Anda di halaman 1dari 14

Makalah kelompok 1 Hari : Rabu

MK. PBAK Tanggal : 16 Agustus 2023

KORUPSI PRA KEMERDEKAAN DAN PASCA KEMERDEKAAN

DOSEN PEMBIMBING:
Nur Kholis, MPd.

DISUSUN OLEH:
KEL 1/2C GIZI
FAUZIAH NUR ZUMROIDHA P032213411097
MERY SYAFIRA P032213411105
NURUL FADHILAH P032213411107
RAISYA NURWADIANTI R P032213411111
RARA DWI ANANDA P032213411111
TIARA SEPLINAR PUTRI P032213411118
TRIA LATIFAH HANI P032213411119

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU


JURUSAN GIZI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami persembahkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, karena
atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat kami selesaikan. Sholawat beriringkan salam,
kami kirimkan kepada Rasulullah SAW yang telas membawa umat manusia menuju
penerangan.

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan kami tugas makalah ini. Karena dengan pembuatan makalah ini kami
dapat lebih memahami materi tentang sejarah korupsi dan upaya pengatasan korupsi pada pra
kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, senantiasa
kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pihak lain.

Pekanbaru,16 Agustus 2023

Kelompok 1

1
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...1
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………2
BAB I PENDAHUAN……………………………………………………………………3

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………..3


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….3
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………,,,3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...4
A. SEJARAH DAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI ………………….......4
B. TOKOH BANGSA BERINTEGRITAS DAN TOKOH KESEHATAN..……….….5
BAB III PENUTUP………………………………………………………………….......8
KESIMPULAN………………………………………………………………………...8
SARAN…………………………………………………………………………….......8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…………...13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang menteri yang juga tokoh internasional yang mengenakan baju lokal?
Jika terungkap pada saat ini, tidak ada yang akan mempercayainya. Namun, indikator
seperti itu dulunya nyata. Ia adalah Mohammad Natsir, seorang tokoh terkemuka yang
beberapa kali menjabat sebagai menteri dan juga pernah menjabat sebagai Perdana
Menteri Indonesia. Profesor George McTurnan Kahin dari Cornell University di
Amerika Serikat terkejut saat bertemu M. Natsir pertama kali pada tahun 1946. Saat
itu, Natsir menjabat sebagai Menteri Penerangan RI. “Dia memakai baju bertambal,
yang belum pernah saya lihat pada pejabat pemerintah mana pun,” jelas Kahin, seperti
yang tercatat dalam buku Nazir: 70 Tahun Kenangan Hidup dan Perjuangan.
Ternyata Natsir hanya memiliki dua stel kemeja kerja yang sudah tidak bagus
lagi. Nazir tidak takut menjahit bajunya saat robek. Hal itu mendorong staf
Kementerian Penerangan mengumpulkan dana untuk membeli pakaian dari Natsir
agar terlihat seperti menteri sungguhan. “Mobil itu bukan milik kita. Lagi pula, sudah
cukup. Cukup apa adanya. Jangan mencari yang tidak ada. Bersyukurlah atas nikmat
tersebut.”
Demikian jawaban Mohammad Natsir atas pertanyaan putrinya Lies saat menerima
mobil orang tak dikenal, pimpinan Grup Masyumi saat itu. Padahal, justru mobil
buatan USA yang tergolong mewah. Seorang nazir tidak akan pernah menerima
pemberian dari seseorang yang kemudian menjadi beban tugasnya.
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang sangat sulit diberantas. Sejarah
menunjukkan bahwa hampir setiap negara menghadapi masalah korupsi. Selain
"penularan" pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaannya korupsi kini
menjadi hal biasa di kalangan individu. Menanggapi memburuknya situasi ekonomi,
beberapa masalah yang muncul dikaitkan dengan praktik konspirasi, korupsi dan
nepotisme (KKN) yang mengakar. Praktik tercela ini mungkin sudah menjadi bagian
dari budaya, sedemikian rupa sehingga seolah menjadi aktivitas yang wajar di benak
banyak orang, meski diakui salah secara moral dan hukum. Tindak pidana korupsi
mengkristal dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Selain membahayakan
perekonomian negara, korupsi juga dapat mengancam lingkungan hidup, lembaga

