Anda di halaman 1dari 181

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/370553074

Perpindahan Panas

Book · May 2023

CITATIONS READS

0 3,157

12 authors, including:

Fathan Dewadi I Putu Tedy Indrayana


Politeknik Negeri Jakarta Udayana University
100 PUBLICATIONS 547 CITATIONS 12 PUBLICATIONS 19 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Eka Murdani Rafil Arizona


College of Teacher Training and Education (STKIP Singkawang) Universitas Islam Riau
44 PUBLICATIONS 246 CITATIONS 16 PUBLICATIONS 3 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Fathan Dewadi on 05 May 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1
BOOK CHAPTER

PERPINDAHAN PANAS
DASAR DAN PRAKTIS DARI PERSPEKTIF AKADEMISI DAN PRAKTISI
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
PERPINDAHAN PANAS
DASAR DAN PRAKTIS DARI PERSPEKTIF AKADEMISI DAN PRAKTISI

Fathan Mubina Dewadi, S.T, M.T, IPP.


Ir. Maryadi, ST., MT., IPM., ACPE., ASEAN Eng.
Yafid Effendi, ST., MT.
Dr. Wayan Nata Septiadi, ST., MT.
Muhtar, ST., MT.
I Putu Tedy Indrayana, M.Sc.
Mustaqim, ST., M.Eng.
Dr. T. Ir. Luluk Edahwati, MT.
Ir. Suprihatin, MT.
Eka Murdani, S.Si., M.PFis.
Yano Hurung Anoi, S.T., M.T.
Rafil Arizona, S.T., M.Eng.

Penerbit:

Anggota IKAPI
No. 428/JBA/2022
PERPINDAHAN PANAS
DASAR DAN PRAKTIS DARI PERSPEKTIF AKADEMISI DAN PRAKTISI

Penulis :
Fathan Mubina Dewadi, S.T, M.T, IPP.
Ir. Maryadi, ST., MT., IPM., ACPE., ASEAN Eng.
Yafid Effendi, ST., MT.
Dr. Wayan Nata Septiadi, ST., MT.
Muhtar, ST., MT.
I Putu Tedy Indrayana, M.Sc.
Mustaqim, ST., M.Eng.
Dr. T. Ir. Luluk Edahwati, MT.
Ir. Suprihatin, MT.
Eka Murdani, S.Si., M.PFis.
Yano Hurung Anoi, S.T., M.T.
Rafil Arizona, S.T., M.Eng.

ISBN : 978-623-99127-4-1

Editor : Rifaldo Pido, ST., MT

Penyunting : Cecep Kurnia Sastradipraja, S.Kom., M.Kom.

Desain Sampul dan Tata Letak : Seliwati

Penerbit : INDIE PRESS

Redaksi :
Jl. Antapani VI, No 1B, Ankid, Antapani, Bandung 40291
Telp/Faks: (022) 20526377
Website: www.indiepress.co.id |E-mail: admin@indiepress.co.id

Cetakan Pertama :
Juni 2022

Ukuran :
v, 178, Uk: 15,5 x 23 cm

Hak Cipta 2022, Indie Press dan Penulis


Isi diluar tanggung jawab percetakan

Copyright © 2022 by Indie Press

All Right Reserved


Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memper-
banyak sebagian atau seluruh isi buku initanpa izin tertulis dari
Penerbit.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kare-
na berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga buku kolaborasi dalam
bentuk book chapter Perpindahan Panas: Dasar Dan Praktis Dari Per-
spektif Akademisi Dan Praktisi dapat dipublikasikan dan dapat sampai
di hadapan pembaca. Book chapter ini disusun oleh sejumlah akade-
misi dan praktisi sesuai dengan kepakarannya masing-masing. Buku
ini diharapkan dapat hadir memberi kontribusi positif dalam ilmu
pengetahuan khususnya terkait dengan konsep Perpindahan Panas.
Sistematika buku Perpindahan Panas ini mengacu pada pendeka-
tan konsep teoritis dan contoh penerapan. Buku ini terdiri atas 12 bab
yang dibahas secara rinci, diantaranya: Klasifikasi perpindahan panas,
Konsep dasar perpindahan panas, Perpindahan panas konduksi, Kon-
veksi, Perpindahan panas radiasi, Mekanisme perpindahan panas
gabungan, Analogi aliran kalor dan aliran listrik, Konveksi paksa dan
konveksi bebas, Alat penukar kalor, Koefisien perpindahan panas
keseluruhan, Perhitungan kapasitas penukar panas, Konduktivitas
thermal.
Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kekurangan, sejatinya kesempurnaan itu han-
ya milik Yang Kuasa. Oleh sebab itu, kami tentu menerima masukan
dan saran dari pembaca demi penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses penyusunan
dan penerbitan buku ini, secara khusus kepada Penerbit Indie Press
sebagai inisiator book chapter ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat
bagi pembaca sekalian.

Bandung, Juni 2022

Editor

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB 1:
KLASIFIKASI PERPINDAHAN PANAS............................................................ 1
1.1 Pendahuluan ......................................................................................... 1
1.2 Konduksi Keadaan-Tunak Satu-Dimensi ...................................... 3
1.3 Konduksi Keadaan-Tunak Multi-Dimensi .................................... 5
1.4 Konduksi Variasi Waktu .................................................................... 8
BAB 2:
KONSEP DASAR PERPINDAHAN PANAS .................................................. 22
2.1 Termodinamika dan Perpindahan Panas ................................... 22
2.2 Aplikasi Perpindahan Panas .......................................................... 23
2.3 Perpindahan Energi .......................................................................... 23
2.4 Panas Jenis........................................................................................... 25
2.5 Keseimbangan Energi....................................................................... 28
BAB 3:
PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI ............................................................. 32
3.1 Konduksi pada Dinding Datar Satu Dimensi .............................. 32
3.2 Konduksi Tunak Pada Dinding Datar Lapis Rangkap ............. 33
3.3 Konduksi susunan kombinasi seri dan parallel........................ 35
3.4 Konduksi pada Silinder.................................................................... 36
3.4.1 Perpindahan Panas Konduksi pada Silinder Berongga ..................... 36
3.4.2 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Lapis Rangkap
Berbentuk Silinder............................................................................................... 37
3.5 Konduksi pada Bola .......................................................................... 38
3.5.1 Perpindahan Panas Konduksi pada Bola Berongga ............................. 38
3.5.2 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Lapis Rangkap
Berbentuk Bola...................................................................................................... 39
3.6 Sirip (fin) .............................................................................................. 40
BAB 4:
KONVEKSI .................................................................................................................. 46
4.1 Lapisan Batas Konveksi ................................................................... 46
4.1.1 Lapisan Batas Kecepatan .................................................................................. 46
4.1.2 Lapisan Batas Termal ......................................................................................... 47
4.2 Aliran Laminar dan Turbulen ........................................................ 50
4.2.1 Lapisan Batas Kecepatan Laminar dan Turbulen ................................. 50
4.2.2 Pelapisan Batas Termal aliran lamminar dan turbulen..................... 52

ii
4.3 Koefisien Konveksi Lokal dan Rata-rata ..................................... 55
4.3.1 Perpindahan Panas...............................................................................................57
4.3.2 Perpindahan Massa ..............................................................................................58
4.4 Analogi Lapisan Batas ...................................................................... 61
4.4.1 Analogi Perpindahan Panas dan Massa ......................................................61
BAB 5:
PERPINDAHAN PANAS RADIASI ................................................................... 66
5.1 Pendahuluan ....................................................................................... 66
5.2 Hukum Radiasi ................................................................................... 67
5.2.1 Hukum Planck .........................................................................................................67
5.2.2 Hukum Wien ............................................................................................................70
5.2.3 Hukum Stefan-Boltzmann .................................................................................71
5.2.4 Hukum Kirchhoff ...................................................................................................72
5.3 Sifat – Sifat Radiasi ............................................................................ 72
5.4 Radiasi Atmosfer Dan Surya ........................................................... 73
5.5 Kesimpulan ......................................................................................... 73
BAB 6:
MEKANISME PERPINDAHAN PANAS GABUNGAN .............................. 76
6.1 Pendahuluan ....................................................................................... 76
6.2 Konveksi dan Konduksi Secara Seri ............................................. 78
6.3 Konveksi dan Radiasi Secara Parallel .......................................... 80
6.4 Koefesien Perpindahan Panas Gabungan ................................... 83
6.5 Ringkasan ............................................................................................ 84
BAB 7:
ANALOGI ALIRAN KALOR DAN ALIRAN LISTRIK ............................... 87
7.1 Pendahuluan ....................................................................................... 87
7.2 Aliran kalor pada dinding datar .................................................... 90
7.2.1 Dinding datar tunggal .........................................................................................90
7.2.2 Dinding datar berlapis (dinding komposit) .............................................93
7.3 Aliran kalor pada dinding Silinder ............................................ 100
7.3.1 Dinding silinder tunggal ................................................................................. 100
7.3.2 Dinding silinder berlapis (komposit) ....................................................... 102
BAB 8:
KONVEKSI PAKSA DAN KONVEKSI BEBAS .......................................... 106
8.1 Pendahuluan .................................................................................... 106
8.2 Konveksi Alamiah atau Konveksi Bebas .................................. 106
8.3 Konveksi Paksa ............................................................................... 110
BAB 9:
ALAT PENUKAR KALOR .................................................................................. 115

iii
9.1 Pengertian Alat Penukar Kalor ...................................................... 115
9.2 Jenis -Jenis Alat Penukar Kalor ...................................................... 116
9.2.1 Double Pipe Heat Exchanger ........................................................................... 116
9.2.2 Plate and Frame Heat Exchanger................................................................... 116
9.2.3 Shell and Tube Heat Exchanger ...................................................................... 117
9.2.4 Adiabatic Wheel Heat Exchanger .................................................................. 118
9.2.5 Pillow Plate Heat Exchanger ............................................................................ 118
9.2.6 Dynamic Scraped Surface Heat Exchanger ............................................... 119
9.2.7 Phase Change Heat Exchanger ........................................................................ 119
9.3 Pengelompokan Alat Penukar Kalor Secara Umum Berdasarkan
Fungsinya ............................................................................................. 120
9.3.1 Kondensor ................................................................................................................ 120
9.3.2 Cooler .......................................................................................................................... 120
9.3.3 Chiller .......................................................................................................................... 121
9.3.4 Evaporator ................................................................................................................ 122
9.3.5 Reboiler ...................................................................................................................... 122
9.3.6 Heat Exchanger ...................................................................................................... 123
9.3.7 Vaporizer ................................................................................................................... 123
9.3.8 Heater ......................................................................................................................... 124
BAB 10:
KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KESELURUHAN .......................... 126
10.1 Definisi dan Konsep Overall Heat Transfer Coefficient ............ 126
10.2 Overall Heat Transfer Coefficient Service ..................................... 127
10.3 Overall Heat Transfer Coefficient Actual atau Dirty ................ 130
10.4 Overall Heat Transfer Coefficient Clean (Uc) ............................. 130
10.5 Fouling .................................................................................................. 131
BAB 11:
PERHITUNGAN KAPASITAS PENUKAR PANAS ..................................... 136
11.1 Pendahuluan ....................................................................................... 136
11.2 Perhitungan Perancangan Alat Penukar Panas ........................ 137
11.3 Perhitungan Laju perpindahan panas yang diterima oleh fluida
udara ..................................................................................................... 137
11.4 Perhitungan Temperatur aliran gas keluar (Tho) ..................... 138
11.5 Perhitungan Beda Temperatur rata-rata Logaritmik bagi
konfigurasi aliran counter flow ..................................................... 139
11.6 Perhitungan Faktor koreksi untuk konfigurasi shell dan tube: 1
shell pass .............................................................................................. 139
11.7 Perhitungan Koefisien gobal perpindahan panas U (untuk awal
perhitungan) ....................................................................................... 140
11.8 Jumlah tube yang dibutuhkan (N) ................................................. 140

iv
11.9 Perhitungan Koefisien perpindahan panas konveksi aliran air
didalam pipa, h1 ................................................................................. 141
11.10 Perhitungan Koefisien perpindahan panas konveksi aliran gas
diluar pipa, ho...................................................................................... 143
11.11 Perhitungan Koefisien global perpindahan panas di dalam alat
penukar Panas, U ............................................................................... 145
11.12 Menentukan Effectiveness – Number of Transfer Units (NTU)
Method .................................................................................................. 147
BAB 12:
KONDUKTIVITAS TERMAL .............................................................................. 152
12.1 Teori Konduktivitas Termal ........................................................... 152
12.1.1 Teori Kinetik Sederhana .................................................................................... 154
12.2 Konduktivitas Termal Logam......................................................... 155
12.2.1 Pembawa Panas dalam Logam ....................................................................... 156
12.2.2 Model Drude ............................................................................................................ 158

v
KLASIFIKASI PERPINDAHAN PANAS 1
Fathan Mubina Dewadi, S.T, M.T, IPP.
Universitas Buana Perjuangan Karawang

1.1 Pendahuluan
Dalam dunia keteknikan yang sebenarnya ilmu teknik itu sendiri
berawal dari sains, terkadang beberapa situasi dihadapkan dengan
analisis perhitungan tentang perlakuan panas di wilayah permesinan
sehingga kemampuan panas dari mesin perlu dipertimbangkan.
Dengan adanya pertimbangan dalam perlakuan panas inilah terbagi
menjadi 3 jenis perpindahan panas yaitu konveksi, konduksi dan radi-
asi (Widyandini, 2021). Konduksi merupakan perpindahan panas yang
berasal dari wilayah satu ke wilayah lainnya dengan tidak melibatkan
perpindahan partikel benda tersebut. Konduksi tidak selalu
menghantarkan panas. Meski listrik memiliki suhu yang tinggi, kon-
duksipun tidak harus berkaitan dengan panas melainkan listrik dapat
berpindah secara konduksi (Oktavia, Ludiana, & Purwono, 2021). Con-
toh konduksi ialah saat memanaskan benda dari ujung permukaan
satu hingga dipanaskan terus-menerus yang lama kelamaan panas
benda dalam hal ini logam ialah berpindah ke ujung permukaan
lainnya (Ziaulfata, Zulfadli, & Nazaruddin, 2021).
Konveksi merupakan salah satu jenis perpindahan kalor yang
umum terjadi pada suatu fluida yang mengalir seperti gas dan cairan.
Adanya proses ini disebabkan karena perbedaan dari massa jenis itu
sendiri (Bahi, 2022). Dengan perbedaan muatan panas ada yang tinggi
dan rendah, maka terjadilah aliran panas dari permukaan yang lebih
tinggi ke permukaan yang lebih rendah. Hal yang umum dalam per-
pindahan panas secara konveksi ialah pada saat memasak air perla-
han-lahan mendidih meski saat awal pemanasan pada bagian bawah
panci (Nurmainnah, 2021).
Radiasi merupakan jenis perpindahan selain dari konduksi dan
konveksi. Definisi radiasi merupakan sebuah proses saat energi berge-
rak tanpa melalui media. Jadi dalam hal ini (radiasi) proses rambatan

1
melalui zat gas (udara) (Fauziah, 2021). Kerap kali istilah radiasi
disebut juga dengan ionisasi karena terkait pancaran sinar dengan ke-
cepatan zat tercepat di alam semesta yaitu cahaya. Radiasi melibatkan
atom-atom agar dapat menimbulkan sebuah lemparan. Jenis-jenis ra-
diasi yang biasa kita kenal ada istilah alfa, beta dan gamma (Wikipe-
dia, 2021).
Terdapat suatu kasus tentang laju perpindahan kalor yang dalam
keadaan tunak tiap satuan luas melalui dimana terdapat lempengan
homogen setebal 5 cm dimana kedua permukaan ini dijaga dalam
temperature 35 °C dan 20 °C. Jika nilai konduktivitas termal bahan
tersebut adalah 0,2 W/m. K. Pada kasus ini, tentukanlah laju perpin-
dahan kalor keadaan tunak per satuan luas (Faizal, Wahyudi, & Gap-
sari, 2021).
Berdasarkan pada kasus diatas, bahwasanya diperlukan nilai
jumlah kalor tiap luasan area dengan rumus q/A = -k(∆T/∆x) dimana
pada kasus ini bahwasanya nilai konduktivitas thermal ialah 0,2 W/m.
K. Karena pada nilai suhu terdapat dua suhu yang bergantung yaitu 35
°C dan 20 °C, kedua nilai suhu ini harus dikonversi menjadi satuan
Kelvin sebab nilai konduktivitas termal memiliki satuan W/m. K
(Herbet, Ghozali, & Ruslim, 2021). Nilai lempengan homogen sebesar 5
cm yaitu sesuai satuan konduktivitas termal W/m. K, maka satuan cm
harus dikonversi menjadi m. untuk nilai suhu dengan satuan Celsius,
perlu ditambah 273 karena konversi ke nilai Kelvin. Berikut akan di-
jelaskan pembahasan mengenai studi kasus laju perpindahan kalor
yang dalam keadaan tunak tiap satuan luas (Noviyanti, 2021).
( ) ( )
q/A = -k(∆T/∆x) = -0,2 .[ ] = 60 W/m2

Jika koefisien perpindahan kalor (panas) secara konveksi paksa


pada suatu fluida mengalir di sebuah permukaan yang suhunya cukup
dingin sebesar 250 dalam keadaan tertentu (Rafiq, 2021). Namun
suhu fluida di depan permukaan yang cukup dingin ialah 100 °C dan
juga permukaan tersebut dijaga pada suhu 20 °C. maka tentukanlah
nilai untuk laju perpindahan kalor per satuan luas dari fluida ke per-
mukaan (Syafriani & Wiloso, 2021). Nilai kalor per satuan luas dengan
besaran (q/A) didapat dengan rumus q/A = h. A. (Ts - T∞). Yang telah

2
diketahui ialah nilai h.A adalah 250 W/m2. Ts pada kasus ini yaitu su-
hu fluida di depan permukaan dingin dengan nilai sebesar 100 °C dan
nilai T∞ yang berarti suhu permukaan yang dijaga sebesar 20 °C.
Berikut akan dijelaskan mengenai persoalan konveksi pada perpinda-
han kalor (Harfi & Hadi, 2021).
q/A = h. A. (Ts - T∞)
q/A = 250 W/m2. °C (100 - 20) °C
q/A = 20 000 W/m2
Selain yang telah dijelaskan pada pembahasan studi kasus sebe-
lumnya mengenai konduksi dan konveksi, maka selanjutnya dibagian
pendahuluan ialah penjelasan studi kasus radiasi. Baik konduksi, kon-
veksi dan radiasi perlu dipelajari lebih detail sebagai dasar perpinda-
han panas (Nuraling, 2021). Saat setelah matahari terbenam, energi
radian dapat dirasakan saat seseorang dekat dinding yang memiliki
suhu permukaan 50 °C dengan nilai emisivitas 0,95. Berapa nilai untuk
fluks termal dinding per feet persegi jika bahan bakunya ialah batu
bata pada suhu ini? (Simanullang, 2021)
Pada keterangan diatas yang ditanyakan adalah nilai q/A dengan
rumus q/A = ϵ. σ. T4. Perlu diketahui nilai emisivitas (ϵ) ialah 0,95 dan
perlu konstanta stefan-boltzman dengan nilai 5,6697 x 10-8. Nilai suhu
pada kasus ini ialah 50 °C dengan indikasi suhu permukaan pada dind-
ing. Nilai suhu dari satuan Celsius harus dikonversi terlebih dahulu ke
satuan Kelvin. Berikut akan dipaparkan mengenai pembahasan kasus
pada perpindahan kalor radiasi (Sissom & Pitts, 2011).

q/A = ϵ. σ. T4
q/A = 0,95. 5,6697 x 10-8. (50)4
q/A = 0,95. 5,6697 x 10-8. (50+273)4
q/A = 586,27 W/m2

1.2 Konduksi Keadaan-Tunak Satu-Dimensi


Laju perpindahan kalor terjadi secara konduktif, dalam beberapa
studi menurut hukum fourier bahwasanya soal satu-dimensi dapat
dituliskan gradien temperature dengan mengamati situasi fisik. Na-
mun pada kondisi kasus-kasus yang cukup rumit memerlukan persa-

3
maan-persamaan energi yang mengatur distribusi suhu (Mulyadi,
Djuhana, & Fifit Astuti, 2020).
Jika terdapat sebuah kasus dimana terdapat dinding pada sebuah
tungku terbuat dari batu bata dengan ketebalan batu bata sebesar 0,5
m dengan nilai ka = 2 W/m.K. Saat permukaan luar dinding tungku
dilapisi dengan bahan insulasi yang memiliki tebal 0,05 m dengan kb =
0,08 W/m.K. Suhu permukaan dinding dalam berada pada nilai 1350 K
dan suhu insulasi permukaan luar berada pada nilai 320 K (Haryono &
Prihatmaji, 2021). Dengan beberapa parameter terkait hitunglah laju
perpindahan kalor dalam keadaan tunak melalui dinding dalam satuan
W/m2 kemudian carilah nilai suhu antar muka T2 antara bata dan in-
sulasinya (Sukarman, et al., 2021).
Dalam penyelesaian kasus untuk laju perpindahan kalor saat bata
dan insulasinya diperlukan, maka diperlukan beberapa parameter
terkait yaitu nilai T1 = 1350 K dan T3 = 320 K, maka selisih suhu (∆T)
ialah hasil pengurangan dari T1 dan T2. Tebal dinding tungku yaitu 0,5
m diistilahkan sebagai ∆xa dan tebal bahan insulasi sebesar 0,05 m
sebagai parameter ∆xb (Sirodz & Balqis, 2021). Nilai konduktivitas
termal wilayah tungku (ka) ialah 2 W/m.K sedangkan untuk kon-
duktivitas wilayah bahan insulasi ialah (kb) ialah 0,08 W/m.K. Dalam
penyelesaian kasus ini dihitung dengan rumus q/A = .
( ) ( )

Berikut akan dijelaskan mengenai pembahasan dari laju perpindahan


kalor dengan bahan insulasi dibawah ini (Lubis, 2021).

( ) ( )
q/A = = = 1177,14 W/m2
( ) ( ) [( ) ( )]

Setelah didapat nilai q/A sebesar 1177,14 W/m2, maka dapat


dicari nilai T2 dengan menggunakan rumus T2 = T1 - . ( ). Dengan
nilai T1 seperti yang telah disebutkan sebesar 1350 K, nilai ∆x a = 0,5 m
dan nilai ka = 2 W/m.K. Berikut pembahasan untuk mencari nilai T 2
ialah sebagai berikut (Dewadi, 2021).

T2 = T1 - . ( )

4
= 1350 K – 1177,14 W/m2. ( )
= 1055,72 K

Pembahasan lainnya mengenai topik konduksi keadaan-tunak satu


dimensi ialah saat menentukan ketebalan insulasi pada saat laju per-
pindahan kalor tertentu (Manalu, Tarigan, & Nainggolan, 2021). Jika
nilai laju perpindahan kalor saat maksimum yang dapat dilalui ke
dinding tungku adalah 1000 W/m2, berapakah ketebalan yang diper-
lukan sebagai lapisan insulasi jika kondisi bata tidak berubah dan ba-
han insulasi akan sama pada pembahasan soal sebelumnya (Hasibuan,
2021).
Dalam hal ini masih menggunakan persamaan sebelumnya dengan
melibatkan nilai q/A sebesar 1000 W/m2 dan parameter lainnya tidak
berubah sesuai nilai sebelumnya yaitu T 1 sebesar 1350 K, T3 sebesar
320 K, ∆xa = 0,5 m, ka = 2 W/m.K, ∆xb = 0,05 m dan kb = 0,08 W/m.K.
Untuk menghitung nilai ini menggunakan perpecahan rumus dari per-
samaan sebelumnya yaitu ∆xb = kb. ( – ) dengan satuan ∆xb ada-
lah m. Berikut akan dijelaskan mengenai penjabaran dalam perhi-
tungan ∆xb (Sari, 2021).

∆xb = kb. ( – )
∆xb = 0,08. ( – )

∆xb = 0,0624 m

1.3 Konduksi Keadaan-Tunak Multi-Dimensi


Konduksi keadaan-tunak multi dimensi melibatkan sifat linear
dari persamaan laplace yang mengahruskan bahwa kombinasi linear
ini merupakan pemecahan suatu solusi dan ini merupakan prinsip su-
perposisi (Wati, 2021). Dengan kondisi batas yang tak homogen mem-
iliki variabel yang tak bergantung θ dengan nilai bukan nol. Beberapa
kondisi tak homogen memiliki geometri yang hanya satu kondisi batas
tak-homogen (Ndambo, 2022).

