Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PEMERIKSAAN AKUNTANSI II

Tentang

Pengujian Terhadap Piutang

Dosen Pengampu:

Tony Iswadi, SE., MM., Ak

Oleh:

Kelompok 4

Selvira febriani 2116040083

Salma Syafriyeni 2116040089

Tri Anggia Lesmana 2116040103

Latifah Asrilia 2116040115

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAN NEGERI IMAM BONJOL PADANG

1445 H/2024 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakaatuh.

Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat hidayah, taufik dan
amanah-nya serta sholawat serta salam kepada nabiullah Muhammad Saw, Nabi
sekaligus rosul yang menjadi panutan kita semua. Penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul " Pengujian Terhadap Piutang" ini sebagai salah satu syarat untuk
meyelesaikan tugas perkuliahan pada mata kuliah Pemeriksaan Akuntansi II dari Bapak
Tony Iswadi, SE., MM., Ak

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat
melengkapi segala kekurangan dan keterbatasan penyusunan tulisan ini, akhirnya
semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi pengembangan kewirausahaan

Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakaatuh.

Padang, 18 Maret 2024

Kelompok 4

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2

BAB I .................................................................................................................. 3

PENDAHULUAN ............................................................................................... 3

A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 3

B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 3

C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................ 3

BAB II ................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN .................................................................................................. 4

A. METODOLOGI DESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO ................ 4

B. MENDESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO ................................ 14

C. KONFIRMASI PIUTANG DAGANG .................................................... 23

BAB III.............................................................................................................. 31

PENUTUP ......................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengujian terhadap piutang merupakan bagian integral dari proses audit
keuangan suatu perusahaan. Audit piutang dilakukan untuk memastikan
keberlanjutan bisnis dan akurasi laporan keuangan. Pada dasarnya, piutang
mencakup tagihan yang belum dibayar oleh pelanggan atau pihak lain, dan
pengujian ini membantu menilai apakah jumlah piutang yang tercatat di neraca
sesuai dengan kondisi riilnya.

Proses pengujian piutang melibatkan analisis detil terhadap catatan piutang,


memeriksa kebijakan pengakuan piutang, serta mengevaluasi efektivitas sistem
kontrol internal yang terkait. Auditor akan memastikan bahwa piutang yang dicatat
benar-benar representatif dari transaksi bisnis yang telah terjadi, dan bahwa
pelanggan benar-benar memiliki kewajiban untuk membayar.

Pentingnya pengujian piutang tidak hanya terletak pada aspek keuangan,


tetapi juga pada kemampuannya untuk memberikan gambaran yang akurat tentang
likuiditas perusahaan. Dengan memahami dan menguji piutang dengan seksama,
auditor dapat memberikan keyakinan kepada pemangku kepentingan bahwa
laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Metodologi Desain Pada Pengujian Perincian Saldo?
2. Bagaimana Cara Mendesain Pengujian Perincian Saldo?
3. Apa itu Konfirmasi Piutang Dagang?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Metodologi Desain Pengujian Perincian Saldo
2. Untuk Mengetahui Cara Mendesain Pengujian Perincian Saldo
3. Untuk Mengetahui Konfirmasi Piutang Dagang

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. METODOLOGI DESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO
Figur 14-1 menunjukkan metodologi yang digunakan para auditor dalam
mendesain pengujian yang tepat untük saldo piutang dagang. Metodologi tersebut
dibahas dalam Bab 11 dan sekarang diaplikasikan dalan audit piutang dagang.

Metodologi yang ditunjukkan dalaru Figur 14-1 berkaitan langsung dengan


kertas kerja perencanaan bukti yang diperkenalkan dalam Bab 7 (Jilid 1). Kertas
kerja tersebut sebagian terdapat pada halaman 289 dalam pembahasan materialitas
dan risiko (bagian dari tahap I), kemudian dilengkapi dengan materi pengujian
pengendalian dan pengujian substantií atas transaksi pada Bab 13 (tahap II) (Jilid
1). Kita akan melengkapi kertas kerja tersebut setelah menyelesaikan tahap III.
Figur 14-7 menunjukkan kertas kerja yang telah diselesaikan, sebagai gambaran
mengenai pembahasan utama bab tersebut.

Búkti memadai yang akan dipakai dalam pengujian perincian saldo harus
diputuskan berbasis tujuan dengan tujuan (objective-by-objective). Pengambilan
keputusan ini bisa menjadi kompleks karena adanya beberapa interaksi yang
memengaruhi kebutuhan atas bukti tersebut. Contohnya, auditor harus
mengevaluasi potensi pelanggaran dan mempertimbangkan risiko bawaan (inherent
risk). Potensi dan risiko ini dapat bervariasi sesuai dengan tujuannya, seperti halnya
hasil pengujian pengendalian dan identifikasi risiko, yang juga bervariasi sesuai
tujuan. Auditor harus pula mempertimbangkan hasil pengujian substantif dari
penjualan dan penerimaan kas.

Dalam mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, auditor harus


memenuhi delapan tujuan audit-terkait saldo, yang didiskusikan pada Bab 4 (Jilid
1). Delapan tujuan umum ini sama untuk seluruh akun, yang

4
disebut tujuan audit-terkait saldo piutang dagang (accounts receivable balance-
related audit objectives). Kedelapan tujuan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Piutang dagang dalam neraca saldo sesuai dengan jumlah pada berkas
utama, dan jumlah totalnya secara tepat ditambahkan sesuai dengan buku
besar (Kecocokan perincian).
2. Pencatatan piutang dagang yang terjadi (Keberadaan).
3. Seluruh piutang dagang sudah dihitung (Kelengkapan).
4. Jumlah piutang dagang yang tepat (Akurasi).
5. Piutang dagang diklasifikasikan dengan benar (Klasifikasi).
6. Pisah batas waktu piutang dagang yang tepat (Pisah batas).
7. Piutang dagang dinyatakan dalam nilai yang dapat direalisasikan (Nilai
terealisasikan).
8. Klien memiliki hak atas piutang dagang (Hak).

5
Kolom dalam kertas kerja perencanaan bukti pada Figur 14-7 termasuk
tujuan andit-terkait saldo. Auditor menggunakan faktor-faktor yang ada untuk
membantu mengetahui risiko deteksi piutang dagang yang terencana, sesuai
tujuannya.

