Anda di halaman 1dari 106

SKRIPSI

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO


KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI RT 01-03
RW 07 KELURAHAN MARGAMULYA KECAMATAN
BEKASI UTARA KOTA BEKASI

TAHUN 2023

Disusun Oleh:
RISMA YUNITA
NPM: 22.156.01.12.013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1) DAN


PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MEDISTRA
INDONESIA 2023

1
SKRIPSI

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO


KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI RT 01-03
RW 07 KELURAHAN MARGAMULYA KECAMATAN
BEKASI UTARA KOTA BEKASI

TAHUN 2023
Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKes Medistra Indonesia

Disusun Oleh:
RISMA YUNITA
NPM: 22.156.01.12.013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1) DAN


PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MEDISTRA
INDONESIA 2023

2
LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO KEJADIAN


DEMENSIA PADA LANSIA DI RT 01-03 RW 07 KELURAHAN
MARGAMULYA KECAMATAN BEKASI UTARA KOTA
BEKASI

TAHUN 2023

Disusun oleh :
RISMA YUNITA
NPM.221560112013

Skripsi ini Telah Disetujui


Tanggal 12 Februari 2023

Pembimbing

Ns.Lina Indrawati,S.Kep.M.Kep.
NIK.0321108001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes Medistra Indonesia

Ns.Kiki Deniati,S.Kep.M.Kep.
NIK.0316028302

3
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO KEJADIAN


DEMENSIA PADA LANSIA DI RT 01-03 RW 07 KELURAHAN
MARGAMULYA KECAMATAN BEKASI UTARA KOTA
BEKASI

TAHUN 2023

SKRIPSI
Disusun Oleh :
Risma Yunita
NPM : 221560112013

Diujikan
Pada Tanggal 15 Februari 2024
Mengetahui,

Penguji 1 Penguji 2

(Baltasar S S Dedu, M.Sc) (Lina Indrawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep)

NIDN. 0301018806 NIDN. 0321108001


Wakil ketua I Bidang Akademik Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan
(S1) dan Pendidikan Profesi Ners

Puri Kresnawati, SST., M.Kes Kiki Deniati S.Kep,Ns.,M.Kep


NIDN. 0309049001 NIDN.0316028302
Disahkan,
Ketua STIKes Medistra Indonesia

Dr. Lenny Irmawaty


4 Sirait, SST., M.Kes.,
NIDN.111901197903
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Risma Yunita

NPM : 22.156.01.12.013

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Judul Skripsi : Hubungan Obesitas dengan Risiko Kejadian Demensia

Pada Lansia di RT 01-RW 07 Kelurahan Margamulya

Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi Tahun 2023

Menyatakan dengan sebenarnya skripsi yang saya tulis ini benar-benar hasil karya

saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain

yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari

dapat dibuktikan bahwa Skripsi ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Bekasi, 13 Juli 2023

Yang membuat pernyataan,

5
Risma Yunita

NPM: 22.156.01.12.013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T ,berkat


Rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Hubungan Obesitas dengan Risiko Kejadian Demensia Pada Lansia di RT
01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi
Tahun 2023”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana keperawatan (S.Kep) pada program studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes
Medistra Indonesia.

Selama penyusunan karya ilmiah ini,penulis mendapat bantuan dari


berbagai pihak,untuk itu dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis
menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Usman Ompusunggu,S.E selaku Pembina Yayasan STIKes Medistra Indonesia


2. Saver Mangadar Ompusunggu,S.E,selaku Ketua Yayasan STIKes Medistra
Indonesia
3. Dr.Lenny Irmawaty Sirait,SST.,M.Kes selaku Ketua STIKes Medistra Indonesia
4. Puri Kresnawati,SST.,M.KM.,Selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik STIKes
Medistra Indonesia
5. Sinda Ompusunggu, S.H.,Selaku Wakil Ketua II Bidang Administrasi dan
Kepegawaian STIKes Medistra Indonesia

6
6. Hainun Nisa,SST,M.Kes.,Selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan STIKes
Medistra Indonesia
7. Ns.Kiki Deniati,S.Kep.,M.Kep.,Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
(S1) STIKes Medistra Indonesia
8. Rotua Suriany S, M.Kes., selaku Dosen Koordinator Mata Kuliah Skripsi telah
banyak melimpahkan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis
9. Ns.Lina Indrawaty,S.Kep.M.Kep selaku pembimbing yang selalu
mendengarkan,memberi arahan dan bimbingan serta semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini
10. Baltasar S S Dedu, M.Sc.,selaku penguji yang meluangkan waktu pikiran dan
tenaga untuk memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama pengujian
skripsi ini
11. Dosen dan Staff STIKes Medistra Indonesia
12. Bapak Makpudin,S.Ap.,selaku Kepala Kelurahan Margamulya Bekasi,Ketua RT
01-03,Ketua RW dan Kader atas bantuan dan dukungan sehingga penelitian ini
dapat terlaksana dengan baik.
13. Orang tua dan suami yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal
sehingga membuat saya bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini

Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.Mohon


maaf atas kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya
perbuat.Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memudahkan setiap
Langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih
sayang-Nya untuk kita semua,Amin

Bekasi,10 Juli 2023

Yang membuat penyataan

Risma Yunita
NPM: 22.156.01.12.013

7
ABSTRAK

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO KEJADIAN DEMENSIA


PADA LANSIA DI RT 01-03 RW 07 KELURAHAN MARGAMULYA
KECAMATAN BEKASI UTARA KOTA BEKASI TAHUN 2023

Risma Yunita1), Lina Indrawati2), Baltasar S S Dedu3)

Latar Belakang : Meningkatnya usia harapan hidup


didunia,meningkatkan jumlah penduduk lansia
setiap tahunnya,berbagai masalah penyakit
degenerative seperti obesitas akibat penuaan harus
menjadi perhatian karena obesitas dapat menjadi
salah satu factor risiko dari berbagai penyakit,salah
satunya adalah risiko terkena demensia.Demensia
merupakan sindrom yang di karakteristikkan
dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual,
melibatkan tidak hanya kognitif namun juga
bahasa, kemampuan visospasial, kepribadian,
ingatan (memori).Demensia masuk kedalam 10

8
penyakit yang menyebabkan kematian dunia yang
menempati urutan ke 7,prevalensi demensia pada
lansia yang terus meningkat diprediksi pada tahun
2030 di Indonesia jumlah penderita demensia
mencapai 74,7 juta.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan obesitas dengan risik


o kejadian demensia pada lansia di RT 01-03 RW 0
7 Margamulya Bekasi Tahun 2023

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif


dengan metode deskriptif analitik dengan
pendekatan cross-sectional study.Sampel pada
penelitian ini menggunakan purposive sampling
berjumlah 35 sampel dengan kriteria lansia obesitas
yang tidak memiliki penyakit kronik.Instrumen
penelitian ini menggunakan lembar pengisian
Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lembar observasi
Mini-Mental State Examination (MMSE) dan
analisis yang digunakan adalah analisis Chi-Square

Hasil Penelitian : Berdasarkan uji statistic yang diperoleh nilai p


value sebesar 0,049 dengan (p < 0,05), yang berarti
Ha diterima dan Ho ditolak, artinya ada hubungan
obesitas dengan risiko kejadian demensia di RT 01-
03 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan
Bekasi Utara Kota Bekasi Tahun 2023.

Kata Kunci : Lansia,Obesitas,Risiko Demensia

9
ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF OBESITY AND RISK OF DEMENTIA IN


OLDER AGE AT RT 01-03 RW 07 MARGAMULYA VILLAGE NORTH
BEKASI DISTRICT BEKASI CITY IN 2023

Risma Yunita1), Lina Indrawati2), Baltasar S S Dedu3)

Background : Increasing life expectancy in the world, increasing


the number of elderly people every year, various
degenerative disease problems such as obesity due
to aging must be a concern because obesity can be a
risk factor for various diseases, one of which is the
risk of developing dementia. Dementia is a
syndrome characterized by there is a loss of
intellectual capacity, involving not only cognitive
but also language, visospatial abilities, personality,
memory. Dementia is included in the 10 diseases
that cause death in the world which ranks 7th, the
prevalence of dementia in the elderly is predicted to
continue to increase by 2030 in In Indonesia, the

10
number of dementia sufferers has reached 74.7
million

Research : To determine the relationship between obesity and

the risk of dementia in the elderly in RT 01-03 RW

07 Margamulya Bekasi in 2023

Method : This research is a quantitative research with a


descriptive analytical method with a cross-sectional
study approach. The sample in this study used
purposive sampling totaling 35 samples with the
criteria of obese elderly people who do not have
chronic diseases. The instruments for this research
used a Body Mass Index (BMI) filling sheet and a
Mini-Mental State Examination (MMSE)
observation and the analysis used was Chi-Square
analysis

Result : Based on statistical tests, the p value obtained is

0.049 with (p < 0.05), which means Ha is accepted

and Ho is rejected, meaning there is a relationship

between obesity and the risk of dementia in RT 01-03

RW 07, Margamulya Village, North Bekasi District,

Bekasi City. 2023

Key Words : Elderly, Obesity, Dementia Risk

11
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR SKEMA
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH5
C. TUJUAN PENELITIAN6
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. MANFAAT PENELITIAN....................................................................................................................
1. Manfaat teoritis

12
2. Manfaat praktis
E. KEASLIAN PENELITIAN......................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI..................................................................................................................................
1. KONSEP LANSIA
a. Pengertian lansia….....................................................................................................
b. Batasan usia lansia…………………………………………………….11
c. Teori penuaan pada lansia..........................................................................................
2. KONSEP DEMENSIA.......................................................................................................................
a. Pengertian Demensia..................................................................................................
b. Klasifikasi Demensia…..……………………………………………..21
c. Etiologi Demensia………………………………………………….
….21
d. Subtipe Klinis Demensia……………………………………………...23
e. Manisfestasi Klinis
Demensia…………………………………............26
f. Faktor Risiko
Demensia……………………………………………….28
3. KONSEP OBESITAS.......................................................................................................................
a. Pengertian Obesitas…………………………………..
………………..38
b. Penentuan Obesitas……………………………………………………39
c. Etiologi Obesitas………………….…........................................................................
4. HUBUNGAN OBESITAS DENGAN RISIKO DEMENSIA..............................................
B. KERANGKA TEORI
C. KERANGKA KONSEP
D. HIPOTESIS
BAB III METODE PENELITIAN
A.JENIS & RANCANGAN PENELITIAN
B.POPULASI DAN SAMPEL
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN

13
D. VARIABEL PENELITIAN..................................................................................................................
E. DEFINISI OPERASIONAL.................................................................................................................
F. JENIS DATA........................................................................................................................................
G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA....................................................................................................
H. INSTRUMENT PENELITIAN............................................................................................................
I.UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS……..………………………………………..55
J. PENGOLAHAN DATA........................................................................................................................
K. ANALISIS DATA................................................................................................................................
L. ETIKA PENELITIAN..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN2

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian....................................................................................................


Tabel 1.2 Tabel Teori Penuaan………………………………..…………………12
Tabel 2. 1 Tabel Perhitungan IMT...........................................................................................
Tabel 2. 2 Tabel klasifikasi nilai obesitas berdasarkan IMT....................................................
Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional.....................................................................................
Tabel 3.2 Tabel Penilaian skor demensia menggunakan MMSE.......................................

14
DAFTAR SKEMA

Skema 2. 1 Kerangka Teori............................................................................................


Skema 2. 2 Kerangka Konsep.........................................................................................

15
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1..............................................................................................................................................
Lampiran 2..............................................................................................................................................
Lampiran 3..............................................................................................................................................
Lampiran 4..............................................................................................................................................

16
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada era millennial saat ini kemajuan bidang kesehatan dan kesejahteraan

sosial menjadi salah satu factor meningkatnya harapan hidup penduduk di


(He et al,Tahun 2022)
dunia.Menurut data , jumlah orang dengan usia 65 tahun

hingga lebih meningkat secara dramatis seiring dengan kemajuan dunia dalam

beberapa dekade,dari 730 juta jiwa ditahun 2020 dengan presentase 9,5% hingga

mendekati 2 miliar ditahun 2060 dengan presentase 19,4%. Oleh karenanya

peningkatan lansia dengan jumlah 1,25 miliar sekitar 800 juta atau 64%

17
diperkirakan terjadi di wilayah Asia,yang mana populasi lansia meningkat 3 kali

lipat dari 414 juta menjadi 1,2 miliar lebih.

Jumlah lansia yang terdapat di Asia tahun 2020 yaitu sekitar 4,1 miliar juta

jiwa presentase populasi lansia sekitar 9,1% dengan sebagian besar lansia berada

di Asia Timur dengan jumlah lebih dari 223,8 juta dengan presentase 13,7% dan

Asia Selatan dengan jumlah 122,5 juta dengan presentase 6,5% lalu disusul oleh

Asia Tenggara dengan jumlah 47,7 dengan presentase 7,1% kemudian Asia Barat

dengan jumlah 15,8 juta presentase 5,8% pertumbuhan penduduk lansia dan yang

terakhir di Asia Tengah berjumlah 4,4 juta dengan presentase pertumbuhan

6,3%.Jumlah lansia terbesar berada pada negara China,India dan Jepang lalu

disusul oleh negara Indonesia,ini tidak mengherankan, mengingat Cina dan India
(He et al., 2022)
keduanya memiliki julukan “miliarder populasi” .

Di Indonesia jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas tahun 2020

berjumlah hampir 19 juta orang dengan menempati ranking 4 dunia yang memiliki

populasi lansia pada penduduknya,dan akan meningkat pada tahun 2060 menjadi

hampir 68 juta orang dengan menempati posisi ranking ke 3 dunia yang memiliki

populasi lansia pada penduduknya yang mana Jepang terkalahkan jumlah

penduduk lansianya dengan Indonesia. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya

populasi penduduk lanjut usia di Indonesia dalam beberapa tahun kedepan


(He et al., 2022)
.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka semakin

meningkat pula permasalahan Kesehatan akibat proses penuaan/degeneratif.

Obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan akibat proses penuaan yang harus

18
menjadi perhatian dikarenakan obesitas memiliki risiko besar terhadap berbagai

penyakit yang dapat ditimbulkan pada lansia. Obesitas yang terjadi pada lansia

dapat disebabkan oleh gaya hidup, genetik dan akibat proses penuaan. Obesitas di

seluruh dunia meningkat hampir tiga kali lipat sejak 1975. Pada tahun 2016, lebih

dari 1,9 miliar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas kelebihan berat badan. Dari

jumlah tersebut lebih dari 650 juta mengalami obesitas. Sebanyak 39% orang

dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan pada tahun

2016, dan 13% mengalami obesitas. Sebagian besar populasi dunia tinggal di

negara-negara di mana kelebihan berat badan dan obesitas membunuh lebih

banyak orang daripada kekurangan berat badan.

Berdasarkan data Badan Litbangkes (Kemenkes RI, 2019) Prevalensi

obesitas pada lansia berjumlah 14,6% dari jumlah penduduk lansia di Indonesia

tahun 2019. Dari data tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar lansia memiliki

obesitas. Beberapa dampak obesitas adalah timbulnya berbagai penyakit kronik

seperti penyakit jantung,diabetes mellitus,kanker,tulang dan sendi,serta otak.