5
Materi pada subbab ini yang diuraikan tentang perpindahan panas
jenis konduksi dengan aliran tunak baik satu atau lebih dari satu di-
mensi. Terdapat juga aplikasi hukum fourier yang melibatkan kon-
duksi termal yang hakikatnya konduksi keadaan-tunak multi dimensi
(Setiawan, Saputra, & Dewi, 2021). Dalam hal ini terdapat beberapa
masalah pada dia dimensi, beberapa diantaranya yaitu tentang
pengaruh koordinat ruang kedua mungkin yang kecil sekali sehingga
hal ini perlu diabaikan dan penyelesaian ini perlu dilakukan dengan
metode numerik (Mursadin & Subagyo, 2016).
Suatu kasus pada pembahasan soal di subbab ini adalah pada
udara yang bersuhu 25 °C yang kemudian bertiup diatas permukaan
plat panas dengan dimensi (50 x 80) cm. Dalam kasus ini suhu pelat
yang dijaga sebesar 300 °C. Jika nilai koefisien perpindahan kalor kon-
veksi adalah 45 W/m2. °C, hitunglah perpindahan panas (q)
(Indrawati, 2021).
Pada kasus diatas yang perlu diketahui ialah perpindahan panas
yang merupakan quantitas atau jumlah kalor yang berpindah dengan
simbol besaran adalan (q) yang memiliki satuan Joule (J) (Choiriyah,
2019). Rumus untuk menghitung q pada studi kasus ini adalah q = h.
A. ∆T dengan nilai (h) adalah 45 W/m2. °C, luas pelat yaitu panjang x
lebar dengan memasukan nilai luas (A) yaitu (50 x 80) cm. ∆T meru-
pakan selisih temperatur antara 300 °C dan 25 °C yaitu (300 – 25) °C.
Berikut akan dipaparkan penyelesaian menghitung nilai (q) pada studi
kasus ini (Irfan M. , 2022).
q = h. A. ∆T
q = 45 W/m2. °C. (50 x 80) cm. (300 – 25)
°C
q = 45 W/m . °C. (0,5 x 0,8) m. (300 – 25)
2

°C
q = 4950 W = 4,95 kW
Terdapat kontainer logam yang tipis dengan berdiameter 5 inchi
dan tinggi 10 inchi yang diisi air dengan kedalaman 5 inchi. Kontainer
yang dipanaskan diatas kompor listrik pada suhu 800 °F (Adeline,
Yulianto, F, Hanifah, & Salman, 2018). Suhu air yang mula-mula 80 °F
mulai dilakukan pengadukan saat proses pemanasan dan membutuh-

6
kan waktu 5 menit untuk menaikkan suhu menjadi 250 °F. Pada kasus
ini, hitunglah konduktansi yang menghubungkan antara bagian bawah
kontainer dan kompor listrik (Hatma, Yani, & Suryanto, 2021).
Pada persoalan studi kasus diatas telah diketahui beberapa pa-
rameter untuk mendapatkan hasil akhir dari analisis perhitungan
studi kasus ini yaitu T0 = 80 °F, T∞ = 800 °F, T = 250 °F, t = 300 s. Nilai
massa jenis air dalam satuan British ialah 62,4 lbm/ft 3. Pada kasus ini
yang ditanyakan adalah nilai (k) yang berperan sebagai nilai kon-
duktansi antara bagian bawah kontainer dan kompor listrik (Hidayat,
2022).
s = V/A = l
= e-[h. A/ ρ. C. V]t = e-BiFo
= e-BiFo

e-BiFo = 0,76
-BiFo = ln(0,76) = -0,27
= 0,27
k =
k = = =1111,11

Untuk kasus ini hanya ke tahap penjabaran rumus saja karena nilai
koefisien konveksi (h), difusivitas (α) dan tebal kontainer (L) belum
diketahui parameter nilai secara spesifik. Maka jika nanti terdapat soal
seperti ini atau ketiga parameter tersebut telah diketahui dapat
menggunakan rumus tersebut (Koman, Sabri, & Hadi, 2021).
Kondisi tunak juga diperlukan metode numerik dengan eliminasi
gauss dan terdapat cara yang lebih simpel untuk mencari masing-
masing variabel dari nilai tersebut dengan mengasumsikan persamaan
sederhana dari tiga variabel (A.R, et al., 2021).
X1 + 2X2 + 3X3 = 20
X1 – 3X2 + X3 = -3
2X1 + X2 + X3 = 11

Pembahasan menentukan masing-masing variabel

7
X1 + 2X2 + 3X3 = 20
X1 – 3X2 + X3 = -3

5X2 + 2X3 = 23
X1 – 3X2 + X3 = -3 => 2X1 – 6X2 + 2X3 = -6
2X1 + X2 + X3 = 11=> 2X1 + X2 + X3 = 11

-7X2 + X3 = -17
5X2 + 2X3 = 23 => 5X2 + 2X3 = 23
-7X2 + X3 = -17 => -14X2 + 2X3 = -34

19X2 = 57, X2 = 57/19 = 3, X2 = 3

5(3) + 2X3 = 23
15 + 2X3 = 23
2X3 = 23 – 15, 2X3 = 8, X3 = 8/4, X3 = 2

2X1 + X2 + X3 = 11 => 2X1 + 3 + 2 = 11 => 2X1 + 5 = 11=> 2X1 = 6 => X1 =


6/2 => X1 = 3

1.4 Konduksi Variasi Waktu


Konduksi variasi waktu lebih kepada kondisi-kondisi batas yang
dimana seringkali diberikan pada bagian-bagian ujung benda. Kondisi
waktu merupakan suhu awal yang biasanya diketahui. Gradien-
gradien suhu internal yang berada didalam benda cenderung memiliki
nilai yang kecil (Mulyana, 2020).
Persoalan yang mengacu kepada studi kasus untuk konduksi vari-
asi waktu dengan menentukan modulus biot untuk sebuah bola baja
karbon 1,5% dengan diameter 3 cm pada suhu 120 °C dengan terek-
spos ke aliran udara konvektif yang mengahasilkan h = 60 W/m. K.
Dalam hal ini memerlukan tabal nilai-nilai properties logam yang
dikenal dengan tabel B-1 (SI) (Khafizam & Watama, 2021). Hal ini di-
perlukan mencari nilai k pada suatu logam baja karbon yang akan di-
jelaskan pada tabel 1.

8
Tabel 1.1 Nilai-nilai Properti Logam
Properti-Properti di 20 °C
Logam ρ Cp (J/kg. K) k (W/m. α
(kg/m )
3 K) (m2/s)
Baja karbon C = 7 833 0,465 54 1,474
0,5%
1% 7 801 0,473 43 1,172
1,5 % 7 753 0,486 36 0,97
Baja paduan 7 897 0,452 73 2,026
nikel Ni = 0%
Sumber: (Sissom & Pitts, 2011)

Dengan yang tertera pada tabel 1 mengenai tabel properties


logam, nilai k sebesar 36 W/m. K dengan perhitungan dimensi lin-
earnya adalah

L = V/As = =

Oleh karena itu nilai Modulus Biot (Bi) diperoleh dengan rumus

( ) ( )( )( )
Bi = = = 0,0083

Terdapat studi kasus lain yang memaparkan bahwa hitunglah


waktu yang diperlukan dari sebuah baja karbon dengan persentase
nilai karbon sebesar 2% dan berdiameter 6 cm supaya baja karbon
menjadi dingin, maka nilai suhu awal sebesar 700 °C menjadi turun
suhunya sebesar 300 °C dan terekspos ke aliran udara pendingin
dengan nilai T∞ sebesar 20 °C dengan nilai entalpi sebesar 100 W/m 2.
K (Sissom & Pitts, 2011).
Dalam persoalan ini perlu langkah-langkah yang cukup jelas
dengan tahap demi tahap memaparkan perhitungan mulai dari nilai
modulus biot, nilai α dan nilai t. Parameter-parameter yang telah
diketahui adalah h = 100 W/m2. K, nilai d = 0,06 m, R = 0,03 m, Ti =
700 °C, To = 300 °C, T∞ = 20 °C. Berikut adalah pembahasan pada studi
kasus diatas (Sirodz & Balqis, 2021).

9
R = ½. d = 0,03 m
L = R/3 = 0,03/3 = 0,01 m

Mencari nilai k didapat dari tabel B-1 (SI) Nilai-nilai tentang prop-
erti logam dengan melakukan interpolasi linear karena nilai 2% per-
sentase karbon tidak ada di tabel.
Tabel 1.2 Nilai-nilai Properti Logam untuk Baja Karbon 1-2 %
dan Suhu 400 °C – 600 °C
Logam Konduktivitas Termal
Baja Karbon (W/m. K)
400 °C 500 °C 600 °C
1% 36 x 33
1,5 % 33 y 31
2% a z b
Sumber: (Sissom & Pitts, 2011)

Suhu rata-rata (Trata2) adalah dengan menjumlahkan nilai Ti dan To lalu


kemudian dibagi dua sehingga nilai Trata2 adalah

Trata2 ( )
=
( )
=

= 500 °C

Dengan didapatnya nilai Trata2 sebesar 500 °C, maka langkah beri-
kutnya mencari nilai k dalam tabel 2 nilai k berperan sebagai nilai z
agar memudahkan istilah dalam interpolasi. Maka dari itu dengan
menggunakan nilai a1, b1, t1, a2, b2 dan t2. Daerah satu berada disebelah
kiri atau atas dalam perhitungan interpolasi sedangkan daerah dua
berada disebelah kanan atau bawah. Dalam mencari nilai a maka nilai
a1 = 1%, t1 = 1,5% dan b1 = 2% sedangkan nilai a2 = 36, t2 = 33 dan b2 =
a. Berikut langkah mencari nilai a dengan metode interpolasi linear
(Fauziah, 2021).

10
=

2 =

66 – 2a =
66 – 36 =
30 =

Nilai a hanya berlaku pada suhu 400 °C sedangkan nilai kon-


duktivitas berada pada nilai z. Agar nilai-nilai sekitar (pelengkap)
dapat terpenuhi maka perlu dicari satu per satu. Setelah nilai a
didapat maka berikutnya adalah mencari nilai x dengan metode inter-
polasi linear yang digunakan saat mencari nilai a. Dalam pencarian
nilai x, nilai-nilai yang berperan adalah yakni sebagai berikut. a1= 400
°C, b1 = 600 °C, t1 = 500 °C, a2 = 36, t2 = x dan b2 = 33.

2x – 66 = 3
2x = 69
x = 34,5

Nilai x sudah didapat dengan nilai sebesar 34,5 dan nilai x berada
pada suhu 500 °C, namun posisi nilai x berada pada persentase karbon
sebesar 1%. Untuk itu perlu mencari nilai lagi dengan parameter beri-
kutnya adalah nilai y. Dalam menghitung nilai y akan sangat mudah
jika nilai x sudah diketahui. Dalam mencari nilai y dibutuhkan bebera-

11
pa parameter yaitu a1 = 36, t1 = 34,5, b1 = 33. Untuk parameter lainnya
yaitu a2 = 33, t2 = y, b2 = 31 (Dewadi, 2021).

2y – 62 = 2
2y = 2 + 62
2y = 64
y = 32

Didapat nilai y sebesar 32 dengan hasil interpolasi, namun nilai y


bukan dipersentase karbon pada kondisi 2% melainkan persentase
karbon di kondisi 1,5%. Maka langkah selanjutnya adalah mencari
nilai b dengan menginterpolasikan nilai b pada deretan angka 2% dan
suhu 600 °C. Dalam mencari nilai b didapat nilai a 1 = 33, t1 = 32, b1 =
31, a2 = 30, t2 = 29,5, b2 = b. Berikut akan dijabarkan persamaan men-
cari nilai b (Adeline, Yulianto, F, Hanifah, & Salman, 2018).

59 – 2 = 1
-2b = -58
b = 29

Langkah terakhir dalam mencari nilai k adalah dengan mengasum-


sikan nilai k = z. Dalam pencarian ini masih menggunakan persamaan

12
untuk mencari nilai z dengan menggunakan interpolasi linear pada
pembahasan sebelumnya yaitu dengan nilai a 1 = 36, t1 = 33, b1 = 30, a2
= 34,5, t2 = 32, b2 = z (Ningrum, 2021). Berikut akan dijabarkan
langkah mencari nilai z sebagai hasil k.

64 – 2z = 34,5 -z
64 – 34,5 = -z + 2z
29,5 = z

Setelah terlengkap nilai pada tabel 2 maka selanjutnya perlu ditulis


nilai-nilai pada tabel 3 mengenai parameter-parameter nilai karbon 1-
2 % dengan Suhu 400 – 600 °C.
Tabel 1.3 Parameter Nilai Karbon 1-2 % dengan Suhu 400 – 600 °C
Logam Konduktivitas Termal (W/m. K)
Baja Karbon 400 °C 500 °C 600 °C
1% 36 34,5 33
1,5 % 33 32 31
2% 30 29,5 29
Sumber: (Sissom & Pitts, 2011)

Nilai k adalah 29,5 W/m. K, setelah tahap ini maka perlu mencari
nilai h dan L. Namun telah diketahui bahwa nilai h adalah 100 W/m 2. K
sedangkan nilai L adalah 0,01 m. Berikut akan dijelaskan cara menghi-
tung nilai Biot (Irfan M. , 2021).

Bi = ( )( )
= = 0,034
е-(Bi)(Fo) = ( )
( )

13
е-(Bi)(Fo) = ( )
( )
е-(Bi)(Fo) =

е-(Bi)(Fo) =
-(Bi)(Fo) = ln ( )
-(Bi)(Fo) = -0,887
(Bi)(Fo) = 0,887
0,034. (Fo) = 0,887
Fo = 0,887/0,034 = 26,09
Fo = αt/L2

Sebelum mencari nilai waktu (t) maka baiknya dicari nilai α ter-
lebih dahulu dengan menghitung nilai α dengan menggunakan persa-
maan α = . Nilai k sudah diketahui namun yang pasti perlu mencari
nilai ρ dan Cp untuk menyelesaikan perhitungan nilai α (Mubarak &
Sulastri, 2021). Nilai ρ dan Cp didapat dengan mengacu pada tabel B-1
(SI) mengenai nilai-nilai properti logam. Berikut akan dipaparkan
mengenai nilai logam baja karbon 2% pada suhu 500 °C yang akan di-
jelaskan pada tabel 4.
Tabel 1.4 Nilai-nilai Properti Logam untuk ρ, Cp dan k
Logam ρ Cp (J/kg. k (W/m. K)
(kg/m3 K) 400 500 °C 600
) °C °C
Baja Karbon 7 801 0, 473 36 34,5 33
1%
Baja Karbon 7 753 0,486 33 32 31
1,5%
Baja Karbon x y 30 29,5 29
2%
Sumber: (Sissom & Pitts, 2011)

Dengan mengacu nilai-nilai pada tabel 4, maka perlu dicari nilai x dan
y sehingga nantinya perlu untuk mengerjakan interpolasi linear.
Langkah awal perlu dicari nilai x terlebih dahulu dengan parameter ρ
dan parameter k pada suhu 400 °C (Tamaji & Utama, 2021). Nilai-nilai

14
pada parameter tabel 4 adalah a1 = 7 801, t1 = 7 753, b1 = x, a2 = 36, t2 =
33, b2 = 30.

=
x = 15 506 – 7 801
x = 7 705

Setelah didapat nilai x sebagai nilai ρ pada logam baja karbon 2%,
maka selanjutnya adalah mencari nilai y sebagai nilai Cp pada logam
baja karbon 2%. Dalam analisis menghitung nilai y yang diperlukan
ialah a1 = 7 801, t1 = 7 753, b1 = 7 705, a2 = 0,473, t2 = 0,486, b2 = y
(Gregorian, 2021).

=
=
=

Didapat nilai untuk Cp sebesar 0,4882 J/kg.K sedangkan nilai un-


tuk ρ sebesar 7 705 kg/m3. Berikut akan dipaparkan mengenai analisis
menghitung nilai α pada persamaan yang mengacu dibawah ini
dengan nilai k yang sudah dihitung sebesar 29,5 W/m. K
(Robiyanyusra, Gani, & Taufiqurrahman, 2021).

15
α=

α=

( )( )

α=

( )( )

α= 0,78 x 10-5 m2/s

Setelah didapat nilai α sebesar 0,78 x 10-5 m2/s maka langkah ter-
akhir dari analisis ini adalah menghitung waktu dengan rumus t =
. Telah diketahui nilai L sebesar 0,01 m dan nilai Fourier (Fo)
sebesar 26,09. Berikut penjabaran analisis untuk menghitung nilai t
(Sulistyaningtyas & Wantika, 2022).

t= ( )

( )
t= ( )
= 334,49 s = 5,57 menit
( )

16
DAFTAR PUSTAKA

A.R, E. P., Giarno, P, A. E., Heru K, G. B., A.A, A. S., & Juarsa, M. (2021). Karakter-
istik Perubahan Temperatur Bagian Pendingin Selama Sirkulasi Alam
untuk Kondisi Tunak pada Untai Uji FASSIP-02. JMPM : Jurnal Mate-
rial dan Proses Manufaktur, 114-122.
Adeline, J., Yulianto, M., F, M. Z., Hanifah, R. A., & Salman, S. S. (2018). Perpin-
dahan Kalor Konduksi. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indone-
sia.
Bahi, M. R. (2022). Studi Eksperimental Perpindahan Panas secara Konveksi
Paksa pada Pipa Tembaga Berbentuk Segitiga. Palembang: Universi-
tas Sriwijaya.
Choiriyah, M. (2019). Perbandingan Efisiensi Generator Set menggunakan
Bahan Bakar Minyak Premium, Pertamax, dan Bahan Minyak dari
Hasil Pengolahan limbah plastik. Medan: Universitas Pembangunan
Pancabudi.
Dewadi, F. M. (2021). Analisis Efektivitas Liquid Section Heat Exchanger
dengan Tube in Tube Heat Exchanger dari Sisi Aplikatif. JTMMX, 28-
36.
Faizal, A., Wahyudi, S., & Gapsari, F. (2021). Analisis Perpindahan Panas dan
Performa pada Sirip Mesin Sepeda Motor dengan Memvariasikan Ke-
cepatan Udara. Prosiding Seminar Nasional Riset Teknologi Terapan
(pp. 1-6). Surabaya: Universitas Sriwijaya.
Fauziah, A. F. (2021). Simulasi Waktu Maksimum Distribusi Susu dengan Ana-
lisis Perpindahan Panas Finite Difference Method. Malang: UIN Mau-
lana Malik Ibrahim.
Gregorian, A. D. (2021). Investigasi Pengaruh Variasi Holding Time Proses
Quenching dan Tempering terhadap Kekuatan Mekanis Besi Cor Ke-
labu FC-25. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Harfi, R., & Hadi, B. N. (2021). Perancangan Cold Storage Portabel Kapasitas
10 Ton menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. PRESISI, 60-
72.
Haryono, F. S., & Prihatmaji, Y. P. (2021). Pemetaan Kualitas Tipe Batu Bata
Berdasarkan Komposisi dan Bahan Pembakar di Kabupaten Bantul.
MODUL, 10-20.
Hasibuan, R. B. (2021). Analisis Perbandingan Bahan Bakar Kayu Bakar dan
Arang Kayu Jati pada Ruang Bakar Boiler Skala Model dengan
Tekanan Uap 500 kPa. Medan: Universitas Medan Area.

17
Hatma, S., Yani, S., & Suryanto, A. (2021). Optimalisasi Penggunaan Kitosan
Limbah Kulit Udang Vannamei sebagai Koagulan dalam Perbaikan
Kualitas Air Danau. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 300-310.
Herbet, Ghozali, D. I., & Ruslim, Y. (2021). Produktivitas Penyadaran Kayu
Bulat dengan Traktor TR-015 pada Kelas Kelerengan Berbeda di PT
Balikpapan Wana Lestari. Prosiding SIKMA (pp. 137-145). Samarin-
da: Universitas Mulawarman.
Hidayat, I. N. (2022). Analisa Komprehensif Problem Pipe Sticking dan Pe-
nanggulangannya pada Pemboran Berarah di Sumur “ASK-01”
Lapangan “Jaya” PT. Pertamina EP Asset 3. Yogyakarta: Universitas
Pembangunan Nasional "Veteran".
Indrawati, N. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif pada
Materi Suhu dan Kalor di SMA Muhammadiyah 1 Unismuh Makassar.
Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Irfan, M. (2021). Pembuatan Kolektor Surya Plat Datar Tipe Internal Channel
Walls sebagai Alat untuk Pengeringan Daging Buah kelapa sebagai
Bahan Baku Minyak Kelapa. Padang: Fakultas Teknik - Universitas
Andalas.
Irfan, M. (2022). Penelitian Prototype Desalinasi Air Laut menjadi Air Bersih
Studi Kasus desa Mengare Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. Su-
rabaya: UIN Sunan Ampel.
Khafizam, S., & Watama, S. (2021). Pengaruh Bentuk Sirip Straight dan Right
Angled pada Alat Pengering Lada Tipe Rotary Dryer Berbahan Bakar
Biomassa terhadap Parameter Proses Pengeringan. Bangka Belitung:
Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung.
Koman, W. A., Sabri, L. M., & Hadi, F. (2021). Analisis Surface Urban Heat Is-
land menggunakan Data Sentinel-3 SLSTR. Jurnal Geodesi Undip, 1-
12.
Lubis, A. (2021). Uji Konduktivitas Termal Tanah Liat sebagai Media Isolator
Panas. Palembang: Universitas Tridinanti Palembang.
Manalu, J. R., Tarigan, E. M., & Nainggolan, R. (2021). Rancang Bangun Ketel
Pipa Api Mini Kapasitas 8 kg/jam dengan Tekanan 4 Bar. SINERGI:
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Polmed, 16-26.
Mubarak, A. Z., & Sulastri, H. (2021). Analisis Pengaruh Jalan Bypass Mata-
ram-Gerung terhadap Nilai Tanah di Lombok Barat. Journal of Law,
Administration, and Social Science, 40-46.

18
Mulyadi, Djuhana, & Fifit Astuti. (2020). Pengukuran Konduktivitas Panas
Material Bata Api menggunakan Sistem Hote Plate Berbasis Arduino.
Prosiding Senantias 2020 (pp. 1411-1418). Tangerang Selatan: Uni-
versitas Pamulang.
Mulyana, I. S. (2020). Analisis Pengaruh Temperatur pada Barell terhadap
Hasil Extrusi dengan Material Daur Ulang Kulit Kabel PVC. UG
JURNAL, 19-27.
Mursadin, A., & Subagyo, R. (2016). Perpindahan Panas. Banjarbaru: Universi-
tas Lambung Mangkurat.
Ndambo, V. D. (2022). Modul 8 Mereduksi Order. Jakarta: Universitas Kristen
Indonesia.
Ningrum, K. P. (2021). Peramalan Nilai Impor Alat Telekomunikasi dan El-
ektronik Indonesia menggunakan Model Arima-Garch. Surabaya:
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Noviyanti, A. I. (2021). Uji Efektivitas Material Graphite Oxide (GO) Termodi-
fikasi Asam Asetat sebagai Antimikroba dengan Metode Difusi. Yog-
yakarta: UII Yogyakarta.
Nuraling. (2021). Gambaran Pengetahuan Metode Kangguru (PMK) pada Ibu
dengan Anak BBLR di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu. Palem-
bang: STIKES Prodi Ilmu Keperawatan.
Nurmainnah. (2021). Desain Sistem Pendingin Penyimpanan Ikan Berbasis
Energi Surya. Makassar: Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Oktavia, Y., Ludiana, & Purwono, J. (2021). Penerapan Terapi Rendam Kaki
dengan Air Hangat pada Lansia dengan Hipertensi terhadap
Penurunan Tekanan Darah di Wilayah Puskesmas Yosomulyo. Jurnal
Cendikia Muda, 328-333.
Rafiq, M. I. (2021). Analisa Aliran Kalor pada Sistem Pendingin menggunakan
Modul Thermoelektrik Cooler dengan Tipe Silinder. Pekanbaru: UII
Pekanbaru.
Robiyanyusra, Gani, U. A., & Taufiqurrahman, M. (2021). Analisis Efektivitas
Laju Perpindahan Panas Alat Penukar Kalor Tipe Double Pipe.
JTRAIN, 97-104.
Sari, D. F. (2021). Laporan Kegiatan Magang Proyek Pengembangan Pipa CB-
III (Lomanis - Tasikmalaya)). Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

19
Setiawan, M. A., Saputra, T. J., & Dewi, R. P. (2021). Perancangan Reaktor Gasi-
fik Downdraft Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Limbah Sekam
Padi Kapasitas 5 kW: Studi Kasus di Desa Kalinusu Kabupaten
Brebes. Prosiding Seminar Nasional Riset Teknologi Terapan (pp. 1-
6). Surabaya: Universitas Tidar.
Simanullang, A. F. (2021). Matakuliah Fisika Umum. Tasikmalaya: Perkum-
pulan Rumah Cemerlang Indonesia (PRCI).
Sirodz, M. P., & Balqis, L. (2021). Perancangan Cold Storage untuk Sayuran
Buncis dengan Kapasitas 10 Ton. Jurnal Rekayasa Energi dan
Mekanika, 23-30.
Sissom, L., & Pitts, D. (2011). Perpindahan Kalor. Ciracas: Erlangga.
Sukarman, Khoirudin, Murtalim, Fauzi, A., Valderama, R., Abdulah, A., & Ram-
adhan, A. I. (2021). Analisis Kinerja Evaporator pada Vapors Com-
pression Refrigeration System menggunakan Refrigerant R410A.
Jurnal Teknologi, 127-138.
Sulistyaningtyas, A. D., & Wantika, R. R. (2022). Penerapan Persamaan Na-
vier-Stokes untuk Model Matematika Perpindahan Panas Aliran Flu-
ida Unsteady. PRISMA (pp. 781-786). Surabaya: Universitas PGRI Adi
Buana Surabaya.
Syafriani, V. A., & Wiloso, D. A. (2021). Analisa Geokimia Fluida Manifestasi
Panasbumi di Permukaan Untuk Pendugaan Suhu Resevoir Ber-
dasarkan Solute Geothermometer di Daerah Sidoharjo dan Seki-
tarnya Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Teknomineral, 69-75.
Tamaji, & Utama, Y. A. (2021). Penggunaan Neuro Fuzzy pada Sistem Moni-
toring Ketinggian Air Sungai . Jurnal Informatika Kaputama, 164-173.
Wati, E. K. (2021). Kendali Bising Industri. Jakarta Selatan: LP_UNAS.
Widyandini, M. W. (2021). Implementasi Pendekatan Saintifik Kurikulum
2013 Revisi dan Peningkatan Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order
Thinking Skills) pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti di SMAN2 Ponorogo. Ponorogo: IAIN Ponorogo.
Wikipedia. (2021, June 24). id.wikipedia. Retrieved from id.wikipedia.org:
https://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi

20
Ziaulfata, A. A., Zulfadli, T., & Nazaruddin. (2021). Analisa Perpindahan Panas
pada Atap Seng Berwarna Hitam dengan Variasi Ruang di Aceh Besar.
JITU (Jurnal Ilmiah Teknik Unida), 43-52.

