Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BAHASA DAN HIPERTEKSTUALITAS DUNIA MAYA


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Bahasa

Dosen Pengampu: Dr. Nunu Burhanuddin, Lc. M. Ag

Oleh Kelompok 10 :
Rosita Sari 4520030
Azkia Rahmi 4520031

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2023 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memasuki era 5.0 memperlihatkan bahwa teknologi telah mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan manusia. Era seperti ini disebut juga sebagai era kontemporer. Budaya
Kontemporer adalah budaya ketika orang-orang terpengaruh dengan modernisme dalam
kehidupannya. Kontemporerisme dalam keberadaan perkembangan budaya bisa dilihat
dari adanya pergeseran kebudayaan lokal yang dimiliki sebuah negara, khususnya di
Indonesia yang banyak sekali terpengaruh salah satunya, dalam hal komunikasi. Budaya
tidak akan pernah bisa dilepaskan dari bahasa, karena pada kenyataannya, kebudayaan
berkembang seiring pertukaran, peminjaman, atau pemungutan bahasa dalam satu
budaya dengan budaya lainnya. Manusia sebagai akhluk individu sekaligus makhluk
sosial mempunyai kemampuan lebih dalam berkomunikasi dengan adanya bahasa.
Kemampuan berbahasa ini ditopang dengan adanya perkembangan budaya yang terus
menerus memberi produk bahasa yang bercampur dari satu kebudayaan ke kebudayaan
lainnya. Kebudayaan tersebut secara tidak langsung akan mengubah pola pikir seseorang
dalam berbahasa.
Perkembangan teknologi yang semakin imperialis menyebabkan pola pikir dalam
berbahasa pun mengikuti kebudayaan global. Globalisasi menyebabkan terciptanya kata-
kata baru dan memungkinkan adanya perubahan dalam gaya berbahasa dari sudut
pandang mana pun. Selain itu, berbagai istilah baru ikut muncul mengiringi era
kontemporer. Salah satu istilah baru tersebut, ialah Hipertekstualitas. Dalam
kesimpulannya, Hipertekstualitas merupakan pergantian teks lama dengan teks yang baru.
Melihat begitu banyaknya pengaruh dari budaya kontemporer, Maka tulisan ini
berupaya untuk mengulas pengaruh Bahasa dalam Budaya Hipertekstualitas Dunia Maya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Bahasa?
2. Apa itu Hipertekstualitas?
3. Bagaimana Pengaruh Bahasa dan Budaya Hipertekstualitas dalam Dunia Maya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Bahasa.
2. Untuk Mengetahui Apa itu Hipertekstualitas.

2
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengaruh Bahasa dan Budaya Hipertekstualitas dalam
Dunia Maya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Bahasa
Bahasa merupakan suatu bentuk tanda yang disepakati oleh para penggunanya,
sehingga tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan manusia yang dinamis dan terbuka.
Proses perkembangan bahasa bertitik tolak dari kebutuhan komunikasi untuk saling
mengenal satu sama lain, mengidentifikasi sesuatu, mengekspresikan gagasan. Menurut
Santoso, bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara
sadar1. Wibowo , bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi
(dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai
alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran 2.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin, beliau
memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk
membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai
untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari
kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa,
tanda yang jelas dari budi kemanusiaan3.
Bahasa merupakan pesan yang disampaikan dalam bentuk ekspresi sebagai alat
komunikasi pada situasi tertentu dalam berbagai aktivitas. Ronal wardaugh
mengungkapkan bahasa merupakan suatu sistem symbol-simbol bunyi yang arbiter yang
digunakan untuk manusia berkomunikasi 4.
Menurut Chaer bahasa adalah sistem, berbrntuk lambang, berbentuk bunyi, bersifat
abirter, bermakna, konfensional, unik, universal, produktif, berpariasi, dinamis,
manusiawi, digunakan sebagai alat interaksi social dan berfungsi sebagai identitas
penuturnya. Beliau ini menjelaskan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi yang memiliki
ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan bahasa yang dimiliki oleh makhluk ciptaan
Tuhan yang lain atau bisa dikatakan bahasa merupakan hak milik manusia sebagai insan
yang mampu berkomunikasi sehingga manusia bisa berkembang dan bertahan hidup.

