Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

Nama : Hardiyansyah

NPM : 170130080009

Bidang Ilmu : Ilmu Sosial (S3)

Dosen Pengasuh : Prof. H.R. Husen Djajasukanta, Ir., M.Sc., Ph.D.

Tanggal : 30 Januari 2009

1. Tuliskan penalaran induktif dengan mengambil contoh dalam


cabang/bidang ilmu yang menjadi perhatian dan kajian anda melalui:
(a) Generalisasi induktif dengan deduktif;
(b) Analogi induktif;
(c) Hubungan kausal (sebab-akibat) menurut metode John Stuart Mill:
(i) Metode perbedaan:
(ii) Metode variasi:
Dengan catatan, contoh-contoh untuk butir (a), (b), dan (c) (i), (c) (ii)
harus berbeda materinya.

Jawaban:
(a) Generalisasi induktif dengan deduktif:
Setelah pelaksanaan otonomi daerah di seluruh kabupaten/kota
dievaluasi, ternyata Kota Yogyakarta, Kab. Solok, Kab. Bengkalis,
Kab. Cianjur, Kab. Garut, Kab. Musi Banyuasin, Kota Palembang,
dan Kota Banda Aceh mendapat nilai 85. Kabupaten/kota yang lain
mendapat nilai 80. Hanya Kota Kupang, Kab. Sika, Kab. Seluma
yang mendapat nilai 60, dan tidak satu kabupaten/kota pun

Page 1 of 12
mendapat nilai kurang dari 60. Boleh dikatakan bahwa, pelaksanaan
otonomi daerah pada kabupaten/kota cukup berhasil.

(a) Analogi induktif: Negara Amerika Serikat mampu mewujudkan good


governance dengan baik, karena prinsip-prinsip good governance
dijalankan secara konsisten dan konsekuen, maka Negara Republik
Indonesia akan mampu mewujudkan good governance dengan baik,
jika prinsip-prinsip good governance dijalankan secara konsisten dan
konsekuen.

(b) Hubungan kausal (sebab-akibat) menurut metode John Stuart Mill:


(i) Metode perbedaan:
(ii) Metode variasi:

2. Berkaitan dengan soal (2) UTS, sekali lagi anda diminta pendapat dan kritik
mengenai yang dibahas dalam kelima buku bukan hanya perkembangan
pengetahuan/sains dan berbagai aliran filsafat yang mendasarinya, tetapi
juga bagaimana anda akan melaksanakan dan mengimplementasi
perubahan dari ‘sains Barat Sekuler’ ke ‘sain Baru Transendental’
sebagaimana tersurat/tersirat dalam buku-buku itu.