Tentang Penulis
Fathan Mubina Dewadi, S.T, M.T, IPP.

email : fdewadi@gmail.com

Fathan Mubina Dewadi merupakan nama lengkap penulis pada bab


ini. Pria yang berusia 29 tahun ini sudah tertarik dengan bidang Pen-
didikan tinggi sejak tahun 2015. Sejak lulus jurusan Teknik mesin pro-
gram pascasarjana Universitas Pancasila. Kini penulis sedang bekerja
sebagai dosen tetap program studi Teknik mesin di Universitas Buana
Perjuangan Karawang. Kini kesibukan penulis ialah lebih menghabis-
kan waktu untuk mengajar dan menulis. Karya-karya yang telah dibu-
at dimuat di media online, jurnal nasional, jurnal internasional dan
jurnal nasional bereputasi. Sudah lebih dari 15 karya yang telah dibuat
dan sedang proses untuk pembuatan buku dan bab buku. Penulis juga
aktif dalam kegiatan prosiding, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Jurnal yang telah ditulis bekerjasama dengan para pakar
di luar negara dan dalam negri. Anak pertama dari 3 bersaudara ini
sering melakukan penelitian kecil dan melakukan eksperimen di ru-
angan pribadi. Berkat hobi menulis dan membaca buku maka kadang
penulis juga sering diajak untuk berkolaborasi dalam kegiatan akade-
mik. Pernah penulis memuat tulisan di media milenial yang cukup
terkenal di sosial media untuk generasi jaman sekarang. kenikmatan
membuat karya tulis ilmiah ialah menumbuhkan rasa semangat saat
tulisan sudah terbit dan memotivasi diri sendiri untuk selalu
melakukan lebih dan tidak pernah puas dalam kegiatan riset bidang
Teknik.
Afiliasi : FIM-PII Jawa Barat.

21
KONSEP DASAR PERPINDAHAN PANAS 2
Ir. Maryadi, ST., MT., IPM., ACPE., ASEAN Eng.
Universitas Islam As-Syafi'iyyah

2.1 Termodinamika dan Perpindahan Panas


Kita semua tahu dari pengalaman bahwa minuman kaleng dingin
yang berada di ruangan hangat dan minuman kaleng hangat yang
tertinggal di lemari es akan menjadi dingin. Ini dicapai dengan transfer
energi dari media hangat ke yang dingin. Transfer energi selalu dari
medium suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah, dan trans-
fer energi berhenti ketika dua media mencapai suhu yang sama.

Gambar 2.1 Perpindahan panas


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa kita perlu melakukan


studi rinci tentang perpindahan panas. Alasannya adalah bahwa ter-
modinamika hanya berkaitan dengan jumlah perpindahan panas suatu
sistem yang mengalami proses dari satu keadaan keseimbangan ke
keadaan keseimbangan lainnya, dan itu tidak memberikan indikasi
tentang berapa lama proses akan berlangsung.
Dalam praktiknya kita lebih mementingkan laju perpindahan
panas (perpindahan panas per unit waktu) daripada kita dengan
jumlah itu. Sebagai contoh, kita bisa tentukan jumlah panas yang
ditransfer dari botol termos sebagai kopi panas yang menjadi dingin
dari 90°C hingga 80°C dengan analisis termodinamika saja. Tapi

22
bagaimana menentukan berapa lama sebelum kopi panas di dalam
dingin hingga 80°C, dan analisa termodinamika tidak dapat menjawab
pertanyaan ini. Menentukan tingkat perpindahan panas ke atau dari
suatu sistem dan dengan waktu pemanasan atau pendinginan, serta
variasi suhu, adalah subjek perpindahan panas.

2.2 Aplikasi Perpindahan Panas

Gambar 2.2 Aplikasi perpindahan panas


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

Perpindahan panas umumnya ditemui dalam sistem teknik dan


dalam kehidupan sehari-hari serta peralatan rumah tangga. Banyak
peralatan rumah tangga biasa dirancang, seluruhnya atau sebagian,
dengan menggunakan prinsip-prinsip perpindahan panas. Beberapa
contoh termasuk listrik, sistem pemanas, pendingin udara, kulkas dan
freezer, pemanas air, setrika, dan bahkan komputer, TV, dan Pemutar
DVD.

2.3 Perpindahan Energi


Energi dapat dipindahkan ke atau dari massa dengan
menggunakan dua mekanisme: perpindahan panas Q dan kerja W. In-
teraksi energi adalah perpindahan panas yang digerakan oleh perbe-
daan suhu. Sedangkan dalam bentuk kerja berupa gerakan piston, po-
ros berputar dan lain sebagainya. Kerja yang dilakukan per satuan
waktu disebut daya, dan dilambangkan oleh Ẇ. Satuan daya adalah W
atau hp (1 hp = 746 W). Mobil mesin dan turbin hidrolik, uap, dan
23
gas menghasilkan kerja; kompresor, pompa, dan mixer mengkonsumsi
kerja.

Gambar 2.3 Heat flux adalah perpindahan panas per waktu dan per luasan
(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

Dengan merujuk pada energi termal sebagai panas dan transfer


energi panas sebagai perpindahan panas. Jumlah panas yang dipin-
dahkan selama proses dilambangkan dengan Q. Jumlah panas yang
ditransfer per unit waktu disebut laju perpindahan panas, dan
dilambangkan dengan ̇ . Itu overdot adalah singkatan dari turunan
waktu, atau "per unit waktu." Perpindahan panas tingkat ̇ memiliki
satuan J/s, yang setara dengan W.
Ketika laju perpindahan panas ̇ tersedia, maka jumlah total panas
mentransfer Q selama interval waktu Δt dapat ditentukan dari,

Q=∫ ̇ (J)

Untuk kasus khusus ̇ = konstan, persamaan di atas berkurang


dan dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = ̇ Δt (J)
Laju perpindahan panas per satuan luas dengan arah perpindahan
panas disebut heat flux, dan heat flux rata-rata dinyatakan sebagai
(Gambar 1.3),
̇
̇ = (w/m2)
di mana A adalah luas perpindahan panas. Satuan heat flux dalam
satuan Inggris adalah Btu/h·ft2. Perhatikan bahwa heat flux dapat
bervariasi sesuai waktu dan posisi pada permukaan.

24
2.4 Panas Jenis
Anda juga dapat mengingat bahwa panas jenis atau panas spesifik
didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
per satuan massa suatu zat hingga satu derajat (Gambar. 2.4). Secara
umum ada dua jenis panas spesifik: panas spesifik pada volume kon-
stan cv dan panas spesifik pada tekanan konstan cp. Panas spesifik pa-
da volume konstan cv dapat dilihat sebagai energi yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu satuan massa suatu zat sebesar satu derajat
ketika volume dijaga konstan. Energi yang diperlukan untuk
melakukan hal yang sama ketika tekanan dipertahankan konstan ada-
lah panas spesifik pada tekanan konstan cp.
Perubahan energi dalam dan entalpi gas ideal selama suatu proses
dapat diekspresikan dengan menggunakan nilai panas spesifik pada
suhu rata-rata sebagai,
Δu = cv, avg ΔT dan Δh = cp, avg ΔT (J/g)
Atau,
ΔU = mcv, avg ΔT dan ΔH = mcp, avg ΔT (J)

Gambar 2.4 Panas jenis


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

Panas spesifik volume konstan dan tekanan konstan identik untuk


bahan yang tidak dapat dimampatkan (Gambar. 2.5). Oleh karena itu,
untuk padatan dan cairan, subskrip pada cv dan cp dapat dihilangkan
dan kedua pemanas spesifik dapat diwakili dengan simbol tunggal, c.
Yaitu, cp ≈ cv ≈ c. Hasil ini juga bisa dilihat pada lampiran.

25
Panas spesifik dari zat yang tidak dapat dimampatkan tergantung
hanya pada suhu. Oleh karena itu, perubahan energi internal padatan
dan cairan dapat terjadi diekspresikan sebagai,
ΔU = mcavg ΔT (J)

Gambar 2.5 Panas jenis benda padat


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

CONTOH – 2.1 : Bola tembaga berdiameter 10 cm harus dipanaskan


dari 100°C hingga suhu rata-rata 150°C dalam 30 menit (Gambar. 2.6).
Menggunakan densitas rata-rata dan panas spesifik tembaga dalam
kisaran suhu ini menjadi ρ = 8950 kg/m3 dan cp = 0,395 kJ/kg·°C, Ten-
tukan :
(a) jumlah total perpindahan panas ke bola tembaga,
(b) laju perpindahan panas rata-rata ke bola, dan
(c) fluks panas atau heat flux rata-rata.

Gambar 2.6 Gambar contoh soal 2.1


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

26
Penyelesaian
Bola tembaga harus dipanaskan dari 100°C hingga 150°C. Jumlah se-
luruh perpindahan panas, laju rata-rata perpindahan panas, dan fluks
panas rata-rata adalah ditentukan.
Asumsi
Sifat konstan dapat digunakan untuk tembaga pada suhu rata-rata.
Sifat
Densitas dan panas spesifik tembaga ρ = 8950 kg/m3 dan cp = 0,395
kJ/kg·°C
Analisis
(a) Jumlah panas yang ditransfer ke bola tembaga secara sederhana
adalah perubahan energi internal, dan ditentukan dari :
Perpindahan energi ke sistem = Peningkatan energi sistem
Q = ΔU = mcavg (T2 – T1)
Dimana,
 
m = ρV = ρD3 = (8950 kg/m3)(0,1 m)3 = 4,686 kg
6 6
sehingga,
Q = mcavg (T2 – T1)
Q = (4,686 kg)(0,395 kJ/kg ºC)(150 – 100)ºC = 92,6 kJ
Oleh karena itu, 92,6 kJ panas perlu ditransfer ke bola tembaga untuk
memanaskannya dari 100°C hingga 150°C.
(b) Laju perpindahan panas biasanya berubah selama proses dengan
waktu. Namun, kami dapat menentukan tingkat rata-rata perpindahan
panas dengan membagi jumlah total perpindahan panas pada interval
waktu. Karena itu,
Q = ̇ Δt

̇ = ̇ avg =
Q 92,6kJ
= = 0,0514 kJ/s = 51,4 W
t 1800s

27
(c) Fluks panas didefinisikan sebagai perpindahan panas per satuan
waktu per satuan luas, atau tingkat perpindahan panas per unit area.
Karena itu, fluks panas rata-rata dalam hal ini kasus adalah :

̇ Qavg 51,4W
̇ avg = avg = = = 1636 W/m2
D 2
 (0,1m) 2
2.5 Keseimbangan Energi
Jumlah massa yang mengalir melalui potongan melintang
perangkat aliran per satuan waktu disebut laju aliran massa, dan
dilambangkan dengan ṁ. Laju aliran massa dari fluida yang mengalir
dalam pipa atau saluran sebanding dengan penampang melintang luas
Ac pipa atau saluran, densitas ρ, dan kecepatan fluida V. Laju aliran
massa melalui area diferensial dAc dapat dinyatakan sebagai δṁ = ρVn
dAc di mana Vn adalah komponen kecepatan.
Aliran fluida melalui pipa atau saluran seringkali dapat di-
perkirakan satu dimensi. Semua properti diasumsikan seragam di se-
tiap penampang normal dengan arah aliran, dan properti diasumsikan
memiliki nilai rata-rata di seluruh bagian melintang. Dibawah pen-
dekatan aliran satu dimensi, laju aliran massa cairan yang mengalir
dalam pipa atau saluran dapat dinyatakan sebagai (Gambar. 2.7)
ṁ = ρVAc (kg/s)

Gambar 2.7 Laju aliran massa


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

di mana ρ adalah densitas fluida, V adalah kecepatan fluida rata-rata


dalam arah aliran, dan Ac adalah area penampang pipa atau saluran.
Volume fluida yang mengalir melalui pipa atau saluran per satuan
waktu disebut laju aliran volume ̇ , dan dinyatakan sebagai

28

̇ = VAc = m (m3/s)

Perhatikan bahwa laju aliran massa fluida melalui pipa atau salu-
ran tetap konstan selama aliran stabil. Namun, ini tidak berlaku untuk
laju aliran volume. kecuali densitas fluida tetap konstan.
Untuk sistem aliran tetap dengan satu inlet dan satu exit, laju mas-
sa mengalir ke volume kontrol harus sama dengan laju aliran massa
keluar itu. Yaitu, ṁin = ṁout = ṁ. Ketika terjadi perubahan energi kinet-
ik dan potensial dapat diabaikan dan tidak ada interaksi kerja, kese-
imbangan energi untuk sistem aliran tetap menjadi seperti, (Gambar.
2.8)
̇ = ṁΔh = ṁcpΔT (kJ/s)

Gambar 2.8 Volume kontrol


(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

di mana ̇ adalah tingkat perpindahan panas bersih ke dalam atau


keluar dari volume kontrol. Ini adalah bentuk hubungan keseim-
bangan energi yang paling sering kita gunakan untuk sistem aliran
tetap.
CONTOH – 2.2 : Lembaran baja stainless AISI 304 yang dipanaskan
dan bergerak dengan kecepatan konstan 1 cm/s ke dalam ruangan
yang akan didinginkan (Gambar. 2.9). Lembaran baja stainless setebal
5 mm dan lebar 2 m, masuk dan keluar ruangan masing-masing pada
500 K dan 300 K. Tentukan tingkat kehilangan panas dari lembaran
stainless steel di dalam ruangan.

29
Gambar 2.9 Gambar contoh soal 2.2
(Sumber : Heat and Mass Transfer: Fundamentals and Applications)

Penyelesaian
Tingkat kehilangan panas dari lembaran stainless steel yang terjadi di
dalam ruangan harus ditentukan.
Asumsi
1 Kondisi pengoperasian yang stabil. 2 Stainless steel memiliki sifat
konstan. 3 Perubahan energi potensial dan kinetik dapat diabaikan.
Sifat
Panas spesifik tekanan konstan dari baja stainless AISI 304 di suhu
rata-rata (500 + 300)/2 = 400 K adalah 515 J/kg.K. densitasnya adalah
7900 kg/m3 (lihat Tabel termodinamika)
Analisis
(a) Massa lembaran baja stainless yang masuk dan keluar ruangan
ditentukan dari :
ṁ = ρVwt
= (7900 kg/m3)(0,01 m/s)(2 m)(0,005 m)
= 0,79 kg/s
Tingkat kehilangan panas dari lembaran stainless steel di ruangan
dapat ditentukan sebagai,
̇ loss = ṁcpΔT
= ṁcp(Tin – Tout)
= (0,79 kg/s)(515 J/kg.K)(500 – 300)K
= 81370 J/s
= 81,4 kW
Lembaran stainless steel yang dibawa masuk dan keluar dari ruangan
diperlakukan sebagai volume kontrol.

30
DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y.A. & Ghajar, A.J. (2015). Heat and Mass Transfer: Fundamentals and
Applications. New York, USA: McGraw-Hill Book Co. Inc.
Holman, J.P. (2010). Heat Transfer. New York, USA: McGraw-Hill Book Co. Inc.
Kreith, F., Manglik, R.M. & Bohn, M.S. (2011). Principles of Heat Transfer.
Stamford, USA: Cengage Learning.

Tentang Penulis
Ir. Maryadi, ST., MT., IPM., ACPE., ASEAN Eng.

email : maryadimesinuia@gmail.com

Menyelesaikan pendidikan Diploma Teknik Mesin Politeknik Pratama


Mulia Surakarta (POLITAMA). Lulus Sarjana Teknik Mesin Universitas
Islam As – Syafi’iyah Jakarta (UIA). Lulus Magister Teknik Mesin Uni-
versitas Pancasila Jakarta (UP). Lulus Program Studi Program Profesi
Insinyur (PSPPI) Universitas Muslim Indonesia Makasar (UMI).
Staff Pengajar di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam As – Syafi’iyah Jakarta. Pengalaman 18 tahun di Pe-
rusahaan Konsultan Mekanikal dan Elektrikal. Mempunyai Sertifikat
Insinyur Profesional Madya (IPM) dari Badan Kejuruan Mesin Per-
satuan Insinyur Indonesia (BKM-PII). Surat Tanda Registrasi Insinyur
(STRI) dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Sertifikat Kompetensi
sebagai Ahli Muda Bidang Keahlian Teknik Mekanikal dari Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(LPJK-BNSP). Sertifikat ASEAN Chartered Professional Engineer (AC-
PE) dari ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Com-
mittee (ACPECC). Sertifikat ASEAN Engineer (ASEAN Eng) dari ASEAN
Federation of Engineering Organisation (AFEO).

31
PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI 3
Yafid Effendi, ST., MT.
Universitas Muhammadiyah Tangerang

3.1 Konduksi pada Dinding Datar Satu Dimensi


Konduksi adalah perpindahan panas dari satu bagian body pada
suhu yang lebih tinggi ke bagian lain dari body yang sama pada suhu
yang lebih rendah, atau dari satu body pada suhu yang lebih tinggi ke
body lain dalam kontak fisik pada suhu yang lebih rendah 1. Pada da-
sarnya perhitungan laju perpindahan panas konduksi satu dimensi
dapat menggunakan hukum Fourier. Laju perpindahan panas kon-
duksi melewati dinding dari temperatur tinggi ke temperatur rendah
ditunjukkan pada Gambar 3.1.

15° C
25°C

5°C
T
q

x
Gambar 3.1 Aliran panas melewati dinding satu dimensi ketika temperatur
dinding bervariasi hanya satu arah

Laju perpindahan panas dalam arah tertentu didorong oleh gradi-


en suhu ke arah tersebut. Tidak akan ada perpindahan panas ke arah
manapun dimana tidak ada perubahan suhu. Pengukuran suhu di be-
berapa lokasi pada permukaan dinding bagian dalam atau luar akan
memastikan bahwa permukaan dinding tersebut adalah hampir iso-

1 (Rohsenow, Hartnett and Cho, 1998)

32
termal. Artinya, pada permukaan dalam dan luar dinding tidak akan
terjadi perpindahan panas.
Ketebalan dinding yang kecil menyebabkan gradien suhu arah di
dalamnya menjadi besar. Selanjutnya, jika suhu udara di dalam dan di
luar rumah tetap konstan, maka perpindahan panas melalui dinding
rumah dapat dimodelkan sebagai steady dan satu dimensi. Suhu dind-
ing dalam hal ini akan bergantung pada satu arah saja (katakanlah
arah-x atau T(x)) 2
Hukum Fourier perpindahan panas konduksi adalah sebagai berikut

3.1

Dimana q adalah laju perpindahan panas konduksi (W), A luas


permukaan aliran panas (m2), dT/dx gradien suhu pada penampang
atau perubahan suhu T (°C) terhadap jarak x (m), k konduktivitas ter-
mal bahan (W/m°C).
3.2 Konduksi Tunak Pada Dinding Datar Lapis Rangkap
Laju perpindahan panas dapat digantikan dengan arus listrik, se-
dangkan perbandingan ketebalan terhadap perkalian konduktivitas
termal dan luas penampang aliran panas mewakili tahanan termal
(thermal resistance). Perubahan suhu mewakili beda potensial. Analo-
gi listriknya sesuai dengan hukum Ohm, dengan persamaan 3.2 dan
Gambar 3.2 di bawah ini.

 3.2

Persamaan di atas menjadi

( ) ( ) 3.3

2 (Cengel, 2002)

33
Gambar 3.2 Analogi listrik

Gambar 3.3 menunjukkan aliran perpindahan panas melewati bidang


datar yang tersusun seri. Aliran panas masuk dengan suhu T1, melewa-
ti T2, T3 dan keluar pada suhu T4. Temperatur menurun setiap
melewati bidang A, B dan C.

Gambar 3.3 Perpindahan panas satu dimensi melalui dinding rangkap

Analogi listrik bahan yang disusun secara seri :

Gambar 3.4 Analogi listrik pada dinding rangkap susunan seri

Persamaan aliran perpindahan panas untuk seluruh bidang datar di-


tunjukkan pada persamaan 3.4 sebagai berikut:

3.4

Rth adalah jumlah tahanan thermal.


Untuk bahan yang disusun seri: Rth = RA + RB+ RC + …
Persamaan aliran panas untuk bidang yang disusun seri adalah:
( ) 3.5

34
Pada keadaan steady state, panas yang masuk pada sisi muka
sebelah kiri harus sama dengan panas yang meninggalkan sisi muka
sebelah kanan, maka:

3.3 Konduksi susunan kombinasi seri dan parallel


Dinding yang terdiri atas beberapa macam bahan yang dihub-
ungkan seri dan paralel dialiri panas. Perpindahan panas konduksi
dianggap berlangsung hanya satu arah (arah x).

Gambar 3.5 Perpindahan panas satu dimensi melalui dinding rangkap susunan seri
dan paralel

Analogi listrik untuk susunan seri dan paralel:

Gambar 3.6 Analogi listrik pada dinding rangkap susunan seri dan paralel

Untuk menyelesaikan susunan di atas, maka tahanan yang disusun


paralel harus diselesaikan lebih dahulu sehingga pada akhirnya akan
terbentuk susunan seri.
Untuk susunan paralel:

35
Persamaan aliran panas untuk susunan di atas adalah:

Penyelesaian persamaan aliran panas untuk susunan seri dan paralel


adalah:
( )

3.4 Konduksi pada Silinder


3.4.1 Perpindahan Panas Konduksi pada Silinder Berongga
Suatu silinder panjang berongga dengan jari-jari dalam ri, jari-jari
luar ro dan panjang L dialiri panas sebesar q. Suhu permukaan dalam
Ti dan suhu permukaan luar To dan analogi listrik ditunjukkan pada
Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Konduksi pada Silinder dan analogi listrik

Aliran panas hanya berlangsung ke arah radial (arah r) saja. Luas bi-
dang aliran panas dalam system silinder ini adalah:

Sehingga hukum Fourier menjadi:

( )

Kondisi batas (Boundary Condition, BC) :


(i)
(ii)

36
Dengan kondisi batas di atas, persamaan aliran panas untuk koordinat
silinder adalah:
( ) ( )
( ) ( )

∑ ( )

Dalam hal ini tahanan thermalnya adalah:


( )

Jika D adalah diameter silinder , maka Persamaan aliran panas


dapat ditulis:
( ) ( )
( ) ( )

3.4.2 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Lapis


Rangkap Berbentuk Silinder
Sebuah silinder yang suhu permukaannya relative tinggi dapat
diisolasi dengan beberapa macam bahan yang disusun seri.

Gambar 3.8 Konduksi pada dinding lapis rangkap Silinder dan analogi listrik

Persamaan aliran panas untuk dinding lapis rangkap berbentuk


silinder adalah:


( ) ( ) ( )

37
Sehingga
( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

∑ ( ) ( ) ( )

3.5 Konduksi pada Bola


3.5.1 Perpindahan Panas Konduksi pada Bola Berongga
Suatu bola berongga dengan jari-jari dinding dalam ri, jari-jari
dinding luar ro dan dialiri panas sebesar q. Suhu permukaan dalam Ti
dan suhu permukaan luar To.

Gambar 3.9 Konduksi pada Bola dan analogi listrik

Aliran panas hanya berlangsung ke arah radial (arah r) saja. Luas


permukaan aliran panas bisa menggunakan rumus

, maka hukum fouriernya adalah:

( )

Dengan menggunakan kondisi batas sebagai berikut:

(i)
(ii)

Persamaan aliran panas untuk koordinat bola adalah:

38
( )

Maka tahanan termalnya adalah

3.5.2 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Lapis


Rangkap Berbentuk Bola

Gambar 3.10 Konduksi pada lapis rangkap Bola dan analogi listrik

Persamaannya adalah sebagai berikut:


( )

Contoh system silinder lapis-rangkap


Suatu tabung berdinding tebal terbuat dari baja tahan-karat [18% Cr,
8% Ni, k = 19 W/m.oC], dengan diameter dalam 2 cm dan diameter-
luar 4 cm, dibalut dengan isolasi asbes setebal 3 cm [k = 0,2 W/m 2.oC).
jika suhu dinding dalam pipa itu 600oC dan suhu dinding luar isolasi
100oC, hitunglah rugi kalor per satuan panjang?

