran penilaian itu terdapat kategori penilaian yang diisi oleh
penilai. Kategori tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk amat baik, baik, cukup, kurang dan
sangat kurang.
b. Metode “checklist”. Dengan metode ini penilai mempersiapkan formulir isian yang
mengandung:
c. Metode pilihan terarah. Metode ini mengandung serangkaian peryataan, baik bersifat
positif maupun negatif, tentang pegawai yang dinilai. Pernyataan tersebut menyangkut
berbagai faktor seperti kemampuan belajar, prestasi kerja, hubungan kerja dan berbagai
faktor lainnya yang biasanya menggambarkan sikap dan perilaku yang bersangkutan.
d. Metode insiden kritikal. Yang dimaksud dengan insiden kritikal ialah peristiwa tertentu
yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas seorang yang menggambarkan perilaku pegawai
yang bersangkutan, baik yang bersifat positif maupun negatif.
e. Metode Skala peringkat yang dikaitkan dengan perilaku. Dari nama terlihat jelas bahwa
metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi pegawai untuk satu kurun waktu tertentu
di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah
satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subyektivitas dalam penilaian.
f. Metode evaluasi lapangan. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang subjektif mungkin
dalam menukur pretasi kerja pegawai perlu diusahakan. Berarti subjektivitas penilai harus di
hilangkan, paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin. Disamping itu diperlukan
teknis penilaian yang baku karena hasil penilaian pretasi kerja seorang pegawai harus dapat
dibandingkan dengan hasil penilaian pretasi kerja pegawai lain sepanjang hal itu dapat
dilakukan, misalnya karena faktor-faktor kritikal yang dinilai memang sama.
g. Tes dan observasi. Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan
obsevasi. Artinya, pegawai yang dinilai diuji kemampuan -nya, baik melalui ujian tertulis
yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme
kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktek yang langsung
diamati oleh penilai.
Telah umum diketahui bahwa dalam meniti kariernya, setiap pekerja ingin mengembangkan
potensinya yang masih terpendam dan belum digali sehingga menjadi kemampuan nyata
yang efektif. Dikaitkan dengan konsep mendasar tersebut berarti bahwa penilaian prestasi
kerja seorang tidak hanyak ditujukan pada pengukuran kempuan melaksanakan tugas masa
lalu dan masa kini, akan tetapi juga sebagai instrumen untuk memprediksi potensi si
pengawai yang bersangkutan.
Saat ini dikenal berbagai teknik penilaian prestasi kerja yang berorientasi ke masa depan.
Empat di antaranya dibahas berikut ini:
1. Penilaian diri sendiri - Salah satu pandangan yang sangat penting dipertahankan dalam
manajemen SDM ialah bahwa setiap pekerja dapat mencapai tingkat kedewasaan mental,
intelektual dan psikologis. Apabila dikaitkan dengan pengembangan karier pengawai hal itu
antara lain berarti bahwa seseorang mampu melakukan penilaian yang obyektif mengenai diri
sendiri, termasuk mengenai potensinya yang masih dapat dikembangkan.
3. Penilaian Psikologikal - Telah umum diakui dan diterima sebagai suatu kenyataan bahwa
jika penilaian terhadap seorang pegawai berkaitan dengan faktor-faktor intelektual,
emosional, motivasional dan faktor-faktor kritikal lainnya yang dimaksudkan untuk
menprediksikan potensi seorang dimasa depan, yang paling kompeten melakukan penilaian
tersebut adalah ahli psikologi. Karena itulah banyak organisasi – terutama organisasi besar-
yang mempekerjakan para ahli psikologi yang pada umumnya ditempatkan dibagian
kepegawaian. Sebaliknya organisasi yang merasa tidak mampu atau tidak memerlukan ahli
psikologi bekerja purna waktu, biasanya memelihara hubungan institusional dengan
konsultan yang bergerak di bidang psikologi yang menyediakan jasa konsultasi setiap kali
diperlukan.
4. Pusat-pusat Penilaian - Salah satu perkembangan yang relatif baru dalam penilaian
prestasi kerja dengan orientasi masa depan ialah penggunaan “pusat-pusat penilaian”. Teknik
ini digunakan untuk menilai potensi para manajer tingkat menengah yang diperkirakan
memiliki potensi untuk menduduki jabatan manajerial yang lebih tinggi dalam organisasi di
masa depan.
Siagian, Sondang P. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi
Aksara
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Samsudin, Sadili. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua.
Yogyakarta: BPFE
Suhariadi, Fendy. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Pendekatan Teoretis-
Praktis. Surabaya: Airlangga University Press