Disusun oleh :
Kelompok VI
Akuntansi Malam 3
Nama anggota :
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keseluruhan perencanaan dan program audit merupakan langkah terakhir
dalam tahap perencanaan audit. Langkah yang kritis ini menetapkan seluruh
program audit yang rencananya akan diikuti oleh auditor, meliputi semua
prosedur audit, ukuran sampel, pos yang dipilih, dan penetapan waktu.
Hal ini bersangkutan dengan pentingnya membuat keputusan yang benar
dalam menyusun rencana audit secara keseluruhan dan mengembangkan
program audit yang terinci, yang mempertimbangkan baik efektivitas bukti
maupun efisiensi audit.
Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai rencana audit secara
keseluruhan. Yang berarti memilih bauran dari lima jenis pengujian yang akan
menghasilkan audit yang efisien dan efektif. Topik ini meliputi pembahsan
tentang trade-off diantaranya jenis pengujian, termasuk pertimbangan biaya dari
setiap jenis pengujian. Setelah memutuskan bauran jenis-jenis pengujian yang
paling hemat biaya, auditor merancang suatu program audit yang terinci juga
akan membahasa bagaimana tahap satu yang mencakup semua langkah-langkah
perencanaan audit, berkaitan dengan ketiga tahap audit lainnya.
Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik untuk membahas lebih detail
mengenai rencana audit dan program audit secara keseluruhan. Untuk itu
penulis mengambil judul makalah ini yaitu “Keseluruhan Perencanaan dan
Program Audit”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, penulis merumuskan masalah yaitu :
1. Apa sajakah jenis-jenis pengujian itu?
2. Bagaimana memilih jenis pengujian yang tepat?
3. Apa pengaruh dari teknologi terhadap pengujian audit?
4. Bagaimana bukti gabungan itu?
5. Bagaimana cara merancang program audit?
6. Apa hubungan tujuan audit terkait transaski dengan tujuan audit
terkait saldo serta tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan?
1
2
PEMBAHASAN
2.1 Jenis-Jenis Pengujian
Dalam mengembangkan suatu rencana audit secara keseluruhan, auditor
menggunakan lima jenis pengujian untuk menentukan apakah laporan keuangan
telah disajikan secara wajar.
1. Prosedur Penilaian Risiko. Penilaian ini dilaksanakan untuk menilai risiko
salah saji yang material dalam laporan keuangan. Auditor melaksanakan
pengujian pengendalian, pengujian substantif atas transaksi, prosedur
analitis, dan pengujian atas rincian saldo sebagai respons terhadap penilaian
auditor atas risiko salah saji yang material. Sebagian besar prosedur
penilaian risiko auditor dilakukan untuk memahami pengendalian internal.
2. Pengujian Pengendalian. Pemahaman auditor atas pengendalian internal
digunakan untuk menilai resiko pengendalian bagi setiap tujuan audit yang
berkaitan dengan transaksi. Apabila kebijakan dan prosedur pengendalian
dianggap telah dirancang secara efektif, auditor akan menilai risiko
pengendalian pada tingkat yang mencerminkan keefektifan relatif
pengendalian tersebut. Untuk mendapatkan bukti tepat yang mencukupi
guna mendukung penilain itu, auditor melaksanakan pengujian
pengendalian. Pengujian pengendalian, baik secara manual maupun
terotomatisasi, dapat mencakup jenis-jenis bukti berikut: meminta
keterangan dari personil klien yang tepat; memeriksa dokumen, catatan, dan
laporan; mengamati aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian; dan
melaksanakan-ulang prosedur klien. Auditor melaksanakan walkthrough
sistem sebagai bagian dari prosedur untuk mendapatkan pemahaman guna
membantunya menentukan apakah pengendalian telah berjalan dengan
semestinya. Pengujian pengendalian juga digunakan untuk menentukan
apakah pengendalian tersebut efektif dan biasanya meliputi pengujian atas
sampel transaksi. Prosedur untuk memahami pengendalian internal
biasanya tidak memberikan bukti yang tepat yang mencukupi bahwa
pengendalian telah beroperasi secara efektif. Suatu pengecualian dapat
3
4
karena auditor dapat denagn mudah melakukan tanya jawab dan pengamatan
serta melakukan perencanaan prosedur analisis. Juga, pengujian terhadap
sesuatu seperti dokumen yang mengikhtisarkan kegiatan operasi bisnis dan
manajemen klien serta struktur tata kelolanya relatif lebih mudah dibandingkan
dengan pengujian audit lainnya.