39
Baja tahan karat
T1=600oC

r2
r1

r3

T2=100oC

Asbes

Penyelesaian
Gambar ini menunjukkan jaringan termal untuk soal ini. Aliran
kalor diberikan oleh

( )
( ) ( )

( )
( ) ( )

W/m

3.6 Sirip (fin)


Sirip merupakan perluasan permukaan pada benda padat yang
bertujuan untuk meningkatkan laju perpindahan panas,. Sirip ini ser-
ing diaplikasikan di dunia industri yangmana salah satunya pada heat
exchanger. Efisiensi sirip merupakan efektivitas sirip dalam memin-
dahkan kalor tertentu, dapat dirumuskan dengan parameter baru se-
bagai berikut:

Tahanan termal fin


Ketika sirip muncul dalam kombinasi dengan elemen termal
lainnya, perhitungan dapat disederhanakan secara signifikan dengan
memperlakukannya sebagai resistansi termal antara akar dan fluida di
sekitarnya. Khususnya, untuk sirip lurus dengan ujung berinsulasi,
kita dapat mengatur ulang

3 (Holman, 1986)

40
( ) ( )

(√ ̅ )

dimana untuk fin lurus

(√ ̅ )

Secara umum, untuk fin bentuk lain, tahanan termal fin dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan
4
̅ ̅

Perbedaan konfigurasi fin ditunjukkan pada Gambar 11. Sebuah


sirip lurus adalah sembarang permukaan diperpanjang yang melekat
pada dinding bidang. Ini mungkin memiliki penampang yang seragam
luas, atau luas penampangnya dapat bervariasi dengan jarak x dari
dinding. berbentuk lingkaran akhir adalah salah satu yang secara mel-
ingkar melekat pada silinder, dan penampangnya bervariasi dengan
radius dari dinding silinder. Jenis sirip di atas memiliki penampang
persegi panjang, yang luasnya dapat dinyatakan sebagai produk dari
ketebalan sirip t dan lebarnya w untuk sirip lurus atau keliling 2r un-
tuk sirip melingkar. Sebaliknya pin fin, atau spine, adalah permukaan
memanjang dari penampang melingkar. Pin sirip juga bisa penampang
seragam atau tidak seragam. Dalam aplikasi apapun, pemilihan terten-
tu konfigurasi sirip mungkin bergantung pada ruang, berat, manufak-
tur, dan pertimbangan biaya, serta sejauh mana sirip mengurangi
konveksi permukaan koefisien dan meningkatkan penurunan tekanan
yang terkait dengan aliran di atas sirip

Gambar 3.11 Konfigurasi fin (a) Sirip lurus dengan penampang seragam, (b) Sirip
lurus, (c) penampang tidak seragam, sirip berbentuk lingkaran, (d) pin fin

4 (Lienhard IV and Lienhard V, 2019)

41
Untuk menentukan laju perpindahan panas yang terkait dengan
sirip, kita pertama-tama harus mendapatkan distribusi suhu di sepan-
jang sirip. Seperti yang telah kita lakukan untuk sistem sebelumnya,
kita mulai dengan melakukan keseimbangan energi pada sesuai
diferensial elemen. Pertimbangkan permukaan diperpanjang Gambar
3.15. Analisisnya disederhanakan jika asumsi tertentu dibuat. Kami
memilih untuk mengasumsikan kondisi satu dimensi di memanjang
arah (x), meskipun konduksi dalam sirip sebenarnya dua dimensi. La-
ju di mana energi dikonveksi ke fluida dari titik mana pun pada per-
mukaan sirip harus seimbang dengan laju bersih dimana energi men-
capai titik karena konduksi secara transversal arah (y, z). Namun, da-
lam praktiknya siripnya adalah tipis, dan perubahan suhu dalam arah
melintang di dalam sirip kecil dibandingkan dengan perbedaan suhu
antara sirip dan lingkungan. Oleh karena itu, kita dapat mengasumsi-
kan bahwa suhu seragam di seluruh ketebalan sirip, bahwa itu hanya
fungsi dari x. Kita akan mempertimbangkan kondisi tunak dan juga
mengasumsikan bahwa konduktivitas termal adalah konstan, bahwa
radiasi dari permukaan adalah diabaikan, bahwa efek pembangkitan
panas tidak ada, dan konveksi panas koefisien transfer h seragam di
atas permukaan.

Gambar 3.12 Keseimbangan energi untuk luas permukaan5

Analisis sifat termal sirip menjadi lebih kompleks jika sirip tidak
seragam persilangan. Solusinya tidak lagi dalam bentuk fungsi ekspo-
nensial sederhana atau hiperbolik. Sebagai kasus khusus, perhatikan
sirip melingkar yang ditunjukkan pada Gambar 13. Meskipun
ketebalan sirip seragam (t tidak tergantung pada r), luas penampang,
Ac = 2rt, bervariasi dengan r, dengan mengganti x dengan r, luas per-

5 (Sumber: Incropera et al., 2006)

42
mukaan sebagai As = 2 (r2-r12). Efisiensi rectangular dan triangular
fin diperlihatkan pada Gambar 14.

Gambar 3.13 Efisiensi annular fin profil persegi panajang

Gambar 3.14 Efisiensi fin persegipanjang dan segitiga6


Contoh soal:

Silinder mesin sepeda motor terbuat dari paduan aluminium


2024-T6 dengan tinggi H= 0,15 m dan diameter luar D = 50 mm. Da-
lam kondisi pengoperasian yang khas permukaan luar silinder berada
pada suhu 500 K dan terkena udara sekitar pada 300 K, dengan
koefisien konveksi 50 W/m2K. Sirip annular secara integral silinder
untuk meningkatkan perpindahan panas ke lingkungan. Pertim-
bangkan lima sirip seperti itu, yaitu dengan ketebalan t 6 mm, panjang
L 20 mm, dan jarak yang sama. Apakah ada peningkatan perpindahan
panas karena penggunaan sirip.

6 (Sumber: Kreith, Manglik and Bohn, 2011)

43
Penyelesaian
N=5
( ) ( )
( ) ( ) ( )
 ( )
( ) ( )( )

( ) ( )
( )
( )

Dari Gambar 3.20, efisiensi fin adalah  f  0,95. Dengan fin, total laju
perpindahan panas adalah

[ ( )]

[ ( )]

Tanpa fin, lanju perpindahan panas konveksi akan menjadi

( ) ( )

Maka

44
DAFTAR PUSTAKA

Cengel, yunus A. (2002) HEAT TRANSFER A practical Approach. 2nd ed. New
York: McGraw-Hill Companies, Inc. All.
Holman, J. P. (1986) HEAT TRANSFER. 6th ed. Singapore: McGraw-Hill Book
Company.
Incropera, F. P. et al. (2006) Fundamentals of Heat and Mass Transfer. 6th ed.
U.S.A.: JOHN WILEY & SONS.
Kreith, F., Manglik, R. M. and Bohn, M. S. (2011) Principles of HEAT
TRANSFER. 7th ed. Global Engineering: Christopher M. Shortt.
Lienhard IV, J. H. and Lienhard V, J. H. (2019) A Heat Transfer Textbook. 5th
ed. U.S.A.: Phlogiston Press Cambridge, Massachusetts, U.S.A.
Rohsenow, W. M., Hartnett, J. P. and Cho, Y. I. (1998) HANDBOOK OF HEAT
TRANSFER. 3rd ed. New York: MCGRAW-HILL.

Tentang Penulis
Yafid Effendi, ST., MT.

email : yafid_effendi@yahoo.com

Yafid Effendi, ST., MT, lahir di Bojonegoro tahun 1983. Mahasiswa S3


program Doktor Teknik Mesin Universitas Diponegoro (UNDIP), Se-
marang. S2 Magister Teknik Mesin Universitas Diponegoro (UNDIP),
Semarang tahun 2013 dan S1 Teknik Mesin di STT Mandala Bandung,
2008. Dosen tetap di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Tangerang

45
KONVEKSI 4
Dr. Wayan Nata Septiadi, ST., MT
Universitas Udayana

4.1 Lapisan Batas Konveksi


Untuk dapat memahami panas dan massa konveksi perpindahan
antara permukaan dan fluida yang mengalir melewatinya, sangatlah
penting untuk memahami konsep dari pada lapisan batas7.
4.1.1 Lapisan Batas Kecepatan
Pemanasan yang dilakukan pada tepi depan plat akan menyebab-
kan lapisan batas kecepatan dan kalornya akan berkembang secara
bersamaan, dan ketebalan relatifnya bergantung pada besarnya angka
Prandtl. Ketika partikel fluida melakukan kontak dengan permukaan,
kecepatannya berkurang secara signifikan relatif terhadap kecepatan
fluida di bagian hulu pelat, dan untuk sebagian besar situasi, dapat
diasumsikan bahwa kecepatan partikel adalah nol di dinding.

Gambar 4.1 Pengembangan lapisan batags kecepatan pada plat datar


(Sumber: 8)

Dilihat dari gambar 1.1, lapisan dan seterusnya sampai pada jarak
dari permukaan, efeknya menjadi diabaikan. Perlambatan pada
gerakan fluida dikaitkan dengan tegangan geser yang bekerja pada
bidang yang sejajar dengan kecepatan fluida. Dengan bertambahnya
jarak y dari permukaan, kecepatan x komponen fluida u, kemudian
harus meningkat sampai mendekati nilai aliran bebas .

7 (Faruk & Kamiran, 2012)


8 Luis and Moncayo 2017)

46
digunakan untuk menunjukkan kondisi dalam aliran bebas di luar
lapisan batas 9.
Kuantitas disebut ketebalan lapisan batas dan didefinisikan se-
bagai nilai y untuk u =0,99 . Dengan bertambahnya jarak dari ujung
tanda panah, efek viskositas menembus lebih jauh ke dalam aliran
bebas dan lapisan batas tumbuh (δ meningkat dengan x). Lapisan ba-
tas di atas dapat dirujuk untuk lebih khusus sebagai lapisan batas ke-
cepatan, hal ini karena berkaitan dengan kecepatan fluida. Untuk ali-
ran eksternal menyediakan dasar untuk menentukan koefisien
gesekan local.

(1-1)

Dengan asumsi fluida Newtonian, tegangan geser permukaan dapat


dievaluasi dari gradien kecepatan di permukaan

(1-2)

adalah sifat fluida yang dikenal sebagai viskositas dinamis. Pada


lapisan batas kecepatan, gradien kecepatan di permukaan tergantung
pada jarak x dari tepi depan plat, maka tegangan geser permukaan dan
koefisien gesekan juga bergantung pada x
4.1.2 Lapisan Batas Termal

Gambar 4.2 Pembangan lapisan batas termal pada plat datar iso-
thermal
(Sumber: 10

9 (Pendidikan et al., 2014)


10 Luis and Moncayo 2017)

47
Lapisan batas termal adalah daerah dari fluida dimana ada gradi-
ent termperatur. Jika alisan bebas fluida dan temperature pada pem-
ukaan berbeda, lapisan batas termal harus mengalami perkem-
bangan11. Perhatikan gambar 1.2, partikel-partikel ini bertukar energi
dengan yang ada di lapisan fluida yang bersebelahan, dan gradien
temperatur berkembang dalam cairan. Daerah fluida di mana gradien
suhu ini ada adalah lapisan batas termal, dan ketebalannya didefin-
isikan sebagai nilai untuk dimana rasio ( ) ( )
. Dengan bertambahnya jarak dari ujung tanda panah, maka efek
perpindahan panas menembus lebih jauh ke dalam aliran bebas dan
batas termal lapisan tumbuh.

1 (1-3)

digunakan untuk menekankan bahwa ini adalah permukaan fluks


panas, karena pada permukaan ada tidak ada gerakan fluida dan
transfer energi hanya terjadi secara konduksi. Mengingat hokum new-
ton tentang pendinginan:

( ) (1-4)

Dari persamaan (1-3) dan persamaan (1-4), maka diperoleh:

(1-5)

Kondisi dari lapisan batas termal yang sangat mempengaruhi per-


mukaan gradient temperatur tentukan laju perpindahan
panas dari permukaan. Lapisan Batas Konsentrasi 12.
Contoh Soal 1.1:

Dalam aliran di atas permukaan, profil kecepatan dan suhu adalah


bentuk

11 (Busse, 2014)
12 (Huda & Arsana, 2013)

48
( )

( )

dimana koefisien A sampai G adalah konstanta. Dapatkan ekspresi un-


tuk koefisien gesekan dan koefisien konveksi dalam hal
dan koefisien profil yang sesuai dan sifat fluida.

Penyelesaian:

Diketahui : bentuk profil kecepatan dan suhu untuk aliran di atas per-
mukaan.

Ditanyakan : ekspresi untuk koefisien gesekan dan konveksi.

Skematik :

Analisis : tegangan geser pada dinding adalah

Sehingga, koefisien gesekan :

Koefisien Konveksi :

( ) [ ]

49
4.2 Aliran Laminar dan Turbulen
Langkah penting dalam penanganan masalah konveksi adalah
menentukan apakah lapisan batas laminer atau turbulen 13.
4.2.1 Lapisan Batas Kecepatan Laminar dan Turbulen
Gerakan fluida dicirikan oleh komponen kecepatan dalam arah x
dan y. Gerakan fluida menjauh dari permukaan diperlukan oleh per-
lambatan fluida di dekat dinding saat lapisan batas tumbuh ke arah x.
Gambar 1.4 menunjukkan bahwa ada perbedaan tajam antara kondisi
aliran laminar dan turbulen14.

Studi analitis dan eksperimental telah menyarankan bahwa ini dan


struktur koheren lainnya dalam aliran turbulen dapat melakukan per-
jalanan dalam gelombang dengan kecepatan yang dapat melebihi yang
berinteraksi secara nonlinier, dan memunculkan kondisi kacau yang
menjadi ciri aliran turbulen 1516

Gambar 4.3 Perkembangan lapisan batas konsentrasi jenis pada lempeng datar
Sumber: 17

Akibat interaksi yang mengakibatkan kondisi aliran, kecepatan


dan tekanan menjadi kacau fluktuasi terjadi pada setiap titik dalam
lapisan batas turbulen. Tiga wilayah berbeda dapat digambarkan da-

13 (Leroy et al., 2017)


14 (Barkley et al., 2015)
15 (Leroy et al., 2017)
16 (Bhuiyan et al., 2015)
17 (Luis & Moncayo, 2017)

50
lam lapisan batas turbulen sebagai fungsi jarak dari permukaan. Ada
lapisan penyangga yang berdampingan di mana difusi dan pencampu-
ran turbulen sebanding, dan ada zona turbulen di mana transportasi
didominasi oleh turbulen pencampuran. Perbandingan batas laminar
dan turbulen profil lapisan untuk komponen-x kecepatan, yang
disajikan pada Gambar 1.4, menunjukkan bahwa Profil kecepatan tur-
bulen relatif datar karena pencampuran yang terjadi di dalam buffer
lapisan dan wilayah turbulen, sehingga menimbulkan gradien ke-
cepatan yang besar di dalam sublapisan kental. Oleh karena itu,
umumnya lebih besar di bagian turbulen dari lapisan batas Gambar
1.4 daripada di bagian laminar 18.
Transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen pada akhirnya
disebabkan oleh mekanisme pemicu, seperti interaksi struktur aliran
tidak tunak yang berkembang secara alami di dalamnya. Timbulnya
turbulensi tergantung pada apakah tindakan pemicu atau dilemahkan
ke arah cairan aliran, yang pada bergantung pada pengelompokan pa-
rameter tak berdimensi yang disebut Reynolds nomor:

(1-10)

Untuk pelat datar, panjang karakteristiknya adalah x, jarak dari


tepi depan dan akan ditunjukkan kemudian bahwa bilangan Reynolds
mewakili rasio kelembaman terhadap kekentalan pasukan. Jika
bilangan Reynolds kecil, gaya inersia relatif tidak signifikan terhadap
gaya viskos. Gangguan kemudian hilang, dan alirannya tetap laminer.
Untuk Reynolds besar jumlah, bagaimanapun, kekuatan inersia bisa
cukup untuk memperkuat mekanisme pemicu, dan transisi ke turbu-
lensi terjadi.
Dalam menentukan apakah lapisan batas adalah laminar atau tur-
bulen, sering kali masuk akal untuk mengasumsikan bahwa transisi
dimulai di beberapa lokasi , seperti yang ditunjukkan pada Gambar

18 (Bhuiyan et al., 2015)

51
1.5. Ini lokasi ditentukan oleh bilangan Reynolds kritis . Untuk
aliran di atas pelat datar

Gambar 4.4 Perbandingan lapisan batas kecepatan laminar dan turbulen untuk ke-
cepatan aliran yang sama

diketahui bervariasi dari sekitar 105 menjadi 3 × 106 , tergan-


tung pada kekasaran permukaan dan tingkat turbulensi aliran bebas.
Nilai representatif dari

4.2.2 Pelapisan Batas Termal aliran lamminar dan


turbulen
Karena distribusi kecepatan menentukan komponen advektif en-
ergi panas kimia dalam lapisan batas, sifat aliran juga memiliki efek
mendalam pada panas konveksi dan laju perpindahan massa. Gradien
suhu dan konsentrasi spesies dalam fluida pada penurunan
dalam arah aliran, dan, dari Persamaan (1-6) dan (1-10), panas dan
massa koefisien transfer juga menurun dengan meningkatnya .
Sama seperti itu menginduksi gradien kecepatan yang besar pada
, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.5, turbulen dengan
temperatur yang tinggi dan gradien konsentrasi spesies yang berdeka-
tan dengan padatan permukaan serta peningkatan yang sesuai dalam
koefisien perpindahan panas dan massa di seluruh wilayah transisi.
Ketika kondisi laminar dan turbulen terjadi, ketebalan lapisan ba-
tas kecepatan dan koefisien perpindahan panas konveksi lokal
bervariasi, karena turbulensi menginduksi pencampuran, yang pada
saatnya mengurangi pentingnya konduks dan difusi dalam menen-
52
tukan ketebalan lapisan batas termal dan spesies, perbedaan
ketebalan lapisan batas kecepatan, termal, dan spesies cenderung jauh
lebih kecil pada aliran turbulen daripada aliran laminar. Adanya per-
pindahan panas dan/atau massa dapat mempengaruhi lokasi transisi
dari laminar ke aliran turbulen karena densitas dan viskositas
dinamis fluida dapat bergantung pada suhu atau konsentrasi spesies.
Contoh soal 1.5:

Air mengalir dengan kecepatan diatas pelat datar dengan


panjang . Pertimbangkan dua kasus, dimana satunya tem-
peratur airnya sekitar 300 K dan yang lainya diperkiraan temperatur
airnya 350 K. Pada laminar dan turbulen, pengukuran eksperimental
menunjukkan bahwa koefisien konveksi lokal dapat di jelaskan
dengan

( ) ( )

Pada 300 K, dimana x memiliki satuan m.

Sedangkan Pada 350 K

Sebagaimana terbukti, konstanta, C, tergantung pada sifat aliran serta


temperatur air karena ketergantungan termal dari berbagai sifat flu-
ida. Tentukan koefisien konveksi rata-rata, ̅ , di atas seluruh pelat un-
tuk dua temperatur air.
Penyelesaian:

Diketahui : Aliran air di atas pelat datar; ekspresi untuk ketergan-


tungan koefisien konveksilokal dengan jarak dari tepi
depan pelat, x; dan perkiraan temperatur air
Ditanya : koefisien konveksi rata-rata, ̅
Skematik :

53
Asumsi :
1. Kondisi steady
2. Transisi terjadi pada bilangan Reynolds yang kritis pa-
da

Properti : Tabel A.6, air( ̅ )


. Tabel A.6 ( ̅ )

Analisis : Koefisien konveksi lokal sangat tergantung pada apakah


ada kondisi laminar atau turbulen. Oleh karena itu, per-
tama-tama kita menentukan sejauh mana kondisi ini ada
dengan menemukan lokasi terjadinya transisi, . Dari
Persamaan 6.24, kita tahu bahwa pada 300 K,

Sedangkan pada 350 K,

Dari persamaan 6.14 kita tahu bahwa,


̅ ∫ [∫ ∫ ]

Atau

̅ [ | | ]

Pada 300 K,

54
̅ [ ( )

( ) ]

Sedangkan pada 350 K

̅ [ ( )

( ) ]

Distribusi koefisien konveksi lokal dan rata-rata untuk pelat ditunjuk-


kan pada gambar berikut

4.3 Koefisien Konveksi Lokal dan Rata-rata


Tujuan utama pada bab ini adalah salah satunya berkembang yang
berarti menentukan koefisien konveksi h dan . Meskipun koefisien
ini dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan lapisan batas,
itu hanya untuk aliran sederhana situasi bahwa solusi tersebut mudah

55
dilakukan19. Bentuk khusus dari persamaan ini diperoleh dengan
mengkorelasikan panas konveksi terukur dan hasil perpindahan mas-
sa dalam hal yang sesuai kelompok tak berdimensi 20
Tabel 4.1 Kelompok perpindahan panas dan massa tanpa dimensi yang dipilih
Kelompok Definisi Interprestasi

Rasio resistansi termal in-


Nomor Biot (Bi) ternal padatan ke hambatan
termal lapisan batas.
Rasio resistensi transfer
Perpindahan Massa spesies internal terhadap
Nomor Biot ( ) resistensi transfer spesies
lapisan batas.
( Rasio gaya gravitasi dan te-
Nomor Bond ( )
gangan permukaan
Koefisien Gesekan Tegangan geser permukaan
( ) tak berdimensi
Energi kinetik aliran relatif
Nomor Eckert( ) terhadap perbedaan entalpi
( )
lapisan batas.
Rasio laju konduksi panas
Fourier number dengan laju penyimpanan
( ) energi panas dalam padatan.
Tanpa dimensi waktu
Rasio laju difusi spesies
Perpindahan Massa
dengan laju penyimpanan
Fourier number
spesies. Waktu tanpa dimen-
( )
si.
Penurunan tekanan tanpa
Faktor gesekan ( ) dimensi untuk aliran inter-
( )( )
nal
Nomor Grashof ( ) Ukuran rasio gaya apung
( ) terhadap gaya kental.
Faktor j Colburn Koefisien perpindahan

19 (Veronis, 2013)
20 (Edition, 2015)

56
( ) panas tak berdimensi.
Rasio energi sensibel ter-
( ) hadap energi laten yang dis-
Nomor jakob ( )
erap selama perubahan fase
cair-uap
Rasio difusivitas termal dan
Bilangan Lewis (Le)
massa.
Rasio konveksi terhadap
Nomor Nusselt
perpindahan panas kon-
( )
duksi murni
Rasio adveksi terhadap laju
Nomor peclet( ) perpindahan panas kon-
duksi
Rasio momentum dan difu-
Nomor Prandtl ( )
sivitas termal
Bilangan Reynolds Rasio gaya inersia dan gaya
( ) kental.
Rasio momentum dan difu-
Nomor Schmidt ( )
sivitas massa.
Gradien konsentrasi tak
Nomor
berdimensi di
wood( )
permukaan.
Nomor Nusselt yang dimodi-
Nomor stanton( )
fikasi.
Perpindahan Massa
Nomor Sherwood yang
Nomor
dimodifikasi.
ton( )
Rasio inersia terhadap gaya
Nomor weber( )
tegangan permukaan
Sumber : 21

4.3.1 Perpindahan Panas


Perhatikan kondisi pada gambar dibawah ini, dimana fluida
dengan kecepatan V dan temperatur yang mengalir diatas per-
mukaan dengan bentuk dan luas . Pada permukaan yang diasumsi-

21 (Edition, 2015)

57
kan temperaturnya seragam, dan jika , perpindahan panas
konveksi, dan fluks panas pada permukaan serta koefisien perpinda-
han panas konveksi yang bervariasi sepanjang permukaan.

Gambar 4.5 Perpindahan panas konveksi secara lokal dan total pada permukaan (a)
Permukaan bentuk arbitrer. (b) Pelat datar.

Perpindahan panas total didapatkan

(1-11)

Atau, kita bisa masukkan dari persamaan (1-4)

(1-12)
( )∫

koefisien konveksi rata -rata untuk seluruh permukaan, laju per-


pindahan panas total, kita dapatkan:
̅ ( ) (1-13)
Kita dapat menyamakan persamaan (1-12) dan (1-13), untuk
koefisien konveksi rata-rata dan lokal

̅ (1-14)

Untuk kasus aliran diatas pelat datar, h bervariasi dengan ja-


rak x. persamaan (1-14)
(1-15)
̅ ∫

4.3.2 Perpindahan Massa


Hasil serupa bisa didapatkan untuk perpindahan massa konveksi,
jika cairan dengan konsentrasi molar Jenis , mengalir di atas per-
mukaan dimana konsentrasi Jenis dipertahankan pada beberapa nilai

58
, perpindahan Jenis secara konveksi, fluks molar per-
mukaan dan koefisien perpindahan massa konveksi yang bervariasi
sepanjang permukaan
Laju transfer molar total untuk seluruh permukaan, (kmol/s),
kemudian dapat dinyatakan sebagai:

̅ ( ) (1-16)

dimana koefisien perpindahan massa rata-rata dan lokal dihubungkan


oleh persamaan bentuk

̅ (1-17)

Gambar 4.6 Perpindahan Jenis konveksi secara lokal dan total pada permukaan (a)
Permukaan bentuk arbitrer. (b) Pelat datar.

Untuk plat datar, didapatkan:


(1-18)
̅̅̅̅ ∫

Perpindahan Jenis dikenal sebagai fluks massa ( )


laju perpindahan massa ( ), dengan mengalikan kedua per-
samaan (1-8) dan (1-16), dengan berat molekul (kg/kmol) jenis A.
( ) (1-19)
̅ ( ) (1-20)

Dimana ( ) adalah kerapatan masa jenis . Kita dapat


menuliskan hukum fick tentang dasar massa dengan mengkalikan
persamaan (1-6) dengan

59
(1-21)
|

Mengkalikan persamaan (1-9) dengan menghasilkan wajah al-


ternatif

| (1-22)

Untuk melakukan perhitungan perpindahan massa konveksi,


menentukan nilai atau pada kesetimbangan termodinamika
antarmuka dari gas dan fase cair ataupun padat.
Contoh Soal 1.4:

Sebuah silinder melingkar panjang berdiameter 20 mm dibuat dari


naftalena padat, dan terkena aliran udara yang memberikan koefisien
perpindahan massa konveksi rata-rata ̅̅̅̅ 0,05 m/s. konsentrasi mol
uap naftalena pada permukaan silinder adalah 5 ,
dan berat molekulnya adalah 128 kg/kmol. Berapakah laju sublimasi
massa per satuan panjang silinder?
Penyelesaian:

Diketahui : Konsentrasi uap jenuh naftalena


Ditanya : laju sublimasi massa per satuan panjang silinder?
Skema :

Asumsi :
1. Kondisi steady-state.