Jawaban:
Mahdi Ghulsyani mengemukakan dalam “Filsafat Sains menurut
al-Quran”, bahwa Al-Quran memang merupakan Kitab petunjuk bagi
manusia, dan mencakup apa saja yang diperlukan manusia dalam wilayah
iman dan amal. Al-Quran bukan merupakan ensiklopedi sains, dan
mencocok-cocokkannya dengan teori-teori sains yng berubah tidaklah
tepat. Tetapi, hal yang juga tidak bisa dipungkiri bahwa Al-Quran memberi
rujukan-rujukan terhadap sebagian fenomena alam. Hal ini bukan untuk
mengajarkan sains, tetapi harus digunakan sebagai bantuan dalam
menarik perhatian orang kepada keagungan Allah dan dengan begitu
membawanya dekat kepada-Nya. Kemajuan sains juga membawa
kemudahan dalam memahami berbagai ayat-ayat kealaman, misalnya :
Page 2 of 12
Tidakkah mereka orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi
keduanya dulu merupakan sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan
keduanya, dan dari air kami jadikan segala-sesuatu yang hidup (21:30).
Merujuk kepada evolusi jagad raya dan peranan air dalam kehidupan.
Pendapat ini sesuai dengan Al-Maraghi : "Bukan maksud saya untuk
mengatakan bahwa Kitab Suci ini mencakup secara rinci atau ringkas,
seluruh sains dalam gaya buku teks, tetapi saya ingin mengatakan bahwa
Al-Quran mengandung prinsip-prinsip umum dalam artian seseorang dapat
menurunkan seluruh pengetahuan tentang fisik dan spiritual manusia yang
ingin diketahuinya dengan bantuan prinsip-prinsip tersebut. Adalah penting
untuk tidak memperluas makna ayat sejauh itu, agar kita dapat
menafsirkannya dalam sorotan sains. Juga seseorang tidak boleh melebih-
lebihkan penafsiran fakta-fakta ilmiah sehingga cocok dengan Al-Quran.
Bagaimana pun, jika makna lahiriah ayat itu konsisten dengan sebuah
fakta ilmiah yang mantap, kita dapat menafsirkannya denga bantuan fakta
itu. Pesan Al-Quran bagi Ilmuwan Muslim; dalam Al-Quran terdapat lebih
dari 750 ayat membahas berbagai fenomena alam. Ayat-ayat ini
melibatkan sebuah pesan penting bagi para ilmuwan Muslim. (1)
Dianjurkan untuk mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misteri-
misteri penciptaan. "Dan pada penciptaan kalian dan pada
binatang0binatang melata itu terdapat ayat-ayat bagi kaum yang
meyakininya (45:5)”; Tetapi mengkaji ayat-ayat keilmuan dalam Al-Quran
harus mendorong kaum Muslim untuk mengejar sains dan tidak hanya
terpaku pada petunjuk-petunjuk yang ada; (2) Ayat-ayat itu menegaskan
bahwa segala sesuatu di dunia itu teratur dan bertujuan. Dan tidak ada
cacat. "... Dan Dia ciptakan segala sesuatu, kemudian Dia mengaturnya
dengan sangat tepat (25:2)”; (3) Al-Quran menyuruh kita mengenali
hukum-hukum alam (pola-pola Allah di alam semesta) dan
mengeksploitasinya untuk kesejahteraan manusia dengan tidak melampaui
batas-batas syariah. " .... Allah telah meninggikan langit dan
menyeimbangkannya. janganlah kalian menyalahi keseimbangan (55:5-8)”.
Eksploitas material harus menggiring kita pada kemajuan spiritual dan
bukan menghancurkannya; (4) Sains adalah perwujudan berbeda dari satu
dunia yang diciptakan dan yang dikelola oleh satu Tuhan. Karena itu
Page 3 of 12
kombinasi ilmu-ilmu tersebut harus menggiring kita kepada gambaran
tunggal dunia; (5) Al-Quran dan hubungannya dengan sains, adalah
keunikan pandangan dunia dan epistemologinya. Kebanyakan kesalahan
yang terjadi pada perkembangan sains memiliki akar pada pandangan
materialistik yang menyertai sains modern. Al-Quran memperingatkan kita
pada perangkap-perangkap ini dan memberitahukan rintangan-rintangan
terhadap pengetahuan alam yang benar kepada kita.

Menurut Hidayat Nataatmaja (1994) dalam “Krisis Manusia


Modern” secara tegas dan cermat menyatakan bahwa “Manusia yang
belum merdeka dalam arti subjektif kalau diberi hak kemerdekaan dalam
arti objektif akan menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk memperbudak
orang lain, dan karena itu mustahil mereka menyadari hakikat perbudakan
yang mereka jalankan terhadap orang lain, sehingga lahirlah Ilmu maling
teriak maling”. Akibatnya sampai hari ini Indonesia sebagai bangsa, kurang
manusiawi dalam pendidikan, kesehatan dan daya beli, keadilan,
lingkungan yang porak poranda dengan illegal loggingnya, termasuk dalam
kebebasan beragama seperti yang terjadi akhir-akhir ini terjadi bentrokan
bahkan pembakaaran tempat ibadah antara salah satu golongan terhadap
golongan lain yang mengakibatkan terjadi pengebirian serta kecurigaaan
antara sesama anak bangsa . Apapun sebabnya segala bentuk
pemerkosaan keyakinan dan penyempitan, pemberangusan, pembredelan,
pembodohan dan pembusukan yang dilakukan secara structural maupun
cultural telah berhasil membuat bangsa ini melupakan panggilan
tanggungjawabnya terhadap prikemanusian dan perikeadilan yang
beradab.

