Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIKUM ORGANIK DASAR II

PERCOBAAN V

Program Studi KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jl. Ir.Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta,57126, Jawa Tengah, Indonesia

Sintesis Asetinilida
Annisa Kamalia Nabila, Isnaini Amriatul Karimah, Ratih Kusuma
Maharani.
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, Jawa Tengah 57126
Indonesia

Abstrak
Asetinilida merupakan kelompok fungsional yang penting di luar
kelompok pelindung sederhana. Sintesis Asetinilida dapat melalui proses
refluks, kritalisasi, dan uji titik leleh. Kristal hasil sintesis asetanilida berupa
serbuk berwana putih mengkilap. Rendemen yang diperoleh sebesar 60,83%.
Berdasarkan uji titik leleh diperoleh titik leleh asetanilida sebesar 116 oC.

Kata kunci: Asetinilida, Refluks, kristalisasi, Uji titik leleh.

1. Pendahuluan
Amina aromatik merupakan suatu senyawa organik di mana gugus amino
(-NH2) langsung melekat pada karbon aromatik yang digunakan untuk sintesis
banyak senyawa seperti pewarna azo, basa Schiff, zeolit, polimida, poliamida,
fase diam untuk HPLC, resin epoksi, dan plastik. Senyawa ini juga bertindak
sebagai katalis untuk ikatan silang poliester, penstabil untuk resin fenolik,
koagulan, dan aditif antiknock untuk bahan bakar bensin dan solar. Karena
aktivitas biologisnya, amina juga disebut sebagai alkaloid dalam fitokimia.
Kelompok amina yang mengandung hidrazida, hidrazida merupakan kelompok
senyawa yang memiliki banyak aktivitas biologis seperti antitumor,
antimikobakteri, antimikroba, penghambat faktor antraks letal, antiinflamasi,
trypanocidal, leishmanicidal, antidiabetik, dan agen antimalaria[5].
Anilin (C6H5NH2) merupakan suatu perantara penting dalam industri
kimia. Anilin banyak digunakan untuk memproduksi karet, resin organik, cat,
kulit, plastik, dan minyak bumi. Anilin memainkan peran penting dalam
produksi berbagai pestisida (fungisida, insektisida, dll). Setelah memasuki
lingkungan alami, struktur molekul anilin menjadi sangat stabil. Anilin juga
mudah teradsorpsi oleh tanah atau teroksidasi menjadi produk antara sekunder,
yang lebih beracun dan sulit terdegradasi. Anilin dapat diubah menjadi zat
antara metabolisme yang lebih toksik, fenilhidroksilamin [10]. Toksisitas anilin

1
relatif tinggi dan hanya sedikit yang dapat menyebabkan keracunan. Anilin
berbahaya bagi kesehatan manusia yang dapat dengan cepat diserap ke dalam
tubuh manusia melalui kulit, saluran pencernaan dan saluran pernapasan ketika
terpapar uap tersebut, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan hati dan
keracunan akut atau kronis[6].
Asetat anhidrida adalah senyawa organik yang banyak digunakan dalam
produksi selulosa asetat, bahan peledak, aspirin, asam asetat, dan dalam sintesis
organik lainnya. Asetat anhidrida merupakan cairan iritan dan sangat mudah
terbakar serta dalam fase gas, dapat melepaskan uap beracun. Campuran
uap/udara asetat anhidrida pada suhu diatas 322 K, dapat menjadi eksplosif.
Kelebihan asetat anhidrida bereaksi dengan produk sekunder (asam perasetat)
membentuk diasetilperoksida yang sangat peka terhadap senyawa dengan
kestabilan termal yang tinggi. Hidrolisis asetat anhidrida merupakan reaksi lain
dengan sensitivitas termal yang tinggi[4]
Asetanilida merupakan bubuk berwarna putih atau bubuk kristal tidak
berbau (bentuk murni), larut dalam air panas, alkohol, eter, kloroform, aseton,
gliserol, dan benzena, titik leleh 114,3 oC dan titik didih 304oC, dapat
mengalami penyalaan sendiri pada 545oC, tetapi sebaliknya stabil disebagian
besar kondisi. Asetanilida adalah turunan anilin pertama yang memiliki sifat
analgesik dan antipiretik. Asetanilida yang dapat diperoleh dengan asetilasi
anilin mengalami nitrasi pada suhu rendah dan menghasilkan produk para-
nitro[9].
Asetamida/asetanilida merupakan kelompok fungsional yang penting di
luar kelompok pelindung sederhana. Misalnya, dalam kimia obat mereka
memainkan peran penting yang memberikan senyawa yang stabil secara
kimiawi sebagai prodrug dengan profil farmakologis yang lebih baik, dan
banyak turunan asilasi N yang digunakan secara klinis. Di sisi lain, asetanilida
memiliki bakat alami untuk bertindak sebagai kelompok pengarah orto dalam.
Transformasi C − H menjadi pembentukan ikatan C − C, dimana turunan
difungsikan benzofenon, 4 kuinon, 5 bisphenyl, 6 atau styrene7,8 dapat
diperoleh dengan katalisis Pd atau Rh, Gambar 1. Selain itu, reaktivitas
beberapa kelompok orto fungsional dari asetanilida dimodulasi oleh kehadiran
gugus N-asetil, yang dengan demikian secara selektif dikonversi menjadi
senyawa yang lebih kompleks, yang membentuk jenis asetanilida ini menjadi
zat antara sintetis penting [2]