1
Kusno Budi Santoso, Problematika Bahasa Indonesia (Bandung: Angkasa, 1990), 1.
2
Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa (Jakarta: Gramedia, 2001), 3.
3
Lihat: Syamsuddin dalam Edi Sumanto," Hubungan Filsafat dengan Bahasa", El-Afkar, Vol.
6 No. 1 (Januari- Juni, 2017), 20.
4
Noermansyah, Bahasa Sebagai Alat Komunikasi, Cara pikiran, dan Kepribadian”, (2019) hal
307.

4
Menurut Pateda bahasa merupakan deretan bunyi yang bersistem sebagai alat atai
instrumentalis yang menggantikan individual dalam menyatakan sesuatu pada lawan tutur
dan akhirnya melahirkan kooperatif diantara penutur dan lawan tutur. Dalam hal ini
dijelaskan bahwa bahasa dalam wujud bunyi yang bersistem tersebut memiliki peran
pengganti bagi penutur untuk menyatakan gagasannya yang kemudian direspon oleh
lawan tutur sehingga terjalin komunikasi yang baik 5.
B. Konsep Hipertekstualitas
Hiperteks dalam semiotika adalah teks yang menyinggung, berasal dari, atau
berhubungan dengan karya atau hipoteks sebelumnya 6. Kata hiperteks didefenisikan oleh
ahli teori prancis yakni Gerard Genette, merupakan orang yang memperkenalkan istilah
hipertektualitas. Menurutnya hipertekstualitas mengacu pada setiap hubungan yang
menyatukan hiperteks dengan hipoteks7, atau lebih singkatmya hipertekstualitas
merupakan relasi yang menyatukan teks baru (hiperteks) dengan teks terdahulu
(hipoteks)8. Hipertekstualitas, secara khusus mengkaji hubungan teks lama dan teks baru.
Teks lama disebut hipoteks, dan teks baru disebut hiperteks 9. Jadi sebuah hiperteks
berasal dari hipoteks melalui proses yang disebut Genette transformasi, dimana hiperteks
membangkitkan hipoteks tanpa harus menyebutkan secara langsung. Genette
mempertimbangkan bagaimana mereka saling terkait dan menunjukkan bahwa narasi
hiperfiksi memiliki empat tingkatan yakni: wacana sebagai wacana, wacana sebagai
tersimpan, cerita sebagai wacana, cerita seperti yang tersimpan ( Potensi alur cerita)10.
Genette menjelaskan lebih lanjut bahwa ada dua kemungkinan hubungan hipoteks dan
hiperteks terjadi, diantaranya yang pertama hiperteks merupakan transportasi hipoteks.
Beliau menjelaskan transformasi merupakan proses penurunan secara langsung yang
artinya mengubah urutan aksi ke dalam latar yang baru. Kemudian yang kedua yakni

5
Alisjahbana, St. Takdir. (1978) . Tata Bahasa Baru Bahasa indonesia i. Jakarta : Dian
Rakyat.
6
Martin, Bronwen (2006). Istilah Kunci dalam Semiotika Rangkaian. Hal 99
7
Herman, David (1998). Palimpesests: Sastra Tingkat dua (Review). Studi Fiksi Modern
MFS. Hal 1043-8.
8
Gerard Genette dalam Deaz Iman Dermawan, "Hipertekstualitas Novel Sutasoma Karya
Cok Sawitri", Skriptorium, Vol. 2, No. 1, 51.
9
Deaz Iman Dermawan, "Hipertekstualitas Novel Sutasoma Karya Cok Sawitri",
Skriptorium, Vol. 2, No. 1, 51.
10
Genette, Gerard (1997). Palimpsests: Sastra di Tingkat Kedua. U dari Nebraska Press, hal
5.

5
hiperteks merupakan imitasi hipoteks. Imitasi merupakan proses transformasi tak
langsung. Proses imitasi mengikuti gaya tertentu tetapi tidak mengikuti urutan aksi11.