3. Pengujian pengendalian
Karena pengujian pengendalian juga melibatkan tanya jawab, pengamatan
dan pemeriksaaan, biaya relatifnya juag rendah dibandingkan dengan pengujian
subtantif. Namun demikian, pengujian pengendalian juga lebih mahal
dibandingkan dengan prosedur penilaian resiko karena lebih luas dari pada
pengujian yang diharuskan untuk mendapatkan bukti bahwa pengendalian telah
berjalan dengan efektif, khususnya ketika pengujian pnegendalian internal
tersebut melibatkan pengerjaan ulang. Seringkali auditor dapat melakukan
sejumlah besar pengujian pengendalian dengan cepat menggunakan perangkat
lunak audit. Perangkat lunak semacam itu dapat menguji pengendalian dalam
sistem akuntasni komputerisasi yang secara otomatis mengesahkan penjualan
kepada pelanggan yang ada dengan membandingkan jumlah penjualan yang
diminta dan saldo piutang dagang yang ada dengan batas kredit pelanggan.
4. Pengujian subtantif transaksi
Pengujian subtantif transaksi lebih mahal dibandingkan dengan pengujian
pengendalian yang tidak melibatkan pengerjaan ulang, karena yang sebelumnya
sering kali melibatkan perhitungan ulang dan penelusuran. Namun, dalam
lingkungan yang terkomputerisasi, auditor sering kali dapat melakukan
pengujian subtantif transaksi dengan cepat untuk suatu sampel transaksi yang
besar.
5. Pengujian terperinci saldo
Pengujian terperinci saldo hampir selalu lebih mahal di bandingkan dengan
jenis prosedur lainnya karena biaya prosedur seperti pengiriman konfirmasi dan
perhitungan persediaan. Karena biaya yang tinggi untuk menguji perincian
saldo, auditor biasanya mencoba untuk membuat perencanaan audit dengan
meminimalkan penggunaan kedua prosedur tersebut.
8
Biasanya, biaya untuik setiap jenis bukti berbeda dalam situasi yang
berbeda. Sebagai contoh, biaya yang dikeluarkan auditor untuk menguji
perhitungan persediaan (pengujian subtantif perincian saldo persediaan) sering
kali bergantung pada jenis dan jumlah rupiah persediaan tersebut, lokasinya,
serta banyaknya jenis-jenis persediaan.
2.3 Dampak Teknologi Terhadap Pengujian Audit
Berdasarkan table di atas, terbagi empat audit yang berbeda. Dalam setiap
kasus, akan di asumsikan bahwa bukti yang tepat yang mencukupi sudah
terkumpul. Berikut beberapa kombinasi dan konsep dari bauran bukti :
A. Analisis Audit 1
Klien ini adalah sebuah perusahaan besar yang memiliki pengendalian
internal yang canggih dan risiko inheren yang rendah. Karena itu, auditor
melaksanakan pengujian pengendalian yang ekstensif dan sangat
mengandalkan pada pengendalian internal klien untuk mengurangi pengujian
substantif. Prosedur analisis substantif yang ekstensif juga dilaksanakan untuk
mengurangi pengujian substantif lainnya. Jadi Pengujian substantif atas
transaksi dan pengujian rincian saldo dapat diminimalkan. Karena menekankan
pada pengujian pengendalian dan prosedur analitis substantive, audit ini dapat
dilakukan relatif murah. Audit ini cenderung menyajikan bauran bukti yang
digunakan dalam audit terpadu terhadap laporan keuangan sebuah perusahaan
publik dan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
B. Analisis Audit 2
Perusahaan ini berukuran sedang, yang memiliki sejumlah pengendalian
dan beberapa risiko inheren. Auditor telah memutuskan untuk melakukan
pengujian dalam jumlah sedang bagi semua jenis pengujian kecuali prosedur
analitis substantif, yang akan dilaksanakan secara ekstensif. Pengujian yang
lebih ekstensif akan diperlukan jika ditemukan risiko inheren yang spesifik.
