Anda di halaman 1dari 7

1.

Alur produksi
Produksi berita
Sebagai sebuah industri, media pers menghasilkan produk berupa karya jurnalistik yang
bentuknya sesuai dengan jenis media (cetak, online, TV, dan radio). Produksi berita
hakikatnya adalah suatu mekanisme menghasilkan produk berita, mulai dari perencanaan,
peliputan, pengolahan berita, hingga mempublikasikannya. Secara garis besar, alur produksi
berita cetak, online, TV, dan radio memiliki kesamaan, yakni dengan melakukan peliputan,
pengolahan berita, dan publikasi atau penayangan. Yang membedakan adalah format.
Produksi berita cetak berupa tulisan di koran/majalah, berita online berupa tulisan melalui
website, TV berupa audio visual melalui televisi, dan radio berupa audio di radio. Di era
kekinian, semua media beradaptasi dengan platform digital.
Alur produksi berita
-PERENCANAAN Merencanakan berita yang akan diangkat, mencakup tema, angle, dan
narasumber. -NEWS GATHERING Peliputan untuk mengumpulkan materi berita yang akan
diangkat sesuai perencanaan.
-PENGOLAHAN BERITA Bahan-bahan hasil liputan reporter diolah oleh
redaktur/produser.
- PUBLIKASI Materi berita yang sudah diolah oleh redaktur/produser dipublikasikan dan
bisa diakses pembaca/pemirsa
PERENCANAAN PEMBERITAAN
Perencanaan pemberitaan dirumuskan dalam suatu rapat redaksi, yang dihadiri berbagai
unsur dari struktur redaksi, seperti pemimpin redaksi, koordinator peliputan, produser (untuk
TV/radio), redaktur (untuk cetak/online), dan lain-lain.
Rapat redaksi merupakan forum tertinggi dalam penentuan kebijakan redaksi. Menurut Vos
dan Reese (2009), kebijakan redaksi adalah proses menyeleksi, menulis, menyunting,
memosisikan, menjadwalkan, mengulang, dan mengolah informasi dari produk berita untuk
menjadi sebuah berita.
Dalam rapat redaksi, disusun rencana berita yang akan diangkat, mencakup tema, angle,
narasumber, dan bentuk pengemasan.
Hasil rapat redaksi ini merupakan acuan untuk produksi berita.
NEWS GATHERING
News gathering adalah proses pengumpulan berita yang dilakukan oleh divisi peliputan suatu
media berita.
Tim news gathering terdiri dari reporter di lapangan, serta koordinator peliputan yang
mengkoordinir para reporter.
Dalam menjalankan tugas di lapangan, reporter meliput suatu peristiwa dan mewawancarai
narasumber. Terkadang reporter juga harus melakukan riset untuk melengkapi materi berita
Untuk media televisi, reporter didampingi cameraman.Untuk media cetak/online, terkadang
reporter didampingi fotografer.
Tema peliputan, angle, dan narasumber sesuai yang dirumuskan dalam peencanaan.
Walaupun, dalam praktiknya, terkadang menyesuaikan dengan perkembangan di lapangan
PENGOLAHAN BERITA
Usai melakukan peliputan, reporter menulis berita. Untuk reporter TV, selain menulis berita,
juga memilih visual dari cameraman disesuaikan dengan naskah.
Pada media cetak/online, redaktur memeriksa dan mengedit naskah reporter, mencakup
struktur penulisan, kesesuaian angle, serta tata bahasa, hingga naskah dianggap layak untuk
dipublikasikan.
Pada media TV, naskah diperiksa dan diedit oleh produser. Produser juga memastikan
pemilihan visual sesuai dengan naskah. Setelah itu, naskah didubbing. Editor visual
kemudian mengedit gambar, dipadukan dengan hasil dubbing. Proses editing visual ini di
bawah supervisi produser. Produser juga membuatkan caption.
PUBLIKASI BERITA
Berita yang sudah diolah oleh redaktur dimuat di koran atau majalah (untuk media cetak),
dimuat di website (untuk media online).