Otak sebagai organ kompleks serta vital yang merupakan pusat pengaturan

tubuh dan pusat kognitif,sangat rentan terhadap proses penuaan atau

degenerative.Permasalahan Kesehatan yang terjadi pada otak akibat proses


(Noor, 2020)
penuaan/degenerative salah satunya adalah penyakit demensia .

Demensia menjadi penyebab 10 kasus penyebab kematian didunia yang

menempati urutan ke 7 menurut data yang di rilis oleh


(World Health Organisation (WHO), 2019)
. Menurut data riset oleh Alzheimer association tahun 2023,

demensia salah satu penyakit yang lebih mematikan dari pada penyakit kanker

19
payudara atau kanker prostat antara tahun 2000 sampai 2019 dengan kenaikan

angka yang fantastis dalam menyebabkan kematian yaitu sampai 145%.

Pada saat ini jumlah penderita demensia menurut


(World Health Organisation (WHO), 2019)
sebanyak 55 juta orang dari jumlah populasi dunia

sebanyak 7,743 miliar yaitu sekitar 0,7% dari jumlah penduduk dunia menderita
(Alzheimer Disease International (ADI), 2020)
demensia,Menurut data didapatkan

data estimasi penderita demensia tahun 2020 pada benua Asia sebanyak 29,23

juta,benua Eropa sebanyak 12,71 juta,benua Amerika sebanyak 11,42 juta,dan

benua Afrika sebanyak 5,30 juta dengan jumlah penderita demensia dunia tahun

2020 sebanyak 58,66 juta dari populasi dunia. Pada tahun 2015 di Indonesia

terdapat 9,9 juta kasus lansia dengan demensia dengan total penderita demensia

secara global dunia pada 2015 sebanyak 46,8 juta dan diprediksi akan meningkat

2 kali lipat pada setiap 20 tahun dengan prediksi tahun 2030 jumlah penderita
(Badan Pusat Statistik (BPS), 2015)
demensia sebanyak 74,7 Juta

Meningkatnya jumlah penderita demensia setiap tahunnya diseluruh

dunia ,dan munculnya data bahwa demensia adalah penyebab kematian peringkat

ke 7 di dunia ,mengharuskan kita untuk berupaya dalam menurunkan angka

prevalensi demensia terutama pada lansia sebagai salah satu faktor risiko terbesar

pada demensia,menurut artikel yang didapatkan pada


(Alzheimer Disease International (ADI), 2020)
bahwa banyak faktor yang mempengaruhi

berkembangnya demensia pertama yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi

seperti usia,gen,dan jenis kelamin yang kedua adalah yang dapat dimodifikasi,

20
seperti merokok,aktivitas fisik,konsumsi alcohol, polusi udara, trauma kepala,

diabetes, hipertensi, depresi dan obesitas.

Demensia menjadi suatu penyakit yang perlu diperhatikan dan


(WHO, 2018)
dilakukan pencegahan dimana menurut agar semua

negara-negara untuk meningkatkan kesadaran bahwa demensia saat ini

adalah masalah “prioritas kesehatan masyarakat”.Saat ini kejadian demensia di

Indonesia belum diketahui prevalensi secara pasti tetapi hanya perkiraan

karena data tentang demensia masih belum banyak tersedia sedangkan

studi tentang demensia di Indonesia baru dilakukan sejak 2016 sehingga


(WHO, 2018)
masih belum banyak mengetahui tentang demensia.Menurut

data mengenai kematian akibat demensia di Indonesia mencapai 54.743 atau 3,22

% dari total kematian.Informasi masyarakat tentang demensia (pikun)

sebagai penyakit juga masih sedikit. Lagi pula, tidak ada obat untuk

demensia.Besarnya masalah kesehatan, sosial dan ekonomi yang disebabkan

karena demensia dan meningkatnya resiko terjadinya demensia pada lansia

menunjukan perlunya pencegahan penyakit demensia pada lansia dengan

mengetahui faktor-faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi seperti


penelitian (Anjum dkk., 2018)
obesitas.Berdasarkan rekomendasi dan setelah

peneliti melakukan observasi di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Penderita

Obesitas pada lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi tidak diketahui

secara pasti jumlah penderitanya,namun peneliti melihat secara kasat mata tanpa

mengukur berat badan dan tinggi badan lansia bahwa banyak sekali lansia yang

memiliki berat badan lebih dan obesitas.Lansia yang memiliki berat badan lebih

21
dan obesitas ini setelah dilakukan wawancara secara singkat memiliki masalah

pada fungsi kognitifnya.berdasarkan beberapa fenomena tersebut penulis tertarik

untuk melakukan penelitian hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia

pada lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah

“apakah ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia

di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Tahun 2023 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada

lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik demografi responden

berdasarkan usia dan jenis kelamin

b) Mengetahui distribusi frekuensi status obesitas lansia di wilayah RT 01-

03 RW 07 Margamulya Bekasi

c) Mengetahui distribusi frekuensi risiko kejadian demensia pada lansia di

wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

d) Mengetahui hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada

lansia di wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi.

D. Manfaat Penelitian

22
1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat di dijadikan sebagai sumber informasi untuk

mengembangkan ilmu keperawatan dibidang gerontik yang terkait dengan

hubungan obesitas dengan risiko demensia pada lansia.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Praktik Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan digunakan sebagai masukan bagi profesi

keperawatan dalam mengetahui Hubungan obesitas dengan risiko

demensia pada lansia

b) Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat menambah data kepustakan berkaitan dengan

obesitas berhubungan dengan risiko demensia pada lansia sehingga

kedepanya dapat di rumuskan asuhan keperawatan yang tepat untuk di

berikan kepada pasien lansia dengan obesitas.

c) Manfaat bagi penelitian selanjutnya

Sebagai bahan acuan dalam meakukan penelitian – penelitian lebih

lanjut, serta diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan tentang

hubungan obesitas dengan risiko demensia

d) Manfaat bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan masyarakat berkaitan

dengan obesitas berhubungan dengan risiko demensia pada lansia

sehingga kedepanya dapat berkurang jumlah lansia obesitas dan

menurunnya prevalensi penderita demensia di Indonesia.

23
E. Keaslian Penelitian

N Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil Perbedaan


O
1 Ma Higher risk of Tujuan penelitian Menggunakan Dari keseluruhan1) Tempat penelitian :
Y,Ajnakina dementia in ini adalah penelitian sampel, 6,9% (n = berbeda negara
O,Steptoe A English older menyelidiki kuantitatif 453) peserta
2) Sampel : sampel
et al,2020 individuals who hubungan antara dengan mengalami penelitian Ma ini
are overweight or obesitas dan risiko pendekatan demensia selama pada dewasa hingga
obese demensia pada cross sectional masa tindak lanjut lansia berusia ≥50
sampel populasi maksimal 15 tahun tahun (usia rata-rata
perwakilan (2002-2017). 63 tahun),penelitian
dewasa Inggris, Dibandingkan ini memakai sampel
berusia ≥50 tahun dengan peserta diatas 60 tahun
(usia rata-rata 63 dengan berat badan 3) Instrument :peneliti
tahun) normal, mereka an Ma memakai
yang obesitas pada intrumen penelitian
awal memiliki pemeriksaan
peningkatan risiko obesitas sentral dan
kejadian demensia IMT,peneltian ini
[rasio hazard (HR) hanya pemeriksaan
¼ 1,34, 95% IMT saja.
interval
kepercayaan (CI)
1,07-1,61]
independen jenis
kelamin, usia awal,
apolipoprotein E- e4
(APOE-e4),
pendidikan,
aktivitas fisik,
merokok dan status
perkawinan.
Hubungan tersebut
sedikit ditekankan
setelah kontrol
tambahan untuk
hipertensi dan
diabetes (HR ¼
1,31, 95% CI 1,03–
1,59). Wanita
dengan obesitas
sentral memiliki
risiko demensia
39% lebih besar
dibandingkan
dengan wanita
obesitas non-sentral
2 Lloret Obesity as a risk Tujuan penelitian Metode Hasil penelitian
1) Variabel : Penelitian
A,Monllor factor for ini untuk penelitian Leptin adalah Lloret
P,Esteve D Alzheimer’s menganalisa yang hormon yang menggunakan
et al,2019 disease : obesitas pada digunakan dikeluarkan oleh variabel obesitas
Implication of peran sitokin yaitu analitik jaringan adiposa dan alzheimer
leptin and leptin dalam dengan yang penting untuk disease ,penelitian
glutamate fungsi otak dan menggunakan berfungsinya otak ini menggunakan
khususnya dalam pendekatan dengan benar, variabel obesitas
penurunan cross sectional termasuk memori, dan risiko kejadian
memori yang dan proses belajar di demensia
terkait dengan hippocampus. 2) Sampel : pada lansia
penyakit Leptin bersifat di

24
Alzheimer (AD). neuroprotektif dan spanyol,penelitian
meningkatkan LTP, ini di indonesisa
mempotensiasi 3) Instrumen :
aktivitas reseptor instrumen yang
NMDA sinaptik dipakai adalah
glutamat. Kami pemeriksaan leptin
membahas dan glutamate
bagaimana sedangakan
resistensi leptin, penelitian ini berat
disfungsi LTP, dan badan dan tinggi
juga peningkatan badan
glutamat terjadi
pada AD. Untuk
semua ini, obesitas
pada usia paruh
baya dapat dianggap
sebagai faktor risiko
untuk
mengembangkan
DA pada orang tua
Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)

1. Pengertian Lansia

Lanjut usia atau lansia merupakan seseorang dengan usai lebih dari 60

tahun,lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu lansia muda (60-69 tahun),lansia
(Lavida et al., 2023)
madya (70-79 tahun),dan lansia tua (>80 tahun) .

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Lanjut usia merupakan istilah bagi seseorang yang telah memasuki periode

25
dewasa akhir atau usia tua. Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang

kehidupan seseorang, dimana terjadi kemunduran fisik dan psikologi secara


(Al-Finatunni’mah & Nurhidayati, 2020)
bertahap.

Perkembangan manusia yang dimulai dari masa bayi,anak,remaja,dewasa,tua

dan akhirnya masuk pada fase usia lanjut dengan umur diatas 60 tahun
(Mujahidullah, 2012)
.

Ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah manusia

yang telah berusia > 60 tahun yang telah memasuki periode penutup melewati fase

perkembangan manusia bayi,anak,remaja,dewasa dan lansia ,rentang kehidupan

seseorang yang mengalami kemunduran fisik dan psikologi secara bertahap.

2. Batasan – batasan lanjut usia

Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai Batasan umur.

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.

b. Menurut Depkes RI (2019) klasifikasi lansia terdiri dari :

1) Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

26
3) Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Teori-teori Penuaan

Menurut (Widiyawati & Jerita, 2020)tahap lanjut usia adalah tahap dimana terjadi

penurunan fungsi tubuh.Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk

hidup,termasuk tubuh,jaringan dan sel yang mengalami penurunan kapasitas

fungsional.Pada manusia ,penuaan dihubungkan dengan perubahan degenartif

kulit,tulang,jantung,pembuluh darah,paru-paru ,saraf dan jaringan tubuh

lainnya.Kemampuan regenerative pada lansia terbatas,mereka lebih rentan

terhadap berbagai penyakit.

Secara umum teori tentang penuaan dapat dilihat ditabel berikut ini.

Teori Biologis Tingkat perubahan


Genetika Gen yang diwariskan &
dampak lingkungan
Dipakai dan rusak (wear and Kerusakan oleh radikal bebas
tear)
Lingkungan Meningkatnya pajanan
terhadap hal-hal yang
berbahaya
Imunitas Integritas system tubuh untuk
melawan kembali

27
Neuroendokrin Kelebihan atau kurangnya
produksi hormon
Teori psikologis Tingkat proses
Kepribadian Introvert lawan ekstrovert
Tugas perkembangan Maturasi sepanjang rentang
kehidupan
Disengagement Antisipasi menarik diri
Aktivitas Membantu mengembangkan
usaha
Kontinuitas Pengembangan individualitas
Tabel 1.2 Tabel Teori Penuaan

Sumber : Buku Keperawatan gerontik (Widiyawati & Jerita, 2020)

Topik ini akan menjelaskan materi tentang teori penuaan,proses

penuaan,perubahan fisik,perubahan psikologis,perubahan sosial,masalah umum

pada lansia,dan penyakit pada lansia.

a. Aging proses theory

Sebenarnya secara individual tahap proses fisik penuaan,termasuk

perubahan fungsi dan struktur,pengembangan ,Panjang usia dan

kematian.Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molecular dan

seluler dalam system organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara
(Widiyawati & Jerita, 2020)
adekuat dan melawan penyakit.

Seiring dalam berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki

komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil,suatu pemahaman tentang

28
hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab

penuaan yang sebelumnya tidak diketahui,sekarang lebih mengalami

peningkatan.Walaupun bukan merupakan suatu definisi penuaan,tetapi lima

karakteristik penuaan telah dapat di identiifkasi oleh pada ahli.Teori biologis juga

mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara

yang berbeda dari waktu ke waktu dan factor apa yang mempengaruhi umur

Panjang,perlawanan terhadap organisme,dan kematian atau perubahan

seluler.Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat memberikan

pengetahuan pada perawat tentang factor resiko spesifik dihubungkan dengan

penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau


(Widiyawati & Jerita, 2020)
menghindari resiko dan memaksimalkan Kesehatan. .

1) Teori Genetik dan Mutasi

Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-

spesies tertentu .Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang

terprogram oleh molekul-molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutase.Sebagai contoh yang khas adalah mutase dari sel-sel kelamin

(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).

Teori sebab-akibat menjelaskan bhawa penuaan terutama dipengaruhi oleh

pembentukan gen da dampak lingkungan pada pembentukan kode

genetic.Menurut teori genetika ,penuaan adalah suatu proses yang secara tidak

sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk merubah sel atau

struktur jaringan.Teori genetika terdiri dari teori asam

29
deoksiribonukleat(DNA),teori ketepatan dan kesalahan,mutase somatic,dan teori

glokogen.Teori-teori ini mneyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler

mnejadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti

sel.Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur yang lain

sehingga mengubah informasi genetic.Adanya crosslink ini mengakibatkan

keslahan pada tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan system dan organ

tubuh gagal untuk berfungsi.Bukti yang mendukung teori-teori ini termasuk


(Widiyawati & Jerita, 2020)
perkembangan radikal bebas,kolagen dan lipofusin.

 Teori mutase somatic (Somatic Mutatic Theory)

Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan oleh kerusakan,penurunan

fungsi sel dan percepatan kematian sel yang disebabkan oleh kesalahan urutan

susunan asam amino.Keursakan selama masa transkripsi dan tranlasi dapat

mempengaruhi sifat enzim dalam melakukan sintesis protein.Kerusakan ini pula

menjadi penyebab timbulnya metabolit yang berbahaya sehingga dapat


(Widiyawati & Jerita, 2020)
mengurangi penurunan fungsi sel.

2) Pemakaian dan Rusak

Teori wear and tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi

sampah metabolic ataiu zat nutrisi dapat merusak sintesiss DNA,sehingga

mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh.Radikal

bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme yang menyebabkan

kerusakan Ketika tejadi akumulasi.Radikal bebas adalah molekul atau atom

dengan suatu electron yang tidak berpasangan.Ini merupakan jenis yang sangat

reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama metabolisme.Radikal bebas dengan

30
cepat dihancurkan oelh system enzim pelindung pad kondisi normal.Beberapa

adikal bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam

struktur biologis yang penting,saat itu kerusakan organ terjadi.