Mahasiswa audit perlu mengetahui metodologi lengkap mengenai desain


pengujian perincian saldo piutang dagang dan akun-akun lainnya. Pemaparan
berikut ini menjelaskan metodologi yang bersangkutan. Pembahasan tentang hal
tersebut telah disinggung pada bab-bab sebelumnya untuk membantu memahami
hubungan setiap bagian pada Figur 14-1 dalam mendesain pengujian perincian
saldo.

1. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Kiien yang Memengaruhi Piutang


Dagang (Tahap I)

Pengujian atas piutang dagang didasarkan pada prosedur penilaian risiko


audit agar auditor memahami bisnis dan industri klien telah dibahas pada Bab 6
(Jilid 1). Sebagai bagian dari pemahaman tersebut, auditor mempelajari lingkungan
bisnis dan industri klien serta mengevaluasi tujuan manajemen dan proses bisnis
untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang secara signifikan dapat
memengaruhi pelaporan keuangan, termasuk piutang dagang. Untuk mendapatkan
pemahaman tersebut, auditor juga melakukan prosedur analitis awal untuk
mendeteksi peningkatan risiko piutang dagang.

Risiko bisnis klien yang memengaruhi piutang dagang oleh auditor


dianggap sebagai risiko yang tak terhindarkan dan dijadikan bukti perencanaan
untuk piutang dagang. Contohnya, sebagai hasil dari perubahan lingkungan
ekonomi dalam industri, auditor bisa saja meningkatkan risiko bawaan dalam nilai
realisasi bersih piutang dagang

6
2. Menetapkan Salah Saji yang Dapat Diterima dan Mengevaluasi Risiko
Bawaan (Tahap I)

Seperti yang telah dipelajari di Bab 7 (Jilid 1), auditor terlebih dahulu
memberikan penilaian awal mengenai materialitas untuk keseluruhan laporan
keuangan, lalu mengalokasikan jumlah yang dianggap material untuk setiap akun
neraca, termasuk piutang dagang. Alokasi ini disebut penentuan salah saji yang
dapat diterima (tolerable misstatement). Piutang dagang biasanya merupakan salah
satu bagian terpenting dari pelaporan keuangan bagi perusahaan dengan penjualan
kredit. Meskipun saldo piutang dagang tersebut kecil, transaksi dalam siklus
penjualan dan penagihan yang memengaruhi saldo tersebut biasanya berjumlah
besar.

Auditor menentukan risiko yang tak terhindarkan untuk masing-masing


akun (misalnya piutang dagang) dengan mempertimbangkan risiko bisnis dan
industry perusahaan klien. PSA 70 (SA 316) mengindikasikan bahwa auditor harus
bisa mengidentifikasi risiko pelanggaran dalam pengakuan pendapatan. Hal ini
biasanya memengaruhi evaluasi auditor terhadap risiko tersebut untuk tujuan:
eksistensi, batas waktu penjualan, pengembalian barang dagangan, dan batas
penetapan cadangan kerugian piutang. Klien biasanya baik secara sengaja maupun
tidak sengaja salah menetapkan cadangan atas piutang tak tertagih (nilai realisasi
bersih) karena sulitnya menentukan jumlah yang tepat.

3. Mengevaluasi Risiko Pengendalian dalam Siklus Penjualan dan


Penagihan (Tahap I)

Pengendalian internal atas penjualan dan bukti penerimaan kas yang


berhubungan dengan piutang dagang biasanya berlangsung efektif di banyak
perusahaan karena manajemen sangat peduli dengan pencatatan yang akurat untuk
menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Auditor umumnya memperhatikan tiga
aspek pengendalian internal, yaitu:

a. Pengendalian untuk menghindari atau mendeteksi pencurian.


b. Pengendalian atas penetapan pisah batas.

7
c. Pengendalian yang berhubungan dengan cadangan piutang tidak tertagih.

Sebelumnya telah dibahas mengenai tujuan audit-terkait transaksi dalam hal


siklus penjualan dan penagihan (lihat Bab 12, Jilid 1). Auditor harus
menghubungkan risiko pengendalian atas tujuan audit-terkait transaksi dan tujuan
audit-terkait saldo, terutama untuk merencanakan risiko deteksi dan bukti-bukti
yang akan digunakan dalam pengujian perincian saldo. Hubungan dua hal ini
biasanya mudah ditemukan. Figur 14-2 menunjukkan hubungan antara kedua
transaksi untuk siklus penjualan dan penagihan. Sebagai contoh, auditor
menyimpulkan risiko pengendalian untuk transaksi penjualan dan penerimaan kas
adalah rendah dalam hal akurasi saldonya. Dengan demikian, auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian untuk akurasi saldo piutang dagang adalah
efektif karena transaksi satu-satunya yang memengaruhi piutang dagang adalah
penjualan dan penerimaan kas. Tentunya jika pengembalian barang dagangan,
penetapan cadangan, dan penghapusan piutang tidak tertagih jumlahnya signifikan,
maka perlu dipertimbangan risiko pengendalian untuk jenis transaksi tersebut.

Kedua aspek yang berhubungan dalam Figur 14-2 disebutkan di bawah ini yaitu:

a. Untuk penjualan, tujuan audit-terkait keterjadian transaksi (occurrence


transaction-related audit objective) memengaruhi tujuan audit-terkait
keberadaan saldo (existence balance-related audit objective). Untuk penerimaan
kas, tujuan audit-terkait keterjadian transaksi memengaruhi tujuan audit-terkait
kelengkapan saldo. Hubungan yang sama juga terjadi pada tujuan audit-terkait
kelengkapan transaksi. Alasan dari kesimpulan ini adalah karena kenaikan
penjualan meningkatkan piutang dagang, namun penerimaan kas menurunkan
saldo piutang dagang. Sebagai contoh, pencatatan penjualan (yang sebetulnya
tidak terjadi) akan berbeda dengan tujuan audit-terkait keterjadian transaksi dan
tujuan audit terkait keberadaan saldo (keduanya terlalu besar). Pencatatan
penerimaan kas (yang sebetulnya tidak terjadi) tidak hanya akan berbeda
dengan tujuan audit terkait keterjadian transaksi, tetapi juga berbeda dengan

8
tujuan audit-terkait kelengkapan saldo karena piutang dagang yang masih
belum dibayar tidak termasuk dalam pencatatan tersebut.

b. Nilai realisasi dan tujuan audit-terkait saldo piutang dagang, seperti halnya
tujuan audit-terkait penyajian dan pengungkapan, tidak dipengaruhi oleh
evaluasi risiko pengendalian transaksi. Dalam mengevaluasi risiko
pengendalian di luar tujuan- tujuan audit diatas, auditor harus mengidentifikasi
dan melakukan pengujian terpisah.