3
demokrasi, hak asasi manusia dan hak dasar kemerdekaan, dan yang paling parah
menghambat kemajuan pembangunan bahkan memperdalam kemiskinan. Selain itu,
korupsi telah terbukti melemahkan kemampuan suatu negara untuk menyediakan
layanan dasar, meningkatkan ketimpangan dan ketidakadilan, serta dapat mengurangi
bantuan luar negeri dan pengembalian investasi asing. Korupsi merupakan faktor
penting yang menyebabkan melemahnya ekonomi, serta hambatan penting untuk
pengentasan kemiskinan dan pembangunan.

.
1.2 .Rumusan Masalah
1. bagaimanakah sejarah korupsi di Indonesia pada pra kemerdekaan dan pasca
kemerdekaan?
2. Siapa sajakah tokoh bangsa berintegritas yang terlibat dalam kasus korupsi ?
3. Apa sajakah upaya pemberantasan korupsi pada pra kemerdekaan dan
pasca kemerdekaan?

1.3Tujuan
1. untuk mengetahui bagaimanakah sejarah korupsi di Indonesia pada pra
kemerdekaan dan pasca kemerdekaan
2. Untuk mengetahui Siapa sajakah tokoh bangsa berintegritas yang terlibat dalam
kasus korupsi
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemberantasan korupsi pada pra
kemerdekaan dan pasca kemerdekaan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH KORUPSI DAN UPAYA PEMBERATASAN PADA MASA PRA


KEMERDEKAAN DAN PASCA KEMERDEKAAN

Ketidak stabilan TPK dalam pemberantasan korupsi, sebagai tugas Soeharto,


mahasiswa dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa tentang keberadaan TPK.
Panitia dibentuk beranggotakan empat orang, terdiri dari sesepuh yang dinilai bersih
dan berwibawa, seperti Prof. Johannes, I.J. Kasimo, Mr. Wilopo dan A.
Tjokroaminoto. Tugas utamanya antara lain membersihkan Kementerian Agama,
Bulog, CV Waring, PT Mantrust, Telkom dan Pertamina. Namun, Kornite hanya
menjadi "macan ompong" karena pemerintah tidak menanggapi temuannya atas
dugaan korupsi Pertamina. BUMN seperti Bulog, Pertamina, dan Kementerian
Kehutanan menjadi sorotan publik karena dipandang sebagai biang korupsi. Terakhir,
Soeharto menanggapi protes dan demonstrasi mahasiswa.
Ketika Laksamana Sudomo diangkat menjadi Pangkopkamtib, dibentuklah
Opstib (Operasi Tertib) dengan misi antara lain memberantas korupsi. Kebijakan
semacam itu hanya meningkatkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah berdirinya
Opstib, suatu hari terjadi perbedaan pendapat yang tajam antara Sudomo dan
Nasution. Soal pilihan cara atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat,
jika ingin berhasil memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga
menyarankan Laksamana Sudom untuk memulai sendiri. Seiring waktu, Opstab
menghilang tanpa jejak.
Di masa reformasi, hampir semua elemen administrasi publik terinfeksi oleh
"virus korup" yang buruk. Pada tahun 1999, Presiden BJ Habibie mengeluarkan UU
No. 28 tentang penyelenggaraan negara yang murni dan bebas KKN serta
pembentukan beberapa komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau Lembaga
Mediator.
Presiden Abdurrahman Wahid membentuk TGPTPK (Tim Pemberantasan
Korupsi Bersama) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2000. Namun, di
tengah semangat anggota kelompok untuk memberantas korupsi, TGPTPK kemudian
dibubarkan menyusul upaya hukum Mahkamah Agung.