Karena laju metabolisme terkait secraa lansung pada pembentukan radikal

bebad,sehingga ilmuan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi

radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)

Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam system imun

yang berhubungan dengan penuaan.Seiring dengan berkurangnya fungsi system

imun,terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh.Penganjur teori ini

seing memusatkan pada peran kelenjar timus.Berat dan ukuran kelenjar timus

menurun seiring dengan bertambahnya umur,seperti halnya kemampuan tubuh

untuk diferensiasi sel T.Karena hilangnya proses diferensiasi sel T,tubuh salah

mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai benda asing dan

menyerangnya.Selain itu,tubuh kehilangan kemampuannya untuk meningkatkan

respons terhadap sel asing,terutama bila menghadapu infeksi.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

4) Teori Neuroendokrin

Teori-teori biologi penuaan,berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah

terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel,Nampak sangat

mengagumkan dalam beberapa situasi.Para ahli telah memikirkan bahwa penuaan

terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang

31
mempunyai suatu dampak pada reaksi sitem saraf.Hal ini lebih jelas ditunjukkan
(Widiyawati & Jerita, 2020)
dalam kelenjar hipofisis,tiroid,adrenal dan reproduksi.

Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal

akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk

menerima,memproses,dan bereaksi terhadap perintah.Dikenal sebagai

perlambatan tingkah laku,respons ini kadang-kadang diinterpretasikan sebagai

Tindakan melawan ketulian,atau kurangnya pengetahuan.Pada umumnya

sebenarnya yang tejadi bukan satupun dari hal-hal tersebut,tetapi orang lanjut usia

sering dibuat untuk merasa seolah-ollah mereka tidak kooperatif atau tidak

patuh.Perawat dapat memfasilitasi proses pemberian perawatan dengan cara


(Widiyawati & Jerita, 2020)
memperlmabat instruksi dan menunggu respons mereka.

5) Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)

System imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya

virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.Teeori ini

mneyatakna bahwa Ketika manusia berada pada proses menua maka saat itulah

tubuh manusia tidak dapat membedakan sel normal dan sel yang tidak

normal.akibatnya antibody bekerja untuk mneyerang keduanya .Sistem imunpun

mengalami gangguan dan penurunan kemapuan dalam mengenali dirinya sendiri

(self recognition) akibat perubahan protein pascatranslasi atau mutase.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

6) Teori Stress

32
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan

tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

interbal,kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh Lelah terpakai.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

7) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk didalam bebas,tidak stabilnya radikal bebas

(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti

karbohidrat dan proton.Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat

regenerasi.Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas terbentuk dialam bebas

dan didalam tubuh manusia akibat adanya proses metabolisme didalam

mitokondria.Radikal bebas mernupakan sebuah molekul yang tidak berpasangan

sehingga dapat mengikat molekul lain yang akan menjadi penyebab kerusakan

fungsi sel dan perubhaan dalam tubuh.Ketika radikal bebas terbentuk dengan tidak

stabil ,akan terjadi oksidasi terhadap oksigen dan bahan-bahan organic seperti

karbohidrat dann protein sehingga sel-sel dalam tubuh sulit untuk

beregenerasi.Radikal bebas banyak terdapat pada zat pengawet makanan,asap

rokok,asap kendaraan bermotor,radiasi,serta sinar ultraviolet yang menjadi

penyebab penurunan kolagen pada lansia dann perubahan pigmen pada proses
(Widiyawati & Jerita, 2020)
menua.

8) Teori Rantai Silang

Sel-sel yang tua atau usang,reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang

kuat,khususnya jaraingan kolagen,ikatan ini menyebabkan kurangnya

elastis,kekacauan dan hilangnya fungsi.Teori rantai silang menerangkan bahwa

33
proses penuaan diakibatkan oleh lemak,protein,asam nukleat (Molekul Kolagen)

dan karbohidrat yang bereaksi dengan zat kimia maupun radiasi yang dapat

mengubah fungsi jaringan dalam tubuh.Perubahan tersebut akan menjadi enyebab

perubahan pada mebran plasma yang mengakibatkan terajdinya jaringan yang


(Widiyawati & Jerita, 2020)
kaku dan kurang elastis serta hilangnya fungsi.

Proses hilangnya elastisitas ini seringkali dihubungkan dengan adanya

perubhaan kimia pada komponen protein didalam jaringan.Terdapat beberapa

contoh perubahan seperti banyaknya kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit

yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadai tebal seiring bertambahnya

usia.Contoh ini dapat dikaitkand engan perubahan pada pembuluh darah yang

cenderung menyempit dan cenderung kehilangan elastisitasnya sehingga

pemompaan darah dari jantung menuju keseluruh tubuh menjadi berkurang dan

pada permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut,juga

terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal.


(Widiyawati & Jerita, 2020)

9) Teori Proeram

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah


(Widiyawati & Jerita, 2020)
setelah sel-sel tersebut mati.

B. KONSEP DEMENSIA

1. Pengertian Demensia

Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang mengakibatkan

perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi dengan orang lain.

34
Seringkali, memori jangka pendek, pikiran, kemampuan berbicara dan
(Kurniasih et al., 2021)
kemampuan motorik terpengaruh.

Menurut Joseph Gallow dalam (Abdillah, 2019) demensia adalah sindrom yang di

karakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual, melibatkan tidak

hanya kognitif namun juga bahasa, kemampuan visospasial, kepribadian, ingatan

(memori).

Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan adanya

kehilangan kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan(memori), namun

juga kognitif, bahasa,kemampuan visuospasial, dan kepribadian


(Mujahidullah, 2012)

Ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan demensia adalah suatu sindrom

penyakit dengan gejala-gejala yang mengakibatkan perubahan pada pasien dengan

kehilangan kapasitas intelektual,melibatkan tidak hanya kognitif namun juga

bahasa, kemampuan visospasial, kepribadian, ingatan (memori).

Demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal dan

bukan sesuatu yang pasti akan terjadi dalam kehidupan mendatang, demensia

dapat juga di sebabkan oleh bermacam-macam kelainan otak.

2. Klasifikasi Demensia

a. Demensia Degeneratif Primer (50-60%) Dikenal juga dengan nama demensia

tipe Alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah,

struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks.


(Mujahidullah, 2012)

35
b. Demensia Multi Infark (10-20%) Demensia ini merupakan jenis kedua

terbanyak setelah penyakit Alzheimer. Bisa di dapatkan sendiri atau dengan


(Mujahidullah, 2012)
demensia jenis lain.

c. Demensia Sindroma Amnestik dan “Pelupa Benigna akibat penuaan”(20-

30%) Pada kedua keadaan diatas, gejala utamanya adalah gangguan

memori(daya ingat), sedangkan pada demensia terdapat gangguan pada fungsi


(Mujahidulllah, 2012)
intelektual yang lain.

3. Etiologi Demensia

Menurut (Mujahidullah, 2012) Keadaan yang secara potensial reversible/bisa

dihentikan:

a. Intoksikasi (obat, termasuk alkohol, dan lain lain)

b. Infeksi susunan saraf pusat

c. Gangguan metabolic

d. Gangguan nutrisi

e. Gangguan vaskuler(demensia multi infark, dan lain-lain)

Penyakit degenerative progresif:

a. Tanpa gejala neurologic lain:

1) Penyakit Alzheimer

2) Penyakit pick

b. Dengan gangguan neurologic progresif:

1) Penyakit Parkinson

2) Penyakit hungtington

3) Kelumpuhan supranuklear progresif

36
4) Penyakit degenerative lain yang jarang didapat

Penyebab demensia yang reversible sangat penting untuk diketahui, karena

dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari

yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah disebut suatu

“jembatan keledai” sebagai berikut: Drug (obat-obatan), Emotional (gangguan

emosi, missal depresi, dan lain-lain, Metabolik (endokrin), Eye and Ear (disfungsi

mata dan telinga), Nutrition, Tumor and trauma, Infection,

Arterosclerotic( komplikasi penyakit aterosklerosis, missal infark miokard, gagal


(Mujahidullah, 2012)
jantung, dan lain-lain) dan alkohol

4. Subtipe Demensia

a) Demensia tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit neurodegeneratif

yang tersering ditemukan (60-80%).Karateristik klinik berupa berupa penurunan

progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain. Gangguan motorik tidak

ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit. Gangguan perilaku dan

ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian menyusul gangguan memori

episodik mendukung diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama

lansia (>65 tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda.

Diagnosis klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)

walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan

adanya plak neuritik (deposit βamiloid40 dan β-amiloid42) serta neurofibrilary

tangle (hypertphosphorylated protein tau). Saat ini terdapat kecenderungan

melibatkan pemeriksaan biomarka neuroimaging (MRI struktural dan fungsional)

37
dan cairan otak (β-amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

b) Demensia vaskuler

Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang

memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan sampai

demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler. Demensia Vaskuler

adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk infark

tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke perdarahan,

gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe campuran (PA dan

stroke / lesi vaskuler) Faktor risiko mayor kardiovaskuler berhubungan dengan

kejadian ateroskerosis dan DV. Faktor risiko vaskuler ini juga memacu terjadinya

stroke akut yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya DV.CADASIL

(cerebral autosomal dominant arteriopathy 4 with subcortical infarcts and

leucoensefalopathy), adalah bentuk small vessel disease usia dini dengan lesi

iskemik luas white matter dan stroke lakuner yang bersifat herediter.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indones

c) Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson

Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering

ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria

demensia ini.Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi kognisi,

halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal perjalanan penyakit

orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung diagnosis berupa kejadian

jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi dan atau

38
halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih temuan

patologi antara DLB dan PA.Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung

mengalami gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial sedangkan performa

memori verbalnya relatif baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai

memori verbal. Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia

yang juga sering ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding

populasi umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP.

Pada DLB, awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun

sedangkan pada DPP gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum


(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)
demensia (10-15 tahun).

d) Demensia Frontotemporal

Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia

Lobus Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset

dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun.

Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada

observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3

tahun pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan

simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,

hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan

memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.Pada pemeriksaan

CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior temporal dan hipoperfusi

frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET. Dua jenis DLFT lain yaitu

Demensia Semantik (DS) dan Primary Non-Fluent Aphasia (PNFA), dimana

39
gambaran disfungsi bahasa adalah dominan disertai gangguan perilaku lainnya.

Kejadian DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-masing adalah 40% dan

kejadian PNFA sebanyak 20% dari total DLFT.


(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

e) Demensia campuran

Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar 24-28%

orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi.Pada umumnya pasien

demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih

sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan

50% orang dengan DLB memiliki patologi PA.


(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

5. Manifestasi Klinis Demensia

Menurut (Mujahidullah, 2012) Garis besar manifestasi klinisnya adalah sebagai

berikut:

a. Perjalanan penyakit betahap

b. Tidak terdapat gangguan kesadaran

1) Stadium awal

Gejala stadium awal sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau

sebagai bagian normal dari proses otak menua oleh anggota keluarga, dan orang

terdekat penyandang demensia. Karena proses berjalan sangat lambat, sulit sekali

untuk menentukan kapan proses ini dimulai. Gejala yang ditunjukan sebagi

berikut:

 Kesulitan dalam berbahasa

40
 Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna

 Disorientasi waktu dan tempat

 Sering tersesat ditempat yang biasa dikenal

 Kesulitan membuat keputusan

 Kehilangan minat dalam hobi dan aktivitas

2) Stadium menengah

Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini,

klien mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan

menunjukkan gejala sebagai berikut:

a) Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang.

b) Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah.

c) Sangat bergantung pada orang lain.

d) Semakin sulit bicara.

e) Terjadi perubahan perilaku.

f) Sering tersesat, walaupun jalan tersebut telah dikenal (tersesat dirumah

sendiri).

3) Stadium lanjut Pada stadium ini, terjadi:

a) Ketidakmandirian dan inaktif yang total

b) Tidak mengenali lagi anggota keluarga(disorientasi personal).

c) Sukar memahami dan menilai peristiwa

d) Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri

e) Kesulitan berjalan

f) Mengalami inkontinesia(berkemih atau defekasi)

41
g) Akhirnya bergantung pada kursi roda/tempat tidur.

6. Faktor-faktor Resiko Demensia

 Usia

Dapat dipahami jika angka kejadian demensia meningkat sesuai dengan

pertambahan usia; peningkatannya sekitar dua kali lipat setiap pertambahan usia 5

tahun.Pada 14 Studi EURODEM dari 8 negara Eropa menghasilkan prevalensi

demensia mulai dari 0.4% pada pria dan perempuan usia 60- 64 tahun sampai

22.1% pada pria dan 30.8% pada wanita berusia lebih dari 90 tahun.
(Wreksoatmodjo, 2014)

 Gender

Tidak terdapat perbedaan insidensi demensia akibat semua penyebab antara laki-

laki dan perempuan.Beberapa studi besar tidak menemukan perbedaan insiden

demensia Alzheimer maupun demensia vaskuler di kalangan laki-laki dan

perempuan.Meskipun demikian, dua meta analisis menyimpulkan bahwa

perempuan lebih cenderung menderita demensia Alzheimer, khususnya di usia

sangat lanjut. Asosiasi ini menetap sekalipun dikoreksi mengingat perempuan

mempunyai harapan hidup lebih panjang.12,Sebaliknya laki-laki cenderung lebih

berisiko menderita demensia vaskuler dibandingkan perempuan, terutama di usia

lebih muda.Hal ini dapat karena ada faktor risiko seperti penyakit kardiovaskuler
(Wreksoatmodjo, 2014)
yang lebih sering dijumpai di kalangan laki-laki.

42
 Genetik

Penyakit Alzheimer (AD) merupakan penyakit genetis heterogen; dikaitkan

dengan satu susceptibility (risk) gene dan tiga determinative (disease)

genes.Susceptibility (risk) gene yang diketahui ialah alel apolipoprotein Eε4

(APOE ε4) di khromosom 19 pada q13.2.meskipun adanya alel tersebut di

individu asimtomatik tidak memprediksi AD di kemudian hari.Ada satu jenis

penyakit Alzheimer early-onset yang sangat jarang; jenis yang diturunkan secara

autosomal dominan ini dikaitkan dengan mutasi di khromosom 1 (gen presenilin 2

–PS2) atau di khromosom 14 (gen presenilin 1 – PS1), atau lebih jarang lagi, di
(Wreksoatmodjo, 2014)
khromosom 21.

