Anda di halaman 1dari 10

TRADISI LISAN, KELISANANAN PRIMER DAN SEKUNDER

Finansia Bura Pare, Aslan Abidin


Program Studi Sastra Indonesia
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
finansiaburapare@gmail.com

ABSRAK
Tujuan jurnal ini adalah membahas dua aspek dari tradisi lisan, yaitu primer dan
sekunder. Menurut Ikram (1998) kelisanan primer didasarkan pada kelisanan yang menyiratkan
bunyi, sifat, dan tidak dapat disebarluaskan. Kajian primer atau persuasi berfokus pada aspek
tertentu dirumuskan dalam piranti mnemonik atau sistem formula menurut Lord (1976).
Kelisanan sekunder (opsional kelisanan) adalah sebuah konsep kelisanan yang dikemukakan oleh
P. Walter Ong (1982) dalam menghadapi keberadaan percetakan (tradisi tulis), telepon, radio,
televisi, dan berbagai jenis teknologi elektronik. Salah satu aspek globalisasi yang tidak dapat
diabaikan adalah kewirausahaan. Teknik kepustakaan yang digunakan untuk mendukung teori
kelisanan primer dan kelisanan sekunder untuk menjelaskan keterkaitan antara kelisanan primer
dan kelisanan sekunder. Identitas yang disajikan oleh media elektronik, seperti televisi dan
handphone, ruang keluarga ramai. Tradisi lisan diantisipasi untuk melanjutkan berbagai
terobosan pewarisan kreatif baik isi maupun kemasan dalam konteks kelisanan sekunder ini.
dengan tetap mengutamakan nilai-nilai luhur.

Kata Kunci : Tradisi Lisan, Kelisanan Primer, Kelisanan Sekunder


ABSTRACT

The purpose of this journal is to discuss two aspects of oral tradition, namely primary and
secondary. According to Ikram (1998) primary lisanness is based on lisanness which implies
sound, nature, and cannot be disseminated. Primary studies or persuasion focusing on specific
aspects are formulated in mnemonic devices or formula systems according to Lord (1976).
Secondary literacy (optionally kelisanan) is a concept of literacy proposed by P. Walter Ong
(1982) in the face of the existence of printing (writing tradition), telephone, radio, television, and
various types of electronic technology. One aspect of globalization that cannot be ignored is
entrepreneurship. Literature techniques are used to support the theory of primary lisanship and
secondary lisanness to explain the relationship between primary lisanship and secondary lisanan.
The identity presented by electronic media, such as television and mobile phones, the living
room is crowded. The oral tradition is anticipated to continue the various breakthroughs of
creative inheritance of both content and packaging in the context of this secondary infringement.
while still prioritizing noble values.