5
Penyidikan kasus dugaan korupsi Konglomerat Sofyan Wanand terhenti
karena Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan jaksa penuntut
umum Marzuki Darusman. Belakangan, Gus Dur terjerat kasus Buloggate. Sejak saat
itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam melikuidasi KKN. - Selain pembubaran
TGPTPK, Presiden Gus Durin juga dinilai tidak mampu menunjukkan pemerintahan
yang mendukung korupsi.
Masyarakat merasa pemerintah masih melindungi para pengusaha besar yang
sebenarnya ikut andil dalam kebangkrutan perekonomian negara. Pemerintah semakin
kehilangan kekuasaan. Baru-baru ini, kasus korupsi juga merebak di beberapa DPRD
selama masa reformasi. -Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat KPK adalah
komisi yang dibentuk pada tahun 2003 untuk memerangi, memberantas, dan
memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.
Pada masa pemerintahan Megawati, wibawa hukum melemah, dimana wibawa
kekuasaan menonjol. - Geng bermasalah dapat menipu lembaga penegak hukum
dengan berpura-pura mencari pengobatan di luar negeri. Pemberian SP3 kepada
Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, Raja Nien, kaburnya
Samadikun Hartono dari sidang eksekusi MA, premis MSAA yang diberikan kepada
sindikat kredit macet merupakan indikasi kuat bahwa pemerintah koalisi tidak serius
membasmi korupsi.
Pada 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki dilantik sebagai Presiden
KPK. KPK ingin memposisikan dirinya sebagai katalis (pemicu) bagi aparatur dan
lembaga lain untuk mewujudkan “good and clean governance” di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Taufiequrachman, meski terus dikritik oleh berbagai pihak atas
tuduhan tebang pilih untuk membasmi korupsi.

2.2 SEJARAH PEMBENTUKAN DAN PERJALANAN ANTI KORUPSI (TOKOH


BANGSA BERINTEGRITAS DAN TOKOH KESEHATAN

Menjaga integritas memang tidak mudah, apalagi iming-iming korupsi muncul


di depan mata kita. Berpegang pada nilai-nilai integritas membutuhkan keputusan
untuk mengesampingkan godaan. Para kepala negara telah menunjukkan bahwa
korupsi harus diberantas sendiri.

6
Kisah-kisah tentang kejujuran para pemimpin negara ini layak menjadi contoh
bagi kita dalam memerangi korupsi. Kisah-kisah mereka juga menjadi bukti bahwa
korupsi tidak pernah mendapat tempat dalam sejarah. Korupsi tidak akan pernah
menjadi budaya di negeri ini.

1. Kesederhanaan Hidup H. Agus Salim


Masyarakat merasa pemerintah masih melindungi para pengusaha besar yang
sebenarnya ikut andil dalam kebangkrutan perekonomian negara. Pemerintah semakin
kehilangan kekuasaan. Baru-baru ini, kasus korupsi juga merebak di beberapa DPRD
selama masa reformasi. Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat KPK adalah
komisi yang dibentuk pada tahun 2003 untuk memerangi, memberantas, dan
memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.
Pada masa pemerintahan Megawati, wibawa hukum melemah, dimana wibawa
kekuasaan menonjol. Geng bermasalah dapat menipu lembaga penegak hukum
dengan berpura-pura mencari pengobatan di luar negeri. Pemberian SP3 kepada
Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, Raja Nien, kaburnya
Samadikun Hartono dari sidang eksekusi MA, premis MSAA yang diberikan kepada
sindikat kredit macet merupakan indikasi kuat bahwa pemerintah koalisi tidak serius
membasmi korupsi.
Pada 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki dilantik sebagai Presiden
KPK. KPK ingin memposisikan dirinya sebagai katalis (pemicu) bagi aparatur dan
lembaga lain untuk mewujudkan “good and clean governance” di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Taufiequrachman, meski terus dikritik oleh berbagai pihak atas
tuduhan tebang pilih untuk membasmi korupsi.