C. Analisis Audit 3
Perusahaan ini berukuran sedang tetapi mempunyai segelintir pengendalian
yang efektif dan risiko inheren yang signifikan. Manajemen mungkin telah
memutuskan bahwa memiliki pengendalian internal yang lebih baik tidak
efektif dari segi biaya. Karena tidak memiliki pengendalian internal yang
efektif, kita dapat mengasumsikan bahwa perusahaan ini mungkin sebuah
12
penyajian dan pengungkapan. Selain pada bagian program audit yang berisi
prosedur penilaian risiko yang dilaksanakan selama tahap perencanaan,
program audit juga dirancang dalam tiga bagian tambahan : pengujian
pengendalian dan pengujian substantif atas transaski, prosdur analitis substantif,
dan pengujian rincian saldo.
Setiap siklus transaksi mungkin akan dievaluasi dengan menggunakan
serangkaian program sub-audit yang terpisah. Dalam siklus penjualan dan
penagihan, misalnya, auditor dapat menggunakan :
a. Program audit pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi untuk penjualan dan penerimaan kas
b. Program audit prosedur analitis substantif untuk keseluruhan siklus
c. Program audit pengujian rincian saldo untuk kas, piutang usaha, beban
piutang tak tertagih, penyisihan untuk piutang tak tertagih, dan piutang
usaha rupa-rupa
Program audit pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaski biasanya meliputi bagian deskriptif yang mendokumentasikan
pemahaman atas pengendalian internal yang diperoleh selama pelaksanaan
prosedur penilaian risiko. Program itu juga mungkin menyertakan suatu uraian
tentang prosedur yang dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman atas
pengendalian internal dan penilaian tingkat risiko pengendalian. Auditor
mrnggunakan informasi ini untuk mengembangkan program audit pengujian
pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi. Prosedur audit tersebut
meliputi pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi yang
bervariasi tergantung pada penilaian risiko pengendalian. Apabila pengendalian
sudah efektif dan risiko pengendalian dinilai rendah, auditor akan sangat
menekankan pada pengujin pengendalian.
Metodologi untuk merancang pengujian pengendalian dan pengujian
substantif atas transaksi
14
risiko bawaan yang bisa saja bervariasi menurut tujuannnya. Auditor juga harus
mempertimbangkan hasil pengujian substantive atas penjualan dan atas
penjualan dan penerimaan kas.
Dalam merancang pengujian auditor harus memenuhi masing-masing dari
delapan tujuan audit. Jika diterapkan secara khusus pada piutang usaha, hal
tersebut disebut sebagai tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang
usaha sebagai berikut:
1. Piutang usaha dalam daftar umur piutang cocok dengan jumlah
dalam master file yang bersangkutan dan penjumlahannya sudah
benar dan cocok dengan saldo di buku besar (kecocokan saldo).
2. Piutang yang tercantum dalam pembukuan sungguh sungguh ada
(ke uh ada (keberadaan).
3. Semua piutang yang ada telah dicatat dalam pembukuan
(kelengkapan)
4. Piutang usaha telah dicatat dengan akurat (ketelitian)
5. Piutang usaha telah diklasifikasikan dengan benar. (klasifikasi)
6. Pisah batas atas piutang usaha ditetapkan dengan benar. (pisah
batas)
7. Piutang usaha dinyatakan sebesar nilai y nilai yang bisa direalisasi.
(nilai bisa direalisasi)
8. Klien memiliki hak atas piutang usaha. (hak)
Kolom dalam kertas kerja perencanaan harus mencantumkan tujuan audit
yang berkaitan dengan saldo. Auditor menggunakan faktor-faktor tersebut
untuk menilai risiko deteksi yang direncanakan bagi piutang usaha menurut
tujuannya.
Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Berhubungan Piutang Usaha
(Tahap I)
Pemahaman mengenai industry dan lingkungan eksternal klien serta
mengevaluasi tujuan manajemen digunakan tujuan manajemen digunakan
untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang signifikan, yang dapat
mempengaruhi laporan keuangan termasuk piutang usaha. Maka oleh karena
18
transaksi yang dicatat di jurnal ke buku besar utama dan buku pembantu.