Syed Muhammad Naquib al-Attas menyadari bahwa “virus” yang


terkandung dalam Ilmu Pengetahuan Barat modernsekuler merupakan
tantangan yang paling besar bagi kaum Muslimin saat ini. Dalam
pandangannya, peradaban Barat modern telah membuat ilmu menjadi
problematis. Selain telah salah-memahami makna ilmu, peradaban Barat
juga telah menghilangkan maksud dan tujuan ilmu. Sekalipun, peradaban
Barat modern menghasilkan juga ilmu yang bermanfaat, namun peradaban
Page 4 of 12
tersebut juga telah menyebabkan kerusakan dalam kehidupan manusia.
Dalam pandangan Syed Muhammad Naquib al-Attas, Westernisasi ilmu
adalah basil dan kebingungan dan skeptisisme. Westernisasi ilmu telah
mengangkat keraguan dan dugaan ke tahap metodologi ‘ilmiah.’ Bukan
hanya itu, Westernisasi ilmu juga telah menjadikan keraguan sebagai alat
epistemologi yang sah dalam keilmuan. Menurutnya lagi, Westernisasi ilmu
tidak dibangun di atas Wahyu dan kepercayaan agama. Namun dibangun
di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait
dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang
diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Ilmu pengetahuan
modern yang diproyeksikan melalui pandangan-hidup itu dibangun di atas
visi intelektual dan psikologis budaya dan peradaban Barat.
Menurut Syed Muhammad Naquib alAttas, ada 5 faktor yang
menjiwai budaya peradaban Barat: (1) akal diandalkan untuk membimbing
kehidupan manusia; (2) bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran;
(3) menegaskan aspek eksisterisi yang memproyeksikan pandangan hidup
sekular; (4) membela doktrin humanisme; (5) menjadikan drama dan
tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi
kemanusiaan. Karena ilmu pengetahuan dalam budaya dan peradaban
Barat itujustru menghasilkan krisis ilmu pengetahuan yang
berkepanjangan, Syed Muhammad Naquib al-Attas berpendapat ilmu yang
berkembang di Barat tak semestinya harus diterapkan di dunia Muslim.
Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam bagi
menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan.
Sebabnya, ilmu bukan bebas-nilai (value-free), tetapi sarat nilai (value
laden). Memang antara Islam dengan filsafat dan sains modern,
sebagaimana yang disadari oleh Syed Muhammad Naquib alAttas terdapat
persamaan khususnya dalam hal-hal yang menyangkut sumber dan
metode ilmu, kesatuan cara mengetahui secara nalar dan empiris,
kombinasi realisme, idealisme dan pragmatisme sebagai fondasi kognitif
bagi filsafat sains; proses dan filsafat sains. Bagaimanapun, ia
menegaskan terdapat juga sejumlah perbedaan mendasar dalam
pandangan hidup (divergent worldviews) mengenai Realitas akhir. Baginya,
Page 5 of 12
dalam Islam, Wahyu merupakan sumber ilmu tentang realitas dan
kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan dan Pencipta. Wahyu
merupakan dasar kepada kerangka metafisis untuk mengupas filsafat sains
sebagai sebuah sistem yang menggambarkan realitas dan kebenaran dan
sudut pandang rasionalisme dan empirisme. Tanpa Wahyu, ilmu sains
dianggap satu-satunya pengetahuan yang otentik (science is the sole
authentic knowledge). Kosong dari Wahyu, ilmu pengetahuan ini hanya
terkait dengan fenomena. Akibatnya, kesimpulan kepada fenomena akan
selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Tanpa Wahyu, re-
alitas yang dipahami hanya terbatas kepada alam nyata ini yang dianggap
satusatunya realitas.
Mendiagnosa virus yang terkandung dalam Westernisasi ilmu, Syed
Muhammad Naquib al-Attas mengobatinya dengan Islamisasi ilmu.
Alasannya, tantangan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin adalah ilmu