Keyword : Oral Traditions, Primary Oralism, Secondary Oralism

PENDAHULUAN
Tradisi berasal dari kata traditium (2008:184) mendefinisikan tradisi lisan
yang berarti segala sesuatu yang diwarisi sebagai kumpulan pengetahuan dan adat
dari masa lalu (Murgiyanto, 2004:2). Tradisi kebiasaan yang secara turun-temurun
sebagai milik masyarakat dipahami sebagai disampaikan secara lisan. Tradisi lisan
kebiasaan turun-temurun yang diatur dalam dianggap sebagai sumber langsung
nilai-nilai atau noma-norma yang ada dalam informasi dan kesaksian sejarah. Ini lebih
masyarakat. Tradisi merupakan sesuatu yang dari sekadar sumber informasi tentang masa
diturunkan dari nenek moyang yang lalu; itu juga merupakan historiologi masa
dijalankan oleh masyarakat. Hoed lalu, atau catatan tentang bagaimana orang
lain menafsirkannya. Penyampaian tradisi pengetahuan, dan (6) kaidah-kaidah
ini berbentuk perantaraan lisan. Ia kebahasaan dan kesastraan
merupakan satu cara masyarakat Kelisanan primer adalah kelisanan
menyampaikan sejarah lisan, kesusteraan, murni sebelum adanya percetakan (budaya
perundangan dan pengetahuan lain tulis) dan keaksaraan. Kemampuan
menyeberangi generasi tanpa sistem tulisan mengingat adalah kunci utama kelisanan
(Wikipedia Bahasa Melayu, Ensiklopedia primer untuk menyimpan, menyampaikan,
bebas). Dengan kata lain, kelisanan dan mengulang kembali. Pembicara dan
merupakan ruang bertutur dari anggota pendengar berada dalam satu ruangan yang
masyarakat yang merawat hidup bermakna sama (situasi tatap muka), tempat, dan
sebelum keberaksaraan dituliskan (Sutrisno, waktu terbatas untuk mendengarkan tradisi
2008). Vansina yang dikutip oleh lisan tertentu yang disuarakan (bunyi)
Endraswara (2004:5) mendefinisikan tradisi dengan bermakna. Situasi ini dalam dunia
lisan “Oral traditions consist of all verbal kelisanan membutuhkan piranti mnemonik
testimonies which are reported statement yang dapat menunjang dan membantu daya
concerning the past.” Definisi yang ingat yang berfungsi sebagai tempat
diutarakan oleh Vansina di atas pentimpangan pengetahuan dan pengalaman
menggambarkan bahwa kesaksian secara (Ikram, 2008:205). Daya ingat oleh lord
lisan mengenai masa lalu merupakan diformulasikan dalam konsep formula yaitu
cakupan tradisi lisan. Dalam kaitannya bunyi, kata, sekelompok kata, atau peristiwa
dengan ini, aspek kesejarahan menjadi yang digunakan untuk mengungkapkan
penekanan bagi Vansina. gagasan (Lord, 1976:30, 67). Konsep
Tradisi lisan tidak hanya dimiliki kelisanan kedua atau kelisanan sekunder
oleh orang lisan saja, tetapi juga orang yang (secondary orality) dikemukakan pertama
beraksara (Pudentia, 2007:27). Senada kali oleh P. J. Walter Ong (1982). Konsep
dengan pandangan ini, Sedyawati (1996:6) ini lahir sebagai fenomena era paska-
mengungkap fakta budaya yang dapat digali keaksaraan (wikipedia). Kelisanan sekunder
dari tradisi lisan. Fakta budaya tersebut atau kelisanan kedua pada awalnya adalah
antara lain (1) sistem geneologi, (2) sistem kelisanan yang tergantung pada budaya
kosmologi dan kosmogoni, (3) sejarah, (4) melek dan keberadaan dunia menulis
filsafat, etika, moral, (5) sistem sebagaimana pembaca berita di televisi atau
di radio membaca berita, atau Romo Hadi yang akan dijelaskan dalam hubungannya
berkhotbah, Jirnaya, Sukartha membaca doa, dengan 4 tradisi tulis (keberaksaraan sebagai
dan Darma Putra menyajikan makalahnya. tradisi kedua). Kedua, kelisanan sekunder
Hampir semua Gereja-Gereja di (kelisanan dan keberaksaraan sebagai tradisi
Indonesia (apalagi Gereja di pedalaman dan ketiga) dalam tradisi lisan di era global.
kotakota kecil), Khotbah dilangsungkan Dalam Jurnal ini mendeskripsikan
secara tradisional dengan sistem ceramah kelisanan tentang tradisi lisan, kelisanan
secara lisan. Dialog satu arah dengan Imam primer dan kelisanan sekunder dalam
di atas mimbar sebagai sentral dan khotbah Perayaan Ekaristi. Pembahasan
pembicara tunggal. Umat mendengar dalam difokuskan pada analisis formula dan
diam. Mengerti atau tidak, itu menjadi analisis karakteristik kelisanan, yakni aditif
urusan umat semata-mata. Berbeda dengan dan agregatif. Satuan analisis berupa kata,
situasi di Gereja F.X Tuban pada hari frasa, atau larik yang ada di Khotbah Bapak
itu.Umat terpukau dengan metode khotbah Leonardus. Tradisi lisan mesti eksis dalam
yang baru. Orang-orang tua, muda, dewasa, kelisanan sekunder yang terbuka bagi
dan anak-anak diam dan memperhatikan kemajuan teknologi komunikasi radio,
dengan seksama tayangan yang ditampilkan. televisi, dunia cyber yang mengandalkan
Setelah tayangan berakhir Romo handphone yang lengkap fitur, telepon,
melanjutkan khotbahnya tentang olahraga download musik, film, chat, message, dan
yang mempersatukan persaudaraan dunia; lainnya. Hal ini penting digarisbawahi
tentang kekeluargaan, dan tentang kompetisi karena dalam era global dunia telah menciut
dalam dunia olahraga yang sehat. Situasi menjadi sebuah desa global. Ketika menulis
tersebut menggarisbawahi pikiran bahwa misalnya perlu dipikirkan bagaimana
dewasa ini kita hidup dalam zaman mengoperasikannya ke dalam kelisanan
“kelisanan kedua” yang mendekatkan kita sekunder. Dalam menulis buku pelajaran
pada “kelisanan pertama” tetapi secara baru pun perlu dipikirkan bagaimana
(Iswarahadi, 2003:117-118). Memahami menyampaikan isinya kepada para anak
kelisanan pertama dan kelisanan kedua didik dengan konsep kelisanan sekunder
secara baru inilah yang akan dibahas lebih yang mengedepankan wacana elektronik
lanjut dalam tulisan ini. Pertama, tradisi agar tidak membosankan (Welch, 1993).
lisan (kelisanan sebagai tradisi pertama) Dengan catatan bahwa betapa hebat pun
teknologi komunikasi, medsos yang Terdapat contoh dalam tradisi lisan
mengandalkan teknologi elektronik, tetap yaitu perayaan Ekaristi yang berlangsung di
tidak dapat mengabaikan kelisanan primer Gereja Fransiskus Xaverius Tuban (Gereja
dan keberaksaraan. F.X. Tuban). Pada tanggal 07 Agustus 2016.
Perayaan Ekaristi (misa) dipimpin oleh