Gambar 1. Struktur kristal asetanilida.

2
Produk asetinilida yang diinginkan berupa kristal yang didapatkan
melalui proses kristalisasi. Kristalisasi merupakan pemisahan cairan padat
berdasarkan supersaturasi larutan. Larutannya jenuh oleh penguapan atau
pendinginan atau kombinasi keduanya. Kristalisasi dipengaruhi oleh
pemanasan dan pendinginan. Pengotor dalam jumlah sedikit dapat membawa
perubahan dalam kristalisasi. Suhu dan penambahan pengotor adalah faktor
penting dalam kristalisasi[3].Kristalisasi termasuk dalam teknologi pemurnian
dalam produksi bahan baku farmasi, bahan makanan, bahan anorganik dan
garam, dll. Karena kualitas produk seperti ketersediaan hayati obat atau tekstur
makanan sangat tergantung pada ukuran kristal dan distribusi ukuran,
pengontrolan ukuran kristal adalah pusatnya. minat dalam pengolahan produk
bernilai tinggi. Bahkan dalam produksi bahan kimia komoditas, operasi hilir
proses kristalisasi sangat dipengaruhi oleh daya saring atau kemampuan
mengalir dari bubur produk, di mana ukuran kristal dan berkaitan dengan
distribusi ukuran[7].

2. Metodologi Percobaan

2.1. Alat
Alat yang digunakan adalah 1 set alat refluks (statif 1 buah, klem 2 buah,
labu leher tiga (Pyrex) 1 buah, hot plate (Maspion) 1 buah, penangas 1 buah,
kondensor 1 buah, termometer Celcius (Omron) 1 buah, selang air 2 buah,
pompa air 1 buah, bak air 1 buah), corong Buchner 1 buah, corong kaca 1
buah, gelas ukur 25 mL (Pyrex) 1 buah, gelas beaker 250 mL (Pyrex) 2 buah,
flakon 1 buah, pengaduk 1 buah, neraca analitik 1 buah, pipa kapiler 1 buah,
melting point apparatus 1 buah, pipet tetes 1 buah, penyaring panas 1 buah dan
kaca arloji 1 buah.

2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah 10 mL anilin, 9,5 mL asam asetat anhidrida,
0,053 gram abu zink, 10 mL asam asetat glasial, es batu secukupnya aquades
secukupnya, kertas saring, minyak secukupnya, batu didih.

2.3. Gambar Rangkaian

3
Gambar 2.1 Rangkaian Alat Refluks

2.4. Langkah Kerja


2.4.1 Sintesis Asetanilida
10 mL anilin, 0,05 gram abu zink dan 9,5 mL asam asetat anhidrid
dimasukkan ke dalam gelas beaker, ditambahkan 10 mL asam asetat gllasial
dan dipindahkan ke labu leher tiga, ditambahkan 3 butir batu didih.labu leher
tiga dimasukkan ke penangas berisi minyk, direfluks pada suhu kurang dari
130 oC selama 30 menit. Hasil refluks dimasukkan ke dalam gelas beaker yang
berisi es batu, ditunggu hingga terbentuk Kristal asetinilida kristal asetinilida
kemudian disaring dengan corong buchner, dicuci dengan aquades hingga
terbentuk kristal asetinilida yang belum murni. Kristal ditimbang and dihitung
rendemen.
2.4.2. Pemurnian Asetinilida
Kristal asetinilida yang belum murni dimasukkan ke dalam gelas beaker
yang berisi air panas sambil diaduk dan dipanaskan. Larutan panas
ditambahkan karbon aktif secukupnya sambil diaduk hingga endapan larut.
Filtrat yang diperoleh disaring dalam keadaaan panas dengan corong panas
dan ditampung dalam penangas. Kristal disaring dengan corong Buchner dan
dicuci dengan aquades. Kristal astinilida yang diperleh ditimbang dan diuji
titik lelenya. Dihitung rendemen.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1.Hasil
NO. PARAMETER HASIL PERCOBAAN