2. Hoegeng Iman Santoso Menutup Toko Kembangnya


Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tahun 1968 hingga 1971,
Hoegeng Iman Santoso dikenal sebagai sosok yang berintegritas. Salah satu buktinya
adalah ketika Hoegeng meminta istrinya, Merry Roeslan, untuk menutup toko
bunganya sehari sebelum dia menjabat sebagai Kepala Kantor Imigrasi (1960-1965).
Bu Gaja tidak habis pikir dengan permintaan suaminya karena toko bunga
adalah salah satu sumber penghasilan tambahan mereka. Hoegeng menjawab dengan
7
tegas: "Nanti, semua orang yang terkait dengan imigrasi akan memesan bunga dari
toko bunga ibumu, dan itu tidak adil untuk toko bunga lainnya." Sikap itu juga
ditunjukkan oleh Hoegeng ketika diangkat pada tahun 1956 sebagai Kepala Badan
Reserse dan Kriminal Polda Sumut. Setelah beberapa lama tinggal di hotel De Boer,
karena rumah dinas masih ditempati pejabat lama, Hoegeng sangat terkejut ketika tiba
gilirannya menempati rumah tersebut. Kediaman resmi itu penuh dengan barang-
barang mewah.
Hoegeng tidak bisa menerima ini. Ia mengatakan akan pindah hanya jika
rumahnya penuh dengan perlengkapan kantor saja. Akhirnya Hoegeng dan
keluarganya membawa semua barang mewah itu ke pinggir jalan. Belakangan
ternyata barang tersebut berasal dari seorang bandar yang ingin menyogoknya.

1. Kisah Bensin Mobil Dinas Baharuddin Lopa


Nama Baharuddin Lopa (Barlop) tak lepas dari upaya pemberantasan korupsi
di Tanah Air. Karier Lopa sangat gemilang saat menjadi Gubernur Majene di usia 25
tahun. Kemudian, pada 1964, ia menjadi direktur Kejaksaan Negeri Ternate. Dua
tahun kemudian, Barlop menjadi Direktur Kejaksaan Tinggi Aceh hingga pindah ke
Kalimantan Barat pada 1974. Ia kemudian menjabat sebagai Kepala Kejaksaan
Agung RI. Pendidikan. dan Pendidikan (1976-1982) dan Kepala Kantor Kejaksaan
Agung Sulawesi Selatan (1976-1982) 1982-1986. Barlop kemudian menjadi Menteri
Kehakiman dan Menteri Kehakiman dan Perundang-undangan Republik Indonesia
pada tahun 2001. Ia meninggal pada tahun 2001 dalam perjalanan bisnis ke Arab
Saudi.
Barlop yang aktif bisa tegas dan berani dalam perjuangannya melawan pekerja
kerah putih. Ia menyeret Tony Gozal alias Go Tiong Kien yang dituduh melakukan
manipulasi dana reboisasi Rp 2 miliar. Barlop juga mengusut keterlibatan Arifin
Panigoro, Akbar Tanjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Selain itu, ia juga
berani mengusut kasus mantan presiden Soeharto.
Salah satu cerita kecil tentang kejujuran Barlop berkaitan dengan mobil
perusahaannya. Pernah, sebagai Kepala Kejaksaan Sulsel, Lopa berkunjung ke
wilayah kerjanya. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba Lopa menyuruh asistennya
menghentikan mobil. Lopa bertanya kepada asistennya: "Siapa yang menyalakan
gas?" Asisten itu menjawab dengan jujur: "Pak jaksa, Pak!" Mendengar hal itu, Lopa
memerintahkan asistennya untuk mengembalikan mobil ke kantor kejaksaan yang
8
mengisi mobil dengan bensin. Sesampainya di tempat, Lopa meminta JPU mengisi
kembali bensin sesuai jumlah yang diisi. "Saya punya uang perjalanan untuk
membeli bensin dan saya harus menggunakannya," canda Lopa.