Karena pemindahbukuan transaksi dari jurnal ke buku pembantu, buku bear,
dan arsip utama lainnya biasanya dilakukan secara otomatis oleh sistem
akuntansi terkomputerisasi, risiko acak atas kesalahan manusia dalam
pemindahbukuan menjadi sangat minimal.
5. Klasifikasi - Transaksi yang Dimasukkan dalam Jurnal Klien Telah
Diklasifikasikan dengan Tepat. Tujuan ini terkait dengan apakah transaksi-
transaksi telah dimasukkan ke dalam akun yang tepat, dan merupakan
penyeimbang dari asersi manajemen terhadap klasifikasi untuk kelompok-
kelompok transaksi. Penetapan Waktu-Transaksi Dicatat pada Tanggal yang
Benar. Tujuan penetapan waktu transaksi merupakan penyeimbang asersi
pisah batas manajemen. Setelah tujuan audit terkait transaksi ditentukan,
tujuan khusus audit terkait transaksi untuk setiap kelompok transaksi yang
penting dapat dikembangkan.
6. Hubungan di Antara Asersi Manajemen dengan Tujuan Audit Terkait
Transaksi. Asersi Manajemen Tentang Kelompok-Kelompok transaksi dan
Kejadian-Kejadian Tujuan Audit Umum Terkait Transaksi dan Tujuan Audit
Khusus Terkait Transaksi Penjualan.
7. Keterjadian Keterjadian Penjualan yang dicatat adalah untuk pengiriman
kepada konsumen yang bukan fiktif. Kelengkapan Kelengkapan Transaksi
penjualan yang ada telah dicatat Akurasi Akurasi Penjualan yang dicatat
adalah untuk sejumlah barang yang dikirim dan telah dicatat dan ditagih
dengan benar. Pemindahbukuan dan Pengikhtisaran Transaksi penjualan
telah dimasukkan ke dalam arsip utama dengan benar dan telah di ikhtisarkan
dengan benar. Klasifikasi Klasifikasi Transaksi penjualan telah
diklasifikasikan dengan benar. Pisah Batas Penetapan Waktu Transaksi
penjualan dicatat pada tanggal yang benar.
B. Tujuan Audit terkait Saldo
Tujuan audit ini juga mengikuti dari asersi manajemen dan memberikan
kerangka kerja untuk membantu auditor untuk mengumpulkan bahan bukti yang
memadai terkait saldo akun. Tujuan audit terkait saldo ada yang bersifat umum
dan ada juga yang bersifat khusus. Ada dua perbedaan antara tujuan audit terkait
saldo dan terkait transaksi, yaitu :
23
1. Dilihat dari istilahnya, tujuan terkait saldo diterapkan untuk saldo akun
seperti piutang dagang atau persediaan dan bukan pada kelas-kelas transaksi
seperti transaksi penjualan dan pembelian persediaan.
2. Ada delapan tujuan audit terkait saldo, dibandingkan dengan enam tujuan
audit terkait transaksi.
Ketika menggunakan tujuan audit terkait saldo terhadap audit saldo akun,
auditor mengumpulkan bahan bukti untuk menguji rincian yang mendukung
saldo akun, daripada menguji saldo akun itu sendiri.
Delapan tujuan umum audit terkait saldo mengacu pada daftar yang
disediakan klien atau data elektronik. Berikut merupakan tujuan umum audit
terkait saldo .
1. Keberadaan-Jumlah yang Dicatat Memang Benar-Benar Ada. Tujuan ini
terkait dengan apakah jumlah yang dimasukkan dalam laporan keuangan
memang semestinya dimasukkan ke dalam laporan keuangan tersebut.
Tujuan ini merupakan pelengkap dari asersi manajemen terhadap
keberadaan untuk saldo akun.
2. Kelengkapan-Jumlah yang Ada Telah Dicatat. Tujuan ini terkait dengan
apakah semua jumlah yang semestinya dimasukkan, sudah benar-benar
dimasukkan. Tujuan ini merupakan pelengkap dari asersi manajemen
terhadap kelengkapan untuk saldo akun.
3. Akurasi-Jumlah yang Dimasukkan Dinyatakan dalam Jumlah yang
Benar. Tujuan akurasi mengacu pada jumlah yang dimasukkan pada
perhitungan matematis yang benar. Akurasi adalah salah satu bagian dari
asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun.