pengetahuan modern yang tidak netral dan telah diinfus ke dalam praduga-
praduga agama, budaya dan filosofis, yang sebenarnya berasal dan
refleksi kesadaran dan pengalaman manusia Barat. Jadi, ilmu
pengetahuan modern harus diislamkan. Mengislamkan ilmu bukanlah
pekerjaan mudah seperti labelisasi. Selain itu, tidak semua dan Barat
berarti ditolak, karena terdapat sejumlah persamaan dengan Islam seperti
disebutkan di atas. Oleh sebab itu, seseorang yang mengislamkan ilmu,
perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus mampu mengidentifikasi
pandanganhidup Islam (the Islamic worldview) sekaligus mampu
memahami budaya dan peradaban Barat. Pandangan hidup dalam Islam
adalah visi mengenai realitas dan kebenaran (the vision of reality and
truth). Realitas dan kebenaran dalam Islam bukanlah semata-mata fikiran
tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik
dan budaya sebagaimana yang ada di dalam konsep Barat sekular
mengenai dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas
dan kebenaran dimaknai berdasarkan kajian metafisis terhadap dunia yang
nampak dan tidak nampak. Jadi, pandangan hidup Islam mencakup dunia
dan akhirat, yang mana aspek dunia harus dihubungkan dengan cara yang
sangat mendalam kepada aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki
signifikansi yang terakhir dan final. Pandangan hidup Islam tidak
Page 6 of 12
berdasarkan kepada metode dikotomis seperti obyektif dan subyektif,
historis dan normatif. Namun, realitas dan kebenaran dipahami dengan
metode yang menyatukan. Pandangan hidup Islam bersumber kepada
wahyu yang didukung oleh akal dan intuisi. Substansi agama seperti:
nama, keimanan dan pengamalannya ibadahnya, doktrinya serta sistem
teologinya telah ada dalam wahyu dan dijelaskan oleh Nabi. Islam telah
lengkap, sempurna dan otentik. Tidak memerlukan progresifitas,
perkembangan dan perubahan dalam hal-hal yang sudah sangat jelas (al-
ma‘lum min al-din bi al-darürah).
Pandangan hidup Islam terdiri dan berbagai konsep yang saling
terkait seperti konsep Tuhan, wahyu, penciptaan, psikologi manusia, ilmu,
agama, kebebasan, nilai dan kebaikan serta kebahagiaan. Konsep-konsep
tersebut yang menentukan bentuk perubahan, perkembangan dan
kemajuan Pandangan hidup Islam dibangun atas konsep Tuhan yang unik,
yang tidak ada pada tradisi filsafat, budaya, peradaban dan agama lain.
Oleh sebab itu, Islam adalah agama sekaligus peradaban. Islam adalah
agama yang mengatasi dan melintasi waktu karena sistem nilai yang
dikandungnya adalah mutlak. Kebenaran nilai Islam bukan hanya untuk
masa dahulu, namun juga sekarang dan akan datang. Nilai-nilai yang ada
dalam Islam adalah sepanjang masa. Jadi, Islam memuliki pandangan
hidup mutlaknya sendiri, merangkumi persoalan ketuhanan, kenabian,
kebenaran, alam semesta dll. Islam memuliki penafsiran ontologis,
kosmologis dan psikologis tersendiri terhadap hakikat. Islam menolak ide
dekonseknasi nilai karena merelatifkan semua sistem akhlak. Setelah
mengetahui secara mendalam mengenai pandangan hidup Islam dan
Barat, maka proses Isiamisasi baru bisa dilakukan. Sebabnya, Islamisasi
ilmu pengetahuan saat ini (the Islainization of present-day knowledge),
melibatkan dua proses yang saling terkait: mengisolir unsur-unsur dan
konsepkonsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat (5
unsur yang telah disebutkan sebelumnya), dan setiap bidang ilmu
pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan
humaniora. Bagaimanapun ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus
diislamkan juga khususnya dalam penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta

Page 7 of 12
dan dalam formulasi teori-teori.
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, jika tidak sesuai dengan
pandangan hidup Islam, maka fakta menjadi tidak benar. Selain itu, ilmu-
ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. ini mencakup metode, konsep,
praduga, simbol dan ilmu modern; beserta aspek-aspek empiris dan
rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan etika, penafsiran
historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan
dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut
tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubungan dan
kaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial
harus diperiksa dengan teliti. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta
konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dan ilmu pengetahuan saat ini
yang relevant. Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka
Islamisasi akan membebaskan manusia dan magik, mitologi, animisme,
tradisi budaya nasional yang bertentangan dengan Islam, dan kemudian
dan kontrol sekular kepada akal dan bahasanya. Islamisasi akan
membebaskan akal manusia dan keraguan, dugaan (zann) dan
argumentasi kosong menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas
spiritual, intelligible dan maten. Islamisasi akan mengeluarkan penafsiran-
penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan ideologi, makna dan
ungkapan sekular.
Dalam pandangan Herman Soewardi, sejalan dengan pandangan
Kuhn dan Tarnas menyatakan SBM (dalam istilahnya adalah Sains Barat
Sekuler) ahirnya menjurus kepada 3-R. ialah Resah Renggut. Rusak.
Resah ialah orangnya. Renggut perenggutan negara-negara berkembang
oleh negara-negara maju, dan rusak adalah kerusakan alam yang
menyeluruh. Resah: sifat resah orang-orang barat. Atau “insecurity feeling
“seperti dikatakan oleh Eric Fromm, bukan merupakan sifat “intrinsic “.
Akan tetapi merupakan akibat dan pandangan dan sepak terjang
masyarakat barat itu sendiri. Eric Fromm menguraikan bahwa dasar bagi
terjadinya sifat ini berpokok pangkal pada “freedom” yang merupakan
acuan individu dan masyarakat namun suatu kebebasan yang
“menyebelah” secara psikologis ia juga “submissiveness” sama-sama
diperlukan. Kebebasan atau freedom yang menyebelah ini lama kelamaan
Page 8 of 12
menjadikan mereka tidak tahan (“unbearable”) mengahadapi-nya, maka
mereka pun minggat dari kebebasan itu. Dalam tiga bentuk: sadism,
masochism, dan automation itu. (lihat fromm “Escape from freedom”.
1941).selanjutnya “feeling of insecurity”ini menjadikan mereka bergulat
sungguh-sungguh agar bisa menguasai segala yang mereka perlukan
sebanyak-banyaknya. Namun kata Fromm, semua orang barat begitu.
Maka mereka mau tidak mau harus berkompetisi secara ketat dengan
sesama mereka. Maka menjelmalah masyarakat barat sebagai masyarakat
konflik. Kemudian, dalam bukunya lainnya yang berjudul “the sane society”
(1952), ia melanjutkan bahwa sifat resah ini dianggap sifat yang “normal”,
atau orang barat itu normalnya pada keadaan resah yang disebut
“pathologi of normalcy”. Lebih lanjut Herman membanding-kan antara
masyarakat barat dan masyarakat muslim, Surat Al-Hujurat ayat 10
memerintahkan persaudaraan (Ukhuwwah). Persaudaraan adalah
kebalikan dari konflik dan konflik ini pasti berlatar belakang pada nafsu
amarah (Q. Yusuf: 53), atau jiwa yang mudah sekali dibawah kearah
kejahatan inilah sifat “normal” Masyarakat barat, yang membawa mereka
kearah keserakahan dan pelimpahan hawa nafsu atau hedonisme suatu
kehidupan yang tidak ada puas-puasnya seperti dikatakan oleh Marshall;
“Variety is the spice of life.” Renggut, adalah perenggutan (defrifation)
SDA di negara-negara berkembang oleh negara-negara maju, kini
terjadilah ketimpangan yang luar biasa. Seperti dikemukakan oleh The
Club of Rome, 20% penduduk negara-negara maju mengkonsumir 80%
SDA dunia. Sedangkan 80% penduduk negara-negara berkembang hanya
mengkonsumir 20% SDA dunia. Apa sebab demikian? inilah akibat system
perekonomian liberalistic kapitalistik “profit maximization principle” yang
berbeda dengan prinsip yang dianut oleh kebanyakan penduduk negara-
negara berkembang, ialah prinsip kebutuhan sebagai “inner driving force”