 Status Kesehatan (Hipertensi,Diabetes Melitus,Aritmi Jantung,dsb)

1) Hipertensi atau Tekanan darah tinggi di usia pertengahan dikaitkan dengan

mild cognitive impairment dan peningkatan risiko demensia sebaliknya

hipertensi di usia lanjut diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia.Selain

itu telah diamati bahwa tekanan darah mulai turun sekitar 3 tahun sebelum

demensia didiagnosis dan terus menurun pada penderita AD.Dari data ini bisa

ditafsirkan bahwa tekanan darah tinggi di usia pertengahan meningkatkan

risiko demensia di kemudian hari, sedangkan rendahnya tekanan darah di usia

lanjut dikaitkan dengan proses penuaan dan neuropatologi yang

menyertainya.Perbedaan risiko tersebut dapat karena tingginya tekanan sistolik

di usia pertengahan akan meningkatkan risiko aterosklerosis,meningkatkan

jumlah lesi iskemik substansia alba,juga meningkatkan jumlah plak neuritik

dan tangles di neokorteks dan hipokampus serta meningkatkan atrofi

43
hipokampus dan amigdala.Masing-masing kelainan tersebut dapat berpengaruh

negatif terhadap fungsi kognitif. Sebaliknya, rendahnya tekanan darah dapat

diasosiasikan dengan peningkatan risiko gangguan kognitif dan demensia

karena perubahan neurodegeneratif akibat hipoperfusi otak.


(Wreksoatmodjo, 2014)

2) Diabetes melitus di usia pertengahan meningkatkan risiko mild cognitive

impairment,semua jenis demensia dan demensia vaskuler,meskipun penemuan

Curb dkk (1999) tidak menyokong.Studi kasus-kontrol menunjukkan bahwa

peningkatan risiko dipengaruhi oleh onset yang lebih dini, lama dan beratnya

diabetes.Manfaat kontrol gula darah terhadap risiko demensia masih belum

dapat dipastikan. Studi observasional mendapatkan para diabetik yang diobati

lebih sedikit yang turun fungsi kognitifnya dibandingkan dengan yang tidak

diobati.Mekanisme hubungan diabetes melitus dengan demensia belum

diketahui pasti; agaknya melibatkan beberapa proses yang saling berkaitan:

proses vaskular, metabolik dan proses oksidatif/inflamasi.Diabetes

menyebabkan gangguan sistem pembuluh darah, termasuk di otak; gangguan

ini bisa menyebabkan iskemi menghasilkan lesi subkortikal di substansia alba,

silent infarcts, dan atrofi yang pada MRI terlihat lebih sering dan berat di

kalangan penderita diabetes.Diabetes lebih dikaitkan dengan risiko demensia

vaskuler dibandingkan dengan demensia Alzheimer.55 Metabolisme Abeta56

dan tau-protein57 yang membentuk plak dan kekusutan neuron di otak juga
(Wreksoatmodjo, 2014)
dapat dipengaruhi oleh kadar insulin.

44
3) Aritmi Jantung Kejadian fi brilasi atrium dikaitkan dengan gangguan fungsi

kognitif maupun demensia, terutama di kalangan perempuan dan usia <75

Tahun,fibrilasi atrium permanen pada usia lanjut dikaitkan dengan nilai MMSE

yang lebih rendah ,mungkin disebabkan oleh lesi iskemik akibat

mikroemboli,tetapi fibrilasi atrium sering disertai dengan payah jantung yang

menurunkan cardiac output dan penyakit lain seperti diabetes melitus yang juga
(Wreksoatmodjo, 2014)
merupakan factor resiko gangguan kognitif.

 Nutrisi

1) Mikronutrien : Vitamin B6, B12 dan asam folat dapat mengurangi risiko

gangguan kognitif dan demensia karena mengurangi peningkatan kadar

homosistein plasma, homosistein diketahui dapat menyebabkan perubahan

patologi melalui mekanisme vaskuler dan neurotoksik langsung.Suplementasi

B12 hanya menguntungkan kalangan defisiensi B12, yang lebih sering

ditemukan di kelompok lanjut usia karena gangguan absorbsi akibat kondisi

gastrik dan masalah pencernaan lain.Tetapi Kwok dkk (2008) mendapatkan

bahwa suplementasi B12 selama 10 bulan tidak memperbaiki fungsi kognitif di

kalangan demensia yang defisiensi B12. Mengingat radikal bebas dan

kerusakan oksidatif juga diduga berperan pada kelainan otak yang

berhubungan dengan usia,asupan antioksidan (misalnya vitamin C dan E)

diharapkan bisa mengurangi risiko gangguan kognitif dan demensia; tetapi

laporannya masih saling bertentangan. Vitamin C dan E dari diet dan suplemen

diasosiasikan dengan penurunan risiko AD.konsumsi buah dan sayuran di usia

pertengahan juga menurunkan risiko AD dan demensia.Tetapi ada studi yang

45
tidak menemukan asosiasi antara penggunaan zat antioksidan di usia

pertengahan maupun di usia lanjut dengan kejadian demensia. Asupan lebih

tinggi polifenol dari sari buah dan sayuran dan flavonoid dari buah, sayuran,

anggur merah dan teh diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia dan

Alzheimer. Coklat dan kakao juga mengandung flavonoid tinggi telah terbukti

memperbaiki kesehatan kardiovaskuler melalui mekanisme menurunkan

tekanan darah,meningkatkan sensitivitas insulin,menurunkan LDL dan

kolesterol,menurunkan reaktivitas platelet,memperbaiki fungsi endotel dan

menurunkan inflamasi yang potensiil mempengaruhi kesehatan otak dan fungsi

kognitif. Mekanisme perlindungan antioksidan terhadap penurunan kognitif

dan demensia dapat berupa: meningkatkan cadangan otak,mengurangi kejadian

penyakit serebrovaskuler,mengurangi stres oksidatif dan infl amasi yang

berkontribusi pada proses penuaan dan proses patologi yang dikaitkan dengan
(Wreksoatmodjo, 2014)
demensia.

2) Makronutrien yang dikaitkan dengan demensia ialah lemak. Ada asosiasi

antara asupan lemak di usia pertengahan berasal dari olesan roti dan susu

dengan risiko demensia dan Alzheimer (AD) 21 tahun kemudian asupan

moderat (dibandingkan dengan asupan rendah) lemak total dan lemak takjenuh

(misal mentega, margarin) diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia

dan AD, sedangkan asupan moderat lemak jenuh dari olesan roti diasosiasikan

dengan peningkatan risiko.Orang yang mengkonsumsi ikan sedikitnya 1

kali/minggu 60% lebih kurang berisiko menderita Alzheimer dibandingkan

dengan mereka yang tak pernah/jarang mengkonsumsi ikan.Satu studi acak

46
terkontrol atas pengaruh minyak ikan (sumber asam lemak tak jenuh termasuk

EPA dan DHA) terhadap fungsi kognitif tidak menghasilkan efek pada usia

lanjut, tetapi ada sedikit efek untuk beberapa aspek atensi di antara APOEe4

carrier dan pria.Peranan lemak pada fungsi kognitif dan demensia diduga

melalui kolesterol, sedangkan studi di tikus menunjukkan kemungkinan

peranannya dalam deposisi amiloid.Konsumsi kafein lebih tinggi dilaporkan

mengurangi risiko penurunan kognitif di kalangan perempuan, menurunkan

risiko demensia; juga dikaitkan dengan penurunan risiko demensia Alzheimer

pada studi retrospektif yang mengukur konsumsi kafein selama 20 tahun

sebelum penilaian. Efek menguntungkan kafein mungkin melalui mekanisme

penurunan produksi Abeta110 atau dengan meningkatkan kadar protein otak

yang penting dalam proses mengingat dan belajar seperti BDNF.


(Wreksoatmodjo, 2014)

 Gaya Hidup (Merokok dan alcohol)

1) Merokok

Studi awal hubungan merokok dengan risiko demensia menunjukkan efek

protektif, tetapi studi longitudinal mendapatkan bahwa efek tersebut

disebabkan oleh survivor bias- lebih sedikit kalangan perokok yang mencapai

usia berisiko demensia. Pada studi atas pria Jepang-Amerika, risiko gangguan

kognitif lebih besar di kalangan perokok dan mantan perokok dibandingkan

dengan yang tak pernah merokok,dan risiko AD lebih besar di kalangan

perokok sedang dan berat dibandingkan dengan perokok ringan.Metaanalisis

asosiasi merokok dengan demensia dan penurunan kognitif di studi prospektif

47
lain menunjukkan bahwa perokok aktif meningkat risiko demensia dan

penurunan kognitifnya dibandingkan dengan yang tak pernah merokok;

perbedaan risiko tidak pernah merokok dan mantan perokok masih belum jelas

karena masalah variasi di antara studi.Asupan nikotin – zat adiktif utama dalam

rokok – dapat menguntungkan fungsi kognitif, terutama atensi, belajar dan

daya ingat (memori) dengan memfasilitasi pelepasan asetilkholin, glutamat,

dopamin, norepinefrin, serotonin dan GABA,tetapi terpapar asap tembakau

jangka panjang terbukti meningkatkan risiko gangguan kognitif dan demensia

di kemudian hari, termasuk peningkatan infark otak silent, intensitas massa

alba, kematian neuron dan atrofi subkortikal. Merokok juga menurunkan kadar

antioksidan penangkap radikal bebas dalam sirkulasi, meningkatkan respons

infl amasi dan mengarah ke aterosklerosis yang mempengaruhi permeabilitas

sawar darah-otak, aliran darah otak dan metabolisme otak.Merokok juga

langsung mempengaruhi patologi demensia dengan meningkatkan jumlah plak.


(Wreksoatmodjo, 2014)

2) Alkohol

Kebanyakan studi terdahulu terpusat pada efek negatif konsumsi alkohol

berlebihan; tetapi konsumsi alkohol ringan dan moderat – dibandingkan

dengan abstinensi dan konsumsi alkohol berat – dapat menguntungkan

kesehatan kognitif, termasuk lebih kecilnya penurunan beberapa domain

kognitif.Suatu meta analisis atas asosiasi prospektif penggunaan alkohol

dengan penurunan kognitif dan demensia (termasuk Alzheimer dan demensia

vaskuler) menyimpulkan bahwa konsumsi ringan sampai moderat

48
diasosiasikan dengan penurunan risiko demensia; risiko demensia vaskuler dan

penurunan kognitif juga menurun tetapi tidak bermakna.Studi konsumsi

alkohol di usia pertengahan juga menunjukkan efek protektif konsumsi alkohol

moderat. Lebih lanjut, ditemukan hubungan U-shape dan modifi kasi efek oleh

ApoEe4 alel di populasi Finlandia selama 23 tahun follow up.Mehlig dkk

(2008) melaporkan bahwa konsumsi anggur (wine) yang lebih sering, tetapi

bukan spirit dan bir, di usia pertengahan dikaitkan dengan insiden demensia

yang lebih rendah 34 tahun kemudian di kalangan perempuan Swedia. Studi ini

dan lainnya mendapatkan bahwa keuntungan konsumsi alkohol moderat lebih

besar atau terbatas di kalangan perempuan, tetapi studi lain tidak menemukan

hal tersebut.Berlawanan dengan efek buruknya pada pemakaian akut dan

kronis, konsumsi alkohol moderat agaknya menguntungkan kesehatan.

Mekanismenya mungkin melalui penurunan beberapa faktor risiko

kardiovaskuler seperti meningkatkan HDL kolesterol, memperbaiki sensitivitas

insulin dan menurunkan reaksi infl amasi, tekanan darah, faktor pembekuan

darah, homosistein plasma, hiperintensitas massa alba dan infark subklinis.

Mekanisme potensial lainnya termasuk meningkatnya pergaulan sosial yang

dapat meningkatkan cadangan otak, efek antioksidan dan flavonoid

antiamiloidogenik yang terkandung dalam anggur merah dan upregulasi


(Wreksoatmodjo, 2014)
asetilkholin hipokampus.

 Trauma

49
Trauma kepala secara langsung mencederai struktur dan fungsi otak, dan dapat

mengakibatkan gangguan kesadaran, kognitif dan tingkah laku.Studi kohort

mendapatkan bukti kuat bahwa riwayat cedera kepala meningkatkan risiko

penurunan fungsi kognitif,risiko demensia dan AD sesuai dengan beratnya

cedera.Riwayat cedera kepala disertai kesadaran menurun meningkatkan risiko

AD 10 kali lipat, sedangkan jika tanpa penurunan kesadaran risikonya 3 kali

lipat;selain itu mulatimbul Alzheimer lebih dini jika ada riwayat hilang kesadaran

lebih dari 5 menit.Sebuah studi kasus kontrol juga menunjukkan risiko Alzheimer

meningkat dalam 10 tahun pertama setelah cedera kepala.Mekanismenya

dianggap melalui kerusakan sawar darah-otak, peningkatan stres oksidatif dan


(Wreksoatmodjo, 2014)
hilangnya neuron.

 Obesitas

Mengingat obesitas erat hubungannya dengan hipertensi, kolesterol tinggi, dan

diabetes melitus, beberapa studi mencoba mencari hubungannya dengan

demensia. Hasilnya tidak konsisten - studi pada kelompok usia pertengahan

umumnya menunjukkan peningkatan risiko;sebaliknya, studi di usia lanjut

menunjukkan penurunan risiko AD.Mungkin ada situasi lain dengan asosiasi

nonlinear – adipositas di usia pertengahan meningkatkan risiko, kemudian

terdapat perubahan patofi siologi berkaitan dengan demensia yang (juga)

menurunkan indeks massa tubuh. Mekanisme yang paling jelas ialah melalui

peningkatan risiko hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemi;tetapi perbaikan

factor-faktor tersebut ternyata tidak mengurangi asiosiasinya,menandakan

50
kemungkinan obesitas secara independen berisiko demensia. Mekanismenya bisa

akibat efek jaringan adiposa yang mensekresi beberapa sitokin, hormon dan faktor

pertumbuhan yang menembus sawar darah otak mengingat jaringan adiposa

diketahui merupakan jaringan endokrin aktif. Disregulasi hormon leptin

bersamaan dengan proses penuaan dapat secara langsung mempengaruhi

degenerasi Alzheimer dengan meningkatkan deposisi Abeta di jaringan otak.


(Wreksoatmodjo, 2014)

C. KONSEP OBESITAS

1. Pengertian Obesitas

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat

ketidakseimbanganasupan energi (energi intake) dengan energi yang digunakan


(Sulistyowati et al., 2015).
(energi expenditure) dalam waktu lama

Obesitas adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya

penimbunan secara berlebihan jaringan lemak dalam tubuh. Hal ini dapat

terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi
(Saraswati et al., 2021)
yang keluar.

Dari kedua Pengertian diatas disimpulkan bahwa obesitas adalah

penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan antara energi yang

masuk dengan energi yang keluar

51
2. Penentuan Obesitas

Penentuan obesitas ditegakkan berdasarkan anamnesis (wawancara), pemeriksaan

antropometri, dan deteksi dini komorbiditas yang dibuktikan dengan pemeriksaan

penunjang terkait.

a) Melakukan penilaian secara visual dan anamnesis

Anamnesis (wawancara) terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang

dapat membantu menentukan apakah seseorang mengalami atau berisiko obesitas:

1) Adanya keluhan seperti mendengkur (snoring) dan nyeri pinggul

2) Gaya hidupyaitu pola/kebiasaan makan dan aktivitas fisik (baik di rumah,

sekolah, kantor, transportasi ke tempat kerja, waktu luang)

3) Riwayat keluarga yaitu orang tua dengan kelebihan berat badan dan obesitas.

4) Riwayat mengonsumsi obat-obatan seperti obat untuk menggemukkan badan,

terapi hormonal tertentu, steroid, dll.

5) Riwayat sosial/psikologis misalnya stres.

6) Riwayat berat badan sebelumnya.