1. Refluks
Warna Putih pucat

4
Bentuk Gumpalan

Bau Menyengat

Massa 15,473 gram

Rendemen 114,61%

2. Pemurnian asetinilida
Warna Putih mengkilap
Bentuk Serbuk
Bau Tidak berbau
Massa 8,212 gram
Rendemen 60,83%
3. Uji titik leleh

Titik leleh 116 oC

3.2. Pembahasan
Percobaan sintesis asetinilida bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan
turunan asetil amina aromatik dan mempelajari cara pemurnian senyawa
dengan metode kristalisasi. Prinsip yang digunakan yaitu pembuatan
asetanilida dengan reaksi asilasi suatu alinin dengan anhidrida asetat sebagai
penyedia guigus asil dalam suasana asam, cara pembuataannya yaotu dengan
mereaksikan anilin, anhidrida asetat, dan abu zink yang kemudian ditambahkan
asam asetat glasial dan direfluks untuk diperoleh larutan yang homogen yang
kemudian dikristalisasi dan dimurnikan dengan proses rekristalisasi. Reaksi
yang terjadi antaa anilin dengan anhidrida asetat termasuk dalam reaksi
eksoterm karena menghasilkan panas yang dilepas dari sistem ke lingkungan
(gelas beaker terasa panas). Campuran yang terbentuk dari reaksi diatas
bberwarna cokelat yang berasal dari anilin. Anilin sendiri berfungsi sebagai
reaktan serta sebagai penyumbang senyawa aromatik dan gugus amina untuk
membentuk asetinilida. Asam asetat glasial ditambhakn ke dalam campuran
berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H + / H3O+) dan
sangat mempengaruhi raksi untuk membentuk suatu garam amina, asam asetat
glasial berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dari
asetat anhidrida sehingga senyawa aetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis
kembali karena adanya pengaruh dari air. Abu zink yang ditambahkan befungsi
sebagai katalis positif yang dapat mempercepat reaksi dengan menurunkan

5
energi aktivasi dan untuk mencegah terjadinya oksidasi serta untuk mengikat
kotoran yang ada dalam larutan pada saat reaksi berlangsung.
Reaksi pencampuran bejalan lambat sehingga diakukan proses refluks.
Dilakukan proses relukfs untuk mempercepat reaksi karena adanya pemanasan
dimana pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan
antar molekul akan lebih banyak dan cepat sehingga akan mempercepat
jalannya reaksi dan refluks berfungsi untuk menyempurnakan proses reaksi
yang terjadi melalui proses pencampuran senyawa dengan pemanasan. Prinsip
dari refluks adalah suatu proses menghomogenkan dua larutan atau lebih yang
dilakukan dengan pemanasan tanpa mengurangi sifat dan komponen larutan
yang ada[8]. Digunakan proses refluks karena apabila dilakukan dengan
pemanasan biasa akan terbentuk suatu uap yang dapat mengurangi hasil
kuantitatif reaksinya. Ditambahkan batu didih pada saat proses refluks dalam
labu leher tiga untuk meratakan panas sehingga proses pemanasan tidak terjadi
pada satu titik saja serta berfungsi untuk mencegah terjadinya bumping atau
letupan-letupan yang dapat terjadi akibat proses pemanasan. Mekanisme reaksi
yang terjadi pada saat proses refluks:

Gambar 3.2.1 Mekanisme reaksi asetinilida


Berdasarkan mekanisme reaksi diatas, dapat diketaui bahwa saat anilin
direaksikan dengan anhidrida asetat maka akan menghasilkan asetinilida
sebagai produk utam dan asam asetat sebagai produk sampingnya. N dari anilin
yang bermuatan parsial negatif merupakan gugus reaktif yang akan menyerang