4. Klasifikasi-Jumlah yang Dimasukkan pada Daftar Milik Klien Telah
Diklasifikasikan dengan Benar. Klasifikasi melibatkan penentuan apakah
yang dimasukkan pada daftar milik klien dimasukkan dengan benar ke
dalam akun buku besar. Klasifikasi juga bagian dari asersi penilaian dan
alokasi klasifikasi tujuan audit terkait saldo terkait era dengan tujuan audit
terkait penyajian dan pengungkapan, tapi berhubungan dengan bagaimana
saldo-saldo diklasifikasikan di dalam buku besar sehingga mereka bisa
disajikan dan diungkapkan dengan benar dalam laporan keuangan.
24
a. Fase proses audit (Phase Of The Audit Process), dalam fase proses audit
terdapat 4 cara utama audit itu diorganisasi, Tabel 13-9 menunjukan
komponen penting dari keempat fase proses audit tersebut.
b. Tujuan audit (Audit Objectives), ini merupakan tujuan audit yang harus
dipenuhi sebelum auditor dapat menyimpulkan bahwa suatu kelas transaksi
atau saldo tertentu talh dinyatakan secara wajar. Ada enam saldo, serta
empat yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan, yang semuanya
tercantum dalam Tabel 13-6. Perhatikan bahwa semua tujuan audit yang
berkaitan dengan transaksi ditangani dalam fase II, tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo pada fase III, serta tujuan audit yang berkaitan
dengan penyajian dan pengungkapan dalam fase IV.
c. Jenis pengujian (Types Of Test), lima jenis pengujian audit, yang akan
dibahas sebelumnya dalam bab ini, yang digunakan auditor untuk
menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar
disajikan dalam kolom ketiga Tabel 13-6. Perhatikan bahwa prosedur
analitis yang digunakan dalam fase III dan fase IV. Ingatlah bahwa
perencanaan prosedur analitis juga dilaksanakan sebagai sebagai sebagai
bagian dari prosedur penilaian resiko dalam Fase I. Ingat kembali bahwa
prosedur analitis juga diperlukan pada saat menyelesaikan audit, yang
menjadi sebab mengapa hal itu dimasukkan dalam Fase IV. Mungkin
tampak biasa menyertakan pengujian rincian saldo dalam Fase IV. Kami
akan menjelaskan sifat prosedur yang digunakan auditor selama
penyelesaian audit, termasuk pemenuhan tujuan yang berkaitan dengan
penyajian dan pengungkapan dalam Bab 24 (di jilid 2).
d. Keputusan bukti (Evidence Decisions), empat subkategori keputusan
yang dibuat auditor dalam mengumpulkan bukti audit disajikan dalam
kolom keempat Tabel 13-6. Kecuali untuk prosedur analitis, keempat
keputusan bukti berlaku untuk setiap jenis pengujian.
e. Jenis bukti (Types Of Evidence), delapan kategori bukti yang
dikumpulkan auditor disajikan dalam kolom terakhir pada Tabel 13-6.
Tabel Hubungan Antara Kelima Istilah Penting yang Berkaitan dengan
Bukti. Tabel 13.6
27
• Hak dan
Kewajiban
klien.pendekatan ini sering kali disebut sebagai audit yang berlanjut dan sering
digunakan dalam audit yang terintegrasi atas laporan keuangan dan
pengendalian internal perusahaan publik
Gambar 13-9 Ikhtisar Proses Audit
Menerima klien dan melaksanakan perencanaan awal
Merancang untuk
mengurangi
penilian tingkar
risiko pengendalian
Fase II
Melaksanakan
Melaksanakan pengujian pengendalian*
pengujian
pengendalian dan Melaksanakan pengujian substansif atas transaksi
pengujian substansif
atas transaksi Menilai kemungkinan salah saji dalam laporan
keuangan
Fase III
Melakukan Prosedur
analitis dan
Pengujian rincian
saldo Mengumpulkan bukti akhir
Mengvaluasi hasil
Fase IV
Melaksanakan Mengeluarkan laporan audit
pengujian atas
Mengomunikasikan kepada komite audit dan
pos-pos yang manajemen
penting
Tabel Penetepan waktu pengujian
13-7
Fase I Merencanakan dan merancang pendekatan 8-31-
audit. Memperbarui pemahaman atas 07
pengendalian internal. Memperbarui program
audit. Melaksanakan prosedur analitis
pendahuluan
Fase II Melaksanakan pengujian pengendalian dan 9-30-
pengujian substansif atas transaksi untuk 9 07
bulan pertama tahun berjalan.