(lihat Yuyun Wirasasmita, 1999). Dengan perbedaan prinsip ini, SDA dari
negara-negara berkembang menjadi terkuras habis, adapun implikasi dari
ketentuan ini adalah bahwa bila negara-negara berkembang ingin
mempertahankan keutuhan SDA mereka. Mereka pun harus serakah
seperti orang-orang barat. Benarkah? Rusak, Kerusakan dunia kita,
menurut pakar lingkungan (lihat Kruift, 1994) dimulai sejak abad pertama
Page 9 of 12
(kelahiran Nabi Isa a.s. atau kristus). Kerusakan ini membesar dan
menguat setiap tahun, dan penghujung abad 20 kerusakan alam telah
sangat menghawatirkan, yang dikatakan oleh Tarnas, semakin hari
semakin menggawat. Adapun, menurut Mander Goldsmith (eds, 1996)
Globalisasi dan “satu ekonomi dunia” yang datang bersamanya akan
menjadikan kerusakan bumi semakin menghebat. Prinsip “Comparative
advantage” menjadikan barang-barang harus didatangkan dari tempat-
tempat yang ribuan mil jauhnya. Termasuk pangan. Hal mana akan
meningkatkan polusi air, udar dan darat, hal mana kerusakan ekologi laut
oleh pukat harimau, kecelakaan-kecelakaan pabrik insektisida di Bhopal
(India), Bocornya reactor nuklir seperti di Chernobil (Rusia), kerusakan
hutan yang dahsyat seperti di Indonesia dsb. Pendek kata, saya kira, boleh
khawatir oleh datang nya kiamat sebelum kiamat yang sebenarnya terjadi.
Mengapa resah, renggut, rusak itu semuanya terjadi dan terus menghebat?
bagaimana mekanismenya sehingga Sains Barat sekuler (SBS) yang
canggih itu tak kuasa mencegahnya? Secara Epsitomologis kita akan
melihat adanya kealpaan besar pada kemampuan SBS, ialah bahwa ia
hanya mampu menghadapi kausalitasyang bersifat “co-extensive” (sebab
dan akibat terjadi pada waktu yang sama. Namum tidak berdaya dalam
menghadapi kausalitas yang bersifat “Sekuensial” (sebab yang akibatnya
terjadi pada waktu belakangan setelah “a span of time”). Dua buah contoh
dapat dikemukakan disini, ialah pada limbah CFC (Chloro fluoro-Carbon),
dan pada toksisitas al dan fe dibidang pertanian yang merusak tanah dan
menurunkan produksi. Limbah CFC yang memjadikan bolong-bolongnya
lapisan ozon baru diketahui setelah terjadi akumulasi limbah itu didunia.
Dan toksisitas al dan fe, dibidang pertanian diketahui hanya setelah 30
tahun digunakan pupuk-pupuk urea dan TSP dengan”overdosis”. Kedua
contoh ini menunjukkan akibat dari akumulasi, atau akumulasi akibat yang
bersifat “sekuensial”. Sains Tauhidullah. Herman Soewardi menyodorkan
Sains yang Islami, sebagai alternatif terhadap Sains Barat Sekuler yang
hampir kandas, karena landasannya adalah induktif empirical yang tidak
layak dilanjutkan lagi karena adanya cacat besar dalam observasi
sehubungan adanya “lensa” yang ada didepan mata,. Lensa inilah yang
menyebabkan knowbilyty manusia rendah dalam mengobservasi jagat raya
Page 10 of 12
yang sebenarnya, jagat raya yang dipertanyakan manusia. Namun kini
menguasai hajat hidup orang banyak dan dipuja puji sebagai agama baru
yang bersifat sekuler, namun pada penghujung abad ke 20 Sains Barat
Sekuler telah menuju ke 3-R (Resah, Renggut, Rusak). Ontologi dari Sains
Tauhidulloh adalah alur pikir lain dari yang ditempuh oleh SBM, ialah alur
pikir yang dipandu dan diridhoi oleh oleh Allah SWT, sebagaimana dalam
Quran surat Al-Alaq, ayat 5 “Allah mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya “ Maka karakteristik utama ST adalah “naqliah memandu
aqliah” atau wahyu yang memandu fitrah atau akal manusia dalam
menangkap rangsangan inderawi untuk mengungkap jagat raya yang
merupakan Kalam Allah (maju menjadi “Kalam” dari “qolam”) Ini berarti
bahwa observasi harus dipandu oleh Kalam Allah (“mengingat Allah sambil
berdiri, duduk, dan berbaring”). Akan tetapi dalam dalam konkritisasinya
ST dihadapkan pada masalah teknis yang cukup besar bagaimana
menggunakan wahyu sebagai pemandu observasi, yang merupakan asas
ST. Dengan perkataan lain diperlukan kemampuan tafsir dari petunjuk
Wahyu-wahyu sebagaimana yang tertera dalam Al-Quran . Dalam hali ini
Arkoun telah memberi contoh agar sampai pada “Kalam Allah” yang
maknawiyah dari teks atau nash yang bersifat harfiah. Selain contoh tafsir
tematis sebagaimana yang diuraikan oleh Quraish Shihab, dan tafsir
kontektual sebagaimana diuraikan oleh Syed Qutub.