2. Mesin Jahit Istri Mohammad Hatta


Jujur, sederhana dan sehat pokoknya, inilah Mohammad Hatta, wakil presiden
pertama Indonesia. Hal itu dimediasi mantan rektor Universitas Indonesia, Mahar
Mardjono, yang juga seorang dokter, dan mendampingi Bung Hatta berobat ke luar
negeri pada 1970-an.
“Bung Hatta singgah di Bangkok dalam perjalanan kembali ke Jakarta, dan
Bung Hatta bertanya kepada sekretarisnya, Pak Wangsa, tentang sisa uang yang
diberikan pemerintah untuk pengobatannya. Ternyata sebagian uang itu masih utuh.
karena biaya pengobatannya tidak sebesar yang diharapkan. Hatta langsung
memerintahkan sisanya untuk mengembalikan uang tersebut kepada pemerintah
melalui KBRI Bangkok," kata Mahar. Bung Hatta melakukan hal yang sama sesaat
setelah mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Saat itu, Sekretaris Kabinet Maria
Ulfah menawarkan R6 juta, yang merupakan sisa anggaran untuk kebutuhan
operasionalnya selama menjabat Wakil Presiden. Namun, uang itu ditolak. Bung
Hatta mengembalikan uang itu ke negara.
Saat Hatta mengumumkan kebijakan tender (memotong nilai uang) dari Rp
100 menjadi Rp 1, istrinya Ibu Rahmi marah. Pasalnya, tabungannya semakin menipis
meski ia menabung untuk membeli mesin jahit impiannya. "Kepentingan negara
tidak ada hubungannya dengan mempromosikan kepentingan keluarga. Rahasia
negara disembunyikan. Meskipun saya dapat mempercayai Anda, rahasia ini tidak
boleh diungkapkan kepada siapa pun. Kami akan kehilangan sedikit demi kebaikan
seluruh negeri . Mari kita coba menabung lagi, oke?” kata Bung Hatta untuk
meyakinkan istrinya.

3. Ir. Sukarno Pantang Ambil Fasilitas Negara

Presiden pertama Indonesia, Ir. Sukarno bisa antikorupsi. Ketika akhirnya


harus meninggalkan istana pada tahun 1967, Soekarno tetap menunjukkan
integritasnya. Salah satunya adalah ketika dia meninggalkan istana bersama anak-
anak.

9
"Tuan Guruh, Anda tidak boleh lagi tinggal di istana ini. Anda menyiapkan
barang-barang Anda, Anda tidak mengambil lukisan atau yang lainnya. Itu milik
negara!” kata Bung Karno yang menyampaikan hal yang sama kepada para
pembantunya. Ketika akhirnya meninggalkan istana, Bung Karno hanya mengenakan
kaos putih dan celana hitam. Dengan mengendarai VW kodok, dia minta diantar ke
rumah Fatmawat di Sriwijaya, Kebayoran. Sikap kenegarawanan Bung Karno juga
terlihat saat menyikapi kejatuhannya. Saat itu, salah seorang pembantu Bung Karno
bertanya: “Kenapa tidak keberatan? Kenapa kamu tidak bertarung lebih awal?"
Mendengar pertanyaan itu, Bung Karno menjawab, "Kamu tahu... Kalau saya
perang, akan ada perang saudara. Perang saudara itu sulit. Kalau perang dengan
Belanda, kita akan tahu... Hidungnya berbeda. .dari kita. Tidak ada perang dengan
orang-orang saya... Saya lebih suka dicabik-cabik dan dihancurkan daripada orang-
orang saya berperang dalam perang saudara!"

4. Ketika Sri Sultan Hamengku Buwono IX Ditilang

Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang memerintah Yogyakarta sejak tahun


1940 dan beberapa kali menjabat sebagai menteri dikenal sebagai negara yang jujur,
merakyat, dan penuh kasih. Sikap tersebut ia tunjukkan hingga akhirnya meninggal
dunia pada Oktober 1988.

Salah satu cerita tentang kejujuran Sultan terjadi pada pertengahan tahun
1960-an. Saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengendarai mobilnya ke luar
kota, tepatnya ke Pekalongan. Entah kenapa Sri Sultan melakukan kesalahan saat itu.
Dia melanggar rambu lalu lintas. Sayangnya, polisi yang menjaga Sri Sultan
menangkapnya. Polisi menghentikan mobil Sri Sultan. "Selamat pagi!" kata Brigjen
Polisi Royadin. "Kamu bisa menunjukkan rebewe (dokumen kendaraan dan SIM)."
Sri Sultan tersenyum dan menyetujui permintaan polisi. Polisi kemudian mengetahui
bahwa orang yang dijemputnya adalah Sri Sultan. Brigadir Jenderal Royadin sangat
gugup. Namun, dia langsung berusaha membenahi sikapnya karena kewibawaan
petugas polisi. "Ayah mengklik tanpa kata. Tidak mungkin seperti itu. Itu salah satu
cara!" katanya. “Betul… saya yang salah,” jawab Sri Sultan. Melihat keraguan di
wajah Briptu Royadin, dia berkata, "Bawakan saya tiketnya."