PEMBAHASAN Romo Hadi, Pr. Khotbah diawali dengan

Tradisi lisan sebagai proses tayangan video yang diunggah dari you

merupakan pewarisan pesan melalui mulut tube. Isinya tentang pembukaan Olimpiade

ke mulut sepanjang waktu hingga hilangnya dari tahun ke tahun, sampai dengan

pesan itu, sementara tradisi lisan sebagai pembukaan olimpiade 2016, dimeriahkan

produk merupakan pesan lisan yang dengan atraksi dan parade memukau,

didasarkan pada pesan generasi sebelumnya sebelum atlet maraton Vanderlei de Lima

(Endraswara, 2005:4). Tradisi lisan dengan (atlet Maraton asal Brasil) menyalakan api

kelisanan primer demikian “kalah bersaing” Olimpiade. Pada bagian akhir khotbah,

dengan berbagai suguhan media elektronik Romo mengajak umat untuk mengambil

yang telah mengubah logika geografi makna dari Olimpiade yang telah resmi

situasional dalam era globalisasi. Globalisasi dibuka di Stadion Maracana, Rio de Jenerio,

dalam hal ini adalah serangkaian proses Brasil, sehari sebelumnya, malam minggu

yang mengarah pada penyempitan atau 05 Agustus 2016. Situasi Rio de Jenerio

tenggelamnya dunia, yaitu semakin dibawa ke dalam Gereja untuk menjelaskan

meningkatnya kesalingterhubungan global kepada umat olahraga dan olah jiwa.

dan pemahaman kita atasnya (Barker, Dengan belajar pada aktualitas situasi dunia

2009:295). Kelisanan sekunder dengan olahraga yang sedang berlangsung, umat

demikian memiliki cakupan yang sangat belajar tentang historisitas, pertemuan,

luas ketika berhadapan dengan kemajuan persatuan, persaudaraan, dan kekeluargaan

teknologi media cetak dan elektronik. Sikap yang mesti dipelajari dan dicontoh.