60
2. Konsentrasi naftalena yang dapat diabaikan dalam aliran udara
bebas
Analisis :

Aftalena diangkut ke udara dengan konveksi, dan dari Persamaan (1-


37), laju perpindahan molar untuk silinder adalah:

̅̅̅̅ ( )

Dengan

( )̅̅̅̅
kmol/
kmol/s.m

Maka laju sublimasi massa adalah

128 kg/kmol kmol/s.m

kg/s.m

4.4 Analogi Lapisan Batas


Dari pengetahuan tentang parameter ini, didapatkan yaitu:
menghitung tegangan geser dinding dan panas konveksi dan laju per-
pindahan massa. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa ekspresi
yang berhubungan dengan satu sama lain berguna dalam
analisis konveksi. Ekspresi tersebut tersedia dalam bentuk analogi
lapisan batas.
4.4.1 Analogi Perpindahan Panas dan Massa
Anologi dapat digunakan untuk menghubungkan dua koefisien
konveksi secara langsung. Dimana n adalah eksponen positif kurang
dari 1. Mengantisipasi ketergantungan ini, kita gunakan Persamaan (1-
29) dan (1-33) untuk mendapatkan

( ) ( )

Dalam hal ini, dengan fungsi yang setara, f(x*, ReL),

61
Tabel 4. 2 Hubungan fungsional yang berkaitan dengan analogi lapisan batas

Aliran Fluida Perpindahan Panas Perpindahan Massa

( ) ( ) ( )
(1-24) (1-27) (1-31)

(1-25) (1-28) (1-32)

( ) ( ) ( )
(1-29) (1-33)
(1-26)

̅̅̅̅ ( ) (1- ̅̅̅ ( ) (1-


30) 34)

Sumber : 22

Substitusi dari Persamaan (1-28) dan (1-32) peroleh:


(1-35)

atau, dari Persamaan (1-35),

(1-36)

22
(Edition, 2015)
62
Hasil ini mungkin sering digunakan untuk menentukan satu
koefisien konveksi, misalnya, , dari pengetahuan tentang koefisien
lainnya. Hubungan yang sama dapat diterapkan pada rata-rata
koefisien dan , dan dapat digunakan dalam aliran turbulen serta
laminar.

63
DAFTAR PUSTAKA

Arya Wigraha, N. (2015). Variasi Kemiringan Sudut Turbulator Terhadap Laju


Perpindahan Panas Pada Alat Penukar Kalor Aliran Berlawanan
(Counter Flow Heat Exchanger). JST (Jurnal Sains Dan Teknologi), 4(2),
7–8. https://doi.org/10.23887/jst-undiksha.v4i2.6057
Barkley, D., Song, B., Mukund, V., Lemoult, G., Avila, M., & Hof, B. (2015). The
rise of fully turbulent flow. Nature, 526(7574), 550–553.
https://doi.org/10.1038/nature15701
Bhuiyan, A. A., Ruhul Amin, M., Naser, J., & Sadrul Islam, A. K. M. (2015).
Effects of geometric parameters for wavy finned-tube heat exchanger in
turbulent flow: A CFD modeling. Frontiers in Heat and Mass Transfer,
6(1), 1–11. https://doi.org/10.5098/hmt.6.5
Busse, F. H. (1978). Non-linear properties of thermal convection. Reports on
Progress in Physics, 41(12), 1929–1967. https://doi.org/10.1088/0034-
4885/41/12/003
Edition, S. (2015). Free convection. In Fluid Mechanics and its Applications
(Vol. 112). https://doi.org/10.1007/978-3-319-15793-1_19
Faruk, U., & Kamiran. (2012). Analisis Pengaruh Aliran Turbulen Terhadap
Karakteristik Lapisan Batas pada Pelat Datar Panas. Jurnal Sains Dan
Seni, 1(1), 57–60.
Holman, V. (1999). Introduction. Visual Resources, 15(3), ix–x.
https://doi.org/10.1080/01973762.1999.9658510
Huda, M. S., & Arsana, I. M. (2013). Pengembangan modul pembelajaran
thermal radiation untuk menunjang perkuliahan perpindahan panas
mahasiswa D3 Teknik Mesin FT UNESA. … Pendidikan Teknik Mesin, 15–
23. https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-
teknik-mesin/article/view/3349
Incropera, F. P. (2015). Solutionary Heat Transfer. John Wiley & Sons, 1, 1976.
Jiji, L. M. (2006). Heat convection. In Heat Convection.
https://doi.org/10.1007/978-3-540-30694-8
Leroy, A., Violeau, D., Ferrand, M., Joly, A., Leroy, A., Violeau, D., Ferrand, M., &
Joly, A. (2017). Buoyancy modelling with incompressible SPH for laminar
and turbulent flows To cite this version : HAL Id : hal-01557023 Buoyancy
modelling with incompressible SPH for laminar and turbulent flows.

64
Luis, F., & Moncayo, G. (2017). Fundamentals of Heat and Mass Transfer-Wiley
(2017).
Pendidikan, S., Mesin, T., Komang, N., Rima, A., Devi, L., Mesin, J. T., Teknik, F.,
& Surabaya, U. N. (2014). PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN
WIRE AND TUBE HEAT EXCAHANGER. 29–36.
Veronis, G. (1962). PENETRATIVE CONVECTION G. Veronis Woods Hole
Oceanographic Institution Received January 27, 1962; revised August 23,
1962.

Tentang Penulis
Dr. Wayan Nata Septiadi, ST., MT.

email : wayan.nata@unud.ac.id

Lahir di Klungkung pada tanggal 12 September 1984. Menempuh pen-


didikan S1 di Teknik Mesin Universitas Udayana pada tahun 2003 dan
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada tahun 2006. Diangkat menjadi
dosen di Teknik Mesin Universitas Udayana pada tahun 2008 dan pa-
da September 2009 melanjutkan ke jenjang Magister di Departemen
Teknik Mesin Universitas Indonesia dan mendapatkan gelar Magister
Teknik pada Januari 2011. Pada juni 2014 telah menyelesaikan pro-
gram doktoralnya dalam bidang riset pipa kalor dan nanofluida.

65
PERPINDAHAN PANAS RADIASI 5
Muhtar, ST., MT.
Universitas Tanri Abeng

5.1 Pendahuluan
Radiasi adalah energi yang dipancarkan oleh materi dalam bentuk
gelombang elektromagnetik (atau foton) sebagai akibat dari peru-
bahan konfigurasi elektron atom atau molekul. Tidak seperti konduksi
dan konveksi, transfer energi oleh radiasi tidak memerlukan ke-
hadiran media perantara. Faktanya, transfer energi melalui radiasi
paling cepat (pada kecepatan cahaya) dan tidak mengalami redaman
dalam ruang hampa (Cengel).
Contoh: Terik panas matahari yang sampai terasa ke bumi.
Namun, perlu diketahui bahwa radiasi merambat dengan kecepatan
cahaya c, sama dengan sekitar 3 x108 m/s dalam ruang hampa.
Kecepatan ini sama dengan hasil kali frekuensi dan panjang
gelombang radiasi (Kreith, Manglik, dan Bohn, 2011):

(1)

= Panjang gelombang (m)


v = frekuensi (s-1)
c = kecepatan cahaya dalam medium. dalam ruang hampa c0 = 2,99 x
108 m / s.
Cepat rambat cahaya dalam medium berhubungan dengan cepat ram-
bat cahaya dalam ruang hampa,
c = c0 / n (2)
di mana n adalah indeks bias medium, n = 1 untuk udara dan n = 1,5
untuk air. ( Bahrami, 2005) Benda yang dapat memancarkan kalor
dengan sempurna disebut radiator yang sempurna dan dikenal se-
bagai benda hitam (blackbody). Sedangkan benda yang tidak dapat
memancarkan panas dengan sempurna disebut dengan benda abu-abu

66
(graybody). (Annaratone,2010).
Kontribusi radiasi terhadap perpindahan panas sangat signifikan pada
tingkat suhu absolut tinggi seperti yang berlaku di tungku, ruang ba-
kar, ledakan nuklir dan dalam aplikasi ruang angkasa.
Fenomena radiasi biasanya diklasifikasikan berdasarkan karakteristik
panjang gelombangnya (gambar 5.1). Fenomena elektromagnetik
mencakup banyak jenis radiasi, dari sinar gamma dengan panjang ge-
lombang pendek dan sinar x hingga gelombang radio dengan panjang
gelombang panjang. Panjang gelombang radiasi tergantung pada
bagaimana radiasi itu dihasilkan (Kreith, Manglik,dan Bohn, 2011).

Gambar 5.1 Spektrum radiasi elektromagnetik.


(Sumber : Bergman dan Lavine 2017)

5.2 Hukum Radiasi


5.2.1 Hukum Planck
Teori planck diambil dari nama penemunya yaitu Max Planck pada
tahun 1900. Berdasarkan teorinya menunjukan tentang penyebaran
energi yang dipancarkan oleh suatu benda hitam. Menurutnya radiasi
elektromagnetik hanya dapat merambat dalam bentuk paket-paket
energi atau kuanta yang dinamakan foton. Pemikiran tersebut dalam

67
perkembangannya menjadi dasar pemikiran teori yang disebut Teori
Kuantum (long dan sayma 2009).
Max Planck menyatakan tentang dua hal mengenai energi radiasi ben-
da hitam yaitu

a) Energi radiasi yang dipancarkan oleh getaran molekul-molekul


(osilator) benda merupakan paket-paket (kuanta) energi.
Besarnya energi dalam setiap paket merupakan kelipatan
bilangan bulat suatu besaran E yang diformulasikan dengan
rumus berikut ini (Philip Allan Magazines, 2018):
E = n.h.f (3)
Keterangan:
f = frekuensi,
h = konstanta planck yang nilainya 6,626 × 10-34 Js
,
n =bilangan bulat yang menyatakan bilangan kuantum berupa
energi foton sejumlah n. n = 1,2,3………..
b) Energi radiasi diserap dan dipancarkan oleh molekul-molekul
secara diskrit yang disebut foton. Energy untuk satu foton ada-
lah :

E= h.f (4)
Pada tempeatur tertentu benda hitam mempunyai nilai intensitas
radiasi sesuai dengan masing-masing panjang gelombang. Intensitas
spektral benda hitam telah diketahui, pertama kali ditentukan oleh
Planck . Dia membuat persamaan rumus (Bergman dan Lavine, 2017) :

(5)

Karena benda hitam adalah emitor difus, maka persamaan bahwa


daya pancar spektralnya adalah :

68
(6)

Atau model persamaannya (Annaratone,2010) :

(7)

Keterangan :
h = 6.626 × 10−34 J ⋅s
Eʎ,b= daya pancar spektral benda hitam W/m3 (Btu/h ft2 μ )
λmax = Panjang gelombang (m)
kB = 1.381 × 10−23 J/K adalah konstanta Planck dan Boltzmann
co = 2.998 × 108 m/s adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa
T = temperatur mutlak benda hitam (K).

Persamaan 6 atau 7, dikenal sebagai distribusi Planck, atau Hukum


Planck, diplot pada gambar 5.2 untuk temperatur yang dipilih.
Beberapa fitur penting bisa diperhatikan (Bergman dan Lavine 2017).
a) Radiasi yang dipancarkan bervariasi terus menerus dengan pan-
jang gelombang.
b) Pada setiap panjang gelombang, besarnya radiasi yang dipancar-
kan meningkat dengan meningkatnya temperatur.
c) Daerah spektral di mana radiasi terkonsentrasi tergantung pada
temperatur, dengan radiasi yang relatif lebih banyak muncul pada
panjang gelombang yang lebih pendek dengan meningkatnya tem-
peratur.

69
Gambar 5.2 Daya emisi benda hitam spektral.

5.2.2 Hukum Wien


Wilhelm Wien melakukan penelitian secara empiris dengan
menghubungkan antara temperature dan panjang gelombang radiasi
yang dipancarkan oleh benda hitam.
Pada pengukuran itu Wilhelm Wien menemukan adanya pergeseran
panjang gelombang maksimum saat suhu benda hitam berubah. Ke-
naikan suhu benda hitam menyebabkan panjang gelombang maksi-
mum yang dipancarkan benda akan mengecil. Hubungan ini dapat di-
tuliskan seperti persamaan berikut.

(8)

Dengan =
λmax = Panjang gelombang dengan intensitas maksimum (m)

T = Temperatur mutlak benda hitam (K)

C = Tetapan pergeseran Wien = 2,898×10-3 mK

Pada Gambar 5.2 dapat dilihat bahwa posisi kurva dengan tem-
peratur yang lebih tinggi akan berada di atas dari kurva dengan tem-
peratur lebih rendah. Dengan kata lain, kurva dengan temperatur
lebih tinggi memiliki puncak intensitas yang lebih tinggi. (Bergman
dan Lavine 2017)

70
5.2.3 Hukum Stefan-Boltzmann
Joseph Stefan dan Ludwig Boltzmann 1879 telah melakukan pen-
gukuran laju energi kalor radiasi yang dipancarkan oleh permukaan
suatu benda. Hasil yang didapatkan selanjutnya dikenal se-
bagai hukum Stefan-Boltzmann yang berbunyi :

“Energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda dalam bentuk


radiasi kalor per satuan waktu sebanding dengan luas permukaan dan
sebanding dengan empat suhu mutlak permukaan itu.”

Studi teoretis serta eksperimennya mengarahkan Stefan dan


Boltzmann ke persamaan berikut tentang radiasi panas oleh benda
hitam:

(9)

Keterangan :
q = panas yang diradiasikan selama satuan waktu dan satuan per-
mukaan dalam W/m2
T = Suhu mutlak benda (K)
σ = Konstanta Stefan-Boltzmann (5,67.10-8 Wm-2 K-4)
Jika dua benda hitam, masing-masing pada suhu mutlak T1 dan T2,
saling berhadapan sehingga mereka memancarkan panas satu sama
lain, kalor q yang ditransfer selama satuan waktu dari benda yang
lebih hangat ke benda yang lebih dingin sama dengan :
(10)

di mana q dalam W dan S adalah radiasi atau permukaan radiasi dalam


m2.
Jika kita menganggap setiap benda dengan pancaran sama dengan
panas yang dipancarkan oleh radiasi , maka akan menghasilkan per-
samaan :
(11)

71
e = koefisien emisivitas. Benda hitam sempurna memiliki e = 1, benda
putih sempurna e = 0 dan benda-benda lain memiliki rentang 0 sam-
pai 1. (Annaratone,2010)
5.2.4 Hukum Kirchhoff
Emisivitas (ε) suatu benda sama dengan absorpsivitas (α)-nya
pada suhu yang sama (Long dan Sayma 2009).
Hubungan ini, yang sangat menyederhanakan analisis radiasi, per-
tama kali dikembangkan oleh Gustav Kirchhoff pada tahun 1860
dan sekarang disebut Hukum Kirchhoff (Cengel).

ε=α (12)

5.3 Sifat – Sifat Radiasi


Jika suatu energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan,maka
sebagian dari radiasi itu dipantulkan ( refleksi ), sebagian diserap (ab-
sorpsi ) , dan lagi diteruskan( transmisi ) seperti pada gambar 5.3.
Energi radiasi yang datang pada suatu permukaan per satuan luas per
satuan waktu disebut penyinaran, G.
Absorptivitas (α): adalah fraksi iradiasi yang diserap oleh permukaan.
Reflektifitas (ρ): adalah fraksi penyinaran yang dipantulkan oleh per-
mukaan.
Transmisivitas (τ): adalah fraksi iradiasi yang ditransmisikan melalui
permukaan (Kreith, Manglik,dan Bohn, 2011).

72
Gambar 5.3 Diagram skema yang mengilustrasikan radiasi yang terjadi, dipantulkan,
dan diserap.

Jika keseimbangan energi dibuat pada permukaan, seperti yang diilus-


trasikan pada gambar 5.3, maka didapatkan suatu persamaan :
αG + ρG + τG =G (13)
Dari Persamaan. (13), terlihat bahwa jumlah absorptivitas, reflektifi-
tas, dan transmisivitas harus sama dengan satu:
α + ρ + τ =1 (14)
Ketika sebuah benda buram, ia tidak akan memancarkan radiasi yang
datang, yaitu, τ = 0. Untuk benda buram, Persamaan. (14) dapat
direduksi menjadi :
α + ρ =1 (15)

5.4 Radiasi Atmosfer Dan Surya


Energi matahari yang mencapai tepi atmosfer bumi disebut kon-
stanta matahari:
Gs = 1353 W / m2 (16)
Suhu permukaan efektif matahari dapat diperkirakan dari konstanta
matahari (dengan memperlakukan matahari sebagai benda hitam).
Molekul gas (kebanyakan CO2 dan H2O) dan partikel tersuspensi di
atmosfer memancarkan radiasi serta menyerapnya. Lebih mudah un-
tuk mempertimbangkan atmosfer (langit) sebagai benda hitam pada
suhu yang lebih rendah. Suhu fiktif ini disebut suhu langit efektif T sky.
Gsky = σ T4 sky (17)

Tsky = 230 K untuk langit cerah yang dingin


Tsky = 285 K untuk langit berawan yang hangat
(Bahrami, 2005)

5.5 Kesimpulan
Radiasi merambat dalam bentuk gelombang elektromagnetik.
Frekuensi ν dan panjang gelombang λ dari gelombang elektromag-
netik dalam suatu medium, yang mempunyai persamaan λ = c / ν , di

73
mana c adalah kecepatan rambat dalam medium tersebut. Semua ma-
teri yang suhunya di atas nol mutlak secara terus menerus memancar-
kan radiasi termal sebagai akibat dari gerakan vibrasi dan rotasi
molekul, atom, dan elektron suatu zat
Benda hitam didefinisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi
yang sempurna. Pada suhu dan panjang gelombang tertentu, tidak ada
permukaan yang dapat memancarkan lebih banyak energi daripada
benda hitam. Benda hitam menyerap semua radiasi yang datang, ter-
lepas dari panjang gelombang dan arahnya.
Energi radiasi yang datang pada suatu permukaan per satuan luas
permukaan per satuan waktu disebut iradiasi G. Ketika radiasi
mengenai suatu permukaan, sebagian diserap, sebagian dipantulkan,
dan sebagian lagi, jika ada, diteruskan. Fraksi radiasi datang (inten-
sitas Ii atau iradiasi G) yang diserap permukaan disebut absorptivitas,
fraksi yang dipantulkan oleh permukaan disebut reflektifitas, dan
fraksi yang ditransmisikan disebut transmisivitas.

74
DAFTAR PUSTAKA

Allan, P. 2018.” “Physics Review Magazine” Volume 28, Issue 2.


Annaratone, D. 2010. “Engineering Heat Transfer”. Springer Heidelberg Dor-
drecht London New York. DOI 10.1007/978-3-642-03932-4.
Bahrami,M. 2005. “E&CE 309”, Spring. Chapter 12
Bergman, T.,L. dan Lavine, A.,S. 2017. “Fundamentals of Heat and Mass Trans-
fer”. 8th Edition. Department of Mechanical Engineering, University of
Kansas & Mechanical and Aerospace Engineering Department, Uni-
versity of California, Los Angeles.
Cengel,Y.,A. “Heat Transfer”.2th Edition
Kreith,F.,M., Manglik,R.,M., dan Bohn,M.,S. 2011.” Principles of HEAT TRANS-
FER”.7th Edition. Cengage Learning.
Long,C. dan Sayma,N. 2009.”Heat Transfer”.

Tentang Penulis
Muhtar, ST., MT.

email : muhtar2521@gmail.com

Penulis lahir di Trenggalek pada tanggal 25 Desember 1987. Penulis


adalah dosen tetap pada Program Studi Teknik Elektro Fakultas
Teknik dan Teknologi, Universitas Tanri Abeng. Menyelesaikan pen-
didikan S1 Teknik Elektro Universitas Tanri Abeng dan melanjutkan
S2 Teknik Elektro Universitas Mercu Buana.

Pengalaman sebagai praktisi pernah di PT. ICT POSCO Indonesia sela-


ma 4 tahun. Mengajar di berbagai Perguruan Tinggi seperti Universi-
tas Serang Raya, Universitas Budi Luhur, ITPLN dan Universitas Tanri
Abeng. Pada tahun 2019, 2020, dan 2021 mendapatkan penelitian hi-
bah dikti.

75
MEKANISME PERPINDAHAN PANAS 6
GABUNGAN
I Putu Tedy Indrayana, M.Sc.
Universitas Udayana

6.1 Pendahuluan
Pada Bab 3, Bab 4, dan Bab 5 sudah dijelaskan secara parsial dan
detail mekanisme perpindahan panas secara konduksi, konveksi, serta
radiasi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui hantaran
energi dari partikel-partikel yang lebih energetik dari suatu material
ke partikel-partikel lainnya yang kurang energetik. Menurut hukum
Fourier tentang konduksi panas, maka laju perpindahan panas secara
konduksi pada suatu material Q (Joule/sekon) dipengaruhi oleh
faktor geometri medium penghantar yang menentukan luas
penampang konduksi A (m2), ketebalan (thickness) medium Δx (m),
sifat termal medium yang dinyatakan dengan konduktivitas termal
(thermal conductivity) k (W/m.K), serta beda temperatur antara dua
titik pada medium sepanjang hantaran panas ΔT (K) (Çengel, 2008).
Berbeda dengan konduksi, perpindahan panas secara konveksi
adalah perpindahan energi yang terjadi antara permukaan padatan
dan cairan atau partikel-partikel gas yang sedang bergerak (particles
are in motion), sehingga melibatkan efek konduksi dan gerakan fluida.
Semakin tinggi gerak partikel-partikel fluida maka semakin tinggi
panas yang dipindahkan dalam satu satuan waktu. Dengan demikian,
menurut hukum Pendinginan Newton (Newton’s law of cooling) laju
perpindahan panas secara konveksi Q (Joule/sekon) bergantung pada
beberapa faktor, seperti luas penampang konveksi As (m2), beda
temperatur ΔTs (K), dan koefesien konveksi medium h (W/m2.K)
(Çengel, 2008). Koefesien konveksi medium bukanlah merupakan sifat
fisika medium, melainkan nilainya ditentukan secara eksperimen dan
bergantung pada beberapa faktor seperti, geometri

76
permukaan medium, sifat-sifat gerakan fluida, sifat-sifat fluida, serta
kecepatan fluida (the bulk fluid velocity).
Terakhir, radiasi (thermal radiation) adalah energi yang
diemisikan oleh suatu material dalam bentuk gelombang
elektromagnetik akibat terjadinya perubahan konfigurasi elektronik
pada atom atau molekul dari material tersebut karena pengaruh
perubahan temperatur. Berbeda dengan perpindahan panas secara
konduksi maupun konveksi, perpindahan panas secara radiasi tidak
memerlukan medium karena perambatan gelombang elektromagnetik
tidak memerlukan medium. Menurut hukum Stefan-Boltzmann, laju
maksimum radiasi yang mampu diemisikan oleh sebuah permukaan
benda termal adalah bergantung pada luas penampang radiasi As (m2),
temperatur permukaan benda termal Ts (K), serta emisivitas
permukaan benda termal ε (0 < ε < 1) (Çengel, 2008).
Pada kondisi riil, berbagai fenomena perpindahan panas dari
sebuah benda ke benda lainnya tidaklah terjadi secara parsial, misal
konduksi saja, konveksi saja, atau bahkan radiasi saja. Perpindahan
panas tersebut justru terjadi secara simultan dengan melibatkan dua
jenis perpindahan panas atau lebih dikenal dengan istilah
perpindahan panas gabungan (combined heat transfer). Sebagai
contoh perpindahan panas yang terjadi dari dalam ruangan ke luar
ruangan melalui jendela saat musim dingin (perhatikan Gambar 6.1).
Perpindahan panas ini melibatkan proses konduksi dan konveksi.
Dengan demikian, bab ini secara khusus membahas mekanisme
perpindahan panas gabungan. Dalam pembahasan ini menggunakan
model perpindahan panas yang dianalogikan dengan model rangkaian
listrik arus searah (direct current – DC).

Gambar 6.1 Perpindahan panas gabungan terjadi pada proses pelepasan panas dari
dalam ruangan ke luar ruangan saat musim dingin
(Sumber: Lowe, 2019).

77
6.2 Konveksi dan Konduksi Secara Seri
Fenomena konduksi-konveksi secara simultan sering kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya proses pemanasan air
menggunakan panci, piranti pemanas air (water heater), serta dalam
perangkat mikroelektronik kita akan mengenal divail microchannel.
Agar lebih mudah memahami fenomena ini, maka ilustrasi sistem fisis
yang menerapkan fenomena konduksi-konveksi secara simultan dapat
disajikan melalui Gambar 6.2.

Gambar 6.2 Ilustrasi sistem fisis untuk fenomena perpindahan panas


secara konduksi – konveksi bersusun seri
(Sumber: Kreith et al., 2011).
Berdasarkan Gambar 6.2, fluida panas dan fluida dingin
dipisahkan oleh dinding setebal L. Panas akan dipindahkan dari fluida
panas ke fluida dingin melalui dinding penyekat. Pada kasus ini,
perpindahan panas dari fluida panas ke dinding terjadi secara
konveksi, begitu pula pada aliran panas di daerah fluida dingin.
Sementara itu, perpindahan panas melewati dinding penyekat terjadi
secara konduksi. Persamaan laju perpindahan panas sistem ini
berdasarkan skema rangkaian termalnya dapat dinyatakan sebagai
berikut,
ΔT cold Thot Tcold (6.1)
Q  hot
N

R1  R2  R3
Rn
n 1

78
dimana R1 dan R3 menyatakan tahanan panas konveksi yang dimiliki
fluida, sementara R2 adalah tahanan panas konduksi yang dimiliki oleh
material dinding penyekat. Besaran hc pada persamaan tahanan
termal (Gambar 6.2) menyatakan koefesien konveksi rata-rata yang
dimiliki oleh fluida.
Pada berbagai piranti mikroelektronika, fenomena konveksi-
konduksi ini banyak digunakan. Salah satu contohnya adalah fabrikasi
mikroprosesor Si seperti diilustrasikan dengan Gambar 6.3. Piranti ini
terdiri dari lapisan chip carrier, Si chip, heat spreader, dan heat sink
yang seluruhnya tersusun secara seri.