Figur 14-7 mencantumkan tiga baris evaluasi risiko pengendalian: satu


untuk penjualan, satu untuk penerimaan kas, dan satu untuk pengendalian tambahan
sehubungan dengan saldo piutang dagang. Sumber dari risiko pengendalian untuk
penjualan dan penerimaan kas adalah matriks risiko pengendalian yang
mengasumsikan bahwa hasil pengujian pengendalian mendukung pengujian awal.
Auditor membuat evaluasi risiko pengendalian yang terpisah untuk tujuan yang

9
hanya berkaitan dengan piutang dagang atau untuk tujuan penyajian dan
pengungkapan.

4. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan Pengujian


Substantif atas Transaksi (Tahap II)

Bab 12 dan 13 (Jilid 1) membahas tentang desain prosedur audit untuk


melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif, menentukan jumlah
sampel, dan mengevaluasi hasil pengujian. Hasil pengujian pengendalian
menentukan apakah risiko pengendalian atas penjualan dan penerimaan kas perlu
direvisi. Auditor menggunakan hasil pengujian substantif atas transaksi untuk
menentukan apakah perencanaan risiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap
tujuan audit-terkait saldo piutang dagang. Kertas kerja perencanaan bukti pada
Figur 14-7 menunjukkan tiga baris risiko pengendalian dan dua baris pengujian
substantif atas transaksi, satu untuk penjualan dan satu lagi untuk penerimaan kas.

5. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)

Seperti dibahas dalam Bab 6 (Jilid 1), prosedur analitis biasanya dilakukan
dalam tiga tahap audit: selama perencanaan, saat pelaksanaan pengujian terperinci,
dan saat menyelesaikan audit. Bab ini membahas prosedur analitis perencanaan dan
prosedur analitis substantif saat menjalankan pengujian terhadap akun-akun pada
siklus penjualan dan penagihan.

Prosedur analitis umumnya dilakukan selama tahap pengujian diselesaikan


setelah tanggal neraca, namun sebelum dilakukan pengujian perincian saldo. Hal
ini menimbulkan keinginan untuk melakukan ekstensifikasi prosedur analitis
sebelum klien mencatat seluruh transaksi selama tahun tersebut dan menyelesaikan
laporan keuangan.

Auditor menjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan


penagihan, tidak hanya piutang dagang. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat
hubungan erat antara laporan laba/rugi dengan akun-akun pada neraca. Jika auditor
mengidentifikasi adanya kesalahan penyajian dalam penjualan atau pengembalian

10
barang dagangan dengan menggunakan prosedur analitis, piutang dagang
kemungkinan besar akan menutupi kesalahan tersebut.

Tabel 14-1 menyajikan contoh rasio dan perbandingan untuk siklus


penjualan dan penagihan dan menunjukkan adanya potensi salah saji, yang
kemungkinan tidak tercakup dalam prosedur analitis. Meskipun Tabel 14-1 terfokus
pada perbandingan hasil tahun berjalan dengan tahun sebelumnya, auditor perlu
mempertimbangkan perbandingan tahun berjalan dengan anggaran dan tren
industri. Pengamatan perlu dilakukan terhadap kolom "kemungkinan salah saji"
yang dapat memengaruhi laporan laba/rugi dan akun-akun neraca. Sebagai contoh,
ketika auditor melakukan prosedur analitis untuk penjualan, bukti atas penjualan
dan piutang dagang perlu dilakukan.

Sebagai tambahan untuk prosedur analitis pada Tabel 14-1, auditor perlu
menelaah piutang dagang yang jumlahnya besar atau tidak lazim, seperti saldo yang

11
besar. rekening yang tidak tertagih dalam waktu lama, piutang dari perusahaan
terafiliasi. karyawan, direktur atau pihak-pihak lain, dan saldo kredit. Untuk
mengidentifikasi Jumlah ini, auditor perlu menelaah daftar rekening (neraca saldo)
pada tanggal neraca untuk menentukan akun mana yang perlu diselidiki lebih lanjut.

Sebagai ilustrasi terhadap pemakaian prosedur analitis selama tahap


pengujian perincian, Tabel 14-2 menyajikan informasi neraca saldo yang
membandingkan sikius penjualan dan penagihan pada PT Perkakas Prima Building,
Tabel 14-3 menunjukkan beberapa prosedur analitis substantif. Potensi salah saji
yang diindikasikan dalam Fasio cadangan sebut terdapat pada cadangan kerugian
piutang. Hal ini terlihat dar rasio cadangan kerugian piutang, seperti dijelaskan pada
Tabel 14-3 bagian bawah.

12
Kesimpulan auditor mengenai prosedur analitis substantif untuk siklus penjualan
dan penagihan terhubungkan dengan kertas kerja perencanaan bukti yang terdapat
pada Figur 14-7 baris ketiga dari bawah. Oleh karena prosedur analitis merupakan
pengujian substantif, maka prosedur ini mengurangi tugas auditor dalam melakukan
pengujian perincian saldo, jika hasil dari prosedur tersebut memuaskan.

Jika prosedur analitis dalam siklus penjualan dan penagihan


mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, maka auditor perlu meminta
informasi kepada manajemen. Tanggapan dari manajemen perlu dievaluasi dengan
kritis, apakah mampu menjelaskan mengenai fluktuasi tersebut dan mampu
menunjukkan bukti penduktingnya.

6. Mendesain dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang Dagang


(Tahap III)

Pengujian perincian yang tepat terhadap saldo bergantung pada faktor-


faktor yang disebutkan dalam kertas kerja perencanaan bukti pada Figur 14-7.
Risiko deteksi yang terencana untuk setiap tujuan audit-terkait saldo piutang
dagang ditampilkan pada baris kedua terbawah. Keputusan ini secara subjektif
ditentukan auditor untuk setiap faktor yang disebutkan dalam baris tersebut.

13
Tugas menggabungkan faktor-faktor penentu risiko deteksi terencana cukup
kompleks karena pengukuran untuk setiap faktor bisa saja salah dan penentuan
bobot untuk setiap faktor sifatnya sangat subjektif. Sebaliknya, hubungan antar
faktor dan risiko deteksi terencana biasanya mudah dilakukan. Sebagai contoh,
auditor tahu bahwa risiko tinggi yang tak terhindarkan atau risiko pengendalian
menurunkan risiko deteksi terencana dan meningkatkan pengujian substantif
terencana, sedangkan hasil yang baik untuk pengujian substantif atas transaksi
meningkatkan risiko deteksi terencana dan menurunkan pengujian substantif
terencana lainnya.