C. Pengaruh Bahasa dan Budaya Hipertekstualitas dalam Dunia Maya


Dewasa ini peran komputer dan internet dalam dunia komunikasi sudah tidak dapat
diabaikan, bahkan dapat dikatakan memegang peran yang sangat sentral dalam kehidupan
kaum intelektual di belahan negara mana pun. Laptop, komputer, jaringan internet sudah
merupakan kebutuhan utama di kalangan intelektual, karena melalui sarana dan media itu
mereka dapat mengekspresikan dan mengasah gagasannya, sehingga selalu muncul ide
baru. Menurut Danesi, komputer telah memperkenalkan suatu bentuk tekstualitas yang
dinamakan hipertekstualitas, yaitu sistem teks yang saling terkait, sehingga seorang
pemakai komputer bisa berpindah dari satu teks ke teks lainnya 12. Perpindahan dari satu
teks ke teks lainnya dalam dunia internet dimungkinkan dengan ditemukannya hyperlinks,
yaitu bagian dari suatu dokumen yang bisa dihubungkan dengan dokumen-dokumen lain
yang terkait. Ketika sebuah hyperlink diklik, maka si pengguna segera terhubung dengan
dokumen yang ditunjukkan oleh tautan itu. Hipertekstualitas menurut Danesi,
memungkinkan seorang pengguna untuk berselancar melalui berbagai topik yang terkait
tanpa melihat urutan tampilan topik. Hipertekstualitas mulai diperkenalkan sebagai
sebuah fitur umum sistem komputer pada tahun 1987 oleh Apple yang mendistribusikan
program baru yang dinamakan hypercard. Program ini bisa memberikan fungsi tautan
yang memungkinkan pengguna berselancar di berbagai file teks dan grafis yang ada di
komputer dengan mengklik kata-kata kunci dan ikon yang telah disediakan
programmer13.
Akses berbagai informasi memang terjadi di sini, sehingga menimbulkan kemudahan
dalam yang memperkaya dimensi pengetahuan si pengguna. Peran pengajar (guru, dosen)
sebagian besar diambil alih oleh internet dengan berbag ai jaringan yang ditawarkan,
sehingga guru dan dosen lebih berperan sebagai fasilitator. Bahkan dalam berbagai kasus,
siswa dan mahasiswa memiliki pengetahuan yang lebih kaya daripada guru dan dosen,
karena mereka lebih rajin dan tekun berselancar di dunia maya untuk mencari informasi
yang terkait dengan ilmu yang mereka pelajari. Meskipun cukup banyak informasi

11
Ibid
12
Rizal Mustansyir, Filsafat Bahasa: Peran Teori Analitika Bahasa dan Semiotika dalam
Budaya Kontemporer (Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, 2016), 219.
13
Ibid, 220.

6
sampah yang bertebaran di dunia maya seperti: gambar dan cerita porno, namun
perputaran dan perpindahan teks yang membantu perkembangan pendidikan tidak dapat
dipungkiri. Tawaran informasi yang tersedia bahkan melebihi perkiraan dan keinginan
yang dimiliki si pengguna, mulai dari berbagai informasi tentang hampir seluruh cabang
pengetahuan manusia, topik ilmiah yang paling serius sampai katalog senda gurau, dan
lain sebagainya.
Danesi menambahkan bahwa upaya menafsirkan sebuah teks dalam komputer itu
memerlukan tiga jenis proses. Pertama, disyaratkan adanya kemampuan untuk
mengakses kandungan teks pada tingkat penanda (signifier). Artinya, kemampuan untuk
menafsirkan katakata, citra, dan berbagai tampilan yang ada. Oleh karena itu hanya
mereka yang memiliki pengetahuan tentang kode (verbal dan non verbal) penyatuan teks
itulah yang bisa melakukannya dengan baik. Kedua, mensyaratkan adanya pengetahuan
tentang bagaimana hubungan A=B itu dapat tersingkap dalam teks tertentu. Artinya
bagaimana suatu teks (A) dapat memunculkan artinya (B) melalui serangkaian proses
signifikasi internal dan eksternal. Ketiga, adanya berbagai faktor kontekstual yang
memasuki seluruh proses untuk memberikan kendala pada interpretant tentang maksud si
pengarang14.
Sebuah contoh sederhana ketika seseorang menggunakan komputer atau laptop, maka
orang tersebut harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang penggunaan tanda yang
terdapat pada komputer atau laptop. Bahasa menjadi berkembang dalam konteks tanda-
tanda atau ikon komputer, laptop, Hand-phone, dan jenis-jenis Gadget lainnya.
Penguasaan keterampilan, pemahaman dan pengetahuan yang cukup atas penggunaan
tanda atau ikon pada laptop atau komputer atau jenis Gadget lainnya menjadikan si
pengguna dapat memanfaatkannya secara optimal. Penguasaan keterampilan dan
pengetahuan atas penggunaan ikon pada laptop dan komputer ini menunjukkan bahwa
sifat-sifat tanda yang berlaku cenderung bersifat logis-universal. Ikon yang dipergunakan
pada laptop dan komputer ini mewakili bahasa logis-rasional sebagaimana yang
dimaklumatkan para penganut aliran atomisme logis dan positivisme logis, yaitu bahasa
standar yang memiliki makna unik dan terbatas yang berlaku secara universal. Bahasa
logika yang diwakili dalam bentuk ikon menunjukkan bahwa ketepatan makna dan acuan
yang jelas masih sangat dibutuhkan dalam dunia kontemporer. Komputer dan internet