yang mesti diambil adalah dengan tidak Tayangan olimpiade di dalam Gereja

perlu mengembangkan kebiasaan berpikir F.X tersebut, menjelaskan kemampuan

dikotomis antara keberaksaraam dan tekonologi media komunikasi sosial

kelisanan (Kacandes, 2001). (medsos) mempersatukan dunia, sehingga


dunia menjadi “selebar daun kelor” menjadi
sebuah desa global. Sebuah dunia yang teks berarti melisankannya. Baik kelisanan
Dilipat (Piliang, 2003). Apa yang terjadi di maupun perkembangan keaksaraan dari
belahan dunia lain dapat kita nikmati dengan kelisanan diperlukan bagi evolusi kesadaran
mudah melalui media radio, televisi, surat (Ong, 2013:264). Hal ini menunjukkan
kabar, email, internet dengan berbagai peran kelisanan dalam penerusan nilai-nilai.
variasi komunikasi di dalamnya. Kemasan Khotbah yang disiapkan secara tertulis
khotbah berdasarkan Injil Lukas 12:32 – 48 selanjutnya disampaikan secara lisan,
tentang „jangan takut‟ dan „kewaspadaan‟ menunjukkan hubungan antara kelisanan (1)
dijelaskan dengan lebih aktual didukung dan keberaksaraan (2). Berikutnya, perhatian
oleh tayangan olimpiade Rio de Jenerio dan daya sentuh nilai-nilai persatuan,
2016. Khotbah lebih mudah dimengerti, persaudaraan, dan kompetisi yang sehat
ringan, dan sanggup membawa perubahan disampaikan melalui teknologi medsos
mental sebagaimana dijelaskan pada dengan LCD dan layarnya, musik, sound
kesempatan terpisah seusai perayaan misa, system yang berfungsi dengan baik (3)
oleh Bapak Leonardus (61), Minggus (56), sebagai salah satu trend dalam era global.
Mutiara (31), Chrisye (34), dan Made Situasi tersebut menggaris bawahi
Yohana (21) di halaman Gereja setelah misa pikiran bahwa dewasa ini kita hidup dalam
usai. Medsos dan teknologinya telah zaman “kelisanan kedua” yang mendekatkan
menjadi begitu penting. Bagi banyak orang kita pada “kelisanan pertama” tetapi secara
media menjadi sarana utama untuk baru (Iswarahadi, 2003:117-118).
memperoleh informasi dan pendidikan, Memahami kelisanan pertama dan kelisanan
untuk memperoleh bimbingan dan inspirasi kedua secara baru inilah yang akan dibahas
dalam pendidikan mereka sebagai individu, lebih lanjut dalam jurnal ini. Pertama, tradisi
keluarga, dan masyarakat secara luas lisan (kelisanan sebagai tradisi pertama)
(Iswarahadi, 2003:115). yang akan dijelaskan dalam hubungannya
Pembahasan diatas adalah membahas dengan 4 tradisi tulis (keberaksaraan sebagai
tiga hal penting yaitu kelisanan, tradisi kedua). Kedua, kelisanan sekunder
keberaksaraan, dan media komunikasi pada (kelisanan dan keberaksaraan sebagai tradisi
era globalisasi saat ini. Yang dimana Romo ketiga) dalam tradisi lisan di era global.
menyampaikan khotbah secara lisan Untuk mengembalikan akar seni
berdasarkan teks tertulis. Membaca suatu tradisi lisan pada kelisanan primer saja
menjadi tidak mudah karena ruang untuk itu modern dalam hal ini mesti berorientasi
sudah berbaur satu sama lain. Kelisanan pada kelisanan sekunder sebagaimana
mengalami perkembangan dari kelisanan dijelaskan di atas. Perhatian terhadap
primer ke kelisanan sekunder karena pesatnya perkembangan media sosial dalam
kelisanan bersifat dinamis dari waktu kelisanan sekunder, demi pewarisan tradisi

kewaktu. Dalam sebuah masyarakat dengan lisan dan kelisanan primer (kelisanan

tulisan, tradisi lisan dan kelisanan primer pertama) menjadi penting. Sebuah khotbah

juga diperlukan untuk meneruskan yang disampaikan dengan gaya tradisional

keseluruhan budaya. Demikian sebaliknya, atau kelisanan primer, cenderung akan

bagian-bagian dari tradisi lisan, seperti cerita ditinggalkan. Keberadaan umat dalam

rakyat pasti telah tertulis. Unsur-unsur dari rumah ibadah tampak sebagai kewajiban

tradisi tertulis sering dikomunikasikan semata-mata, bukan satu hal yang dicari

secara lisan. Hal ini menunjukkan bahwa demi kebutuhan batin dan nilai-nilai

tradisi lisan dalam kebudayaan lisan dan spiritual umat. Penggunaan media elektronik