Baris terbawah pada Figur 14-7 menunjukkan bukti audit untuk pengujian
perincian saldo piutang dagang. Pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa
bukti audit terencana merupakan kebalikan dari risiko audit terencana. Setelah
memutuskan apakah bukti audit terencana untuk suatu tujuan adalah tinggi,
medium, atau rendah, auditor perlu memutuskan prosedur, jumlah sampel, pilihan
sampel, dan penetapan waktu audit yang tepat.

Sebagai akhir dari bab ini, kita akan membahas bagaimana auditor
memutuskan prosedur audit tertentu dan waktu yang ditetapkan untuk mengaudit
piutang dagang Pada Bab 15, kita akan membahas jumlah sampel dan menentukan
pilihan dari populasi pengujian.

B. MENDESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO


Meskipun auditor menekankan akun akun nerasa dalam pengujian perincian
saldo, akun laporan labo/rugi tidak dilupakan sebagai con tantan taba/rugi diuji
sebaga produk sampingan dari pengujian neraca hai cam deditor mengonfirma
saldo piutang dagang dan menemukan lebih dalam penagihan ke pelanggan, maka
baik plintang dagang maupun penyulan malahan lebih saji.

14
Konfirmasi atas piutang dagang merupakan pengujian terpenting terhadap
perincian yguntuk piutang dagang. Kita akan mendiskusikan konfirmasi secara
singkat sambil mempelajari pengujian yang memadai untuk setiap tujuan audit-
terkait saldo. Kita akan membahasnya lebih terperinci dalam bab ini. Dalam
membahas pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada tujuan
audit-terkait saldo. Kita akan mengasumsikan dua hal, yaitu:

1. Auditor telah melengkapi kertas kerja seperti dalam Figur 14-7.


2. Auditor telah menetapkan risiko deteksi terencana untuk pengujian atas
tujuan audit-terkait saldo.

Prosedur audit yang dipilih dan jumlah sampel sangat bergantung pada
apakah bukti terencana untuk tujuan tersebut tergolong rendah, medium, atau
tinggi.

1. Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dari Sesuai dengan Berkas


Utama dan Buku Besar

Pada umumnya, pengujian atas piutang dagang dan cadangan kerugian


piutang dilakukan berdasarkan neraca saldo. Sebuah neraca saldo menyajikan saldo
piutang dagang pada tanggal neraca, termasuk data saldo piutang untuk setiap

15
pelanggan disertai perincian saldo untuk kurun waktu antara tanggal penjualan dan
tanggal neraca. Figur 14-3 mengilustrasikan contoh neraca saldo berdasarkan
contoh PT Perkakas Prima. Perhatikan bahwa jumlah totalnya adalah sama dengan
piutang dagang yang terdapat pada neraca saldo di Figur 4-4, Bab 4 (Jilid 1),

Biasanya, auditor melakukan pengujian atas informasi yang didapatkan dari


kecocokan perincian (detail tie-in) dalam neraca saldo, sebelum melakukan
pengujian lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi yang diuji
sama dengan buku besar dan piutang dagang pada berkas utama. Total kolom dan
kolom yang berkaitan dengan umur piutang harus diuji dan total pada neraca saldo
dibandingkan dengan buku besar. Sebagai tambahan, anditor harus menelusuri
sampel untuk saldo masing-masing dokumen pendukung, seperti duplikat bukti
penjualan untuk mencocokkan nama pelanggan, saldo, dan penghitungan umur
piutang yang tepat. Perluasan pengujian terhadap kecocokan perincian bergantung
pada jumlah rekening. tingkat pengujian atas berkas utama sebagai bagian dari uji
pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, dan tingkat pengujian yang
dilakukan oleh auditor internal atau pihak independen lain sebelum auditor. Auditor
sering kali menggunakan peranti lunak audit untuk menjumlah ke bawah (foot) dan
ke samping (cross-foot) pada neraca saldo dan menghitung ulang taksiran umur
piutang.

2. Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya

Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling


penting untuk menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika
pelanggan tidak menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen
pendukung untuk mengecek pengiriman barang, juga menguji bukti penerimaan kas
pada masa tenggat.

16
(subsequent) untuk mengetahui apakah pembayaran sudah dilakukan. Biasanya,
auditor tidak menguji dokumen pengiriman atau bukti penerimaan kas dalam
sampel yang dikonfirmasi, melainkan memperluas penggunaan dokumen tersebut
sebagai alternatif bukti bagi konfirmasi yang tidak ditanggapi.

3. Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap

Bagi auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening di luar neraca
saldo, kecuali bergantung pada perimbangan data piutang dagang di berkas utama
Contohnya, jika klien tanpa sengaja tidak memasukkan piutang dagang pada neraca
saldo, kemungkinan hal ini akan dapat dideteksi ketika auditor melakukan
penjumlahan ke bawah terhadap piutang dagang di neraca saldo, kemudian
melakukan rekonsiliasi saldo melalui akun pengontrol di buku besar.

Jika seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal


penjualan, maka kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap melalui
pengujian perincian saldo. Sebagai contoh, auditor jarang mengirimkan konfirmasi
piutang dagang kepada pelanggan dengan saldo nol, sebagian karena hasil
penelitian menyebutkan bahwa pelanggan biasanya tidak merespons permintaan
konfirmasi yang menunjukkan saldo mereka kurang. Sebagai tambahan, penjualan

17
yang tidak tercatat kepada pelanggan baru akan sulit diidentifikasi dalam
konfirmasi karena nama pelanggan tersebut tidak masuk dalam berkas utama.
Kurang saji atas penjualan dan piutang dagang lebih baik dideteksi dari prosedur
analitis dan pengujian substantif atas transaksi pengiriman yang dilakukan, tetapi
tidak dicatat (tujuan kelengkapan atas pengujian transaksi penjualan).

4. Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar

Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang dengan


mudah, yaitu dengan menelaah neraca saldo uniuk piutang yang jumlahnya material
dari afiliasi, karyawan, direktur, atau pihak terkait lainnya. Auditor perlu mengecek
apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah dipisahkan dari piutang dagang
biasa, dan saldo kredit pada piutang dagang yang jumlahnya besar diklasifikasikan
Kembali menjadi utang dagang Terdapat hubungan erat antara tujuan zudit-terkait
klasifikasi saldo dengan klasifikasi terkait, penyajian atas pemahamannya, dan
tujuan pengungkapannya. Untuk mencapai tujuan audit-terkait klasifikasi saldo,
auditor harus menetapkan apakah klien telah mengklasifikasikan piutang dagang
secara benar. Sebagai contoh, auditor akan menetapkan apakah piutang dari pihak
terkait telah dipisahkan di neraca saldo. Untuk memenuhi persyaratan penyajian
dan pengungkapan, auditor harus memastikan bahwa klasifikasi disajikan secara
benar dengan menentukan apakah transaksi antara pihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan telah dicatat secara tepat dalam laporan keuangan selama
menyelesaikan tahapan audit.

5. Penetapan Pisah Batas (Cutoff) Piutang Dagang secara Tepat

Salah saji akibat pisah batas (cutoff misstatement) terjadi ketika transaksi
dalam waktu berjalan dicatat selama jeda waktu antara pembuatan pelaporan dan
waktu audit, atau sebaliknya. Tujuan pengujian pisah batas, tanpa memperhatikan
jenis transaksi, adalah untuk melihat apakah transaksi yang terjadi di akhir periode
akuntansi dicatat pada periode yang tepat. Hal ini adalah salah satu tujuan
terpenting dari siklus karena salah saji dalam pisah batas memengaruhi laba periode
berjalan. Sebagai contoh, kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam

18
menetapkan penjualan yang terjadi setelah tanggal neraca sebagai penjualan
periode berjalan, atau kesalahan tidak memasukkan pengembalian barang dagangan
pada periode berjalan, akan menyebabkan lebih saji laba bersih secara material.

Salah saji akibat penetapan pisah batas dapat terjadi pada penjualan, retur
dan cadangan barang dagangan, serta penerimaan kas. Untuk masing-masing hal
tersebut, auditor perlu melakukan tiga pendekatan dalam menetapkan kewajaran
pisah batas, yaitu:

a. Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat.


b. Mengevaluasi apakah klien telah melakukan prosedur yang memadai untuk
menentukan tingkat kewajaran pisah batas.
c. Menguji apakah pisah batas yang ditetapkan adalah tepat.
 Pisah Batas Penjualan

Sebagian besar klien yang bergerak di bidang perdagangan dan manufaktur


mencatat penjualan berdasarkan kriteria pengiriman barang. Beberapa perusahaan
mencatat faktur pada saat perpindahan kepemilikan, yang dapat terjadi sebelum
pengiriman (seperti dalam kasus barang yang diproduksi khusus), pada saat
memulai pengiriman, atau selama pengiriman berlangsung. Agar pengukuran
dilakukan secara tepat pada periode berjalan, maka metode yang digunakan harus
mengikuti Prinsip Akuntansi Berterima Umum (Generally Accepted Accounting
Principles/GAAP) dan diterapkan secara konsisten.

Bagian terpenting pada evaluasi metode klien dalam menetapkan pisah


batas adalah saat menentukan prosedur apa yang digunakan. Jika klien menerbitkan
dokumen pengiriman secara urut nomor, maka auditor akan sangat mudah
mengevaluasi dan menguji pisah batasnya. Pemisahan tugas antara fungsi
pengiriman dan penagihan juga menguatkan kecenderungan untuk mencatat
transaksi pada periode yang tepat. Bagaimana pun juga, jika pengiriman dilakukan
oleh armada perusahaan, jika pencatatan pengiriman tidak diberi nomor, dan jika
orang yang melakukan pengiriman dan penagihan tidak independen satu sama lain,

19
maka auditor akan sulit memastikan bahwa pisah batas yang ditetapkan adalah
akurat.

Ketika pengendalian internal klien dianggap memadai, maka auditor


biasanya dapat melakukan verifikasi pisah batas dengan memeriksa nomor
dokumen pengiriman pada saat pengiriman terakhir di akhir periode, lalu
membandingkan nomor ini dengan pencatatan penjualan selama periode berjalan
dan periode jeda (subsequent). Sebagai ilustrasi, diasumsikan nomor dokumen
pengiriman untuk pengiriman terakhir periode berjalan adalah 1489. Seluruh
penjualan yang dicatat sebelum akhir periode harus diawali dengan dokumen
nomor 1490 dan tidak ada penjualan dicatat dan dikirimkan selama periode jeda
yang bernomor 1489 atau lebih kecil. Seorang auditor dapat menguji hal ini dengan
membandingkan catatan penjualan dan dokumen pengiriman terkait untuk beberapa
hari terakhir pada periode berjalan, dan beberapa hari di awal periode jeda.

 Pisah Batas Retur dan Cadangan Penjualan

GAAP mensyaratkan retur penjualan harus dibandingkan dengan penjualan


terkait jika jumlahnya material. Sebagai contoh, jika pengiriman pada periode
berjalan dikembalikan pada periode jeda (subsequent period), maka retur penjualan
seharusnya muncul pada periode berjalan (barang yang diretur seharusnya dianggap
sebagai persediaan periode berjalan). Di kebanyakan perusahaan, retur penjualan
dicatat pada periode akuntansi di mana transaksi ini terjadi, dengan asumsi yang
hampir sama, yaitu adanya saling-hapus (offsetting) jumlah pada awal dan akhir
periode akuntansi. Pendekatan ini dapat diterima selama jumlahnya tidak material.
Beberapa perusahaan menyediakan cadangan, mirip dengan cadangan piutang tak
tertagih, untuk jumlah retur yang diperkirakan terjadi selama periode jeda.

Jika auditor yakin bahwa klien mencatat seluruh retur penjualan tepat pada
waktunya, maka pengujian pisah batas bisa dilakukan dengan mudah dan langsung.
Auditor dapat menguji dokumen pendukung sebagai sampel untuk retur dan
cadangan penjualan yang dicatat selama periode jeda sampai tanggal penutupan
untuk menentukan tanggal penjualan. Jika auditor melihat bahwa jumlah yang

20
dicatat selama periode jeda secara signifikan berbeda dari retur dan cadangan
penjualan di awal periode audit, maka mereka perlu melakukan penyesuaian.
Sebagai contoh, suatu perusahaan bisa mengalami kenaikan retur penjualan sat
melakukan penjualan melalui Internet. Hal ini disebabkan karena pembeli tidak bisa
memeriksa produk sebelum dibeli. Sebagai tambahan, jika evaluasi pengendalian
internal atas pencatatan retur dan cadangan penjualan hasilnya tidak efektif, maka
lebih banyak sampel dibutuhkan untuk melakukan verifikasi terhadap pisah batas.