Gambar 6.3 Ilustrasi skema mikroprosesor Si. Perpindahan panas


secara konduksi terjadi pada bagian chip, sementara pada bagian heat
sink terjadi konduksi-konveksi
(Sumber: Schelling et al., 2005).

Contoh Soal 6.1

Sebuah balok komposit yang memiliki ketebalan 0,1 m (k = 0,7


W/m.K) dan luas permukaan masing-masing sisi samping 1 m2
dipapar udara dingin bertemperatur 270 K pada permukaan dinding
sebelah kiri sehingga terjadi konveksi dengan koefesien konveksi
sebesar 40 W/m2 K. Sementara itu, permukaan dinding sebelah kanan
memiliki temperatur sebesar 300 K dan koefesien konveksi
naturalnya adalah 10 W/m2 K. Hitung fluks panas yang dihasilkan!

Penyelesaian

79
 Kasus ini dapat diilustrasikan dengan Gambar 6.4.

Gambar 6.4 Ilustrasi dinding komposit.


 Tahanan termal konveksi (R1 & R3) dan konduksi (R2) dapat
dihitung sebagai berikut,

1 1
 R1    0,100 K/W
hhot A 10 1
L 0,1
 R2    0,143K/W
kA 0,7  1
1 1
 R3    0,025K/W
hcold A 40 1

 Fluks panas yang dihasilkan adalah

Q Tambient Tcold 300  270


   223,9 Joule/m2
A R1  R2  R3 0,100  0,143 0,025

6.3 Konveksi dan Radiasi Secara Parallel


Pernahkan Anda memikirkan bagaimana terjadinya perpindahan
panas dari permukaan atap yang disinari cahaya matahari ke udara di
sekitar? Fenomena fisika apa saja yang terjadi pada peristiwa ini?
Perhatikan Gambar 6.5. Nah, pada peristiwa ini terjadi fenomena
konveksi udara dan radiasi secara bersamaan. Perpindahan panas
secara konveksi dan radiasi terjadi secara parallel. Oleh karena itu,
laju perpindahan panas total merupakan hasil penjumlahan antara
laju perpindahan panas secara konveksi dan radiasi.
80
Gambar 6.5 Perpindahan panas secara konveksi-radiasi pada atap
bangunan: (a) model sistem fisis; (b) model rangkaian termal
(Sumber: Kreith et al., 2011).
Berdasarkan Gambar 6.5, maka laju perpindahan panas total
dapat dirumuskan seperti persamaan 6.2,

T1 T2 (6.2)
Q   h A T1 T2 
R
dan Q juga sama dengan penjumlahan Qkoveksi dan Qradiasi

Q  hkonveksi AT1 T2   hradiasi AT1 T2 


Q  hkonveksi  hradiasi AT1 T2  (6.3)

Berdasarkan persamaan (6.2) dan (6.3), maka

h  hkonveksi  hradiasi (6.4)

dimana hradiasi 

εσ T14 T24 
dan σ adalah konstanta Stefan (5,67 ×
T1 T2
10-8 W/m2 K4).

81
Fenomena perpindahan panas secara konveksi-radiasi ini juga
dapat ditemukan dalam berbagai rekayasa mikroprosesor, contohnya
adalah high power microprocessor yang menggunakan material dasar
silikon (Si) (Gambar 6.6).

Gambar 6.6 Ilustrasi skema high power microprocessor. Divais ini


menggunakan sistem konveksi-radiasi untuk sistem pendinginan
(cooling system)
(Sumber: Sweetland et al., 2008).

Contoh Soal 6.2

Dewi berdiri di dalam ruangan ber-AC yang bertemperatur 20oC.


Apabila diasumsikan bahwa luas permukaan tubuh Dewi ini yang
terpapar udara adalah 1,6 m2 dan temperatur permukaan tubuhnya
adalah 29oC, maka hitung laju perpindahan panas dari Dewi ke
lingkungan! Gunakan nilai koefesien konveksi udara sebesar 6 W/m 2
dan koefesien emisivitas Dewi adalah 0,95.

Penyelesaian

 Kasus ini dapat divisualisasikan seperti Gambar 6.7.

Gambar 6.7 Ilustrasi soal 6.2.

82
 Pada kasus ini, terjadi perpindahan panas secara konveksi dan
radiasi. Perpindahan panas secara konveksi terjadi di
permukaan tubuh Dewi terhadap udara di sekitarnya.
Sementara itu, Dewi juga mengalami kehilangan panas secara
radiasi ke seluruh permukaan dinding dalam ruangan.
 Laju perpindahan panas secara konveksi, yaitu

Qkonveksi  hADewi TDewi Truangan 

Qkonveksi  6  1,6  302 293  86,4 Joule/s

 Laju perpindahan panas secara radiasi, yaitu


Qradiasi  ε Dewi σADewi TDewi 4 Truangan 4 
 
Qradiasi  0,95 5,67 108  1,6 3024  2934  81,7 Joule/s

 Dengan demikian, laju perpindahan panas total adalah

Q  Qkonveksi  Qradiasi

Q  86,4  81,7  168,1 Joule/s

6.4 Koefesien Perpindahan Panas Gabungan


Mekanisme perpindahan panas gabungan melibatkan dua proses
perpindahan panas, seperti diuraikan secara detail pada Subbab 6.1
dan 6.2. Secara umum, koefesien perpindahan panas gabungan dari
kedua proses tersebut dapat disederhakan penyajiannya
menggunakan besaran U. Oleh karena itu, laju perpindahan panas
gabungan dapat dirumuskan seperti persamaan (6.5),

Q  UAΔT (6.5)

Apabila Q memiliki satuan Joule/s, A memiliki satuan m2, serta ΔT


bersatuan K, maka satuan U adalah W/m2 K. Di sisi lain, hasil U dan A
dapat direpresentasikan sebagai resultan tahanan panas sistem, yaitu
83
1 1 (6.6)
UA  
R1  R 2  R3  ...  R N R system

6.5 Ringkasan
Secara parsial, panas dapat dipindahkan melalui tidak cara, yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah perpindahan panas
melalui hantaran energi dari partikel-partikel yang lebih energetik
dari suatu material ke partikel-partikel lainnya yang kurang energetik.
Konveksi adalah perpindahan energi yang terjadi antara permukaan
padatan dan cairan atau partikel-partikel gas yang sedang bergerak
(particles are in motion). Radiasi adalah energi yang diemisikan oleh
suatu material dalam bentuk gelombang elektromagnetik terhadap
suatu permukaan di sekitarnya.
Perpindahan panas dapat terjadi melalui kombinasi dua proses,
seperti konveksi – konduksi atau konveksi-radiasi. Laju perpindahan
panas secara gabungan dapat dirumuskan sebagai

Q  UAΔT

dimana U merepresentasikan koefesien perpindahan panas gabungan.


Sementara UA menyatakan resultan tahanan panas sistem,

1 1
UA  
R1  R 2  R3  ...  R N R system

84
DAFTAR PUSTAKA

Çengel, Y.A. (2008). Introduction to Thermodynamics and Heat Transfer


(Second Edition). United State of America: The McGrow-Hill
Company, Inc.
Kreith, F., Manglik., R.M., and Bohn, M.S. (2011). Principle of Heat
Transfer (Sevent Edition). United State of America: Cengage
Learning.
Lowe, R. (2019). Energy Building. Open Course Materials. The Open
University. Available at https://open.edu/openlearn/nature-
environment/energy-buildings).
Schelling, P.K., Shi, L., and Goodson, K.E. (2005). Managing Heat for
Electronics. Materials Today. 8(6): 30–35.
https://doi.org/10.1016 /S1369-7021(05)70935-4.
Sweetland, M., Lienhard V., J.H., and Slocum, A.H. (2008). A
Convection/Radiation Temperature Control System for High
Power Density Electronic Device Testing. Journal of Electronic
Packaging. 130(031012): 1–10. https://doi.org/
10.1115/1.2966437.

Tentang Penulis
I Putu Tedy Indrayana, M.Sc.

email : tedyindrayana@gmail.com

Penulis lahir di Kabupaten Klungkung Bali pada tanggal 23 Agustus


1991. Penulis telah menyelesaikan studi sarjana dari Jurusan Pendidi-
kan Fisika FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha pada tahun 2013
dan jenjang magister di Program studi S2 Fisika Departemen Fisika
FMIPA Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016. Saat ini beliau men-
jadi Staf Dosen Prodi Fisika, FMIPA Universitas Udayana. Penulis san-

85
gat tertarik menekuni bidang riset nanomaterial. Sampai saat ini,
penulis aktif melakukan penelitian, pengembangan, serta publikasi
nanomaterial ferrite untuk berbagai aplikasi dibidang fotokatalis, bio-
sensor, serta hyperthermia therapy. Penulis juga aktif membimbing
siswa SMP maupun SMA dalam bidang olimpiade Fisika, Matematika,
serta Astronomi. Bagi pembaca budiman yang tertarik diskusi seputar
fisika dapat menghubungi penulis melalui email atau nomor WA
(085342924485).

86
ANALOGI ALIRAN KALOR DAN ALIRAN 7
LISTRIK

Mustaqim, ST., M.Eng.


Universitas Pancasakti Tegal

Pada bab 3 dan bab 4 telah dibahas tentang mode perpindahan


kalor konduksi dan konveksi. Dalam bab ini akan ditunjukan bahwa
laju aliran perpindahan kalor pada sebuah benda sangat serupa (iden-
tik) dengan laju aliran listrik pada suatu penghatar listrik. Tujuan bab
ini adalah kita dapat melakukan analisis laju aliran kalor pada dinding
berlapis (komposit) menggunakan prinsip analogi aliran listrik pada
rangkaian seri dan parallel.

7.1 Pendahuluan
Bila sebuah kawat atau penghantar pada ujung-ujungnya dikenai
beda tegangan listrik sebagaimana ditunjukan pada gambar 7.1, maka
akan terjadi aliran listrik melalui penghantar tersebut. Besar arus
listrik yang mengalir melalui penghantar dapat dihitung menggunakan
persamaan hukum ohm 23 sebagaimana persamaan (1) berikut,

Gambar 7.1 Aliran arus listrik pada penghantar

23 (1,2)

87
Dimana I adalah laju aliran listrik dalam rangkaian (Ampere), E
adalah beda tegangan listrik antara ujung-ujung penghantar (volt) dan
R adalah besar tahanan listrik dari penghantar (ohm). Persamaan (1)
menunjukan bahwa besar laju aliran listrik I berbanding lurus dengan
beda tegangan E dan berbanding terbalik dengan tahan R. Dengan
demikian maka untuk menaikan laju aliran lisrik dapat dilakukan
dengan dua cara. Yang pertama adalah dengan menaikan beda tegan-
gan listrik E antara ujung-ujung penghantar dan yang kedua adalah
dengan cara menurunkan nilai tahanan penghantar R. Dengan kata
lain semakin tinggi beda tengangan E akan semakin besar pula arus
listrik yang mengalir dalam rangkaian. Demikian pula semakin rendah
nilai tahanan listrik R memberikan arus listrik yang mengalir dalam
rangkaian semakin tinggi.
Selanjutnya, perhatikan perpindahan kalor secara konduksi pada
batang seperti ditunjukan pada gambar 7.2. Pada muka kiri batang
dikenai temperatur dan pada muka kanan batang dikenai tempera-
tur . Bila > maka menurut hukum II termodinamika akan ter-
jadi aliran kalor dari muka kiri ke muka kanan 24. Besar laju perpinda-
han kalor yang terjadi diberikan oleh persamaan Fourier 25 , se-
bagaimana persamaan (2).

Gambar 7.2 Perpindahan kalor konduksi pada batang

Dimana adalah laju perpindahan kalor dalam watt, dan mas-


ing-masing adalah temperature batang pada muka kiri dan muka
kanan, k adalah koeffisien perpindahan kalor konduksi dari bahan ba-

24 (3,4)
25 (5–7)

88
tang dalam , A adalah luas penampang perpindahan kalor dalam
m2 dan adalah beda temperatur sepanjang batang. Luas penampang
perpindahan kalor A adalah luas penampang yang tegak lurus arah
perpindahan kalor Q.
Persamaan (2) menunjukan bahwa besar laju aliran kalor Q sebanding
dengan beda temperature antara ujung-ujung batang yang terjadi.
Susunan lain dari persamaan Fourier dari persamaan (2) adalah

( )

Perhatikan pula untuk perpindahan kalor secara konveksi plat datar


seperti ditunjukan pada gambar 7.3 . Laju perpindahan kalor konveksi
pada permukaan plat datar diberikan oleh persamaan Newton,

Gambar 7.3 Perpindahan kalor konveksi

( )
Dimana adalah laju perpindahan kalor konveksi dalam watt,
dan masing-masing adalah temperature permukaan plat dan tem-
peratur fluida, adalah koeffisien perpindahan kalor konveksi pada
aliran fluida dalam , A adalah luas penampang perpindahan kalor
dalam . Luas penampang perpindahan kalor A adalah luas penam-
pang yang tegak lurus arah perpindahan kalor Q.
Susunan lain dari persamaan Newton dari persamaan (4) dari aliran
kalor konveksi pada permukaan plat datar dapat ditulis sebagai beri-
kut,

Bila kita memperhatikan persamaan (3) dan persamaan (5) secara


teliti maka kita mendapatkan bahwa kedua persamaan tersebut san-

89
gat serupa dengan persamaan (1) tentang hukum ohm dalam
rangkaian arus listrik. Yaitu,
Aliran kalor, Aliran kalor konveksi, Aliran listrik,

( ) ( )
Disini jelas, bahwa aliran kalor Q serupa dengan aliran arus listrik
I, jadi laju aliran kalor Q dapat dianalogikan seperti aliran arus listrik I
dalam rangkaian penghantar. Beda temperatur pada aliran kalor
identik dengan beda tegangan pada aliran listrik E, jadi beda tempera-
tur antara ujung-ujung batang dapat dianalogikan sebagai peng-
gerak aliran (driving force) seperti beda tegangan listrik E pada
rangkaian listrik, selanjutnya dengan menggunakan analogi aliran
listrik maka nilai dari ( ) merupakan tahanan kalor pada aliran
kalor konduksi dan nilai dari ( ) merupakan tahanan kalor pada
aliran kalor konveksi.
Dapat ditulis tahanan kalor konduksi dan konveksi pada per-
mukaan plat datar sebesar,

Dengan demikian dalam melakukan analisis dan perhitungan la-


ju aliran kalor dapat menggunakan analogi seperti aliran listik I pada
rangkaian listrik sebagaimana dinyatakan oleh hukum ohm dalam
persamaan (1). Analogi ini juga berlaku sama persis untuk aliran seri
dan aliran parallel.
7.2 Aliran kalor pada dinding datar
7.2.1 Dinding datar tunggal

Gambar 7.4 Perpindahan kalor konduksi pada dinding datar

90
Gambar 7.4 menunjukan sebuah dinding plat datar yang pada
muka kiri dan muka kanan terpapar temperatur yang berbeda. Bila
tebal dinding sebesar L meter, konduktifitas termal bahan plat sebesar
k W/ m.°C, muka kiri terpapar temperatur sebesar dan dalam
keadaan steadi temperatur muka kanan sebesar . Karena tempera-
tur lebih besar dari maka kalor mengalir dari kiri ke arah kanan.
Besar tahanan kalor dinding plat datar homogen seperti di-
tunjukan gambar 7.4 akan lebih mudah dihitung menggunakan analogi
aliran listrik

Dimana, adalah tahanan kalor bahan dengan satuan °C/ W . Inte-


grasi persamaan Fourier pada persamaan (3) memberikan,

( )

( ) ( )
( ) ( )

Jadi, tahanan kalor dinding plat datar adalah sebesar,

( )

Tabel 7.1
Konduktivitas termal, k
Bahan W/m . °C Btu/h . ft . °F
Logam
Perak (murni) 410 237
Tembaga (murni) 385 223
Alumunium (murni) 202 117
Nikel (murni) 93 54
Besi (murni) 73 42
Baja karbon, 1% C 43 25
Timbal (murni) 35 20,3

91
Baja krom-nikel 16,3 9,4
(18% Cr, 8% Ni)
Bukan Logam
Kuarsa (sejajar sum- 41,6 24
bu)
Magnesit 4,15 2,4
Marmar 2,08–2,94 1,2–1,7
Batu pasir 1,83 1,06
Kaca, jendela 0,78 0,45
Kayu mapel atau ek 0,17 0,096
Serbuk gergaji 0,059 0,034
Wol kaca 0,038 0,022
Zat Cair
Air-raksa 8,21 4,74
Air 0,556 0,327
Amonia 0,540 0,312
Minyak lumas, SAE 0,147 0,085
50
Freon 12, 0,073 0,042
Gas :
Hidrogen 0,175 0,101
Helium 0,141 0,081
Udara 0,024 0,0139
Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119
Karbon dioksida 0,0146 0,00844
Sumber : Jack P. Holman. Heat Transfer, Tenth Edition

Contoh soal 7-1

Sebuah dinding plat besi memiliki tebal L= 0,3 cm muka kiri terpapar
temperatur dan temperatur muka kanan da-
lam keadaan steadi. Hitunglah :
92
a. Tahanan Kalor per-satuan luas perpindahan panas
b. Laju perpindahan kalor Q

Penyelesaian :

Ditanya :
Diketahui : dan

Dari table 1 diperoleh,


Jawab :
Besar tahanan kalor,

( )

Laju aliran kalor dihitung dengan persamaan (8),

7.2.2 Dinding datar berlapis (dinding komposit)


1) Susunan seri
Gambar 7.5 menunjukan sebuah dinding komposit yang terdiri
dari 3 lapisan yaitu material A, B dan C. Laju perpindahan kalor kon-
duksi pada dinding datar berlapis seperti ini dapat dianalogikan se-
bagaimana aliran listrik pada rangkaian penghantar yang disusun
secara seri berikut,

93
Gambar 7.5 Perpindahan kalor konduksi pada dinding datar ber-
lapis

Besar tahanan kalor total/ tahanan kalor pengganti,

Besar laju aliran kalor yang terjadi,

Contoh soal 7-2


Sebuah dinding datar komposit dari kiri ke kanan terdiri dari lapisan A
adalah aluminium setebal 1 mm disusul dengan lapisan B adalah tem-
baga setebal 0,6 mm dan lapisan C adalah baja karbon 1% setebal 4
mm. Muka kiri dinding terpapar temperatur 300 dan temperatur
muka kanan 100 . Tentukan :
a. Tahanan kalor masing-masing lapisan A, B dan C. ( )
b. Tahanan kalor keseluruhan/ tahanan kalor pengganti, ( )
c. Laju kalor yang melewati dinding komposit, ( )
d. Temperatur pada pertemuan permukaan dinding A dan B, ( )
e. Temperatur pada pertemuan permukaan dinding B dan C, ( )
Penyelesaian :
Diketahui : dan

94
Dari table 1 diperoleh,



Jawab :
Beberapa pertanyaan pada soal ini dapat diselesaikan dengan
menggunakan teori analogi aliran listrik pada rangkaian penghantar
sebagai berikut,
a. Besar tahanan kalor masing-masing lapisan dinding adalah,




b. Analogi aliran listrik seri digunakan untuk menghitung besar ta-


hanan kalor pengganti/ keseluruhan,

⁄ ⁄

c. Laju kalor yang melewati dinding komposit, dihitung berdasarkan


analogi listrik,

95
d. Temperatur pada pertemuan permukaan dinding A dan B dihitung
berdasarkan analogi listrik terhadap persamaan konduksi Fourier
pada dinding A,

e. Temperatur pada pertemuan permukaan dinding B dan C dihitung


berdasarkan analogi listrik terhadap persamaan konduksi Fourier
pada dinding C,

2) Susunan paralel
Gambar 7.6 menunjukan sebuah dinding komposit yang terdiri
dari 3 material yaitu material A, B dan C yang tersusun parallel ter-
hadap arah perpindahan kalor. Laju perpindahan kalor konduksi pada
dinding datar seperti pada gambar 7.6 dapat dianalogikan sebagaima-
na aliran listrik pada rangkaian penghantar yang disusun secara par-
alel berikut,

96
Gambar 7.6 Perpindahan kalor konduksi pada dinding datar par-
alel
Besar tahanan kalor total/ tahanan kalor pengganti,

Besar laju aliran kalor yang terjadi,

Contoh soal 7-3


Sebuah dinding dengan bahan A, B, C dengan tinggi 40 cm dan tebal 4
cm tersusun seperti pada gambar 7.6 dimana bahan A adalah alumini-
um tinggi 20 cm, bahan B adalah tembaga tinggi 10 cm dan bahan C
adalah baja karbon 1% tinggi 10 cm. Muka kiri dinding terpapar tem-
peratur 300 dan temperatur muka kanan 100 .
Tentukan :
a. Tahanan kalor total/ tahanan kalor pengganti, ( )
b. Laju kalor total yang melewati dinding, ( )
Penyelesaian :
Diketahui : temperatur, dan
Tebal,
Tinggi, , ,
97
Dari table 1 diperoleh,


Jawab :
Penyelesaian soal 7.3 menggunakan analogi listrik memberikan,
a. tahanan kalor total,

( )( ) ( )( ) ( )( )

b. laju perpindahan panas,

3) Susunan seri_paralel
Gambar 7.7 menunjukan sebuah dinding komposit yang terdiri
dari beberapa material A, B, C, D dan E yang tersusun secara seri-
paralel. Laju perpindahan kalor konduksi pada dinding datar berlapis
seperti gambar 7.7 dapat dianalogikan sebagaimana aliran listrik pada
rangkaian penghantar yang disusun secara seri-paralel berikut,
Besar tahanan kalor pengganti untuk susunan parallel material B, C
dan D adalah

Besar tahanan kalor total dinding

98
Besar laju aliran kalor yang terjadi

Gambar 7.7 Perpindahan kalor konduksi pada dinding datar seri-paralel

Contoh soal 7-4


Sebuah dinding yang tersusun seperti pada gamar 7.7 bahan A dan E
adalah aluminium, B dan D adalah tembaga dan C adalah baja karbon 1
%. Tebal A = 3 cm, tebal B=C=D = 3 cm dan tebal E = 2 cm. Tinggi A=E=
40 cm, tinggi B=20 cm, tinggi C=D=10 cm. Muka kiri dinding terpapar
temperatur 300 dan temperatur muka kanan 100 .
Tentukan :
a. Tahanan kalor total, ( )
b. Laju kalor total yang melewati dinding, ( )
Penyelesaian :
Diketahui : temperatur, dan
Tebal,

Tinggi, ,
,

Dari table 1 diperoleh,





Penyelesaian,
Asumsi lebar dinding adalah 1 m
99
Besar tahanan kalor dinding A dan E adalah

( )( )

( )( )

Besar tahanan kalor pengganti untuk susunan parallel bahan B, C dan


D adalah

( )( ) ( )( ) ( )( )

Besar tahanan kalor total,

Besar laju aliran kalor,

7.3 Aliran kalor pada dinding Silinder


7.3.1 Dinding silinder tunggal
Perhatikan gambar 7.8 yang menunjukan perpindahan kalor pada
sebuah dinding silinder dengan jari-jari r dan Panjang L. Temperature
permukaan dinding bagian dalam silinder sebesar dan temperatur

100
permukaan dinding bagian luar sebesar . Bila temperatur lebih
besar dari maka kalor mengalir dari dalam ke luar searah jari-jari
silinder.

Gambar 7.8 Perpindahan kalor konduksi pada dinding silinder

Persamaan perhitungan perpindahan kalor pada dinding silinder


agak sedikit berbeda dari perpindahan kalor pada dinding datar. Pada
dinding silinder luas permukaan perpindahan kalornya adalah bidang
lengkung selongsong silinder pada diameter tertentu. Yaitu,

Analisis analogi aliran listrik dari persamaan Fourier untuk per-


pindahan kalor pada dinding silinder homogen seperti ditunjukan
gambar (7.8) memberikan besar tahanan kalor

( )

Integrasi persamaan Fourier pada persamaan (3) dari permukaan da-


lam dengan jari-jari ke permukaan luar dengan jari-jari mem-
berikan,

( ⁄ ) ( ⁄ )
( )

Jadi, tahanan kalor untuk dinding silinder adalah sebesar,


101
( ⁄ )

7.3.2 Dinding silinder berlapis (komposit)


Gambar 7.9 menunjukan aliran kalor pada dinding silinder
berlapis (silinder komposit) yang tersusun dari material A, B dan C.
Temperatur lebih besar dari , maka kalor mengalir dari dalam ke
luar searah jari-jari silinder. Analisis analogi aliran listrik seri dapat
diterapkan pada persamaan Fourier untuk perpindahan kalor seperti
ditunjukan pada gambar (7.9) yang memberikan,

Gambar 7.9 Perpindahan kalor konduksi pada dinding silinder


komposit

( ⁄ ) ( ⁄ ) ( ⁄ )
( ) ( ) ( )

Jadi, tahanan kalor total untuk dinding silinder komposit adalah sebe-
sar,

( ⁄ ) ( ⁄ ) ( ⁄ )
( ) ( ) ( )

Jadi, tahanan kalor total,

102
Contoh soal 7-5
Sebuah pipa komposit seperti gambar 7.9 terbuat dari material A, B, C
memiliki jari-jari , , dan
. Material A adalah aluminium, material B adalah tembaga
dan material C adalah baja karbon 1%. Temperatur permukaan dalam
pipa adalah 300 dan temperatur permukaan luar pipa adalah 100
.
Tentukan :
a. Tahanan kalor total, ( )
b. Laju kalor ( ) menembus dinding pipa sepanjang L=2 m.