Berita yang sudah diolah oleh produser ditayang pada suatu program TV.
Di era kekinian, media (cetak, online, dan TV) beradaptasi dengan platform digital. Sehingga
juga dapat diakses secara online melalui Youtube, Facebook, Instagram, Twitter
reportase
Pengumpulan berita (news gathering) adalah salah satu mekanisme dalam rangkaia produksi
berita. Dalam hal ini, reporter menjadi ujung tombak. Dalam hal ini, reporter menjalankan
suatu pekerjaan sebagai reportase.
Menurut Steve Weinberg, reportase berasal dari bahasa Latin, reportare, yang berarti
membawa pulang sesuatu dari tempat lain.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan reportase sebagai "pemberitaan,
pelaporan, dan laporan kejadian (berdasarkan pengamatan atau sumber tulisan)".
Dalam Kamus Jurnalistik, reportase diartikan sebagai kegiatan meliput, mengumpulkan
fakta-fakta tentang sebuah peristiwa atau masalah dari berbagai sumber.
TEKNIK REPORTASE
Teknik reportase adalah suatu hal dasar yang wajib dikuasai oleh seorang jurnalis, terutama
reporter.
Secara garis besar, alur reportase dimulai dari tahap persiapan, proses peliputan dan
pelaporan.
Pada tahap persiapan, reporter memastikan tema dan angle berita yang akan diliput, riset
untuk menguasai masalah, serta mengatur acara yang diliput dan narasumber yang akan
diwawancarai.
Pada proses peliputan, reporter mengumpulkan bahan berita dengan wawancara, mengamati
peristiwa, dan melengkapi data.
Pada tahap pelaporan, reporter membuat laporan disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya
bisa berupa tulisan berita, video berita, live report, ldan lain-lain.
TEKNIK REPORTASE TAHAP PERSIAPAN
Memastikan Tema, Angle Berita, dan Menyiapkan Pertanyaan
Tentukan tema dan angle berita. Angle berita adalah sudut pandang yang dianggap menarik
dari suatu tema pemberitaan. Karena bagaimanapun, suatu berita harus menarik agar dibaca
atau ditonton oleh publik. Seorang reporter juga harus menyiapkan pertanyaan untuk
narasumber.
Riset
Seorang reporter harus menguasai masalah terkait tema yang akan diliput. Karena itu, riset
dibutuhkan untuk memperkaya pengetahuan akan suatu masalah. Bisa juga dilakukan dengan
diskusi bersama orang yang menguasai suatu masalah.
Memastikan Acara dan Narasumber
Pastikan acara atau peristiwa yang akan diliput. Biasanya berupa acara seremonial (seminar,
peresmian gedung, kunjungan pejabat, dll), bisa mengamati suatu fenomena (harga kebutuhan
pokok di pasar, antusiasme warga di malam tahun baru, arus mudik, dll), bisa juga update
peristiwa (memantau perkembangan pencarian korban kecelakaan, kerusakan akibat bencana,
dll). Pastikan juga narasumber yang akan diwawancarai. Level kesulitan narasumber berbeda-
beda. Narasumber yang sudah hadir dalam suatu acara sangat mudah diwawancarai. Ada
narasumber yang terlebih dahulu harus dihubungi untuk janji wawancara. Ada juga
narasumber yang tidak mudah dihubungi sehingga dibutuhkan upaya yang lebih keras dari
seorang reporter.
TAHAP PELIPUTAN
Saat menjalankan peliputan, reporter mengumpullkan bahan-bahan berita dengan
mewawancarai narasumber, mengamati peristiwa/fenomena, serta mengumpulkan data.
Wawancarai narasumber sesuai daftar pertanyaan yang sudah disusun dan tetap mengacu
pada angle yang ditentukan. Tapi, seorang narasumber harus mampu mengembangkan
pertanyaan ketika ada hal-hal baru dan menarik yang terungkap.
Terkadang reporter harus mengamati suatu peristiwa atau fenomena. Misalnya mengamati
ketinggian air saat banjir atau mengamati pergerakan massa saat aksi demonstrasi.