3. Menurut anda hal-hal apa sebenarnya tak perlu dibahas dan hal-hal apa
yang seharusnya dibahas dalam kegiatan akademik ‘Filsafat Ilmu’ serta
apa pendapat anda mengenai penyelenggaraan dan pelaksanaan mata
kuliah ini selama semester ini yang segera akan berakhir.

Jawaban:
Menurut saya, semua hal-hal yang berkaitan dengan “Filsafat Ilmu” perlu
dan sudah seharusnya dibahas dalam kegiatan akademik. Dari sekian
banyak literatur yang disarankan untuk dibaca dan dipelajari, dan lima buku
yang telah diwajibkan untuk dikaji, semuanya telah memberikan banyak
khazanah tentang seluk-beluk dan dinamika mengenai filsafat ilmu. Hal-hal
yang selama ini tidak saya ketahui tentang “Filsafat Ilmu” menjadi lebih
Page 11 of 12
paham. Cakrawala tentang filsafat ilmu menjadi lebih terbuka. Artinya,
semua hal tentang “filsafat Ilmu” perlu dan harus dipelajari.
Secara umum pelaksanaan perkuliahan sudah bagus, semua materi
tentang “Filsafat Ilmu” sudah disampaikan, bahkan setiap topik dan tema
sudah diberikan secara terperinci, sesuai dengan silabus, kurikulum, dan
jadwal perkuliahan “Filsafat Ilmu”. Kemudian, menurut saya, akan lebih
baik pula jika dalam perkuliahan dibentuk kelompok diskusi mahasiswa
yang akan membahas tentang topik-topik atau tema-tema yang berkaitan
dengan “Filsafat Ilmu”, lalu kelompok diskusi tersebut membuat “makalah”
dan untuk selanjutnya dipresentasikan di depan kelas untuk dibahas
bersama, di bawah bimbingan dosen pengasuh Bapak Prof. H. R. Husen
Djajasukanta, Ir., M.Sc., Ph.D, sehingga diharapkan setiap topik dan tema
yang dibahas akan dipahami lebih jelas dan mendalam.

Page 12 of 12

Anda mungkin juga menyukai