(Sulistyowati et al., 2015)

b) Pemeriksaan Antropometri

Antropometri berasal dari bahasa yunani,,yaitu anthropos yang berarti

manusia ,dan metric berarti ukuran ,jadi antropometri adalah ukuran tubuh

manusia.Secara definisi anthropometric (antropometri) adalah studi yang

mempelajari tentang ukuran tubuh manusia.Antropometri dalam ilmu gizi

dikaitkan dengan proses pertumbuhan tubuh manusia.Ukuran tubuh manusia akan

berubah seiring bertambahnya umur,pertumbuhan yang yang baik akan

52
menghasilkan berat dan tinggi yang optimal.Beberapa contoh jenis ukuran

antropometri yang sering digunakan untuk menilali status gizi diantaranya berat

badan dan tinggi badan.Indeks massa tubuh ?IMT dikenal sebagai indeks skeletal

merupakan antropometri untuk menilai massa tubuh yang terdiri dari tulang,otot

dan lemak.IMT merupakan cara yang sederhana untuk menilai status gizi orang

dewasa (usia 18 tahun keatas),khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan

kelebihan berat badan.IMT tidak dapat diterapkan pada kelompok umur yang

masih tumbuh seperti bayi,anak,remaja dan kelompok khusus ibu hamil dan

olahragawan dan juga bagi penderita penyakit seperti oedema ,asites dan

hepatomegali.Pengukuran Indeks Massa Tubuh atau IMT adalah Pengukuran

berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT yang
(Sulistyowati et al., 2015)
nantinya digunakan dalam menentukan derajat obesitas.

Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur IMT adalah sebgai berikut :

Berat Badan(Kg)
Indeks Massa Tubuh =
Tinggi Badan ( m ) xTinggi Badan(m)
2.1 Tabel perhitungan indeks massa tubuh (IMT)

Sumber : (KEMENKES RI, 2015)

53
Kategori IMT (Kg/m2)

Berat badan kurang (kurus) <18,5

Berat badan normal 18,5-24,9

Kelebihan berat badan 25-29,9

(kegemukan)

Obesitas tingkat I 30-34,9

Obesitas tingkat II 35-39,9

Obesitas tingkat III >40

Tabel 2.2 Tabel klasifikasi nilai obesitas berdasarkan IMT

Sumber : (KEMENKES RI, 2022)

Pengukuran IMT ini tidak dapat dilakukan pada orang hamil, binaragawan,
(Sulistyowati et al., 2015)
edema, dan ascites.

c) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilaksanakan adalah pemeriksaan tekanan darah dan

denyut nadi. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mengetahui adanya kondisi medis

lain yang menyertai obesitas, sedangkan pemeriksaan tekanan darah untuk

mengetahui adanya hipertensi, dan pemeriksaan denyut nadi untuk mengetahui


(Sulistyowati et al., 2015)
ada tidaknya aritmia (gangguan irama jantung).

d) Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan untuk penentuan obesitas

adalah analisis komposisi tubuh. Untuk analisis ini memerlukan alat khusus
(Sulistyowati et al., 2015)
yaitu body composititon analyzer.

54
2) Untuk melihat komorbiditas penyakit yang disebabkan oleh obesitas

dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan glukosa

darah puasa, kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida,


(Sulistyowati et al., 2015)
SGOT, SGPT, asam urat, dan HbA1c

3. Etiologi

a) Faktor Genetik

Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya.

Menurut penelitian, anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan

normal ternyata mempunyai 10% risiko obesitas. Bila salah satu orang tuanya

menderita obesitas, maka peluang itu meningkat menjadi 40–50%. Dan bila

kedua orang tuanya menderita obesitas maka peluang faktor keturunan menjadi

70–80% (Purwati, 2001). Berdasarkan penelitian Nugraha 2010, pencetus

obesitas dari faktor genetik 30%, namun demikian faktor keturunan sebenarnya
(Sulistyowati et al., 2015)
belum terlalu jelas sebagai penyebab obesitas.

b) Faktor lingkungan

1) Pola makan mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan

makanan. Jumlah asupan energi yang berlebih secara kronis akan

menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas. Jenis makanan dengan

kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak, gula, serta kurang

mengandung serat) turut menyebabkan ketidakseimbangan energi (Gibney,

2009). Jadwal makan yang tidak teratur, tidak sarapan, dan suka mengemil

sangat berhubungan dengan kejadian obesitas. Teknik pengolahan makanan

55
dengan menggunakan minyak yang banyak, santan kental, dan banyak gula
(Sulistyowati et al., 2015)
berisiko terhadap peningkatan asupan energi.

2) Pola Aktivitas Fisik, pola aktivitas fisik sedentary (kurang gerak) menyebabkan

energi yang dikeluarkan tidak maksimal sehingga meningkatkan risiko

obesitas. Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara

lain adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang

menyebabkan aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan

teknologi diberbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk

menjalani kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini

menjadikan jumlah penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas


(Sulistyowati et al., 2015)
menjadi semakin banyak

c) Faktor Obat-obatan dan Hormonal

1) Obat-obatan

Obat-obatan jenis steroid yang sering digunakan dalam jangka waktu

yang lama untuk terapi asma, osteoartritis dan alergi dapat menyebabkan

nafsu makan yang meningkat sehingga meningkatkan risiko obesitas.

Obat-obatan yang mengandung hormon untuk meningkatkan kesuburan

dan sebagai alat kontrasepsi berisiko menyebabkan penumpukan lemak

dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan obesitas


(Sulistyowati et al., 2015)

2) Hormonal.

Hormonal yang berperan dalam kejadian obesitas antara lain adalah

hormon leptin, ghrelin, tiroid, insulin dan estrogen. Hormon leptin yang

56
dihasilkan oleh sel lemak berfungsi sebagai pemberi sinyal berhenti

makan. Leptin tidak berfungsi pada resistensi insulin walaupun kadar

leptinnya tinggi. Kurang tidur juga meningkatkan kadar kortisol yang

berdampak pada resistensi leptin sehingga sulit untuk berhenti makan.

Hormon leptin mempunyai peran dalam mengontrol nafsu makan. Jika

jumlahnya rendah maka seseorang sulit merasakan kenyang sehingga

keinginan makan menjadi lebih. Hormon ghrelin mempunyai peran

meningkatkan nafsu makan. Jika jumlahnya tinggi maka seseorang

mempunyai nafsu makan yang meningkat. Hormon estrogen mempunyai

peran dalam metabolisme energi, jika jumlah estrogen berkurang

terutama pada wanita menopause maka akan mengalami penurunan

metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk


(Sulistyowati et al., 2015)
meningkat berat badannya

Hormon insulin bersifat anabolik dan menfasilitasi masuknya glukosa

dalam sel otot dan lemak. Jika asupan tinggi karbohidrat maupun lemak

(densitas energi tinggi) akan menstimulasi insulin sehingga memfasilitasi

energi tinggi tersebut menjadi lemak terutama lemak visceral. Dengan

membesarnya sel lemak visceral, akan meningkatkan derajat peradangan

(chronic low grade inflamation), yang berdampak pada resistensi


(Sulistyowati et al., 2015)
insulin

57
D. Hubungan Obesitas dengan Risiko Demensia

Menurut penelitian (Ma et al., 2020) bahwa kelebihan berat badan atau

obesitas dikaitkan dengan tingkat kejadian demensia yang lebih tinggi,Peneliti

menemukan kejadian demensia yang lebih tinggi terlebih pada lansia wanita

dengan obesitas.

Patofisiologi yang mendasari kejadian demensia pada individu obesitas

belum jelas terungkap.Penelitian menunjukan bahwa kelebihan berat badan atau

obesitas dikaitkan dengan tingkat risiko kejadian demensia yang lebih tinggi,

Penelitian lain menyebutkan banyak faktor yang menghubungkan antara obesitas

dengan risiko demensia di antaranya termasuk kondisi komorbid yang timbul dari

obesitas seperti resistensi insulin diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular

yang memiliki konsekuensi negatif pada otak. BMI yang tinggi meningkatkan

risiko demensia karena senyawa hormonal bioaktif yang disekresikan oleh


(Anjum et al., 2018)
jaringan adiposa.

Mekanisme potensial yang menghubungkan obesitas dengan penyakit


demensia yang ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif meliputi
hyperinsulinemia,advanced glycosylation products,hormon turunan adiposity
(Adipokin dan Cytokines),dan pengaruh lemak pada resiko penyakit vascular dan
serebrovaskular. (Luchsinger & Gustafson, 2009)
a) Hiperinsulinemia
Salah satu konsekuensi utama dari obesitas adalah resitensi insulin dan
hyperinsulinemia.Insulin dapat melewati sawar darah dari perifer ke system
saraf pusat dan bersaing dengan Aß(Amyloid ß) untuk enzim penurun insulin
( Insulin Degrading Enzyme) dalam otak,termasuk pada hippocampus.Insulin
juga diproduksi dalam otak ,dan mungkin memiliki efek yang bermanfaat

58
pada pembersihan amyloid.Hiperinsulinemia perifer dapat menghambat
produksi insulin otak yang akan mengganggu pembersihan amyloid dan
tingginya resiko penyakit demensia (Luchsinger & Gustafson, 2009)
b) Advanced glycosylation end products (AGEs)
AGEs merupakan hasil dari terganggunya toleransi glukosa dan
diabetes ,yang mana sering mendampingi atau mengikuti tingginya lemak dan
bertanggung jawab terhadap kerusakan akhir organ.AGEs dapat diidentifikasi
secara immunohistochemically dalam plak senile dan kekusutan neurofibrialis
sebagai penanda utama dari penyakit demensia.Selanjutnya ,reseptor AGEs
telah ditemukan pada permukaan spesifik reseptor untuk Amyloid ß .Sehingga
secara potensial memfasilitasi keruakan neuron.
(Luchsinger & Gustafson, 2009)

c) Adipokin dan Cytokines


Jaringan lemak aktif menghasilkan rangkaian substansi yang penting dalam
peran metabolisme (adipokin),dan proses inflamasi (cytokines).Adipokin
meliputi adiponectin,leptin,dan resistin dan cytokines yang meliputi Tumor
Necrosis factor-α dan interleukin-6 (IL-6).Semuanya berhubungan dengan
resistensi insulin dan hyperinsulinemia
(Luchsinger & Gustafson, 2009)
.Peran cytokine seperti IL-6 berhubungan dengan penurunan kognitif
dan meningkatkan risiko demensia yang berpengaruh secara langsung
terhadap pembuluh darah atau dapat melewati sawar darah otak dan
mengganggu homeostatis dalam otak dimana individu dengan obesitas
memiliki level cytokine lebih tinggi daripada individu dengan berat normal

d) Faktor risiko vascular dan penyakit serebrovaskular


Penyakit serebrovaskuler dan stroke berhubungan dengan tingginya risiko
dari penyakit Alzheimer.Belum jelas bagaimana aksi langsung penyakit
serebrovaskuler pada amyloid.Penyakit serebrovaskuler mungkin
menyebabkan kerusakan otak sebagai tambahan dalam toksisitas neuro
amyloid.Obesitas ,hyperinsulinemia,dan diabetes serta factor risiko vascular
seperti hipertensi dan dyslipidemia berhubungan dengan tingginya risiko

59
penyakit serebrovaskuler.Oleh karena itu,obesitas mungkin mempengaruhi
penurunan fungsi kognitif secara tidak langsung melalui factor risiko vascular
dan penyakit serebrovaskuler (Luchsinger & Gustafson, 2009)

E. Kerangka Teori

Populasi Masyarakat

Lansia Bayi,anak,remaja,dewasa
Tanda & gejala :
 Kesulitan dalam berbahasa
Resiko Kejadian Demensia  Mengalami kemunduran
Karakteristik :
daya ingat secara bermakna
Usia,Jenis Kelamin
 Disorientasi waktu dan
tempat
Faktor Risiko :  Sering tersesat ditempat
yang biasa dikenal
 Usia  Kesulitan membuat
Obesitas
 Gender keputusan
 Genetik  Kehilangan minat dalam
hobi dan aktivitas
 Status Kesehatan
Formulir isian berat badan,tinggi badan,dan hasil
 Nutrisi
perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
 Gaya Hidup
 Trauma
 Obesitas
YA, OBESITAS TIDAK, OBESITAS
KUESIONER Mini Mental State
IMT ≤29
IMT ≥29 Examination (MMSE)
Terdiri dari 11 pertanyaan
dengan Aspek;

1. Atensi dan konsentrasi TIDAK YA,Berisik


Menghambat produksi 2. Orientasi Berisiko o hasil
insulin otak 3. Bahasa hasil skor skor
4. Memori MMSE : MMSE :
5. Visuospasial 24-30 <24
6. Fungsi eksekutif
7. Kalkulasi

Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Blondell (2014),FRICK ET AL (2009),Heather et al (2012),Kawamura et al (2012),Luchsinger et al

(2009),Novak & Ilhab (2010),Pinilla & Charles (2013),Wu et al (2011),Yao et al (2009).

60
F. KERANGKA KONSEP

Penelitian ini mengkaji dua variable yang terdiri dari satu variable bebas

(independent) yakni obesitas serta satu variable terikat (dependent) yakni Risiko

demensia pada lansia.Hubungan antara variable bebas dan terikat digambarkan

dalam kerangka konsep dibawah ini .

Variabel Independen Variabel Dependen

OBESITAS RISIKO DEMENSIA

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian tentang hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut usia di

RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

G. HIPOTESIS

Ho : Tidak Ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada

lanjut usia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

Ha : Ada hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut

usia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi

61
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi analitik kuantitatif dengan

menggunakan metode cross sectional.Penelitian ini dilakukan pada bulan juni

hingga September tahun 2023 di wilayah RT 01-03 RW 07 Kelurahan

margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi.Alasan peneliti memilih di

wilayah di RT 01 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara

sebagai lokasi penelitian karena terdapat banyak jumlah lansia dengan obesitas

yang tidak mengetahui dampak obesitas terhadap fungsi kognitif seperti

demensia,lokasi yang terjangkau dan belum pernah dilakukan penelitian tentang

hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lanjut usia di tempat

tersebut.

B. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek

yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
(Siyoto & Sodik, 2015).
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh lanjut usia yang berada di RT 01-03

62
RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara kota Bekasi berjumlah

152 lansia.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasinya, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut
(Siyoto & Sodik, 2015)
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya .

Pada penelitian ini, sampel yang diambil dari populasi menggunakan purposive

sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan data dengan


(Siyoto & Sodik, 2015)
pertimbangan tertentu .Kriteria yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu laki-laki dan perempuan berusia ≥60 tahun dengan obesitas

dan tanpa penyakit kronik di RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Bekasi

pada bulan Mei 2023 didapatkan jumlah sampel lanjut usia dengan obesitas dan

tanpa penyakit kronik sebanyak 35 lansia.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya

Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi pada Bulan juni-September Tahun 2023.

D. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian Variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat

(Dependent Variable) pada penelitian ini ditentukan sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

63
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang

menjadi variabel bebas adalah Obesitas

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

terikat adalah Risiko Kejadian Demensia.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala

Operasional Ukur

1 Karakteris Nilai yang di Melakukan observasi -kartu identitas -usia dalam tahun nominal

tik diambil dan wawancara serta responden -jenis kelamin dalam

responden berdasarkan melihat kartu identitas perempuan dan laki-

(usia dan usia dan jenis responden laki

jenis kelamin

kelamin) responden

2 Obesitas Nilai yang Pengukurang -timbangan berat Indeks massa tubuh nominal

diambil menggunakan alat badan dengan dalam kg/m2 dengan

melalui hasil bantu hitung ketelirian 0,1 kg kriteria

perbandingan kalkulator dengan -alat pengukur tinggi Obesitas tingkat

berat badan membagi nilai berat badan dengan 1 :30-34,9

(kg) badan (kg) dengan ketelitian 0,1cm Obesitas tingkat

responden tinggi badan 2 :35-39,9

dengan tinggi

64
badan (m2) responden (m2)

responden

2. Risiko Kemampuan Memberikan -kuesioner paten Skor fungsi kognitif

Demensia responden pertanyanyaan sesuai MMSE (Mini Mental diperoleh, nominal

yang terdiri State) Skor tertinggi : 30

dari aspek -kuesioner ini terdiri Skor terendah : 0

atensi dan dari 11 item

konsentrasi,or pertanyaan Dengan kriteria

ientasi,Bahasa Tidak Berisiko

,memori,visuo Demensia skor 24-30

spasial,fungsi Berisiko demensia

eksekutif,dan skor <24

kalkulasi

Salah satu unsur yang membantu komunikasi antar penelitian adalah definisi

operasional, yaitu merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur.

Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti

akan mengetahui pengukuran suatu variabel, sehingga peneliti dapat mengetahui


(Siyoto & Sodik, 2015b)
baik buruknya pengukuran tersebut.

F. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data primer. Data primer

adalah data atau informasi utama yang berhubungan langsung dengan obyek

penelitian yang diperoleh langsung dari sumber utama obyek penelitian,Data

primer juga diartikan data utama yang diperoleh dari sumber utama dalam

penelitian ini yaitu responden.

65
G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-September Tahun 2023.Data

yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui

wawancara dengan menggunakan kuesioner mengenai Mini-Mental State Exam

(MMSE) dan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) pada lansia.Terdapat

beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian

ini,yakni:

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh pengguji,peneliti mengajukan surat

permohonan izin penelitian ke Prodi Keperawatan STIKes Medistra Indonesia

2. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian kepada pihak Kelurahan

Margamulya untuk pembuatan surat rekomendasi penelitian ke pihak Ketua RT

01-03 dan Ketua RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota

Bekasi

3. Setelah persyaratan izin penelitian dan proposal penelitian disetujui dan surat

rekomendai penelitian selesai dibuat kemudian surat rekomendasi penelitian

diserahkan kepada pihak Ketua RT 01-03 dan Ketua RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi.

4. Pihak Ketua RT dan RW menerima dan menyetujui ,selanjutnya peneliti

melakukan koordinasi dengan Kader desa untuk mendapatkan calon responden

sesuai dengan kriteria inklusi

5. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan,peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat serta informasi berkaitan

66
dengan penelitian,selanjutnya responden diberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden.

6. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan,responden mengisi

kuesioner data demografi kemudian dilakukan pengukuran berat badan,tinggi

badan.Selanjutnya responden mengisi kuesioner MMSE dibantu dengan

wawancara oleh peneliti.

7. Hasil pengukuran berat badan,tinggi badan serta kuesioner MMSE yang telah

terisi selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti

H. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan Lembar isian data responden dan hasil pengukuran

IMT,serta instrument penelitian berupa Instrumen Test untuk memperoleh data

atau informasi dari responden.Instrumen Test adalah berupa serentetan

pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk mengukur

pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian


(Siyoto & Sodik, 2015)

Instrumen pengumpulan data terdiri dari 3 bagian,yaitu :

1. Bagian A : Berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang terdiri

dari inisial responden ,usia,dan jenis kelamin .

2. Bagian B : Berupa hasil gambaran obesitas pada responden yang meliputi Hasil

pengukuran IMT yang didapat melalui hasil pembagian dari berat badan dalam

kilogram (kg) tinggi badan (m2),Indeks Massa Tubuh (IMT) (Kg/m2).

67
3. Bagian C : Berupa instrumen Test Mini Mental State Examination

(MMSE).MMSE merupakan metode pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif

dan telah banyak digunakan oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun

penelitian.MMSE diperkenalkan oleh Folstein tahun 1975,MMSE digunakan

secara luas sebagai pemeriksaan yang sederhana dan cepat untuk mencari

kemungkinan munculnya deficit kognitif sebagai tanda demensia (Kaplan et


Cahyaningrum, 2015
al,1997,dalam ).

MMSE terdiri dari 11 pertanyaan tentang: orientasi waktu, orientasi tempat,

regristasi, kalkulasi dan perhatian, mengingat, bahasa (penamaan benda,

pengulangan kata, perintah tiga langkah, perintah menutup mata, perintah menulis

kalimat, perintah menyalin gambar/ kemampuan visuospasial). Jumlah skor

maksimal adalah 30 (tiga puluh)..Adapun penilaian fungsi kognitif berdasarkan

skor MMSE adalah sebagai berikut :

Skor MMSE Fungsi kognitif

24-30 Tidak Berisiko Demensia

<24 Berisiko Demensia

Tabel 3.2 Penilaian skor demensia menggunakan MMSE

Sumber :
Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015)

68
I. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Uji validitas

Validitas merupakan uji coba pertanyaan penelitian dengan tujuan untuk melihat

sejauh mana responden mengerti akan pertanyaan yang dajukan peneliti


(Hafni Sahir, 2021)
.Di Indonesia instrument MMSE telah di uji validitasnya oleh
(Widia Komala et al., 2021)
didapatkan hasil uji validitas MMSE didapatkan nilai r:

0.776 lebih tinggi dari nilai p (0,001) sehingga dinyatakan kuesioner MMSE

valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah menguji kekonsistenan jawaban responden. Reliabilitas

dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien, semakin tinggi

koefisien maka reliabilitas atau konsitensi jawaban responden tinggi


(Hafni Sahir, 2021)
.

Reliabilitas untuk instrument MMSE telah diuji oleh


(Widia Komala et al., 2021)
dengan uji Pearson coefficient didapatkan uji reliabilitas MMSE nilai r:

0,827 sehingga dinyatakan kuesioner MMSE Reabel.

69
J. PENGOLAHAN DATA

Penelitian ini menggunakan Teknik pengolahan data yang meliputi :

1. Melakukan edit (Editing)

Editing merupakan upaya untuk memeriksa Kembali kebenaran data yang

diperoleh.Data pada penelitian ini diedit untuk memudahkan pengolahan data

selanjutnya dengan memeriksa kembali pengisian,kejelasan tulisan,kejelasan

makna,kesesuaian dan konsistensi antar jawaban lembar pengisian indeks

massa tubuh dan kuesioner MMSE.

2. Pemberian kode (Coding)

Coding adalah usaha memberi kode-kode tertentu pada jawaban

responden.Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori.

a) Usia responden

60-74 Tahun = elderly (60-74 tahun)

75-90 Tahun =Old (75-90 tahun)

>90 Tahun = Very old (90 tahun)

b) Jenis Kelamin

L : Laki-laki

P : Perempuan

70
c) Pengukuran obesitas (Indeks Massa Tubuh)

Obesitas 1 :Obesitas tingkat 1

Obesitas 2 :Obesitas tingkat 2

d) Pengkajian Demensia

TB : Tidak berisiko

B : Berisiko

3. Memasukkan data (Entry data)

Entry data adalah kegiatan memasukkan data dari lembar pengisian indeks

massa tubuh dan kuesioner MMSE kedalam program Excel dan SPSS kagar

dapat dianalisis,kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa

juga dengan membuat table kontingensi

4. Pengecekan Kembali data (Cleaning data)

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan Kembali data responden

yang sudah diinput di Excel untuk memastikan dan telah bersih dari kesalahan

sehingga data siap dianalisa.

71
K. ANALISA DATA

1. Analisis univariat

Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan

menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel

atau grafik.Analisa univariat diperlukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan data secara sederhana.Variabel pada penelitian ini meliputi

data demografi (Usia dan jenis kelamin),gambaran antropomerti pada individu

yang diukur melalui IMT dan variable dependen (terikat) yaitu risiko kejadian

demensia lanjut usia.

2. Analisis bivariat

Analisa bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua variable yaitu

antara variable independent dengan variable dependen,yakni hubungan obesitas

dengan Risiko kejadian demensia pada lansia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi ,dimana obesitas

merupakan predictor terkait risiko penyakit yang tepat yang dihubungkan

dengan demensia pada lanjut usia.

72
L. Etika penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika penelitian


(Hidayat, 2015)
meliputi :

1. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada

responden tentang penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui tujuan

penelitian secara jelas. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi lembar

persetujuan dan menandatanganinya..

2. Anominity

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar kuesioner, lembar tersebut hanya diberi inisial

atau kode tertentu.

3. Confidentiality

Artinya bahwa informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Responden diberikan jaminan bahwa data yang

diberikan tidak akan berdampak terhadap kondite dan pekerjaan. Data yang

73
sudah diperoleh oleh peneliti disimpan dan dipergunakan hanya untuk

pelaporan penelitian ini serta selanjutnya dimusnahkan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Margamulya adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan

Bekasi Utara Kota Bekasi,Provinsi Jawa Barat,Indonesia.Kelurahan

Margamulya berbatasan dengan :

 Sebelah Utara : Kelurahan Harapan Baru

 Sebelah Selatan : Kelurahan Marga Jaya

 Sebelah Timur : Kelurahan Bekasi Jaya

 Sebelah Barat : Kelurahan Harapan Jaya

Kelurahan Margamulya memiliki jumlah Rukun Warga (RW)

sebanyak 11 RW,dan Rukun Tetangga (RT) sebanyak 112 RT,sedangkan

Jumlah RT di wilayah RW 07 adalah sebanyak 07 RT.Penelitian ini

74
dilakukan di RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi

Utara Kota Bekasi pada tanggal 12-29 September 2023.Jumlah responden

yang mengikuti penelitian ini sebanyak 35 responden,yaitu lanjut usia

yang obesitas dan tanpa memiliki penyakit kronik di RT 01-03 RW 07

Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi.

Pada Bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan

pembahasan setelah melakukan penelitian Hubungan Obesitas dengan

Risiko Kejadian Demensia Pada Lansia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi Tahun 2023, hasil dari

penelitian ini selanjutnya dianalisis dan disajikan berdasarkan analisis

univariat dan analisis bivariat, sebagai berikut:

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden

75
Frekuensi
Karakteristik Responden Persentase (%)
(F)
Umur
Elderly (60-74 Tahun) 34 97,1%
Old (75-90 Tahun) 1 2,9%
Very Old (90 Tahun) 0 0%
Total 35 100%
Jenis Kelamin
Laki-Laki 9 25,7 %
Perempuan 26 74,3 %
35 100
Total
Sumber: hasil pengolahan data komputerisasi oleh Risma 2023

Berdasarkan tabel 4.1 diatas karakteristik responden

menunjukkan mayoritas dari total 35 responden di wilayah RT 01-03

RW 07 Margamulya Bekasi,jumlah lansia yang berusia (Elderly) 60-

74 tahun diperoleh hasil terbanyak yaitu berjumlah 34(97,1%.)

responden dan berjenis kelamin wanita dengan total 26 (74,3%)

responden.

2. Hasil Analisa Univariat

a) Variabel Obesitas

Tabel 4. 2
Distribusi frekuensi Status Obesitas pada lansia di RT 01-03 RW
07 Margamulya Bekasi Utara

Status Obesitas Persentase (%)


Frekuensi

Obesitas tingkat 1 30 85,7%

Obesitas tingkat 2 5 14,3%

Obesitas tingkat 3 0 0%

Total 35 100%

76
Sumber: hasil pengolahan data komputerisasi oleh Risma 2023

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari total 35

responden di wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi,status

obesitas terbanyak pada lansia yaitu obesitas tingkat 1 dengan nilai

IMT 30-34,9 dengan jumlah 30 (85,7%) responden.

b) Variabel Risiko Demensia

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi lansia berisiko demensia di RT 01-03 RW 07
Margamulya Bekasi Utara

Hasil Observasi MMSE Frekuensi Persentase (%)

Berisiko Demensia 16 45,7%

Tidak Berisiko Demensia 19 54,3%

Total 35 100%

Sumber: hasil pengolahan data komputerisasi oleh Risma 2023

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari total

35 responden di wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya

Bekasi,lansia mayoritas tidak berisiko demensia dengan total

19(54,3%) responden.

77
3. Hasil Analisa Bivariat

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Hubungan Obesitas dengan Risiko Kejadian
Demensia pada lansia
di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Utara
Sumber:
Risiko Demensia
hasil
Risiko Tidak Total P Value
Obesitas
Berisiko
n % n % n %
Obesitas Tingkat 1 16 45,7 14 40 30 85,7
Obesitas Tingkat 2 0 0 5 14,3 5 14,3 0,049
Total 45,7 54,3 100
16 19 35
pengolahan data komputerisasi oleh Risma 2023

Berdasarkan tabel 4.4 diatas,dapat diinterpretasikan bahwa

responden yang memiliki obesitas tingkat 1 mayoritas berisiko

demensia dengan jumlah 16 responden atau 45,7% dan responden

yang tidak berisiko demensia berjumlah 14 responden atau

40%,sedangkan yang lansia yang obesitas tingkat 2 mayoritas tidak

berisiko demensia dengan jumlah 5 responden atau 14,3%.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,049

maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi (ada

hubungan signifikan) antara obesitas dengan risiko kejadian demensia

pada lansia.Pada penelitian ini digunakan nilai p=0,05,sehingga nilai

P<0,05 ,maka dapat dikatakan bahwa H0 ditolak,Dimana hasil

analisanya menunjukkan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan

risiko kejadian demensia pada lansia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi Tahun 2023.

78
C. Pembahasan Penelitian

Pembahasan hasil penelitian ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian

pertama dibahas analisis univariat yang terdiri dari variabel penelitian

yaitu variabel independen (Obesitas) dan variabel dependen (Risiko

Demensia). Bagian kedua peneliti akan membahas analisis bivariat

mengenai hubungan antara variabel penelitian yang diteliti yaitu

Hubungan Obesitas dengan Risiko Kejadian Demensia pada Lansia.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah jika jumlah variabel yang dianalisis

hanya ada 1 jenis variabel (tidak ada variabel terikat dan variabel
Siyoto & Sodik, 2015)
bebas) ( .Parameter tersebut disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi yang diolah menggunakan aplikasi

Statistical Program For Social Science (SPSS) Versi 27 kemudian

peneliti menyajikan data tentang variabel obesitas pada lansia dan

variabel risiko demensia pada lansia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi.

a) Variabel Obesitas

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari total 35 responden

di wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi,status obesitas

79
mayoritas adalah obesitas tingkat 1 dengan nilai IMT 30-34,9

dengan jumlah yaitu 30 (85,7%) responden,sedangan statsus

obesitas minoritas adalah obesitas tingkat 2 dengan nilai IMT 35-

39,9 dengan jumlah 5 (14,3%) responden.Menurut pendapat

peneliti,obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan

akibat ketidakseimbanganasupan energi (energi intake) dengan

energi yang digunakan (energi expenditure) dalam waktu lama

sehingga terjadi peningkatan berat badan.pada penelitian ini

mayoritas lansia menderita obesitas tingkat 1 (85,7%)

dikarenakan para lansia tersebut masih memiliki aktivitas fisik

cukup hingga sedang dibandingkan dengan lansia minoritas yang

menderita obesitas tingkat 2 (14,3%) yang memiliki aktivitas fisik

rendah.

Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada responden

didapatkan hasil aktivitas fisik yang dilakukan mayoritas

penderita obesitas tingkat 1 seperti memasak,menyapu,senam

pagi,berjalan selama 15-20 menit hingga masih

bekerja,sedangkan para lansia penderita obesitas tingkat 2 rata-

rata mereka memiliki asisten rumah tangga dan sudah tidak

bekerja lagi.Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


(Nugroho et al., 2018)
salah satu faktor yang menjadi penyebab

obesitas yaitu aktivitas fisik.Seseorang dengan aktivitas fisik

sedang mempunyai kecenderungan menjadi obesitas sebesar

80
29,824 kali dibandingkan dengan seseorang dengan aktivitas

tinggi. Pada kategori lanjut usia juga diperlukan aktivitas fisik

yang cukup untuk mencegah peningkatan berat badan yang

signifikan.

Begitu juga dengan penelitian menurut


(Dewanti et al., 2022)
bahwa terdapat hubungan antara aktifitas fisik yang

rendah dengan obesitas.Aktivitas fisik dapat membakar

kalori lebih banyak dan meningkatkan metabolisme tubuh.

Sebaliknya, aktifitas yang rendah akan menyebabkan

metabolisme tubuh menurun yang dapat mengakibatkan

risiko terjadinya obesitas.Kemudian penelitian yang sejalan


(Sofa, 2018)
lainnya menururt Obesitas pada lansia dapat

disebabkan karena rendahnya akrivitas fisik dan perubahan

hormonal yang lebih banyak dialami lansia perempuan karena

mengalami menopause sehingga terjadi penumpukkan lemak

dalam tubuh.Namun,saat usia memasuki usia lansia tua terjadi

perubahan komposisi tubuh seiring dengan penuaan,dimana

massa tubuh tanpa lemak (Lean body mass) menurun sehingga

berat badan mengalami penurunan.Hal ini, yang menyebabkan

lansia perempuan lebih banyak yang menderita obesitas

dibandingkan dengan lansia laki-laki ,sesuai dengan hasil

penelitian yang didapatkan pada penelitian ini bahwa lansia

perempuan menjadi mayoritas dengan jumlah 26 ( 74,3%)

81
responden sedangkan jenis kelamin laki-laki menjadi responden

minoritas sebanyak 9 (25,7%) responden.

Kemudian,mengenai hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa berdasarkan usia penderita obesitas mayoritas berada pada

rentang usia lansia (elderly) dari usia 60 sampai dengan usia 74 ta

hun yaitu sebanyak 34 (97,1%) responden. Sedangkan usia minori

tas berada pada rentang usia lansia tua (old) dari usia 75 sampai d

engan usia 90 tahun yaitu sebanyak 1 (2,9%). Menurut pendapat p

eneliti dari hasil penelitian yang didapatkan usia elderly (60-74

tahun) menjadi responden mayoritas dikarenakan dalam

penelitian ini kriteria responden yang dapat diteliti adalah lansia

yang tidak memiliki penyakit kronik dan menderita obesitas.

Sesuai dengan kriteria tersebut,usia elderly (60-74 tahun)

dapat menjadi responden mayoritas dikarenakan belum

banyaknya usia elderly yang menderita penyakit kronik akibat

penuaan dan banyak dari mereka saat menginjak usia pertengahan

(middle age) sudah menderita obesitas akibat dari pola hidup atau

factor lingkungan,kurangnya aktivitas fisik,dan

hormonal.Sedangkan,responden minoritas pada usia old (75-90

tahun) sudah banyak penyakit kronik yang timbul akibat dari

proses menua yang terjadi pada lansia akan meningkatkan

perubahan anatomi dan fisiologi terhadap tubuhnya sehingga

kemunculan penyakit atau keadaan patologik pada berbagai organ

82
sudah banyak diderita dan kebanyakan pada usia old (75-90

tahun) penderita obesitas sudah mulai menurun akibat dari

berbagai penyakit yang diderita,menurunnya indera pengecap

hingga adanya kelainan psikologis pada lansia tersebut.Hal


(Burhan et al., 2023)
ini,sejalan dengan teori dari bahwa semakin

tua seseorang ,kapasitas secara fisik dan mental cenderung

menurun,sementara masalah kesehatan yang dihadapinya akan

semakin kronis dan kompleks.Hal ini, dipengaruhi oleh

menurunnya fungsi organ yang menunjang proses kehidupan serta

berkurangnya kemampuan dalam beradaptasi terhadap

permasalahan yang datang pada dirinya sehingga terjadi

penurunan dalam menyiapkan makanan,membeli makanan hingga

penurunan nafsu makan.

b) Variabel Risiko Demensia

Berdasarkan hasil penelitian,bahwa dari total 35 responden di

wilayah RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi didapatkan hasil

mayoritas lansia tidak berisiko demensia dengan jumlah 19

(54,3%) responden.Sedangkan,minoritas lansia berisiko demensia

yaitu sebanyak 16 (45,7%) responden.Menurut pendapat

peneliti,demensia adalah penyakit yang muncul akibat penurunan

fungsi kognitif pada lansia yang berpengaruh terhadap emosi,daya

ingat,pengambilan keputusan dan biasa disebut pikun.

83
Faktor yang mempengaruhi kejadian demensia adalah

usia,aktivitas kognitif ,status gizi,jenis kelamin,status

kesehatan,genetik,gaya hidup,trauma dan obesitas.Pada penelitian

ini,didapatkan dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan

lembar observasi Mini Mental State Exam (MMSE) bahwa

mayoritas tidak berisiko demensia dengan jumlah 19(54,3%)

responden.Didapatkan data,bahwa lansia yang menjadi responden

memiliki faktor risiko terutama obesitas namun ada beberapa

faktor risiko lainnya yang dominan mempengaruhi faktor

terjadinya demensia pada penelitian ini seperti usia,aktivitas

kognitif dan jenis kelamin.Hasil pada penelitian ini,menunjukkan

usia elderly (60-74 tahun) memiliki jumlah terbanyak yang tidak

berisiko demensia ,hasil analisa rentang usia antara 60-66 tahun

menyumbang nilai terbanyak yang tidak berisiko demensia yaitu

84,2%,hal ini dipengaruhi oleh faktor aktivitas kognitif cukup

hingga sedang yang dilakukan oleh lansia tersebut salah satunya

adalah mereka masih bekerja.

Sesuai dengan hasil penelitian dari (Masan Leton et al., 2022)

yaitu adanya hubungan antara usia dan aktifitas kognitif pada

kejadian demensia dikarenakan bahwa proses penuaan berdampak

banyak hal,seperti menurunnya persepsi,sensori dan respon

motorik pada susunan saraf pusat,dan reseptor propriospetif

menurun.Penurunan ini,disebabkan susunan saraf pusat pada

84
lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan

tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif dan terjadi

penurunan pembentukan memori pada lansia yang mengakibatkan

demensia dikarenakan rangsangan bagian otak yang ikut

membantu membentuk memori menurun.Hal ini,diakibatkan oleh

rendahnya pasokan oksigen dan glukosa dalam otak ketika lansia

mengalami keterbatasan aktivitas.Disimpulkan bahwa,usia dan

aktivitas kognitif berhubungan dengan kejadian demensia pada

lansia.

Menurut penelitian (Uliyah et al., 2009) pada lansia

penurunan daya ingat (demensia) merupakan salah satu fungsi

kognitif yang sering kali mengalami penurunan.Berbagai jenis

gangguan kognitif yang dialami seperti mudah lupa yang

konsisten, disorientasi terutama dalam hal waktu, gaugguan pada

kemampuan pendapat dan pemecahan masalah, gangguan dalam

hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam aktivitas di rumah

dan minat intelektual serta gangguan dalam pemeliharaan diri.

Pada lanjut usia yang menderita demensia, gangguan yang terjadi

adalah mereka tidak dapat mengingat peristiwa atau kejadian

yang baru dialami.Sebelum,seseorang mengalami demensia,

menurut para pakar, telah terjadi proses ke arah demensia

bertahun-tahun sebelumnya.Dalam kurun wakru usia 65-75 tahun

didapatkan kemunduran pada beberapa kemampuan dengan

85
perbedaan antara individu yang luas. Diatas 80 tahun didapat

kemunduran pada cukup banyak jenis kemampuan. Banyak

kemampuan intelektual yang baru mulai menurun pada usia 80

tahun.

Kemudian,membahas tentang jenis kelamin juga merupakan

salah satu faktor dominan pada risiko demensia.Pada penelitian

ini,dihasilkan data bahwa lansia Perempuan memiliki jumlah

responden terbanyak yang berisiko demensia yaitu sebanyak


(Hani & Wulaningsih, 2023)
73,6%.Menurut penelitian oleh sejalan

dengan proses penuaan, fungsi kognitif selama postmenopause

cenderung menurun dibandingkan selama masa pre-and

perimenopause,berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketercukupan estrogen berdampak pada fungsi kognitif yang tetap

baik, Beberapa studi menyebutkan bahwa penurunan level

estrogen selama transisi menopause mengganggu bioenergi otak

akibat disfungsi mitokondria sitokrom oksidase yang disertai

dengan penurunan metabolisme serebral, deposisi -amiloid,

kehilangan sinaptik, dan penurunan kognitif sehingga lansia

Perempuan cenderung menghadapi risiko terkena demensia yang

tinggi dibandingkan lansia laki-laki.

2. Analisis Bivariat

86
Analisis bivariat adalah jenis analisis yang digunakan untuk

melihat hubungan dua variabel.Kedua variabel tersebut merupakan

variabel pokok, yaitu variabel pengaruh (bebas) dan variabel


(Siyoto & Sodik, 2015)
terpengaruh (tidak bebas) .Analisis bivariat pada

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas

dengan risiko kejadian demensia pada lansia di RT 01-03 RW 07

Kelurahan Margamluya Kecamatan Bekasi Utara Kota

Bekasi.Sebelum,menentukkan Teknik analisis yang digunakan

dilakukan uji normalitas data.Uji normalitas data yang digunakan

adalah uji Shapiro-Wilk karena sampel berjumlah kurang dari 50


(Aditya Setyawan, 2021)
responden .Jika nilai Shapiro-Wilk <0,05

maka data tidak berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji Shapiro-Wilk didapatkan bahwa variabel

obesitas (p=0,069) dan variabel risiko demensia (p=0,119) berdistribusi

normal karena uji Shapiro-Wilk menunjukkan >0,05.Kedua,variabel

berdistribusi normal dan berskala nominal dengan pengkategorian

status obesitas atas obesitas 1 dan obesitas 2,serta pengkategorian risiko

demensia atas berisiko demensia dan tidak berisiko demensia.Maka

untuk menguji hipotesis yang telah disusun pada penelitian ini

dilakukan Uji Chi-Square.

a) Hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia.

Berdasarkan hasil penelitian,dari jumlah total 35 responden

didapatkan hasil mayoritas responden berstatus obesitas tingkat 1

87
berjumlah 30 (85,7%) responden yang berisiko demensia dengan

jumlah sebanyak 16 (53,3%) dan tidak berisiko demensia sebanyak

14 (46,7%),hasil minoritas didapatkan responden yang berstatus

obesitas tingkat 2 berjumlah 5(14,3%) responden dengan hasil

seluruh responden yang menderita obesitas tingkat 2 memiliki

resiko demensia dengan jumlah 5 dari 5 responden (100%).

Hasil Uji Chi-Square didapatkan nilai P=0,049.Hal ini

menunjukkan secara statistik bahwa nilai P<0,05 sehingga H0

ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa :”Ada hubungan

obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia di RT 01-03

RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota

Bekasi”.

Menurut pendapat peneliti,hubungan antara obesitas dengan

risiko demensia adalah kondisi komorbid yang timbul dari obesitas

seperti gangguan pada hormonal,resistensi insulin diabetes,

hipertensi dan penyakit kardiovaskular yang memiliki konsekuensi

negatif pada otak sehingga berdampak pada risiko kejadian

demensia pada lansia.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh (Anjum et al., 2018)

obesitas dan demensia menjadi faktor peningkatan risiko penyakit

Alzheimer (AD) dan penyakit yang mendasarinya perubahan

neurodegeneratif.Obesitas memicu terjadinya demensia vaskular

tidak hanya menurunkan suplai darah kedalam otak tetapi juga

88
meningkatkan sel-sel lemak yang merusak materi putih otak yang

menyebabkan hilangnya kognitif dan perilaku intelektual.Protein

yang disekresi adiposit dan inflamasi sitokin menjelaskan

hubungan antara obesitas dengan meningkatnya risiko demensia.

Kemudian dijelaskan juga dalam penelitian yang dilakukan


(Ma et al., 2020)
oleh Mekanisme potensial dimana adipositas

berkontribusi terhadap risiko demensia melibatkan penyakit

penyerta seperti hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta

diabetes,genetik dan proses inflamasi yang menyebabkan disfungsi

neurovaskular,misalnya kerusakan sawar darah otak,paparan

protein beracun dari darah ke otak dan berkurangnya ukuran

pembuluh darah.

Namun,ada pendapat lain terkait hubungan antara obesitas

dengan risiko demensia ,menurut penelitian lain yang ditulis oleh


(Natale et al., 2023)
menggambarkan tidak adanya hubungan antara

obesitas dan demensia serta kematian terkait demensia dikarenakan

meningkatnya usia ditambah dengan risiko gangguan metabolik

pada lansia serta berbagai faktor latar belakang yang

memungkinkan terjadinya demensia pada lansia dan harus

dilakukan penelitian lebih lanjut dimasa depan. Penelitian lainnya


(Danat et al., 2019)
menurut menunjukkan bahwa dari ke 16 studi

kohort yang dilakukan dinegara-negara berpenghasilan tinggi,13

penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara obesitas

89
dengan demensia dan 3 penelitian menunjukkan hubungan antara

obesitas dengan demensia ,temuan menunjukkan bahwa

kemungkinan besar demensia terdapat dampak tidak langsung dari

obesitas pada lansia melalui kondisi kronis lainnya seperti

diabetes,penyakit kardiovaskular dll.

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan maupun kelemahan yaitu:

1. Peneliti beberapa kali mengundur-undur jadwal penelitian

pemeriksaan antropometri dan observasi MMSE ke beberapa

responden dikarenakan responden yang tidak menepati jadwal yang

telah disepakati dengan alasan tertentu.

90
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai

“Hubungan Obesitas dengan risiko kejadian Demensia pada Lansia di RT

01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota

Bekasi”, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran demografi lansia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan

Margamulya Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi memiliki lansia

91
mayoritas dengan usia 60-74 tahun dengan obesitas tingkat 1 dan

berjenis kelamin terbanyak adalah Perempuan.

2. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa lansia yang mengalami

obesitas Sebagian besar memiliki risiko terjadinya demensia

3. Adanya hubungan antara obesitas dengan risiko kejadian demensia pada

lansia di RT 01-03 RW 07 Kelurahan Margamulya Kecamatan Bekasi

Utara Kota Bekasi.