Fase Menginformasikan piutang usaha.mengamati 10-31-
III persediaan. 07 Tgl neraca
Menghilakan kas. Melaksanakan pengujian 12-31- Pembukuan
cutoff.meminta berbagai konfirmasi lain. 07 ditutup
Melaksanakan prosedur analitis,
menyelesaikan pengujian pengendalian dan 1-7-08
pengujian substansif atas transaksi, serta
menyelesaikan sebagian besar pengujian
rincian saldo.
Fase Melaksanakan prosedur untuk mendukung 2-15- Tgl
IV tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian 08 terakhir
32
Tujuan dari fase III adalah untuk memperoleh bukti tambahan yang
mencukupi guna menentukan apakah saldo akhir dan catatan kaki atas laporan
keuangan telag dinyatakan secara wajar. Sifat dan luas pekerjaan akan sangat
tergantung pada temuan dari dua fase sebelumnya.
Dua kategori umum dari prosedur fase III adalah :
1. Prosedur analitis substantif yang menilai kelayakan transaksi dan saldo
secara keseluruhan.
2. Pengujian rincian saldo, yang merupakan prosedur audit untuk menguji
salah satu moneter dalam saldo laporan keuangan.
Tabel 13-7 memperlihatkan prosedur analitis yang dilaksakan baik sebelum
maupun setelah tanggal neraca. Kerena biayanya rendah, prosedur analitis bisa
digunakan apabila hai itu relevan. Namun manfaat terbesar dari menghitung
rasio dan melakukan perbandingan baru diperoleh setelah klien selesai
menyusun laporan keuangannya. Prosedur itu juga digunakan sebagai bagian
dari pelaksanaan pengujian saldo dan selama tahap penyelesaian audit.
Tabel 13-7 juga menunjukan bahwa pengujian rincian saldo biasnya
dilaksanakan terakhir. Pada beberapa audit, semuanya dilaksanakan setelah
tanggal neraca. Apabila klien ingin mengeluarkan laporan segera setelag
tanggal neraca, pengujian rincian saldo yang lebih memakan waktu akan
dilaksanakan pada tanggal interim sebelum akhir tahun, dengan pekerjaan
tambahan dilakukan untuk “me-roll-forward” saldo tanggal-interim yang telah
diaudit ke akhir-tahun.
Setelah tiga fase pertama diselesaikan, auditor harus mengumpulkan bukti
tambahan yang bersangkutan dengan tujuan audit yang berkaitan dengan
penyajian dan pengungkapan,mengikhtisarkan hasilnya, mengeluarkan laporan
33
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Fase dariproses audit
a. Keempat aspek dari audit lengkap : 1) merencanakan dan merancang
suatu pendekatan audit, 2) menjalankan tes pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi, 3) menjalankan prosedur analitis
dan pengujian rincian saldo, 4) melengkapi audit dan mennerbitkan
suatu laporan.
2. Jenis pengujian
a. Kelima jenis pengujian audit yang digunakan auditor untuk
menentukan apakah laporan keuangan dapat dinyatakan secara
wajar yaitu : prosedur untuk memperoleh pemahaman atas
prosedur pengukuran risiko,pengujian atas pengendalian, pengujian
substantif atas transaksi, prosedur analitis, dan pengujian terinci atas
saldo.
3. Jenis bukti
a. Ketujuh jenis atau kategori besar dari bukti yang digunakan oleh
auditor
b. Yaitu pemeriksaan fisik, konfirmasi, dokumentasi, prosedur
c. analitis, pengamatan, pemeriksaan klien dan pelaksanaan
ulang.
3.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A., Randal J. Elder., dan Mark S. Beasley. 2006. Auditing dan Jasa
Assurance. Jakarta : Erlangga
https://dokumen.tips/documents/audit-bab-11-keseluruhan-perencanaan-dan
program-audit.html (Online) Diakses 13 Desember 2020.
36