Reporter juga harus menggali data di lapangan, misalnya seberapa besar kenaikan harga
sembako, jumlah korban bencana, serta dokumen penunjang.
TAHAP PELAPORAN
Setelah mengumpulkan bahan berita dalam suatu kerja peliputan, seorang reporter harus
membuat laporan. Format laporan sesuai dengan kebutuhan media.
Untuk media cetak/online, reporter membuat naskah berita yang kemudian akan diolah oleh
redaktur. Laporan terkadang disertai foto hasil jepretan fotografer.
Untuk televisi, reporter membuat naskah diserta pemilihan gambar untuk diolah oleh
produser menjadi video berita. Terkadang laporan dilakukan secara live report atau live on
tape.
Untuk radio, reporter membuat laporan audio. Laporan bisa dilakukan secara live atau
direkam terlebih dahulu.
Jurnalistik
Jurnalistik atau journalism berasal dari kata journal yang berarti catatan harian atau catatan
mengenai kejadian sehari-hari. Bisa juga diartikan sebagai surat kabar.
Journal berasal dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari.
Dari kata itu pula muncul istilah jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
Definisi Jurnalistik
Mac Dougall (1972): Jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan
melaporkan peristiwa.
Onon U. Efendi: Jurnalistik adalah teknik untuk mengelola berita dari mendapatkan bahan
sampai menyebarluaskan/m empublish untuk khalayak umum.
Erik Hodgins: Jurnalisme adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan seksama,
cepat serta benar dalam rangka membela keadilan dan kebenaran.
A.W. Widjaya: Jurnalistik adalah sebuah kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara
menyebar berita mengenai kejadian atau peristiwa sehari hari yang faktual dan aktual di
waktu yang cepat
Sejarah Jurnalistik
Kebutuhan akan informasi menjadi kunci lahirnya jurnalisme.
Jurnalisme baru benar-benar dimulai ketika huruf-huruf muai digunakan untuk percetakan di
Eropa sekitar tahun 1440.
Suratkabar pertama di Eropa yang terbut secara teratur dimulai di Jerman tahun 1609, yaitu
Aviso dan Realtion.
Pada 1650, suratkabar pertama yang terbit secara harian adalah Einkommende Zeitung di
Leipzig, Jerman
Sejarah Jurnalistik di Indonesia
Pada 1907, pengusaha pribumi Tirto Adhi Soerjo menerbitkan Medan Prijaji di Bandung.
Medan Prijaji disebut sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa
Melayu dan seluruh pekerjnya adalah "pribumi" Indonesia asli.
Dalam sejarahnya, pers menjadi salah satu media utama yang digunakan oleh golongan elit
Indonesia dalam menyampaikan perlawanan, kritik terhadap kebijakan Belanda serta
mobilisasi massa.
Tirto Adhi Soerjo pada 1912 diasingkan oleh Belanda ke Maluku karena kritik dan tulisan
yang ia muat dalam surat kabar miliknya.
Hingga 1928, terdapat delapan koran Indonesia, 12 berbahasa Tiongkok, dan 13 koran
Belanda di Indonesia. Pada 1933, Mohammad Yamin dan W.R. Supratman membentuk
Persatoean Djoernalis Indonesia (PERDI) di Solo
Memahami Pers
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud dengan pers ialah lembaga sosial
dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi: mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya, dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedi
UU tersebut juga menentukan perusahaan pers harus berbadan hukum atau berbentuk badan
hukum (Pasal 9 ayat (2) UndangUndang Pers).
Dewan Pers mewajibkan perusahaan pers melakukan verifikasi di Dewan Pers.
Fungsi Pers
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1 dan 2 tentang Pers yakni sebagai:
Media Informasi: Menginformasikan hal yang sudah sepatutnya menjadi hak masyarakat
seperti perihal politik, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya.
Media Pendidikan: Melalui pers, masyarakat dapat meningkatkan wawasan melalui artikel,
tayangan, atau program edukatif lainnya.