tradisi tulis saling menunjang pertumbuhan lainnya dalam teknologi kelisanan sekunder,

kebudayaan dalam kalangan masyarakat memudahkan sekaligus menghantarkan

pada umumnya. umat dalam ruang, aktivitas, dan konstruksi

Relasi antara tradisi lisan dan tradisi identitas. Ada berbagai bentuk identifikasi

tulis dalam dunia cetak dan elektronik baru masuk ke dalam ruang-ruang pribadi

menjadi lebih komunikatif ketika dan ruang keluarga-keluarga kecil didukung

disampaikan secara lisan dalam kelisanan oleh meluapnya kelisanan sekunder di era

sekunder. Goody menyebutkan bahwa global. Berbagai tawaran memukau. Ruang

‟media elektronik hanya menggantikan keluarga diserbu berbagai identitas baru

komunikasi lisan dan tertulis dalam konteks tentang sastra, politik, hukum, ekonomi,

dan media modern‟. Konteks inilah yang pasar bebas, sosial, budaya, dan gaya hidup.

oleh Ong (1982) disebut secondary orality Kelisanan sekunder tidak terbendung.

atau kelisanan sekunder atau kelisanan Tradisi lisan dengan kelisanan primer

kedua yang jauh berbeda dari kelisanan memiliki potensi besar untuk menghadapi

primer (kelisanan pertama). ini untuk merebut momen-monen penting

Inovasi, revitalisasi untuk bagi pewarisan dalam ruang keluarga dan

menghadirkan tradisi lisan dalam kehidupan ruang global yang hampir menyatu dalam
era postmodern. Upaya ini terus dilakukan dalam kehidupan modern dalam hal ini
ATL melalui berbagai kegiatan kerja sama mesti berorientasi pada kelisanan sekunder
dan KTL yang sudah berjalan. Pewarisan sebagaimana dijelaskan di atas. Perhatian
dapat dirumuskan berdasarkan pikiran terhadap pesatnya perkembangan media
Albert Lord yang menggarisbawahi sosial dalam kelisanan sekunder, demi
pewarisan tradisi lisan dengan tetap pewarisan tradisi lisan dan kelisanan primer
mempertahankan kelisanannya, serta pikiran (kelisanan pertama) menjadi penting.
Pierre Bourdieu yang menawarkan modal Sebuah khotbah yang disampaikan dengan
budaya, modal sosial, modal ekonomi, dan gaya tradisional atau kelisanan primer,
modal simbolik dalam ranah dan habitus cenderung akan ditinggalkan. Keberadaan
baru (Banda, 2015: 297-299). umat dalam rumah ibadah tampak sebagai
kewajiban semata-mata, bukan satu hal yang
PENUTUP dicari demi kebutuhan batin dan nilai-nilai
Kita hidup dalam zaman “kelisanan spiritual umat. Ada berbagai bentuk
kedua” yang mendekatkan kita pada identifikasi baru masuk ke dalam ruang-
“kelisanan pertama” tetapi secara baru ruang pribadi dan ruang keluarga-keluarga
Pertama, tradisi lisan (kelisanan sebagai kecil didukung oleh meluapnya kelisanan
tradisi pertama) yang akan dijelaskan dalam sekunder di era global. Berbagai tawaran
hubungannya dengan 4 tradisi tulis memukau. Ruang keluarga diserbu berbagai
(keberaksaraan sebagai tradisi kedua). identitas baru tentang sastra, politik, hukum,
Kedua, kelisanan sekunder (kelisanan dan ekonomi, pasar bebas, sosial, budaya, dan
keberaksaraan sebagai tradisi ketiga) dalam gaya hidup.Tradisi lisan tradisional
tradisi lisan di era global. Relasi antara berupaya merebut ruang-ruang yang
tradisi lisan dan tradisi tulis dalam dunia disuguhkan oleh berbagai tawaran yang
cetak dan elektronik menjadi lebih diberikan oleh zaman postmodern yang
komunikatif ketika disampaikan secara lisan tunduk pada melesatnya teknologi
dalam kelisanan sekunder. Goody komunikasi dan tawaran yang diberikan
menyebutkan bahwa ‟media elektronik media sosial berbasis teknologi