14
Ibid, 222.

7
dewasa ini sudah merupakan sarana atau jembatan lintas budaya yang membuat jarak
antar budaya semakin pendek.
Perkembangan juga terjadi dalam bahasa dalam komunikasi via internet, Hand-phone
dan alat digital lainnya, sehingga melahirkan berbagai jenis permainan bahasa (language-
games) seperti: bahasa alay, vickybulary, bahasa preman, waria, dan lain sebagainya.
Kesemuanya mengandung makna sesuai dengan interpretasi yang diberikan anggota
komunitasnya. Bahasa universal bergeser ke arah bahasa komunitas.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan
dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.
Bahasa merupakan pesan yang disampaikan dalam bentuk ekspresi sebagai alat
komunikasi pada situasi tertentu dalam berbagai aktivitas. Ronal wardaugh
mengungkapkan bahasa merupakan suatu sistem symbol-simbol bunyi yang arbiter yang
digunakan untuk manusia berkomunikasi.
hipertekstualitas mengacu pada setiap hubungan yang menyatukan hiperteks dengan
hipoteks, atau lebih singkatmya hipertekstualitas merupakan relasi yang menyatukan teks
baru (hiperteks) dengan teks terdahulu (hipoteks). Hipertekstualitas, secara khusus
mengkaji hubungan teks lama dan teks baru. Hipertekstualitas, secara khusus mengkaji
hubungan teks lama dan teks baru. Teks lama disebut hipoteks, dan teks baru disebut
hiperteks. Jadi sebuah hiperteks berasal dari hipoteks melalui proses yang disebut Genette
transformasi, dimana hiperteks membangkitkan hipoteks tanpa harus menyebutkan secara
langsung.

B. Saran
Penulis berharap hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, serta mampu
menambah wawasan para pembaca. Meskipun makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan oleh karena itu kami sebagai penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
dari para pembaca sebagai evaluasi kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, St. Takdir. (1978) . Tata Bahasa Baru Bahasa indonesia i. Jakarta : Dian Rakyat.
Dermawan Iman Deaz, "Hipertekstualitas Novel Sutasoma Karya Cok Sawitri",
Skriptorium, Vol. 2, No. 1.
Genette, Gerard (1997). Palimpsests: Sastra di Tingkat Kedua. U dari Nebraska Press.
Genette Gerard dalam Deaz Iman Dermawan, "Hipertekstualitas Novel Sutasoma Karya Cok
Sawitri", Skriptorium, Vol. 2, No. 1.
Herman, David (1998). Palimpesests: Sastra Tingkat dua (Review). Studi Fiksi Modern MFS.
Martin, Bronwen (2006). Istilah Kunci dalam Semiotika Rangkaian.
Mustansyir Rizal, Filsafat Bahasa: Peran Teori Analitika Bahasa dan Semiotika dalam
Budaya Kontemporer (Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, 2016).
Noermansyah, Bahasa Sebagai Alat Komunikasi, Cara pikiran, dan Kepribadian”, (2019).
Santoso Budi Kusno, Problematika Bahasa Indonesia (Bandung: Angkasa, 1990).
Syamsuddin dalam Edi Sumanto," Hubungan Filsafat dengan Bahasa", El-Afkar, Vol. 6 No. 1
(Januari- Juni, 2017).
Wibowo Wahyu, Manajemen Bahasa (Jakarta: Gramedia, 2001).

10

Anda mungkin juga menyukai