Penyelesaian :

Diketahui : temperatur, dan


Panjang pipa,
Jari-jari pipa, , ,
,

Dari table 1 diperoleh,


⁄ , ⁄ ,

Jawab :

a. Tahanan kalor total,


( ⁄ ) ( ⁄ ) ( ⁄ )
( ) ( ) ( )

( ⁄ ) ( ⁄ )
( ) ( )
( )( )( ) ( )( )( )
( ⁄ )
( )
( )( )( )

b. Laju kalor ( ) menembus dinding pipa sepanjang L=2 m.

103
Soal-soal Latihan :

1. Sebuah dinding plat datar dari besi memiliki tebal L= 0,45 cm,
muka kiri terpapar temperatur dan temperatur
muka kanan dalam keadaan steadi. Hitunglah (a)
Tahanan Kalor per-satuan luas perpindahan panas, (b) Laju
perpindahan kalor Q.

2. Udara dengan temperatur 30 berhembus diatas plat datar


panas ukuran 50 cm x 70 cm dengan temperatur dijaga kon-
stan 80 . Bila koefisien konveksi sebesar 26 ⁄ , hi-
tunglah (a) besar tahanan kalor konveksi dan (b) laju aliran
kalor dari plat ke udara.

3. Temperatur permukaan dinding setebal 15 cm adalah 405


dan 85 . Dinding dibangun dari kaca khusus dengan sifat-
sifat berikut: k = 0,78 ⁄ , ρ = 2700 ⁄ ,
⁄ Berapakah laju aliran kalor melalui dind-
ing pada kondisi steady-state?

4. Sebuah pipa komposit seperti gambar 7.9 terbuat dari material


A, B, C memiliki jari-jari , ,
dan 40 cm dan tebal 4 cm tersusun
seperti pada gambar 7.6 dimana bahan A adalah aluminium,
bahan B adalah tembaga dan bahan C adalah baja karbon 1%.
Di dalam pipa mengalir gas panas (koefisien konveksi
⁄ ) dengan temperatur 300 dan per-
mukaan luar pipa terpapar udara (koefisien konveksi
⁄ ) dengan temperatur 100 . Tentukan
(a) Tahanan kalor total, ( ) dan (b) Laju kalor ( )
menembus dinding pipa sepanjang L=2 m.

104
DAFTAR PUSTAKA

Parhan N. Teknik Listrik Dasar. 2013;01(1):205.


Candra A, Nurmutia S. Laporan Teknik Tenaga Listrik. Laporan Teknik
Tenaga Listrik. 2020. 254 p.
Helrich, Carl S., 2009, Modern Thermodynamics with Statistical Mechanics,
Springer-Verlag: Berlin Heidelberg
Nag PK. Basic And Applied Thermodynamics by PK Nag: Thermodynamics by
PK Nag [Internet]. 2002. p. 781.
Jack P. Holman. Heat Transfer, Tenth Edition (McGraw-Hill Series in
Mechanical Engineering). McGraw-Hill, Inc, New York [Internet].
2010;
Donald Q. kern. Process_Heat_Transfer__DQ_Kern.pdf [Internet]. 1950. p.
127–71.
Ibbotson RG. Fundamentals for Applications. Morning Star. 2016.

Tentang Penulis
Mustaqim, ST., M.Eng.

email : banktaqim@gmail.com

Penulis lahir di Klaten tanggal 07 Mei 1970. Penulis adalah dosen


tetap pada Program Studi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal.
Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Teknik Mesin Universitas
Diponegoro Semarang dan melanjutkan S2 pada Jurusan Teknik Mesin
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis menekuni bidang kon-
versi energi.

105
KONVEKSI PAKSA DAN KONVEKSI BEBAS 8
Dr. T. Ir. Luluk Edahwati, MT.
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur

8.1 Pendahuluan
Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari perpindahan en-
ergy karena perbedaan temperatur (panas / dingin) diantara benda
atau material . Perpindahan kalor tidak akan terjadi pada suatu sistem
dengan kondisi temperatur yang sama, dikarenakan perbedaan tem-
peratur menjadi daya penggerak untuk dapat terjadinya perpindahan
kalor Dengan demikian proses perpindahan kalor terjadi dari suatu
system yang memiliki temperatur lebih tinggi ke temperatur yang
lebih rendah.
Perpindahan kalor secara konveksi dapat berupa kalor laten dan
kalor sensibel. Kalor laten adalah kalor yang digunakan dalam proses
perubahan fasa, sedang kalor sensibel adalah kalor yang berhubungan
dengan kenaikan atau penurunan temperature tanpa menimbulkan
perubahan fasa.
Konveksi dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Konveksi alamiah (Natural Convection) atau Konveksi Bebas ( Free
Convection) :
perpindahan kalor karena fluida yang berubah densitasnya
karena proses pemanasan.
2. Konveksi paksa: perpindahan kalor karena adanya sistem sirkulasi
lain.

8.2 Konveksi Alamiah atau Konveksi Bebas


Yaitu konveksi yang diakibatkan perbedaan temperatur didalam
fluida sehingga terjadi perbedaan density yang menyebabkan timbul
gerakan (aliran dalam fluida).

106
Contohnya adalah pemanasan aliran udara yang masuk kedalam
radiator, pemanasan air dalam ketel. Pada perbatasan suatu
permukaan dalam suatu fluida dapat menyebabkan perpindahan kalor
baik secara konduksi maupun konveksi. Apabila temperatur
permukaan dari fluida cukup tinggi dapat pula menimbulkan
perpindahan kalor secara radiasi. Tanpa adanya aliran yang
dipaksakan terhadap fluida, maka sekitar permukaan akan terjadi
konveksi secara alamiah.
Perbedaan temperatur antara bagian- bagian fluida menyebabkan
perbedaan density dan karena itu timbul gerakan dan aliran dalam
fluida. Aliran alamiah ini memperbesar perpindahan kalor yang
semula sampai tercapai keadaan yang tetap. Cara perpindahan kalor
semacam ini disebut konveksi alamiah atau konveksi bebas.
Dengan cara dimensial analysis dihasilkan persamaan Nursselt (Nu)
seperti berikut ini (Mc.Adam):

NNU = C (NRc)b (Npr)d atau …….. (1)

=
kerja yang ditimbulkan dari perpindahan kalor secara konveksi
kedalam besarnya energy kinetik dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

……. (2)

…… (3)

dimana perbedaan suhu antara permukaan body dan


= fluida
= koefisien thermal expansi dari fluida
L= tinggi permukaan fluida

Jika harga V2 disubstitusikan kedalam persamaan Nursselt

107
(persamaan 1) akan dihasilkan persamaan berikut:

……….. (4)

dimana = bilangan Groshof

Untuk kasus tertentu yang berhubungan dengan jenis fluida yang


digunakan atau mengalir di dalam pipa horizontal maupun vertical,
harga (b/2) dan (d) mempunyai besaran yang sama (b/2 = d). Dengan
demikian persamaan (4) dapat ditulis sebagai berikut :

…….(5)

Dengan menggunakan analisis dimensi persamaan (5) dapat di-


tulis sebagai berikut :

NNU = C (NGr x Npr )d ………… (6)

Apabila = konduktifitas thermal.

Dengan mensubstitusikan harga tersebut kedalam persamaan (5)


maka persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

………. (7)

Dari persamaan (7) dapat dihitung besarnya kalor secara konveksi


adalah;

……….. (8)

108
Konveksi bebas / secara alamiah tidak hanya dipengaruhi oleh
dimensi vertikal, tetapi dipengaruhi juga oleh dimensi horizontal
sehingga besarnya L dapat dihitung sebagai berikut :

Untuk benda berbentuk


bola

Tabel 8.1: Exponent d (Brown)

= α L3 d
T
= ( NGR x NPr )

< 10-4 0

< 103 < 1/4

103 – 109 1/4

>109 1/3

Tabel 8.2: Harga konstanta C dan C1 (Brown)

103 - 109 >109

= α L3 ∆T C C1

Bidang Vertikal 0,55 0,13

Silinder horizontal (pipa &


0,55 0,11
kawat)

Silinder vertikal panjang 0,45 – 0,55 0,11 – 0,13

Bidang horizontal dengan 0,71 0,17


permukaan menghadap ke

109
atas

Bidang horizontal dengan


permukaan menghadap ke 0,35 0,08
bawah

Bola (jari-jari = L) 0,63 0,15

Benda umum 0,55 0,13

8.3 Konveksi Paksa


Jika suatu aliran fluida digerakkan oleh piranti mekanik seperti
pompa dan pengaduk. Maka aliran / perpindahan kalornya tidak
bergantung pada gradien densitas fluida. Contohnya aliran kalor
melalui pipa panas. Seperti telah diketahui fluida sekitar benda, yang
seluruhnya diliputi oleh fluida tersebut, mengalami dua macam
hambatan, yaitu hambatan gesekan dan hambatan bentuk. Nilai dari
Bilangan reynolds yang sangat rendah hanya dipengaruhi oleh
hambatan gesek saja. Jika bilangan Reynolds bertambah besar, baik
hambatan gesekan maupun hambatan bentuk sangat berpengaruh,
akan tetapi pengaruh hambatan gesekan makin lama makin berkurang
dengan demikian hambatan bentuk lebih berpengaruh.
Pengaruh aliran ini juga terlihat pada proses perpindahan kalor
antara fluida dan benda-benda yang terendam didalam fluida.
Persamaan-persamaan empiris tentang koefisien perpindahan kalor
antara benda dan fluida hanya berlaku untuk benda yang mempunyai
bentuk tertentu. Jika dalam alat dikehendaki pertukaran kalor, maka
proses perpindahan kalor selalu terjadi secara konveksi paksa; karena
laju kalor yang dipindahkan naik dengan adanya aliran ataupun
pengadukan. Pada saat yang bersamaan juga berlangsung proses
perpindahan kalor secara konduksi, konveksi dan radiasi. Dalam hal ini
radiasi biasanya terjadi pada permukaan luar benda yang
berhubungan dengan lingkungan dengan temperatur tetap / konstan.
Seringkali proses penukaran kalor yang terjadi didalam suatu pipa
fluida akan lebih banyak mengalir didalam anulus pipa daripada shell.
Proses perpindahan kalor yang terjadi berlangsung secara radial.

110
Antara fluida didalam pipa dan permukaan dinding pipa sebelah
dalam, perpindahan kalor terjadi secara konveksi, kemudian kalor
menjalar secara konduksi melalui logam dinding pipa. Diluar pipa
terjadi lagi perpindahan kalor secara konveksi.
Aliran kalor yang melalui film fluida dianggap tergantung pada
permukaan tiap solid yang mengadakan kontak dengan fluida, dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :

......... (9)

Dengan menggunakan Analisa dimensi maka persamaan (9) dapat di-


tulis

………. (10)

……….. (11)

Untuk aliran turbulen yang terjadi didalam pipa yang mendatar,


besarnya perpindahan kalor dapat dihitung dengan menggunakan
persaman sebagai berikut:

……….. (12)

Untuk proses pemanasan besarnya d dalam persamaan (11) = 0,4; se-


dangkan untuk proses pendinginan d = 0,3.
Persamaan (11) juga digunakan apabila NRe = 104 - 12 x 104 ;
NPr = 0,7 – 120; Panjang tube < 60 x diameter dan ΔT pada dua sisi
film tidak besar. Untuk aliran turbulen proses pemanasan serta pend-
inginan dari liquida dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:

……. (13)

111
Apabila liquida yang digunakan lebih viscous daripada air maka per-
samaan yang digunakan;

…….. (14

Persamaan-persamaan lain yang dapat digunakan untuk kasus terten-


tu.
1. Adanya aliran gas didalam pipa

harga untuk gas : 0,65 – 0,84

NPr0,4 = ( 0,65 - 0,84 )0,4 ≈ 1,0

Untuk udara yang mempunyai range suhu 0 – 2000 oF, persa-


maan yang digunakan

dimana G : kecepatan massa (ρ x v) lbm/ft2 jam

C : koefisien =

atau

2. Proses pemanasan dan pendinginan air didalam pipa dengan


T<180 oF

dimana
T : suhu rata-rata 0F

112
V : kecepatan air rata-rata, ft/jam
D : diameter dalam, ft
3. Oli
Apabila menggunakan oli dalam proses pemanasan didalam
pipa;

sedangkan untuk proses pendinginan; hc x 0,75


dimana V : kecepatan, ft/jam
μ : viscositas, lbm/ft jam
4. Jika liquida didalam coil maka persamaan perpindahan kalor
dapat dituliskan :
hc = 1,2 x hc pipa lurus
5. Aliran gas (turbulen) yang sejajar terhadap permukaan bidang;

dimana: L= panjang bidang dalam ft.


6. Forced Convection untuk aliran laminar, persamaannya dituliskan;

dimana = 8 – 3500

W= rate dari aliran fluida (lb/jam)


D&L= Diameter & panjang dari permukaan
yang dipanaskan (ft)
Cp = Panas jenis
K= Thermal conductivity fluida Persamaan
diatas bisa dalam bentuk:

hC = 2,34 x ( )1/3

113
DAFTAR PUSTAKA

Adams Mc., William H, ( 1954 “Heat Transmission”), 3 rd ed.


Bergman L.T.(2011 “Fundamentals of Heat and Mass Transfer), 7th ed.
Brown, A.I. & Marco, S.M.(1958 “Introduction To Heat Transfer”) McGraw Hill.
Kern, D.Q.(1983 "Process Heat Transfer”) Mc.Graw Hill.

Tentang Penulis
Dr. T. Ir. Luluk Edahwati, MT.

email : lulukedahwati@gmail.com

Penulis lahir di Surabaya tanggal 11 Juni 1964. Penulis merupakan


dosen tetap Fakultas Teknik prodi Teknik Mesin Universitas Pem-
bangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Alhamdulillah penulis me-
nyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 1990 di jurusan Teknik Kimia
di UPNVJT kemudian melanjutkan S2 pada Jurusan Teknik Kimia di
ITS Surabaya (1997 -2001). Jenjang S3 penulis selesaikan di UNDIP
Semarang jurusan Teknik Mesin dengan spesifikasi material (2015 –
2018). Semoga sedikit materi yang penulis berhasil selesaikan dapat
bermanfaat.

114
ALAT PENUKAR KALOR 9
Ir. Suprihatin, MT
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

9.1 Pengertian Alat Penukar Kalor


Alat Penukar Kalor adalah suatu alat yang digunakan untuk
memindahkan kalor dimana terjadi perpindahan kalor antara dua flu-
ida yang memiliki temperature yang berbeda sehingga terjadi perpin-
dahan kalor dari temperatur tinggi ke temperatur rendah tanpa ter-
jadi pencampuran antara dua fluida tersebut.
Alat Penukar Kalor merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memindahkan kalor dapat berfungsi sebagai pemanas atau sebagai
pendingin. Pertukaran kalor terjadi karena adanya kontak antara flu-
ida didalam dinding pipa (tube) dengan fluida yang berada didalam
tabung (shell) . Kedua fluida yang mengalir melalui alat penukar kalor
memiliki suhu yang berbeda, dimana fluida yang mengalir pada sisi
tabung (shell) memiliki suhu yang lebih tinggi dan dikenal dengan ali-
ran panas , sedangkan fluida pada pipa (tube) memiliki suhu yang
lebih rendah (aliran dingin).
Perpindahan kalor pada Alat Penukar Kalor biasanya terjadi
secara konveksi disetiap fluida dan konduksi pada dinding yang mem-
isahkan kedua fluida . Pada Alat Penukar Kalor untuk menghitung se-
luruh perpindahan kalor yang terjadi diperlukan koefisien perpinda-
han panas menyeluruh yang dikenal dengan notasi U yang dihitung
pada logarithmic mean temperature difference (LMTD) yang seband-
ing dengan perbedaan temperature rata-rata diantara kedua fluida
yang digunakan pada alat penukar kalor.

115
9.2 Jenis -Jenis Alat Penukar Kalor
9.2.1 Double Pipe Heat Exchanger
Alat Penukar Kalor pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam
standart yang dikedua ujungnya dihubungkan menjadi satu atau di-
hubungkan dengan kotak penyekat.
Fluida yang satu mengalir didalam pipa, sedangkan fluida yang
lain mengalir didalam ruang annulus antara pipa luar dengan pipa da-
lam. Alat penukar kalor Double pipe ini dapat digunakan pada laju alir
fluida yang kecil serta tekanan operasi yang tinggi.

Gambar 9.1 Double Pipe Heat Exchanger


(Sumber : http://semestapikiranku.blogspot.com/2018/04/heat-exchanger-dan-
jenisnya.html)

9.2.2 Plate and Frame Heat Exchanger


Alat Penukar Kalor pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat-pelat
tegak lurus, bergelombang atau bentuk lain. Pemisah antara pelat te-
gak lurus dipasang penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet ).
Pelat-pelat dan sekat disatukan oleh suatu perangkat penekan yang
pada setiap sudut pelat terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua
lubang tersebut fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain,
sedangkan fluida yang lain mengalir melalui lubang dan ruang pada
sisi sebelahnya karena ada sekat.

116
Gambar 9.2 Plate and Frame Heat Exchanger
(Sumber: http://www.heseco.com/plate-exchangers.htm)

9.2.3 Shell and Tube Heat Exchanger


Shell and Tube Heat Exchanger terdiri atas suatu bundel pipa yang
dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa-pipa
mantel (cangkang). Fluida yang satu mengalir didalam bundel pipa,
sedangkan fluida yang lain mengalir diluar pipa pada arah yang sama,
berlawanan atau bersilangan. Untuk meningkatkan effisiensi per-
tukaran kalor biasanya dipasang sekat (buffle), yang bertujuan untuk
membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (resi-
dence time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure
drop dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang
dipertukarkan panasnya harus diatur.

Gambar 9.3 Shell and Tube Heat Exchanger


(Sumber: http://www.fbmhudson.com/shelltube-heat-exchangers/)

117
9.2.4 Adiabatic Wheel Heat Exchanger
Pada Alat Penukar kalor ini menggunakan intermediate cairan
atau tempat yang solid untuk menahan panas yang kemudian pindah
ke sisi lain dari penukar kalor . Dua contoh ini adalah roda adiabatic,
yang terdiri dari roda besar yang berputar melalui fluida panas dan
dingin pada fluida heat exchanger.

Gambar 9.4 Adiabatic Wheel Heat Exchanger


(Sumber : http://www.tipoheatexchangers.com/adiabatic-wheel-heat-exchanger-
chennai-tamilnadu/)

9.2.5 Pillow Plate Heat Exchanger


Sebuah pelat penukar bantal umumnya digunakan dalam industry
susu untuk pendingin susu dalam jumlah besar. Pelat bantal memung-
kinkan untuk pendinginan diseluruh permukaan tangki, tanpa sela
yang akan terjadi antara pipa dilas kebagian luar tangki. Pelat bantal
ini dibuat menggunakan lembaran tipis dari logam spot dilas ke pada
selembar permukaan logam tebal.

Gambar 9.5 Pillow Plate Heat Exchanger


(Sumber : https://www.shineheating.com/pillowphe-p00023p1.html)

118
9.2.6 Dynamic Scraped Surface Heat Exchanger
Alat penukar kalor ini disebut “(Dinamis) besot permukaan Heat
Exchanger”. Digunakan untuk pemanasan atau pendinginan dengan
viskositas tinggi pada proses kristalisasi, penguapan tinggi dan fouling
aplikasi. Proses berjalan dengan terus menerus menggores per-
mukaan, sehingga menghindari pengotoran dan mencapai kecepatan
transfer panas yang berkelanjutan selama proses tersebut.

Gambar 9.6 Dynamic Scraped Surface Heat Exchanger


(Sumber : https://favpng.com/png_view/surface-pattern-dynamic-scraped-surface-
heat-exchanger-shell-and-tube-heat-exchanger-png/v8qLacXR)

9.2.7 Phase Change Heat Exchanger


Selain pemanasan dan pendinginan cairan dalam satu fasa, pe-
nukar kalor dapat digunakan baik untuk memanaskan cairan menguap
(atau mendidih) atau digunakan sebagai kondensor untuk mend-
inginkan uap dan mengembun ke cairan.

Gambar 9.7 Phase Change Heat Exchanger


(Sumber : https://www.indiamart.com/proddetail/phase-change-heat-exchanger-
2084780530.html)

119
9.3 Pengelompokan Alat Penukar Kalor Secara Umum
Berdasarkan Fungsinya
9.3.1 Kondensor
Alat Penukar Kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau
campuran uap sehingga berubah fasa menjadi cairan, biasanya
menggunakan media pendingin air atau udara. Uap atau campuran
uap akan melepaskan panas latent pada pendingin.

Gambar 9.8 Kondensor


(Sumber : https://id.depositphotos.com/stock-
photos/kondensor.html?qview=141550124)

9.3.2 Cooler
Alat Penukar Kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida
dengan menggunakan air sebagai media pendingin. Pada Cooler ini
tidak terjadi perubahan fasa. Seiring dengan kemajuan teknologi cool-
er mempergunakan media pendingin udara dengan bantuan kipas
(fan).

120
Gambar 9.9 Cooler
(Sumber : https://www.indiamart.com/proddetail/water-cooled-heat-exchanger-
11053209948.html)

9.3.3 Chiller
Alat Penukar kalor inu digunakan untuk mendinginkan fluida
sampai pada temperature yang rendah. Temperatur fluida yang
dihasilkan mempunyai temperature lebih rendah dibandingkan
dengan pendingin air. Media pendingin yang digunakan biasanya
amoniak atau Freon.

Gambar 9.10 Chiler


(https://www.hitachiaircon.com/id/en/product-range/chillers/wzy-series)

121
9.3.4 Evaporator
Alat Penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi
uap. Pada Evaporator memanfaatkan panas latent dan media yang
digunakan adalah air atau refrigerant cair.

Gambar 9.11 Evaporator


(Sumber : https://www.alaquainc.com/the-common-use-of-heat-exchanger-for-
evaporators/)

9.3.5 Reboiler
Alat penukar Kalor ini berfungsi mendidihkan kembali serta men-
guapkan sebagian cairan yang diproses. Media pemanas yang
digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Gambar 9.12 Reboiler


(Sumber : https://heattransferequipments.com/kettle-reboiler-type-heat-
exchanger/)

122
9.3.6 Heat Exchanger
Alat Penukar Kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu
aliran fluida yang lain. Pada Heat Echanger akan berfungsi sebagai
memanaskan fluida dan mendinginkan fluida yang panas.
Suhu fluida yang masuk dan keluar bisa diatur sesuai dengan kebu-
tuhan. Seperti terlihat pada gambar, sebuah heat exchanger dimana
fluida yang berada didalam tube adalah air disebelah luar dari tube
fluida yang mengalir dalam shell.

Gambar 9.13 Konstruksi Heat Exchanger


(Sumber : Ramesh K shah, 2003)

9.3.7 Vaporizer
Alat Penukar kalor Vaporizer digunakan untuk menguapkan
cairan dan digunakan elemen pemanas listrik. Uap yang dihasilkan
digunakan untuk proses kimia, bukan sebagai sumber kalor seperti
steam.

Gambar 9.14 Vaporizer


(Sumber : https://www.tpi.cl/tpieng/project/vaporizadorintercambiador-de-calor-
con-estampa-u/)

123
9.3.8 Heater
Alat penukar kalor yang berfungsi memanaskan fluida proses, dan
sebagai bahan pemanas menggunakan steam.

Gambar 9.15 Heater


(Sumber : http://heating-exchanger.com/1-heater.html)

124
DAFTAR PUSTAKA

Holman J P dan Jasjfi E (penterjemah), “Perpindahan Kalor”, edisi Keenam,


Erlangga, Jakarta 1994.
Kern, D Q, “ Process Heat Transfer “, International Student Edition , Mc Graw-
Hill , Kogakusha Ltd, 1993
Marco,S M & Brown, A I, “ Introduction to Heat Transfer”, Mc Graw- Hill, New
York, 1966
William H. Mc Adams, “Heat Transmission” Krieger Pub Co; 3rd edition, 1985

Tentang Penulis
Ir. Suprihatin, MT.

email : ibu.suprihatin@yahoo.com

Penulis lahir di Surabaya, tanggal 08 Mei 1963. Penulis adalah dosen


tetap pada Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Menyelesaikan pen-
didikan S1 dan S2 pada Jurusan Teknik Kimia.