6
atom C parsial positif pada anhidrida asetat untuk membentuk asetinilida. H
yang bermuatan positif dari anilin akan diserang oleh O dari anhidrida asetat
yang bermuatan negatif untuk membentuk asam asetat. Ikatan tunggal C-O
pada anhidrida asetat akan terputus karena adanya perbedaan
keelektronegatifan anatara keduanya (C=2,5 dan O=3,5). N parsial negatif
sebagai nukleofilik sedangan C parsial positif sebagai elektrofiliknya.
Hasil dari proses refluks berupa larutan berwarna coklat dengan bau
menyengat. Setelah diperoleh larutan homogen kemudian dilakukan proses
kristalisasi dengan prinsip perubahan fasa cair ke padat, akibatnya
bertambahnya konsentrasi dan didukung oleh penurunan suhu secara drastis
sehingga larutan akan menjadi jenuh dan terbentuk kristal. Kristal yang
diperoleh berwarna coklat mengindikasikan masih adanya pengotor
didalamnnya yaitu sisa dari reaktan maupun hasil samping reaksi. Kristal yang
terbentuk disaring menggunakan corong buchner untuk memisahkan dengan
campurannya. Prinsip dari corong buchner adalah pross penyaringan dengan
meminimalisir tekanan dalam sistem sehingga tekanan di luar sistem atau di
lingkungan menjadi lebih besar corong Buchner akan menyedot udara dalam
ruang corong agar air dapat menetes dan serbuk zat yang diinginkan tertahan
pada corong. Kristal dicuci dengan aquades untuk melarutkan kotorannya yang
ada di dalamnya. Hasil penyaringan diperoleh kristal berwarna putih pucat
dengan masaa kristal sebesar 15,473 gram.
Kristal yang telah diperoleh dimurnikan dengan metod rekristalisasi.
Prinsip dari rekristalisasi adalah proses pemurnian kembali zat padat dai
campurannya atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan
kembali zat padat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai.berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan
dengan zat pengotornya dimana pelarut tersebut juga tidak boleh meninggalkan
zat pengotor pada kristal, mudah dipisahkan dari kristalnya, tidak bereaksi
secara kimia dengan zat yang akan dimurnikan, serta titik lelehnya harus lebih
rendah daripada titik leleh asetinilida. Pada proses ini kristal dilarutkan dalat
aquades panas karena pelarut aquades memiliki kelarutan lebih tinggi dan
pelarut aquades memenuhi prinsip like dissolve like. Dilakukan penambahan
karbon aktif pada proses rekristalisasi yang berfungsi untuk mengikat pengotor
dalam laruan serta penyerapan warna laruyan yang semula larutan berwarna
kuning menjadi bening. Larutan tersebut dsaring dengan penyaruing panas.
Prinsip dari penyaring panas adaah menyaring larutan dalam keadaan panas
agar tidak terbenuk kristal pada suhu rendah. Pada proses ini diperoleh filtrat
berupa larutan bening yang kemudian dikristalkan kembali menggunakan es
batu, kristal yang diperoleh disaring menggunakan corong buchner dan
diperoleh kristal berbentuk serbuk berwarna putih mengkilap sebanyak 8,212
gram dan didapatkan rendemen sebesar 60,83 %. Kristal hasil pemurnian
asetinilida dilakukan uji titik leleh menggunakan melting point apparatus. Titik

7
leleh merupakan suhu ketika fase padat dan cair sama-sama berada dalam
kesetimbangan. Prinsip dari titik leleh yaitu suatu zat bisa meleleh karena
ikatan antarmolekul terputus dimana putusnya molekul tersebut yang
memerlukan suhu berbeda-beda tergantung pada kekuatan ikatan tersebut,
dimana semakin kuat ikatannya maka semakin tinggi suhu yang dibutuhkan
untuk memutuskan ikatan tersebut. Titik leleh yang diperoleh pada suhu 116 oC
dimana menurut literatur titik leleh dari asetinilida 114 oC[1]. Hasil percobaan
tidak sesuai dengan literatur karena disebabkan beberapa faktor yaitu
pengemasan dalam pipa kapiler, banyaknya sampel dan ukuran dari kristal.