B. Saran

1. Bagi praktik keperawatan hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai salah satu acuan dalam membuat asuhan keperawatan, agar

berbagai faktor risiko demensia salah satunya obesitas dapat

ditekan jumlah penderitanya.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan menyarankan bahwa untuk

lebih mengupdate informasi dan data kepustakaan mengenai

obesitas dan demensia untuk menghindari berbagai masalah

kesehatan yang akan timbul dari obesitas dan lebih peduli akan

risiko demensia yang senantiasa mengintai para lansia

3. Bagi peneliti selanjutnya kajian mengenai hubungan obesitas

dengan risiko kejadian demensia menarik untuk diteliti karena erat

kaitannya dengan bidang keperawatan komunitas dan keperawatan

gerontik. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar meneliti dengan

skala yang lebih luas dan meneliti faktor-faktor lain dari variabel

yang di teliti.

92
4. Bagi Masyarakat untuk terus mengupdate ilmu-ilmu terkait

penelitian yang telah dilakukan dan mengikuti Pendidikan

Kesehatan mengenai obesitas dan demensia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Pencegahan Demensia


Pada Lansia.

Aditya Setyawan, D. (2021). BUKU AJAR STATISTIKA KESEHATAN ANALISIS BIVARIAT PADA
HIPOTESIS PENELITIAN.

Al-Finatunni’mah, A., & Nurhidayati, T. (2020). Pelaksanaan Senam Otak untuk Peningkatan
Fungsi Kognitif pada Lansia dengan Demensia. Ners Muda, 1(2), 139.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5666

Alzheimer Disease International (ADI). (2020). Dementia.

93
Anjum, I., Fayyaz, M., Wajid, A., Sohail, W., & Ali, A. (2018). Does Obesity Increase the Risk of
Dementia: A Literature Review. Cureus. https://doi.org/10.7759/cureus.2660

Badan Pusat Statistik (BPS). (2015). Data Dementia.

Burhan, I. R., Putria, V., Novesar, M. I., & dkk. (2023). Mengajak lansia berdamai dengan
penyakit.

Cahyaningrum, N. sari. (2015). HUBUNGAN LINGKAR PINGGANG DENGAN FUNGSI KOGNITIF


PADA LANJUT USIA WANITA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1
DAN 3 JAKARTA.

Danat, I. M., Clifford, A., Partridge, M., Zhou, W., Bakre, A. T., Chen, A., McFeeters, D., Smith,
T., Wan, Y., Copeland, J., Anstey, K. J., & Chen, R. (2019). Impacts of Overweight and
Obesity in Older Age on the Risk of Dementia: A Systematic Literature Review and a
Meta-Analysis. In Journal of Alzheimer’s Disease (Vol. 70, Issue s1, pp. S87–S99). IOS
Press. https://doi.org/10.3233/JAD-180763

Dewanti, D., Syauqy, A., Noer, E. R., & Pramono, ,Adriyan. (2022). HUBUNGAN POLA MAKAN
DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN OBESITAS SENTRAL PADA USIA LANJUT DI INDONESIA:
DATA RISET KESEHATAN DASAR. GIZI INDONESIA, 45(2), 79–90.
https://doi.org/10.36457/gizindo.v45i2.662

Hafni Sahir, S. (2021). Metodologi Penelitian. Penerbit KBM Belajar.


www.penerbitbukumurah.com

Hani, U., & Wulaningsih, I. (2023). MENOPAUSE DAN RISIKO DEMENSIA PADA WANITA Risk of
Dementia in Women After Menopause. In Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (Vol. 16, Issue 1).

He, W., Goodkind, D., Kowal, P., Issa, W., Almasarweh, S., Giang, T. L., Islam, M. M., Lee, S.,
Teerawichitchainan, B., & Tey, N. P. (2022). Asia Aging: Demographic, Economic, and
Health Transitions International Population Reports.

Hidayat, A. A. (2015). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba. In Ilmu


Keperawatan Dan Keperawatan.

KEMENKES RI. (2015). PEDOMAN UMUM PENGENDALIAN OBESITAS.

Kemenkes RI. (2019). Prevalensi Obesitas.

Kurniasih, U., Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Cirebon, I. K., Wahyuni, N. T., Kesehatan, I.,
Fa’riatul Aeni, C. H., Masyarakat, K., Suzana, C., Giri, I., Sekolah, M., Ilmu, T., Cirebon, K.,
& Fuadah, A. (2021). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEMENSIA PADA
LANSIA. 12(2), 102. https://doi.org/10.38165/jk

Lavida, T., R, R. S., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Kemuliaan, B. (2023). Edukasi Gizi Sehat Menuju
Lansia Berkualitas di RW.16-2 Kebon Melati Jakarta Pusat.
https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/MediaAbdimas/issue/view/140

94
Luchsinger, J. A., & Gustafson, D. R. (2009). Adiposity and Alzheimer’s disease. In Current
Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care (Vol. 12, Issue 1, pp. 15–21). NIH Public
Access. https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e32831c8c71

Ma, Y., Ajnakina, O., Steptoe, A., & Cadar, D. (2020). Higher risk of dementia in English older
individuals who are overweight or obese. International Journal of Epidemiology, 49(4),
1353–1365. https://doi.org/10.1093/ije/dyaa099

Masan Leton, E., Mahaji Putri, R., Mazarina Devi, H., Studi Keperawatan, P., Ilmu Kesehatan, F.,
& Tribhuwana Tunggadewi, U. (2022). Usia,Riwayat Pendidikan,Activity Daily Living(ADL)
Berhubungan Dengan Kejadian Demensia Pada Lansia. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu
Kesehatan, 10(3), 486.

Mujahidullah, K. (2012). Keperawatan Gerontik (1st ed.). Pustaka Pelajar.

Natale, G., Zhang, Y., Hanes, D. W., & Clouston, S. A. P. (2023). Obesity in Late-Life as a
Protective Factor Against Dementia and Dementia-Related Mortality. American Journal
of Alzheimer’s Disease and Other Dementias, 38.
https://doi.org/10.1177/15333175221111658

Noor, C. & M. ,Lie. (2020). Hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.
Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia.
https://doi.org/10.18051/JBiomedKes.2020

Nugroho, K. P. A., Triandhini, R., & Haika, S. M. (2018). IDENTIFIKASI KEJADIAN OBESITAS PADA
LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDOREJO KIDUL IDENTIFICATION OF OBESITY IN
ELDERY IN WORKING AREAS OF PUSKESMAS SIDOREJO KIDUL. Media Ilmu Kesehatan,
7(3).

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2015). PANDUAN PRAKTIK KLINIK Diagnosis
dan Penatalaksanaan Demensia PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA
Januari 2015. http://www.perdossi.or.id

Saraswati, S. K., Rahmaningrum, F. D., Pahsya, M. N. Z., Paramitha, N., Wulansari, A., Ristantya,
A. R., Sinabutar, B. M., Pakpahan, V. E., & Nandini, N. (2021). Literature Review : Faktor
Risiko Penyebab Obesitas. MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA, 20(1), 70–74.
https://doi.org/10.14710/mkmi.20.1.70-74

Siyoto, S., & Sodik, A. (2015a). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media Publishing.
https://books.google.co.id/books?
id=QPhFDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015b). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media Publishing.

Sofa, I. M. (2018). The Incidence of Obesity, Central Obesity, and Excessive Visceral Fat among
Elderly Women. 27–35. https://doi.org/10.2473/amnt.v2i3.2018.228-236

Sulistyowati, L. S., Andinisari, S., & dkk. (2015). PEDOMAN UMUM PENGENDALIAN OBESITAS.

95
Uliyah, M., Aisyah, S., Rahmina, Y., Keperawatan, B., Fakultasllmu, G., Umsurabaya, K., S1, M.,
& Keperawatan, I. (2009). HUBUNGAN USIA DENGAN PENURUNAN DAYA INGAT
(DEMENSIA) PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA
LANDASAN ULIN KOTA BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN.

WHO. (2018). Dementia.

Widia Komala, D., Novitasari, D., Kurnia Sugiharti, R., Awaludin, S., Keperawatan Program
Sarjana, P., Kesehatan, F., Harapan Bangsa, U., Keperawatan Anestesiologi Program
Sarjana Terapan, P., Kebidanan Program Diploma Tiga, P., Keperawatan, P., Ilmu-Ilmu
Kesehatan, F., & Jenderal Soedirman, U. (2021). Mini-mental State Examination Untuk
Mengkaji Fungsi Kognitif Lansia. Jurnal Keperawatan Malang, 6(2).
https://jurnal.stikespantiwaluya.ac.id/

Widiyawati, W., & Jerita, D. (2020). Keperawatan Gerontik. Literasi Nusantara.

World Health Organisation (WHO). (2019). Obesity and overweight.

Wreksoatmodjo, B. R. (2014). Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan Faktor
Risiko Gangguan Fungsi Kognitif. http://data.

LAMPIRAN 96
97
98
SEKOLAH
SEKOLAH TINGGI
TINGGI ILMU ILMU
KESEHATANKESEHATAN (STIKes) (STIKes)
MEDISTRA
MEDISTRA INDONESIA
INDONESIA
PROGRAM PROGRAMSTUDI STUDI PROFES NERS-PROGRAM
PROFES NERS-PROGRAM STUDI ILMUSTUDI ILMU KEPERAWATAN
KEPERAWATAN (S1) (S1)
PROGRAMPROGRAM STUDISTUDIPROFESI
PROFESI BIDAN BIDAN – PROGRAM
– PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1)
STUDI KEBIDANAN (S1)
PROGRAM STUDI FARMASI (S1)-PROGRAM STUDI KEBIDANAN (D3)
PROGRAM STUDI FARMASI (S1)-PROGRAM STUDI KEBIDANAN (D3)
Jl.Cut Mutia Raya No. 88A-Kel.Sepanjang Jaya – Bekasi Telp.(021) 82431375-77 Fax (021) 82431374
Jl.Cut Mutia Raya No. 88A-Kel.Sepanjang
Web:stikesmedistra-indonesia.ac.id Email: Jaya stikes_mi@stikesmedistra-indonesia.ac.id
– Bekasi Telp.(021) 82431375-77 Fax (021) 82431374
Web:stikesmedistra-indonesia.ac.id Email: stikes_mi@stikesmedistra-indonesia.ac.id

FORMULIR PERMOHONAN SIDANG HASIL SKRIPSI


SEMESTER III (ALIH JENJANG) PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN (S1) DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES MEDISTRA INDONESIA
T.A 2022/2023

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Desy Ashari
NPM : 22.156.01.12.005
Judul : Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Pada Pelayanan Perawat Di Poli Internis RS Cibitung Medika Tahun 2023
Dengan ini mengajukan permohonan sidang hasil Skripsi kepada koordinator
Skripsi. Atas perhatian ibu saya ucapkan terima kasih.
Pemohon,

(Desy Ashari)
NPM : 22.156.01.12.005

Dengan ini menyatakan bahwa nama mahasiswa tersebut layak untuk


melaksanakan sidang yang akan dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal :
NO Penguji Nama Penguji TTD/Paraf
1. I Lina Indrawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. II Baltasar S S Dedu, M.Sc

Bekasi, 05 Februari 2024


Mengetahui,
Koordinator Skripsi Kepala Program Ilmu Keperawatan

(S1) dan Pendidikan Profesi Ners

99
(Rotua Suriany S, M.Kes) (Kiki Deniati S.Kep.,Ns.,M.Kep)
NIDN. 0315018401 NIDN. 0316028302

100
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Risma Yunita

101
NPM : 22.156.01.12.013
Pekerjaan : Mahasiswa STIKes Medistra Indonesia
Alamat : Jln Nakula No.10 RT 03 RW 07,Margamulya,Bekasi Utara,Kota
Bekasi
Bermaksud akan melakukan penelitian mengenai “Hubungan Obesitas
dengan Risiko Kejadian Demensia pada Lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya
Bekasi Tahun 2023”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada
hubungan obesitas dengan risiko kejadian demensia pada lansia. Manfaat dari
penelitian ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat,pemerintah
daerah dan perkembangan ilmu keperawatan dalam mencegah demensia pada
lansia.
Prosedur penelitian membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk
mengisi lembar isian demografi,penimbangan berat badan,tinggi
badan,perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan pengisian kuesioner MMSE
berisikan 11 Pertanyaan yang akan diberikan oleh peneliti. Pengisian kuesioner
menggunakan lembar isian pertanyaan mengenai fungsi kognitif untuk menilai
apakah berisiko demensia atau tidak berisiko.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang dapat merugikan anda
sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi akan terjaga dan dipergunakan
hanya untuk kepentingan penelitian. Apabila anda tidak bersedia menjadi
responden maka tidak ada ancaman bagi anda dan keluarga. Apabila anda bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini, maka saya mohon kesediaannya untuk
menandatangani lembar persetujuan yang saya lampirkan dan menjawab semua
pertanyaan yang saya sertakan. Atas kesediannya menjadi responden saya
ucapkan terima kasih.
Bekasi, 10 Juni 2023
Risma Yunita

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

102
Nama :
Usia :
Alamat:
Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian ini dalam keadaan sadar, jujur
dan tidak ada paksaan dalam penelitian dari:
Nama : Risma Yunita
NPM : 22.156.01.12.013
Judul : Hubungan Obesitas dengan Risiko Kejadian Demensia pada Lansia
di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Tahun 2023.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Obesitas dengan Risiko
Kejadian Demensia pada Lansia di RT 01-03 RW 07 Margamulya Bekasi Tahun
2023 . Prosedur ini tidak menimbulkan dampak atau resiko apapun pada resonden
penelitian. Kerahasiaan akan dijamin sepenuhnya oleh peneliti. Saya telah
menerima penjelasan terkait hal tersebut diatas dan saya telah diberikan
kesempatan bertanya terkait hal-hal yang belum dimengerti dan telah mendapat
jawaban yang jelas dan tepat.
Dengan ini saya menyatakan secara sukarela untuk ikut dalam penelitian ini
sebagai responden.

Bekasi , Agustus 2023

(………………………)

LEMBAR OBSERVASI
PENILAIAN MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)

103
Pemeriksa :

Tanggal :

Initial Responden :

Jenis Kelamin :

Usia :

Item Test Nilai Nilai


Maksimal
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 ---
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 ---
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap benda 3 ---
1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai
1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5 ---
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “
WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 ---
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2 ---
( pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau 1 ---
tetapi ”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan 3 ---
tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah 1 ---
tangan kiri anda”
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 ---

104
11 Pasien diminta meniru gambar dibawah ini

SKOR 30
TOTAL

Pedoman Skor :

Jika hasil skor = 24-30 (Tidak Berisiko Demensia)

<24 (Berisiko Demensia)

Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat pendidikan dan
usia responden

Alat bantu periksa: Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus
dibaca dan gambar yang harus ditiru / disalin.

Contoh:

Angkatlah tangan kiri Anda

105
FORMULIR ISIAN PENILAIAN INDEKS MASSA TUBUH
(IMT)

Initial Responden
Usia
Jenis Kelamin
Berat Badan

Tinggi Badan
BB(Kg)
Hasil Perhitungan IMT (
TB(M ²)

106

Anda mungkin juga menyukai