Polisi juga mengeluarkan surat tilang. Saat itu, Sri Sultan tidak menunjukkan
sikap berkuasa. Bahkan, tak lama kemudian, ia meminta Brigjen Royadin untuk
bertugas di Yogyakarta dan menaikkan pangkatnya satu tingkat karena dianggap
berani dan gigih.

5. Tambalan di Kemeja Mohammad Natsir

Seorang menteri yang juga tokoh internasional yang mengenakan baju lokal?
Jika terungkap pada saat ini, tidak ada yang akan mempercayainya. Namun, indikator
seperti itu dulunya nyata. Ia adalah Mohammad Natsir, seorang tokoh terkemuka yang

10
beberapa kali menjabat sebagai menteri dan juga pernah menjabat sebagai Perdana
Menteri Indonesia.

Profesor George McTurnan Kahin dari Cornell University di Amerika Serikat


terkejut saat bertemu M. Natsir pertama kali pada tahun 1946. Saat itu, Natsir
menjabat sebagai Menteri Penerangan RI. “Dia memakai baju bertambal, yang belum
pernah saya lihat pada pejabat pemerintah mana pun,” jelas Kahin, seperti yang
tercatat dalam buku Nazir: 70 Tahun Kenangan Hidup dan Perjuangan.

Ternyata Natsir hanya memiliki dua stel kemeja kerja yang sudah tidak bagus
lagi. Nazir tidak takut menjahit bajunya saat robek. Hal itu mendorong staf
Kementerian Penerangan mengumpulkan dana untuk membeli pakaian dari Natsir
agar terlihat seperti menteri sungguhan. “Mobil itu bukan milik kita. Lagi pula, sudah
cukup. Cukup apa adanya. Jangan mencari yang tidak ada. Bersyukurlah atas nikmat
tersebut.” Demikian jawaban Mohammad Natsir atas pertanyaan putrinya Lies saat
menerima mobil orang tak dikenal, pimpinan Grup Masyumi saat itu. Padahal, justru
mobil buatan USA yang tergolong mewah. Seorang nazir tidak akan pernah menerima
pemberian dari seseorang yang kemudian menjadi beban tugasnya.

Nazi ingin menghadapi perjuangannya sendiri. Selama bertahun-tahun,


pendopo Rumah Natsir Prawoto Mangkusasmito tidak takut untuk bepergian. Ia pun
sempat menumpang di rumah H. Agus Salim. Baru pada tahun 1946 pemerintah
memberinya tempat tinggal resmi.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Karena itu, KPK melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat
menginisiasi program Antikorupsi, yang didahului dengan penyusunan
sebuah panduan korupsi , dengan melibatkan berbagai unsur dari Kementerian terkait,
LSM, pemerhati desa, akademisi, kepala desa, tokoh agama, tokoh masyarakat,
pemuda dan kaum perempuan serta asosiasi pemerintahan desa, melalui serangkaian
diskusi kelompok terfokus. Panduan korupsi berisi 5 (lima) komponen yang menjadi
prasyarat untuk dikategorikan menjadi tindakan Antikorupsi khususnya pada saat
pasca kemerdekaan banyak para tokoh yang berjuang untuk mewujudkan program
dalam pelaksanaan antikorupsi namun sering terjadi kegagalan karena memang sikap
korupsi ini berasal dari diri mereka sendiri dan faktor lingkungan sang mendesak
serta adanya peluang untuk melakukannya dan cara memberantasnya pun juga bersaal
dari diri mereka yaitu dengan mengintopeksi diri.

3.2 SARAN
Menurut kelompok kami materi tentang korupsi ini sangat penting kami
pelajari karena sesuai dengan profesi kami seorang ahli gizi yang akan menunjang dan
menjunjung sifat jujur dari dalam diri kami sendiri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri, 2011, Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia, Jakarta:
Gramedia.

Danil, Elwi, 2016 Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, Jakarta: Rajawali
Pers.

Indriati,Etty, 2014, Pola dan Akar Korupsi, Jakarta : PT. Gramedia pustaka Utama.

Soemodihardjo,Dyatmiko, 2008, Mencegah dan Memberantas Korupsi, Mencermati


Dinamikanya di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka.

13

Anda mungkin juga menyukai