 Pisah Batas Penerimaan Kas

Dalam audit, biasanya penentuan pisah batas penerimaan kas dianggap tidak
terlalu penting dibandingkan pisah batas untuk penjualan, retur, dan cadangan
penjualan. Hal ini disebabkan karena penentuan pisah batas penerimaan kas yang
kurang tepat hanya akan memengaruhi saldo kas dan piutang dagang, bukan laba.
Jika salah saji tersebut material, maka hal tersebut dapat memengaruhi penyajian
wajar atas akun-akun ini, terutama ketika jumlah kas kecil atau bersaldo negatif.

Pengujian untuk salah saji pisah batas penerimaan kas (biasanya disebut
holding the cash receipts book open) cukup mudah dilakukan, yaitu dengan
menelusuri pencatatan penerimaan kas ke setoran bank pada periode jeda yang
terdapat di laporan bank. Jika beberapa hari tertunda, maka terdapat indikasi salah
saji dalam penentuan pisah batas.

6. Piutang Dagang Dinyatakan dalam Nilai Terealisasi

GAAP mensyaratkan perusahaan mencatat piutang dagang dalam jumlah


tertinggi yang dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang dagang sama dengan jumlah
total piutang dagang dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih. Untuk
menghitung cadangan, klien mengestimasi jumlah total piutang dagang yang
diperkirakan tidak dapat ditagih. Prediksi ini tentunya tidak dapat dilakukan secara
tepat, tetapi auditor perlu mengevaluasi apakah klien sudah menetapkan
cadangannya secara masuk akal dengan mempertimbangkan semua fakta.

21
Auditor menghadapi dua kesalahan yang biasa terjadi dalam mengevaluasi
cadangan dengan memeriksa saldo jangka panjang secara individu pada neraca
saldo. Pertama, mereka mengabaikan tingkat kecukupan cadangan untuk akun
jangka pendek, meskipun beberapa akun ini jelas-jelas tidak tertagih. Kedua, sulit
untuk membandingkan hasil tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam
basis yang tidak terstruktur. Jika akun-akun ini secara progresif tidak tertagih
selama beberapa tahun, maka akun ini telah diabaikan. Untuk menghindari dua
kesalahan tersebut, klien dapat menyusun sejarah penghapusan piutang tak tertagih
(bad debt write-offs) selama kurun waktu tertentu sebagai referensi dalam
mengevaluasi cadangan tahun berjalan.

Piutang Tak Tertagih, Setelah auditor puas dengan akun cadangan, mudah
baginya untuk memeriksa piutang tak tertagih. Diasumsikan bahwa:

a. Saldo awal akun cadangan diverifikasi sebagai bagian dari audit


sebelumnya.
b. Jumlah tak tertagih yang dihapus diverifikasi sebagai bagian dari pengujian
substantif atas transaksi.
c. Saldo akhir akun cadangan diverifikasi untuk berbagai tujuan.

Piutang tak tertagih merupakan saldo sisa yang diverifikasi dari perhitungan
kembali.

7. Klien Berhak atas Piutang Dagang

Hak klien atas piutang dagang biasanya tidak menyebabkan masalah audit
karena piutang umumnya memang milik klien. Dalam beberapa kasus, ada bagian
dari piutang dagang yang dijadikan jaminan, ditujukan untuk pihak lain, atau dijual
dengan nilai lebih rendah. Umumnya, pelanggan tidak tahu-menahu tentang hal
tersebut, sehingga konfirmasi piutang pun tidak dapat memberikan kejelasan.
Untuk mendapatkan informasi mengenai keterbatasan hak klien atas piutangnya,
auditor perlu mendiskusikan dengan klien, melakukan konfirmasi ke bank, atau
memeriksa kontrak utang sebagai bukti bahwa piutang dagang dipakai sebagai
jaminan, dan memeriksa berkas korespondensi.

22
8. Penyajian dan Pengungkapan Piutang Dagang

Pengujian dari keempat tujuan audit-terkait penyajian dan pengungkapan


dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian tahapan audit. Beberapa pengujian atas
penyajian dan pengungkapan dilakukan untuk memenuhi tujuan audit-terkait saldo.
Contohnya, ketika pengujian penjualan dan piutang dagang dilakukan, auditor
harus memahami dan mengevaluasi kewajaran kebijakan klien atas pengakuan
pendapatan untuk mengetahui pengungkapannya secara wajar dalam laporan
keuangan. Auditor juga perlu memutuskan apakah klien secara wajar telah
menghitung saldo dan menyajikan informasi dari pihak-pihak terkait. Untuk
mengevaluasi kecukupan penyajian dan pengungkapan tersebut, auditor perlu
memiliki pemahaman SAK dan persyaratan penyajian dan pengungkapan secara
menyeluruh.

C. KONFIRMASI PIUTANG DAGANG


Tujuan utama konfirmasi piutang dagang adalah untuk memenuhi tujuan
keberadaan, akurasi, dan pisah batas (cutoff).

1. Persyaratan Standar Auditing

Standar auditing mensyaratkan konfirmasi piutang dagang dalam kondisi


normal. PSA 07 (SA 330) menyebutkan tiga pengecualian terhadap persyaratan
konfirmasi tersebut, yaitu:

a. Piutang dagang jumlahnya tidak material. Hal ini biasa terjadi pada
perusahaan tertentu, misalnya toko diskon dengan penjualan tunai dan kartu
kredit.
b. Auditor mempertimbangkan bahwa konfirmasi merupakan bukti yang tidak
efektif karena tingkat respons yang rendah atau tidak dapat diandalkan.
Dalam industri tertentu, seperti rumah sakit, tingkat respons untuk
konfirmasi ini sangat rendah.
c. Kombinasi dari tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian adalah
rendah dan bukti substantif lain dapat diakumulasikan sebagai bukti yang
cukup. Jika klien memiliki pengendalian internal efektif dan risiko bawaan

23
yang cukup rendah terhadap siklus penjualan dan penagihannya, maka
auditor perlu memenuhi persyaratan dengan melakukan pengujian
pengendalian, pengujian substantif atas transaksi, dan prosedur analitis.

2. Jenis-jenis Konfirmasi

Dalam melakukan prosedur konfirmasi, auditor harus memutuskan terlebih


dulu jenis konfirmasi yang digunakan.

a. Konfirmasi Positif (Positive Confirmation)

Konfirmasi positif adalah komunikasi yang ditujukan kepada debitor untuk


meminta konfirmasi secara langsung apakah saldo yang disebutkan dalam
konfirmasi tersebut benar atau salah.