Hiburan: Pers juga dapat bertindak sebagai hiburan seperti dalam penayangan puisi, cerpen,
film, musik, drama, acara olahraga, dan lain sebagainya.
Kontrol Sosial: Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
Lembaga Ekonomi: sebagai media komersial atau lembaga ekonomi sebagai bisnis yang
meraup keuntungan
Falsafah Pers
Pers memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman atau falsafah. Falsafah pers disusun
berdasarkan sistem politik yang dianut oleh masyarakat di mana pers tersebut
berada.Berdasarkan buku "Four Theories of The Press " , ditulis oleh Siebert, Peterson, dan
Schramm, berdasarkan sistem sosial politik yang berlaku, dikembangkanlah empat teori
tentang pers, yaitu:
Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter): Teori ini diterapkan pada abad ke-16. Teori ini
berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut. Dalam teori pers otoriter,
pers harus mendukung kebijakan pemerintah serta mengabdi kepada negara. Tidak hanya itu,
para penerbit juga diawasi lewat paten, izin terbit, dan sensor.
Libertarian Theory (Teori Pers Bebas): Teori pers ini muncul seiring tumbuhnya kebebsan
politik, agam, dan ekonomi, dan mencapai puncaknya pada abad ke-19. Secara garis besar,
teori ini menegaskan bahwa pers harus menjadi mitra dalam upaya mencari kebenaran, dan
bukannya menjadi alat pemerintah. Sebutan “The Fourth Estate” yang diberikan pada pers,
yakni kekuasaan keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, menjadi umum diterima
dalam teori pers ini. Libertarian theory memberi landasan kebebasan tak terbatas kepada pers.
Sebab itu, pers paling banyak memberi informasi, hiburan, dan paling banyak terjual tirasnya.
Walau begitu, pers juga paling sedikit berbuat kebajikan dan menjadi kontrol terhadap
pemerintah.
Social Reponsibility Theory (Teori Pers Beranggung Jawab Sosial)
Teori pers bertanggungjawab sosial merupakan teori baru yang muncul untuk mengatasi
terlalu derasnya penganut teori pers libertarian yang mana dalam teori pers libertarian tidak
disebutkan bagaimana pertanggung jawaban pers tersebut namun dalam teori ini disebutkan
bahwa pers memiliki tanggung jawab atas segala informasi yang disampaikannya dan juga
dalam teori ini memberikan jaminan terhadap hak-hak para golongan minoritas atau oposisi
untuk bersuara di dalam medianya dan hal inilah yang tidak terdapat di dalam teori pers
lainnya dan para penganut teori ini adalah negara-negara yang menganut sistm demokrasi
dalam pemerintahannya.
Ada lima syarat bagaimana pers harus memenuhi tanggung jawab sosialnya, yaitu:
Media harus menyajikan pemberitaan yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam
konteks yang memberikannya makna.
Media harus berfungsi sebagai forum pertukaran komentar dan kritik.
Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok
konstituen dalam masyarakat. Media harus menyajikan serta menjelaskan tujuan dan nilai
masyarakat.
Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi, pada suatu
saat.
The Soviet Communist Theory (Teori Pers Komunis Soviet)
Teori ini merupakan konsep cabang dari teori pers penguasa atau authoritarian theory.
Dulunya sistem pers ini dianut 10 hingga 11 negara yang berada di bawah kekuasaan Uni
Republik Sosialis Soviet. Sistem pers ini menopang kehidupan sistem sosialis Soviet Rusia,
serta memelihara pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan
sebagaimana biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Karena itu, negara-negara yang
menganut sistem ini tidak memiliki pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Saat ini,
hanya RRC dan Korea Utara yang menganut teori pers komunis Soviet.
Adapun yang membedakan antara teori ini dan teori pers sebelumnya adalah:
1. Dihilangkannya motif profit (Prinsip untuk menentukan biaya pada media)
2. Menomor duakan topikalitas (Apa yang sedang ramai dibicarakan)
3. Orientasi pers ini berada pada perkembangan dan perubahan pada masyarakat komunis

Anda mungkin juga menyukai