4.Kesimpulan
Aspek dasar sintesis asetinilida terdiri dari tahap refluks, kristalisasi,
rekristalisasi dan uji titik leleh. Kristal yang diperoleh berwarna putih
mengkilap, massa kristal sebesar 8,212 gram, dan rendemen yang diperoleh
sebesar 60,83%. Titik leleh asetilinida sebesar 116oC.

Referensi
[1]
Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.
[2]
Cunha, S., & de Santana, L. L. (2017). Eco-Friendly, Catalyst and Solvent-
Free, Synthesis of Acetanilides and N-Benzothiazole-2-yl-acetamides.
Journal of the Brazilian Chemical Society, 28(6), 1137-1144.
[3]
Kulkarni. 2015. A Review on Studies and Research on Crystallization.
International Journal of Research and Reviw, 2(10) : 615-618.
[4]
Garcia, M. A. G., Dobrosz-Gomez, I., dan Toro, J. C. O. 2016. Thermal
Stability and Dynamic Analysis of the Acetic Anhydride Hydrolisis
Reaction. Chemical Engineering Science, 142(3): 269 – 276.
[5]
Ismail, H., Mirza, B., Haq, I. U., Shabbir, M., Akhter, Z., & Basharat, A.
(2015). Synthesis, characterization, and pharmacological evaluation of
selected aromatic amines. Journal of Chemistry, 2015.
[6]
Ma, Y., Chen, X., Bai, J., Yuan, G., & Ren, L. (2019). Highly selective
fluorescence chemosensor based on carbon-dot-aerogel for detection of
aniline gas. Inorganic Chemistry Communications, 100, 64-69.
[7]
Nii, S., & Takayanagi, S. (2014). Growth and size control in anti-solvent
crystallization of glycine with high frequency ultrasound. Ultrasonics
sonochemistry, 21(3), 1182-1186.
[8]
Pratomo, T. B., Dharmawan, A., Syoufian, A., & Supardi, T. W. (2013).
Purwarupa Sistem Kendali Suhu dengan Pengendali PID pada Sistem
Pemanas dalam Proses Refluks/Distilasi. IJEIS (Indonesian Journal of
Electronics and Instrumentation Systems), 3(1), 23-34.
[9]
Sumathi, C., Parameswari, M., dan Sivakumar, K. 2016. Inclusion
Complexes of Acetanilide with 18-Crown-6 : Spectroscopic and
Molecular Modeling Studies. International Journal of Technical
Research and Applications, 11(38): 1 – 4.

8
[10]
Tao, N., Liu, G., Bai, L., Tang, L., dan Guo, C. 2017. Genotoxicity and
Growth Inhibition Effects of Aniline on Wheat. Chemosphere, 169(6):
467 – 473.

Lampiran Gambar

Gambar 1. Proses Refluks Gambar 2. Larutan dalam


Labu Leher Tiga Mulai
Meletup saat Proses Refluks

Gambar 3. Proses Kristalisasi Gambar 4. Proses Penyaringan


Larutan Hasil Refluks Kristal dengan Corong Buchner

9
Gambar 5. Kristal yang Gambar 6.Kristal Asetinilida
Diperoleh dari Proses yang Telah Murni
Kristalisasi

LAMPIRAN PERHITUNGAN

V aniline = mL V anhidrida asetat = 9,5 mL


ρ = 1, 02 g/mL ρ anhidrida asetat = 1,08 g/mL
massa aniline = ρ x V massa anhidrida asetat = ρ x V
=1,02 g/mL x10 mL = 1,08 g/mL x 9,5 mL
= 10,2 gram = 10,26 gram

massa massa
Mol aniline = Mol aniline =
Mr Mr
10 , 2 gram 10 ,26 gram
= =
93 , 13 g /mol 102 g /mol
= 0,11 mol = 0,10 mol

+
M
0,10 mol - -
R 0,10 mol 0,10 mol 0,10 mol 0,10 mol
S 0,01 mol - 0,10 mol 0,10 mol

Mol asetanilida = 0,10 mol

10
Massa asetanilida = mol x Mr
= 0,10 mol x 135 g/mol
= 13,5 gram

massa asetanilida praktik


Rendemen sebelum rekristalisasi = x 100%
massa asetanilida teori
15,473 gram
= x 100%
13 ,5 gram
= 114,61 %
massa asetanilida praktik
Rendemen setelah rekristalisasi = x 100%
massa asetanilida teori
8,212 gram
= x 100%
13 ,5 gram
= 60,83 %

11

Anda mungkin juga menyukai