Formulir konfirmasi kosong (blank confirmation form) adalah jenis


konfirmasi positif yang tidak menyebutkan jumlah yang dikonfirmasi, tetapi
mensyaratkan penerima untuk mengisi jumlahnya atau memasukkan informasi lain.
Oleh karena formulir konfirmasi kosong meminta penerima menyebutkan
informasi yang diminta, maka konfirmasi jenis ini dianggap lebih dapat diandalkan
dibandingkan konfirmasi yang menyebutkan jumlah. Formulir kosong ini jarang
digunakan dalam praktik karena biasanya tingkat responsnya lebih rendah.

Konfirmasi tagihan (invoice confirmation) adalah bentuk lain konfirmasi


positif yang merupakan konfirmasi individual, bukan saldo keseluruhan piutang
pelanggan. Banyak pelanggan menggunakan sistem voucher sehingga mereka bisa
mengonfirmasi tagihan individual, tetapi bukan informasi saldo keseluruhan.
Akibatnya, penggunaan konfirmasi tagihan ini menaikkan tingkat respons.
Konfirmasi tagihan juga mengurangi beda waktu dan bagian yang direkonsiliasi
lainnya dibandingkan konfirmasi saldo. Konfirmasi tagihan juga memiliki
kekurangan, yaitu tidak mengonfirmasi saldo akhir secara langsung. Untuk
mengatasi hal ini, konfirmasi positif biasanya meminta pelanggan untuk
mengonfirmasi keberadaan persvaratan atau perjanjian khusus antara klien dengan
pelanggan.

24
b. Konfirmasi Negatif (Negative Confirmation)

Konfirmasi negatif juga ditujukan kepada debitor, tetapi hanya meminta


respons jika debitor tidak menyetujui jumlah yang dinyatakan dalam konfirmasi.
Konfirmasi positif merupakan bukti yang lebih dapat diandalkan karena auditor
dapat melakukan prosedur lain jika respons tidak diperoleh dari debitor. Dengan
konfirmasi negatif, pelanggan bisa saja tidak merespons dan dianggap menyetujui
jumlah yang dikonfirmasi, meskipun mungkin sebenarnya pelanggan mengabaikan
permintaan konfirmasi. Meskipun demikian, konfirmasi negatif lebih murah
dibandingkan konfirmasi positif karena tidak membutuhkan permintaan konfirmasi
kedua dan tidak membutuhkan tindak lanjut jika tidak ada respons.

PSA 07 menyatakan bahwa konfirmasi negatif dapat dilakukan hanya jika


tiga kondisi berikut dipenuhi.

1) Piutang dagang terdiri dari sejumlah besar akun bersaldo kecil.


2) Kombinasi antara risiko pengendalian dan risiko bawaan adalah rendah.
3) Jika diyakini bahwa penerima konfirmasi tidak mengabaikan
konfirmasi yang diminta.

Biasanya, jika konfirmasi negatif dilakukan, maka auditor akan


memberikan penekanan pada efektivitas pengendalian internal, pengujian
substantif atas transaksi dan prosedur analitis sebagai bukti kewajaran piutang
dagang, dan mengasumsikan bahwa mayoritas penerima konfirmasi akan membaca
dengan saksama dan merespons permintaan konfirmasi.

3. Penetapan Waktu (Timing)

Bukti yang paling dapat diandalkan dari konfirmasi diperoleh saat


konfirmasi tersebut dikirimkan sesegera mungkin setelah penutupan tanggal
neraca. Dengan ini, auditor dapat secara langsung menguji saldo piutang dagang
dari laporan keuangan tapa perlu memperhatikan transaksi yang terjadi antara
tanggal konfirmasi dan tanggal neraca. Selain itu, untuk melakukan audit berbasis

25
ketepatan waktu, biasanya diperlukan konfirmasi akun-akun selama tanggal
interim.

Jika auditor memutuskan untuk mengonfirmasi piutang dagang sebelum


akhir tahun, maka auditor tersebut biasanya menyiapkan skedul ke depan untuk
merekonsiliasi saldo piutang dagang pada tanggal konfirmasi dengan piutang
dagang pada tanggal neraca. Sebagai tambahan, untuk melakukan prosedur analitis
atas aktivitas selama periode intervensi, mungkin perlu dilakukan pengujian
transaksi yang terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal neraca. Auditor dapat
melakukan hal tersebut dengan memeriksa dokumen internal seperti duplikat faktur
penjualan, dokumen pengiriman, dan bukti-bukti penerimaan kas.

4. Keputusan Pengambilan Sampel


a. Jumlah Sampel

Faktor utama yang memengaruhi jumlah sampel dalam melakukan


konfirmasi piutang dagang terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

1) Salah saji yang dapat diterima.


2) Risiko yang tak terhindarkan (ukuran relatif dari total piutang dagang,
jumlah akun, hasil pengujian tahun sebelumnya, dan ekspektasi salah
saji).
3) Risiko pengendalian.
4) Risiko deteksi yang diperoleh dari pengujian substantif lainnya (perluasan
dan hasil dari pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis, dan
pengujian detail lainnya).
5) Tipe konfirmasi (konfirmasi negatif biasanya membutuhkan sampel lebih
banyak).
5. Pemilihan Sampel Pengujian

Beberapa tingkatan sampel diperlukan bagi hampir seluruh jenis


konfirmasi. Dalam melakukan pendekatan untuk memilih tingkatan sampel, auditor
perlu mempertimbangkan besaran nominal akun per individu dan jangka waktu
peredaran piutang dagang. Pada kebanyakan proses audit, konfirmasi atas saldo

26
yang lebih banyak dan yang jangka waktunya lebih lama perlu lebih ditekankan
karena biasanya dalam kondisi tersebut piutang dagang bisa mengalami salah saji
yang signifikan. Akan tetapi, penting juga untuk mengambil sampel dari setiap
segmen yang material dalam populasi.

6. Menjalankan Pengendalian

Setelah sampel konfirmasi ditentukan, auditor tetap perlu melakukan


pengendalian konfirmasi hingga dikembalikan dari pelanggan. Langkah-langkah
ini diperlukan untuk memastikan independensi komunikasi antara auditor dan
pelanggan.

7. Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan

Surat konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh pelanggan tidak dapat


dianggap sebagai bukti audit. Misalnya, tidak adanya tanggapan atas konfirmasi
positif bukan berarti merupakan bukti audit. Sama halnya dengan konfirmasi
negatif, jika tidak ada respons, maka auditor tidak boleh menyimpulkan bahwa
pelanggan menerima permintaan konfirmasi dan membenarkan permintaan
informasi. Akan tetapi, konfirmasi negatif memang bisa menjadi bukti keberadaan
asersi.

a. Penerimaan Kas pada Masa Tenggat

Bukti penerimaan kas pada masa tenggat sampai dengan tanggal konfirmasi
meliputi pemeriksaan bukti pengiriman, jurnal penerimaan kas, atau bahkan
mungkin kredit yang terjadi selama masa tenggat pada berkas utama piutang
dagang.

b. Duplikat Faktur Penjualan

Sangat berguna untuk mengecek penerbitan faktur penjualan aktual dengan


tanggal penagihan aktual.

27
c. Dokumen Pengiriman

Dokumen ini diperlukan untuk mengetahui apakah pengiriman benar-benar


dilakukan dan juga sebagai pengujian pisah batas (cutoff).

d. Korespondensi dengan Klien

Biasanya, auditor tidak perlu menjadikan korespondensi sebagai bagian dari


prosedur alternatif, tetapi korespondensi dapat digunakan untuk menemukan
piutang yang diragukan atau bermasalah namun tidak ditemukan dengan cara lain.

8. Analisis Perbedaan

Ketika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auditor harus


menentukan alasan jika ditemukan perbedaan. Dalam banyak kasus, perbedaan
tersebut disebabkan oleh beda waktu antara pencatatan klien dan pelanggan. Beda
waktu perlu dipisahkan dari pengecualian (exception), yang merupakan salah saji
atas saldo piutang dagang.

Jenis perbedaan yang biasa terjadi pada hasil konfirmasi meliputi:

a. Pembayaran Sudah Dilakukan

Perbedaan biasanya terjadi ketika pelanggan sudah melakukan pembayaran


sebelum tanggal konfirmasi, tetapi klien belum menerima pembayaran saat
pencatatan sebelum tanggal konfirmasi.

b. Barang Belum Diterima

Perbedaan ini biasanya timbul karena Klien mencatat penjualan pada


tanggal pengiriman dan pelanggan mencatat pembelian pada saat barang diterima.
Waktu ketika barang dalam masa pengiriman menyebabkan perbedaan laporan
tanggal penerimaan barang atau salah saji akibat pisah batas pada catatan
pelanggan.

28
c. Pengembalian Barang

Kesalahan Klien dalam mencatat memo kredit dapat terjadi karena beda waktu atau
kesalahan pencatatan retur dan cadangan penjualan. Sama halnya dengan perbedaan
lain, hal ini perlu diselidiki.

d. Kesalahan Klerikal dan Jumlah yang Dipertentangkan

Perbedaan yang terjadi dalam laporan pencatatan klien biasanya terjadi ketika
pelanggan menyatakan terjadinya kesalahan atas harga barang, kerusakan barang,
jumlah barang yang tidak diterima, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu diselidiki
untuk menentukan apakah klien melakukan kesalahan dan berapa jumlah kesalahan
yang terjadi.

9. Pengambilan Kesimpulan

Ketika masalah perbedaan sudah diselesaikan, termasuk perbedaan yang ditemukan


saat melakukan prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi ulang
terhadap pengendalian internal. Setiap salah saji harus dianalisis untuk menentukan
apakah hal ini konsisten atau tidak konsisten dengan tingkat yang ditetapkan dalam
risiko pengendalian. Jika terdapat jumlah salah saji yang signifikan dan tidak
konsisten dengan evaluasi risiko pengendalian, maka perlu dilakukan revisi
terhadap evaluasi dan mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap audit.
Auditor pada perusahaan publik harus juga mempertimbangkan implikasi dari audit
pengendalian internal atas pelaporan keuangan.

Selain itu, perlu dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili
populasi dengan benar. Meskipun jumlah salah saji dalam sampel tidak signifikan
dalam memengaruhi laporan keuangan, auditor perlu mempertimbangkan jika salah
saji itu menjadi material dalam populasi.

Keputusan akhir tentang piutang dagang dan penjualan adalah mengenai


apakah bukti memadai telah diperoleh melalui pengujian pengendalian dan

29
pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis, prosedur pisah batas,
konfirmasi, dan pengujian substantif lain untuk menguatkan pengambilan
keputusan mengenai kebenaran saldo yang disajikan.

30
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan
pengujian dalam siklus penjualan dan penagihan atas piutang usaha untuk memilih
bukti yang tepat guna untuk memverifikasi saldo akun dalam siklus penjualan dan
penagihan, setelah mempertimbangkan materialitas kinerja, melaksanakan
prosedur penilaian risiko untuk menilai risiko inheren dan pengendalian, serta
melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi, serta
tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha formulir konfirmasi. Dalam
merancang pengujian atas rincian saldo untuk piutang usaha, auditor harus
memenuhi masing- masing dari delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo,
kedelapan tujuan tersebut meliputi tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan
program audit piutang usaha dalam aged trial balance sama dengan jumlah yang
terkait dengan totalnya telah ditambahkan dengan benar dan sama dengan baku
besar umum, dan proses auditnya. dalam memperoleh aged trial balance piutang
usaha dan menelusuri saldo ke buku kas umum, dan 10 akun dari neraca saldo ke
akun file induk. Kemudian piutang usaha telah dimasukkan dalam kelengkapan dan
saldo telah akurat, lalu di klasifikasikan. dengan benar berdasarkan transaksi siklus
penjualan dan penagihan dan menyatakan nilai realisasinya kemudian klien
memiliki hak atas piutang usaha dan neraca saldo,

Auditor melaksanakan prosedur analitis untuk siklus penjualan dan


penagihan secara keseluruhan, bukan hanya piutang usaha, karena adanya
hubungan yang erat. antara akun-akun laporan laba rugi dan neraca. Jika auditor
mengidentifikasi salah saji yang mungkin terjadi dalam retur dan pengurangan
penjualan dengan menggunakan. prosedur analitis, piutang usaha mungkin akan
mengoffset salah saji itu

31
DAFTAR PUSTAKA

Elder, Randal J., Beasley, Mark S., Arens, Alvin A., Jusuf, Amir Abadi, 2018, Jasa
Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia), Jakarta:
Salemba Empat

32

Anda mungkin juga menyukai