hanya menggantikan komunikasi lisan dan
tertulis dalam konteks dan media modern‟. DAFTAR PUSTAKA
revitalisasi untuk menghadirkan tradisi lisan
Banda, Maria Matildis, 2015. “Tradisi Lisan Pudentia, MPSS, Ed. 1998.Jakarta:
Sa Ngaza dalam Ritual Adat dan Yayasan Obor dan ATL.
Ritual Keagamaan Etnik Ngadha di Kacandes, Irene. 2001. Talk Fiction:
Flores.” Disertasi. Denpasar: Program Literature and The Talk Explosion.
Kajian Budaya Fakultas Pascasarjana Nebraska U.S: University of Nebraska,
Unud. Press.
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies: Teori Kleden, Ignas. 2006.”Cultural Studies dan
dan Praktek (terj. Noerhadi dan Masalah Kebudayaan di Indonesia”
Sihabul Millah) Yogyakarta: Kreasi (Makalah, Seminar Nasional, Hari
Wacana. Ulang Tahun X Program Studi Kajian
Danandjaya, James. 1998. “Pendekatan Budaya Universitas Udayana,
Folklore dalam Penelitian Bahan- Denpasar 18 November).
Bahan Tradisi Lisan” (dalam Koster, G.L. 2008. “Kaca Mata Hitam Pak
Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Mahmud Wahid atau Bagaimanakah
Pudentia, MPSS, ed., Jakarta: Yayasan Meneliti Puitika Sebuah Sastra Lisan”
Obor dan ATL, hlm 57-69). (dalam Metodologi Kajian Tradisi
Endraswara, Suwardi. 2005. Tradisi Lisan Lisan.
Jawa. Yogyakarta: Narasi. Lord, Albert B. 1976. The Singer of Tales.
Goody, Jack. 1968. Literacy In Traditional Harvard University Press.
Societies. Cambridge: The Univercity Murgiyanto, Sal (editor). 2003. Mencermati
Press. 1992. “Oral Culture” dalam Seni Pertunjukan Perspektif
buku Folklore, Cultural Perfomance, Kebudayaan, ritual, dan hukum.
dan Popular Entertainments A Surakarta: The Ford Foundation
Communication Centered Handbook. bekersama dengan STSI.
Baurman, Richard. 1992. Oxford Pudentia M.P.S.S. 1990. Transformasi
University Press Sastra Analisis Atas Cerita Rakyat
Hoed, B.H. 2008. Komunikasi Lisan sebagai “Lutung Kasarung”. Jakarta: Balai
Dasar Tradisi Lisan (dalam Pustaka.
Metodologi Kajian Tradisi Lisan), Sedyawati, Edi. 1996. Kedudukan Tradisi
Pudentia (editor). Jakarta: ATL. Lisan dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan
Ikram Achadiati, 2008 “Beraksara dalam IlmuIlmu Budaya. Warta ATL. Edisi
kelisanan” dalam Metodologi Kajian 11/Maret.
Tradisi Lisan, Pudentia MPSS, ed. Sutrisno, Mudji. 2006. Oase Estetis Estetika
2008. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan. dalam Kata dan Sketza. Yogyakarta:
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotik Penerbit Kanisius.
Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Ong, Walter J. 1982. Orality and Literacy:
Makna. Yogyakarta: Jalasutra. The Technologizing of the Word.
Iswarahadi, S.J. 2003. Beriman dengan London & New York: Methuen.
Bermedia. Antologi Komunikasi. Vansina, Jan. 1985. Oral Tradition as
Yogyakarta: Kanisius. History. London: James Currey.
Juweng Stepanus, 1998. “Tradisi Lisan Nairobi: Heinemann Kenya.
Dayak dan Modernisasi Refleksi Vansina, Jan. 1985. “Oral Tradition as
Metodologis Penelitian Sosial Positif History,” James Currey Publishers.
dan Penelitian Partisipatoris” dalam ISBN 0 – 85255 – 007-3,
Metodologi Kajian Tradisi Lisan. 9780852550076
Welch, Kathleen, E.1993. “Reconfiguring Communication, ed. by John
Writing and Delivery in Secondary Frederisck Reynolds. Lawrence
Orality.” Rethorical Memory and Erlbaum.
Delivery: Classical Consepts for
Contemporary Composition and

Anda mungkin juga menyukai