125
KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS 10
KESELURUHAN
Eka Murdani, S.Si., M.PFis.
STKIP SINGKAWANG

10.1 Definisi dan Konsep Overall Heat Transfer Coefficient


Dalam industri, masalah perpindahan panas biasanya diselesaikan
untuk material komposit atau sistem dengan lapisan berbeda yang
melibatkan mode perpindahan panas yang berbeda seperti konduksi,
konveksi, dan radiasi. Resistansi termal yang ditawarkan oleh lapisan
yang berbeda dalam suatu sistem disebut sebagai Koefisien
Perpindahan Panas Keseluruhan. Ini juga dikenal sebagai faktor-U.
Faktor U yang digunakan dalam menghitung perpindahan panas
keseluruhan analog dengan koefisien perpindahan panas konveksi
yang digunakan dalam hukum pendinginan Newton. Koefisien
perpindahan panas keseluruhan tergantung pada geometri objek atau
permukaan. Sebagai contoh, pada sebuah dinding, kita dapat
mengamati berbagai mode perpindahan panas, permukaan luar
dinding mengalami perpindahan panas konveksi sedangkan ruang di
antara dinding mengalami mode perpindahan panas secara konduksi.
Ketika panas mengalir melalui material komposit, resistansi
termal yang ditawarkan oleh lapisan material yang berbeda yang
dapat disebabkan oleh konduksi panas atau konveksi disebut sebagai
koefisien perpindahan panas keseluruhan. Koefisien perpindahan
panas keseluruhan adalah penjumlahan dari koefisien perpindahan
panas individu. Hambatan termal analog dengan hambatan listrik
dalam rangkaian. Di sini koefisien perpindahan panas tergantung pada
bahan dalam susunan seri atau paralel.
Sangat menarik untuk menentukan koefisien perpindahan panas
individu dari koefisien perpindahan panas keseluruhan. Misalnya,
untuk

126
penukar panas, koefisien perpindahan panas keseluruhan dapat
diukur secara eksperimental, dari koefisien keseluruhan ini,
mengekstraksi resistansi termal yang ditawarkan oleh fluida panas
dan dingin secara individual adalah masalah yang harus dipecahkan.
Koefisien perpindahan panas keseluruhan dinding diambil sebagai
jumlah dari koefisien perpindahan panas konveksi dan koefisien
perpindahan panas konduktif. Singkatnya, koefisien perpindahan
panas keseluruhan adalah penjumlahan dari koefisien perpindahan
panas individu.
Koefisien perpindahan panas menyeluruh adalah penjumlahan
dari seluruh koefisien perpindahan panas yang meliputi konduksi, dan
konveksi. Perpindahan panas menyeluruh dapat dihitung dengan cara
membagi beda temperatur menyeluruh dengan jumlah tahanan ther-
mal. Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh (Overall Heat Transfer
Coefficient, U) merupakan aliran panas menyeluruh sebagai hasil
gabungan proses konduksi dan konveksi. Koefisien perpindahan
panas menyeluruh bisa pula dinyatakan dengan W/m 2 oC atau Btu/h
ft2 oF.
Jika dirincikan lebih lanjut, terdapat 3 macam overall heat transfer
coefficient, yaitu Overall Heat Transfer Coefficient Service, Overall
Heat Transfer Coefficient Actual atau Dirty dan Overall Heat Trans-
fer Coefficient Clean. Kita akan bahas satu persatu.

10.2 Overall Heat Transfer Coefficient Service


Overall Heat Transfer Service (Us) merupakan nilai U yang
dibutuhkan sehingga proses perpindahan panas di dalam alat penukar
panas terjadi. Nilai Us dipergunakan pada persamaan (10.1).
= 𝑼𝑨∆𝑳𝑴𝑻𝑫 (10.1)
Q = Kalor yang berpindah atau laju perpindahan
panas (Kcal/hr)
A = Luas Perpindahan panas (m2)
U = Overall heat transfer coefficient (Kcal/hrm2oC)
LMTD = Log mean temperature difference (oC)
Nilai Q menyatakan nilai heat transfer rate berdasarkan persamaan
(10.2).
127
= 𝒎.𝑪𝒑.𝜟𝑻 (10.2)
Q = Laju perpindahan panas (kcal/hr)
m = Laju alir fluida (kg/hr)
Cp = Kapasitas panas suatu fluida (kcal/kgoC)
ΔT = Perbedaan suhu (oC)

Luas pertukaran kalor ditunjukan oleh luas permukaan perpidahan


panas pada persamaan (1), yaitu pertukaran panas antar fluida yang
terjadi pada bagian dinding tube. Menyebabkan nilai luas perpindahan
panas ditunjukkan dengan nilai luas suatu tube. Nilai luas kontak
perpindahan panas (A) dihitung berdasarkan persamaan (10.3).
𝑨 = 𝝅. 𝑫𝒐. 𝑳. 𝒏 (10.3)
A = Luas perpindahan panas (m2)
Do = Diamater tube bagian luar (m)
L = Panjang tube (m)
n = Jumlah tube

Pada persamaan (10.2), laju perpindahan panas (Q) berbanding


lurus terhadap laju alir fluida yang melalui alat penukar panas. Kondisi
nilai Q yang berada di fluida panas atau fluida proses (dingin) adalah
sama. Menyebabkan laju alir fluida akan berbanding lurus terhadap
nilai heat transfer rate dan hal tersebut juga akan menyebabkan
berbanding lurus pula dengan nilai overall heat transfer coefficient
yang ditunjukan dalam persamaan (10.1).
Selain itu dalam persamaan (10.1), memiiliki nilai log mean
temperature difference (LMTD). Besarnya nilai log mean temperature
difference LMTD atau perbedaan temperatur rata-rata logaritma
bergantung pada jenis alat penukar panas yang digunakan, dimana
secara umum terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan arahaliran, yaitu
parallel flow (aliran searah), counterflow (aliran berlawanan), dan
multi pass and cross flow (i.e shell and tube) (Jajat S., 2017). LMTD
menyatakan perbedaan suhu pada salah satu ujung penukar panas
dikurangi perbedaan suhu di ujung lain dari penukar kalor dibagi
dengan logaritma natural dari rasio dua perbedaan suhu ini.
Perhitungan LMTD ditunjukan dalam persamaaan (10.4).

128
(10.4)

Pola aliran yang berbeda pada alat penukar panas akan


mempengaruhi pada nilai Nilai Tmax dan Tmin. Untuk aliran fluida co
current, ∆ = (Ti-ti) dan ∆ = (To-to). Pengertian lebih
jelasnya seperti pada Gambar 10.1.

Gambar 10.1 Aliran Perpindahan Panas Secara Co-Current


(Sumber : McCabe, 1993)
Sedangkan pada fluida counter current, ∆ = (Ti-to) dan ∆ =
(To-ti). Pengertian lebih jelasnya seperti pada Gambar 10.2.

Gambar 10.2 Aliran Perpindahan Panas Secara Counter Current


(Sumber : McCabe, 1993)

129
10.3 Overall Heat Transfer Coefficient Actual atau Dirty
Overall Heat Transfer Actual (Ua) merupakan nilai U untuk menunjang
proses pertukaran panas yang didapatkan dari dimensi heat
exchanger yang didesain. Nilai dimensi ini meliputi jenis fluida yang
melewati heat exchanger, material heat exchanger, dan ukuran heat
exchanger. Nilai U ini juga memperhitungkan nilai dirty factor pada
design HE. Nilai U ini diperoleh dari persamaan (10.5).

(10.5)

Ua = koefisien perpindahan panas menyeluruh actual


(kcal/hr.m2oC)
hi = koefisien perpindahan panas tube (kcal/hr.m2oC)
ho = koefisien perpindahan panas shell (kcal/hr.m2oC)
Do = diameter dalm shell (m)
Di = diameter luar shell (m)
DL = diameter logaritmik antara Do dan Di (m)
xw = tebal dinding shell (m)
km = konduktivitas termal suatu bahan (kcal/hr.m2oC)
hd = faktor pengotor
Nilai Ud atau Ua akan berbanding lurus dengan nilai dirty atau fouling
pada heat exchanger. Pembahasan mengenai ini akan dibahas pada
subbab fouling.
10.4 Overall Heat Transfer Coefficient Clean (Uc)
Overall Heat Transfer Clean (Uc) merupakan nilai U yang tidak
memperhitungkan nilai fouling factor. Nilai Uc ditampilkan pada
persamaan (10.6).

(10.6)

Uc = koefisien perpindahan panas menyeluruh clean

130
((kcal/hr.m2oC)
Nilai Uc cenderung konstan dan dipastikan lebih besar
dibandingkan nilai Ua karena tidak melibatkan nilai fouling factor.
Dengan terdapatnya nilai Us dan Ua, terdapat pula nilai persentase
overdesign. Nilai persentase overdesign adalah nilai faktor
keselamatan pada design heat exchanger. Nilai variabel ini
dipengaruhi oleh perbedaan nilai Us dan Ua. Semakin kecil nilai %
overdesign maka desain HE akan semakin efektif namun faktor
keselamatan dari desain alat ini menjadi semakin kecil. Semakin besar
nilai persentase overdesign ini maka faktor keselamatan desain
menjadi semakin besar, namun membutuhkan dana lebih dalam
perancangan alat heat exchanger. Nilai persentase overdesign
dinyatakan dalam persamaan (10.7).

(10/7)

Melalui nilai persentase overdesign, dapat terlihat kinerja dari


reboiler apakah masih dalam keadaan baik atau tidak. Biasanya nilai
persentase overdesign/safety margin adalah berkisar 10%-15%.
Dengan mengecilnya nilai U actual maka akan memperkecil nilai
persentase overdesign. Penurunan nilai U actual disebabkan oleh
adanya fouling akan dibahas pada subbab berikutnya.
Kemampuan sebuah heat exchanger dinyatakan dalam persentase
performance. Biasanya nilai persentase performance yang baik adalah
100% dengan penambahan persentase overdesign/safety margin
sebesar 10%-15%. Nilai persentase performance dinyatakan dalam
persamaan (10.8).

(10.8)

10.5 Fouling
Setiap alat penukar panas pasti akan mengalami masalah fouling.
Sehingga dalam membuat alat penukar panas harus mencantunkan
nilai fouling factor pada saat menentukan nilai overall heat transfer
coefficient dirty. Fouling factor merupakan besarnya yang terjadi pada

131
heat exchanger sehingga menyebabkan nilai tahanan termal menjadi
bertambah (Jajat S., 2017).
Menurut Bott (2011), “salah satu jenis fouling adalah chemical
reaction fouling. Chemical reaction fouling adalah fouling yang
disebabkan oleh serangkaian reaksi kimia seperti proses cracking
ataupun polymerization”. Fouling ini bisa diperparah bila keadaan
material exchanger dapat meningkatkan potensi fouling karena
berkontak dengan fluida. Fouling akibat reaksi kimia biasanya terjadi
oleh fluida berjenis cair, namun dapat juga disebabkan oleh fluida
berjenis gas atau uap.
Faktor pengotor akan mempengaruhi proses pertukaran panas
didalam heat exchanger. Komposisi dari komponen yang digunakan
dan mulai terkorosinya alat penukar panas merupakan penyebab dari
terbentuknya fouling. Nilai fouling factor ditentukan dari perubahan
overall heat transfer coefficient seperti pada persamaan (9).

(10.9)

Pada persamaan (10.9), terlihat hubungan antara fouling factor


dengan overall heat transfer coefficient. Dengan menurunnya nilai Ua
maka otomatis akan memperbesar nilai Rd. Ketika nilai Rd sudah
melampaui batas yang wajar, maka perlu dilakukan maintenance pada
heat exchanger (Kern, 1983). Standar keamanan nilai Rd dapat terlihat
dari menurunnya persentase overdesign (pada persamaan (10.7)).
Luas perpindahan panas dibutuhkan lebih besar untuk memenuhi
perpindahan panas yang dikehendaki tercapai sesuai dengan duty
yang diberikan, hal tersebut jua dilakukan karena adanya fouling atau
endapan deposit pada permukaan alat. “Pada shell & tube heat
exchanger, fouling dapat terjadi baik pada bagian dalam (inner tube)
maupun luar (outside tube) dan dapat terjadi pula pada bagian dalam
shell. Fouling dapat memperbesar pressure drop, sehingga dibutuhkan
energi yang lebih besar untuk sirkulasi” (Bott, 2011). Sehingga secara
ekonomis fouling merugikan.
Sebagai penutup point-point penting yang harus diingat adalah:
(1) Dalam proses pertukaran panas manakah nilai koefisien
perpindahan panas keseluruhan akan paling tinggi? Koefisien

132
perpindahan panas keseluruhan adalah yang tertinggi untuk penukar
panas tabung yang digunakan untuk penguapan dengan uap yang
mengalir di luar tabung dan cairan yang mengalir di dalam. Mereka
tercatat memiliki koefisien perpindahan panas keseluruhan dalam
kisaran antara 900 hingga 3000 W/m2K. (2) Dapatkah koefisien
perpindahan panas keseluruhan menjadi negatif? Dalam kasus di
mana suhu referensi diambil sebagai suhu dinding adiabatik, koefisien
perpindahan panas keseluruhan akan negatif yang menunjukkan
bahwa fluks panas dalam arah yang berlawanan dengan gradien suhu
tertentu. (3) Apakah koefisien perpindahan panas keseluruhan
berubah dengan suhu? Koefisien perpindahan panas keseluruhan
tergantung pada gradien suhu; oleh karena itu, perubahan suhu dapat
mengakibatkan perubahan gradien suhu. Jadi, ya koefisien
perpindahan panas keseluruhan berubah dengan suhu. (4) Berapa
koefisien perpindahan panas keseluruhan dan penerapannya?
Resistansi termal yang ditawarkan oleh lapisan yang berbeda dalam
suatu sistem disebut sebagai Koefisien Perpindahan Panas
Keseluruhan. Ini juga dikenal sebagai faktor-U. Ini digunakan dalam
mengekstraksi koefisien perpindahan panas individu dari lapisan yang
berbeda dari suatu sistem. Koefisien perpindahan panas keseluruhan
dari suatu sistem dapat diukur tetapi koefisien perpindahan panas
individu dari suatu sistem sulit diperoleh. Dalam situasi seperti itu,
koefisien perpindahan panas keseluruhan bersama dengan laju
perpindahan panas akan membantu dalam menentukan koefisien
perpindahan panas individu. (5) Apa saja faktor yang mempengaruhi
koefisien perpindahan panas secara keseluruhan? Faktor-faktor yang
mempengaruhi koefisien perpindahan panas secara keseluruhan
adalah sifat termofisika seperti densitas, viskositas, dan konduktivitas
termal fluida. Selanjutnya, dipengaruhi oleh geometri dan area di
mana perpindahan panas terjadi. Kecepatan fluida mempengaruhi
koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk memperpanjang
besar. Dalam pertukaran panas, jenis aliran juga memiliki dampak
yang signifikan terhadap koefisien perpindahan panas secara
keseluruhan.

133
DAFTAR PUSTAKA

Donald R. Pitts. (1997). Heat Transfer”. Schaum’s outline series:


McGraw-Hill.
Eduardo Cao. (2010). Heat Transfer Process Engineering. McGraw-
Hill: New York.
Frank Kreith, Raj. M. Manglik, Mark S. (2011). Principles of Heat Trans-
fer. 7th ed. Cengage Learning
Holman J.P. (2009). Heat Transfer. 10th ed. Mcgraw-Hill series in me-
chanical engineering.
Incropera, Frank P. And Dewitt, David P. (2011). Fundamental of Heat
and Mass Transfer Seventh Edition. Singapore: John Wiley &
Sons, Inc.
Incropera, Frank P. And Dewitt, David P. (2011). Introduction To Heat
Transfer. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
J. Moran, Michael and Saphiro, Howard. (2006). Fundamental of Engi-
neering Thermodynamics. 5th edition. New York: John Willey
& Sons, Inc.
J.P. Holman (1997). Perpindahan Kalor. Ed. 6, Erlangga, Jakarta
Myer Kutz. (2006). Heat Transfer Calculation. McGraw-Hill Companies.
Necati Ozisik, (1985). Heat Transfer. Mcgraw-Hill: Singapura
Soekardi, C. (2019). Teknik Perpindahan Energi Panas. Penerbit: Andi
Yogyakarta.
S. T. Brahmana. (2016). Perhitungan dan analisis faktor pengotor pada
alat penukar panas tipe shell and tube, Tugas Akhir, Teknik
Kimia FT Universitas Diponegoro, 2016.
Yunus A. Cengel. (2002). Heat Transfer: A Practical Approach. 2th ed.
Zuhud, M. (2018). Analisa perpindahan panas alat penukar kalor tipe
shell and tube pada ball mill di PT. Amman Mineral Nusa
Tenggara (Doctoral dissertation, Universitas Mataram).

134
Tentang Penulis
Eka Murdani, S.Si., M.PFis.

email : ekamurdani@upi.edu

Lahir di Sungai Pinyuh Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 24 Mei


1984. Menempuh studi S1 Fisika di Universitas Tanjungpura Pontia-
nak, S2 di Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung dan pada saat
penulisan book chapter ini penulis sedang studi S3 Pendidikan IPA di
Universitas Pendidikan Indonesia. Penulis bekerja sebagai dosen tetap
di Prodi Pendidikan Fisika STKIP Singkawang. Ini adalah book chapter
kedua setelah yang pertama menulis book chapter tentang life skills di
tengah pandemi Covid-19.

135
PERHITUNGAN KAPASITAS PENUKAR PANAS 11
Yano Hurung Anoi, ST. MT.
Sekolah Tinggi Teknologi Industri Bontang

11.1 Pendahuluan
Perhitungan kapasitas penukar panas disini penulis hanya pada
jenis alat penukar panas jenis shell and tube, dimana jenis ini banyak
digunakan di industri-industri, alat penukar panas ini terdiri dari
kumpulan tube didalam satu shell. Satu fluida mengalir di dalam tube
sedangkan fluida yang lain mengalir di ruang diantara bundle tube dan
shell.
Didalam bab ini penulis akan melakukan perhitungan
perancangan alat penukar panas sesuai dengan kebutuhan panas dan
perhitungan kapasitas penukar panasnya. Tahapan-tahapan yang akan
dilalui dalam perhitungan kapasitas untuk perancangan alat penukar
panas ini adalah:
1. Analisis sistem perpindahan panas yang terjadi di alat penukar
panas
2. Menentukan kondisi optimum dari alat penukar panas
Dengan menggunakan gambar dibawah ini yaitu dimana sistem
perpindahan panas yang terjadi di dalam alat penukar panas sebagai
berikut:

Gambar 11.1 Sistem perpindahan panas di alat penukar panas

136
11.2 Perhitungan Perancangan Alat Penukar Panas
Desain/perancangan alat penukar panas untuk mengalirkan gas
buang menuju ke alat pengering sebesar temperatur 66 0C. Seperti
gambar diatas memperlihatkan dari desain alat penukar kalor untuk
menurunkan temperatur dari gas buang yang berasal dari silincer, di-
mana yang diharapkan terjadinya penurunan suhu dari 300 0C men-
jadi 66 0C. Selanjutnya diasumsikan bahwa udara yang mendorong
panas dari gas buang menuju ke alat pengering. Sehingga gas buang
melalui tube atau pipa sehingga akan terjadi perpindahan panas
secara konvesi dan konduksi.
Untuk tubenya sendiri digunakan material Copper dengan diameter
didalamnya (di) = 0.008 m dan diameter luar (do) = 0.01 m dengan
konduktivitas termalnya adalah 386 W/mK.

11.3 Perhitungan Laju perpindahan panas yang diterima


oleh fluida udara
Laju perpindahan energi panas yang diterima oleh aliran fluida
dengan dapat ditentukan melalui persamaan:

( )

Diketahui untk data alat penukar kalor

Laju aliran massa udara, mc : 0.13 kg/s

Temperatur aliran air udara, Tci : 305 K

Temperatur aliran air udara, Tco : 339 K

Data sifat-sifat yang dievaluasi pada temperatur rata-rata air 322


K diperoleh.

ρ = 1.061 kg/m2 cρ = 1015 J/kg.K k = 0.0271 W/m.K

µ = 19.475 x 10-6 N.s/m2 Pr = 0.71

137
Maka selanjutnya, besarnya laju perpindahan energi panas
yang diterima oleh aliran fluida udara dapat dihitung:
Qc = 0.13 x 1015 x (339 – 305)

Qc = 4486.3 J/s = W

11.4 Perhitungan Temperatur aliran gas keluar (Tho)


Temperatur aliran gas keluar alat penukar panas dapat dihitung
melalui persamaan laju perpindahan energi panas yang dilepaskan
oleh aliran fluida gas, yaitu:

( )

Bagi aliran fluida gas, diketahui:

Laju aliran massa gas, mh : 24.4 kg/s

Temperatur aliran air udara, Thi : 573 K

Dengan mengasumsikan alat tersebut diatas adalah adiabatik maka


besarnya:

Qh = Qc = 4486.3 W

Sementara itu, sifat-sifat gas yang dievaluasi pada temperatur kira-


kira 573 K memberikan harga Cph = 1176 J/kg.K (pada Tabel G-1 sifat-
sifat fluida).

Maka, dengan menggunakan persamaan diatas diperoleh temperatur


gas keluar dari alat penukar kalor, yaitu:

Tho = Thi – Qc / mh Cph

Tho = 572 K

138
11.5 Perhitungan Beda Temperatur rata-rata Logaritmik
bagi konfigurasi aliran counter flow
Bagi konfigruasi aliran berlawanan (Counter Flow), beda tempera-
tur rata-rata logaritmik, ∆Tm diberikan pada persamaan:

( ) ( )
Dimana:
∆T1 = Thi – Tco = 234 K
∆T2 = Tho – Tci = 267 K

Maka diperoleh:
∆Tm = 250.54 K
11.6 Perhitungan Faktor koreksi untuk konfigurasi shell
dan tube: 1 shell pass
Faktor koreksinya dapat ditentukan dengan menggunakan data
yang sesuai dengan harga parameter P dan R sebagai berikut:

P = (Ti – To) / (To – ti) = 0.12


Dan

R = (to – t1) / (Ti – ti) = 0.0045

Dari data grafik faktor koreksi untuk shell dan tube, diperoleh:

Fc = 1
Sehingga, beda temperatur rata-rata logaritmik sebenarnya adalah:

LMTD = Fc . ∆Tm
LMTD = 1 . 250.54 K = 250.54 K

139
11.7 Perhitungan Koefisien gobal perpindahan panas U
(untuk awal perhitungan)
Untuk keperluan perhitungan perancangan, harga koefisien global
perpindahan panas, U mula-mula dipilih sesuai dengan yang disarank-
an berdasarkan Tabel koefisien perpindahan panas U untuk beragam
konfigurasi aliran fluida), yaitu dipilih dengan aliran fluida gas dapat
dipilih diantara harga: 10 – 30 W/m2K. Untuk perhitungan awal dipilih
harga U yaitu: 20 W/m2K.
11.8 Jumlah tube yang dibutuhkan (N)
Jumlah tube (N) yang diperlukan bagi spesifikasi design ini dapat
diperoleh dari persamaan luas permukaan perpindahan panas total,
Atotal:
Atotal = πl0 LN

Sementara itu, luas permukaan perpindahan panas dapat di-


peroleh dari persamaan laju pertukaran energi panas didalam aat pe-
nukar kalor atau Economizer:

Q = U.Atotal LMTD

Dengan menggunakan data:

Q = Qh = Qc = 4486.3 W
U = 20 W/m2K
LMTD = 250.54 K
Diperoleh Atotal, yaitu

Atotal = Q / U . LMTD
Atotal = 4486.3 / 20 x 250.54
Atotal = 0.895 m2

Kemudian dengan menggunakan data diameter pipa (d0) = 0.01 m


dan panjang pipa (L) = 1 m, maka diperoleh
Jumlah tube yang diperlukan (N)
N = Atotal / π do L

140
N = 0.895 / 3.14 x 0.01 x 1
N = 28 tubes

11.9 Perhitungan Koefisien perpindahan panas konveksi


aliran air didalam pipa, h1
Didalam perhitungan perancangan atau desain besarnya koefisien
tersebut biasanya diperoleh melalui persamaan empiris yang disebut
Bilangan Nussel, Nu. Karena didalam aliran fluida terdapat kondisi
dimana perbedaan antara temperatur aliran utama dengan tempera-
tur permukaan cukup besar maka dipilih persamaan:

Nu = 0.023 Re0.8 Pr0.3 (untuk aliran turbulen)

Dimana, n = 0.3 untuk keadaan dimana terjadi pemanasan ke dalam


aliran fluida didalam pipa, di adalah panjang karakteristik aliran fluida
didalam pipa, dalam hal ini sama dengan diamater dalam pipa, Re ada-
lah bilangan Reynolds dan Pr adalah Bilangan Prandtl.
Bilangan Reynolds (Re) diberikan oleh persamaan:

Dimana:
v = kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
ρ = massa jenis fluida (kg/m2)
µ = Viskositas dinamik fluida (Ns/m2)
Sedangkan bilangan Prandtl (Pr) diberikan oleh persamaan:

Dimana, Cp adalah konstanta panas fluida pada tekanan konstan.


Kecepatan rata-rata aliran fluida didalam pipa dapat ditentukan
dari laju aliran massa fluida didalam sebuah pipa, massa jenis fluida
dan luas penampang aliran fluida didalam pipa:

v = mgas / Ai . ρ

Data sifat-sifat yang dievaluasi pada gas buang diperoleh:

141
ρ = 0.71 kg/m3
k = 0.037 W/m.K
µ = 23.9 x 10-6 N.s/m2
Pr = 0.76
Kemudian, dengan di = 0.008 m, diperoleh Ai, yaitu:
Ai = πli LN
Dimana:
N = 28 tubes
di = 0.008 m
L=1m
Maka:
Ai = 3.14 x 0.008 x 1 x 28
Ai = 0.716 m2
Dan untuk kecepatan rata-rata aliran gas didalam tube (v), yaitu:

v = mgas / Ai . ρ

Dimana:
mgas = 24.4 kg/s
ρ = 0.71 kg/m3
Ai = 0.716 m2
Maka, nilai kecepatan rata-rata aliran didalam pipa (v), yaitu:
v = 24.4 / 0.716 x 0.71

v = 47.98 m/s

Selanjutnya untuk bilangan Reynolds dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan:

Dengan menggunakan data sebagai berikut:


ρ = 0.71 kg/m3

v = 47.98 m/s

di = 0.008 m

142
µ = 23.9 x 10-6 N.s/m2

Maka dapat diperoleh nilai bilangan Reynolds, yaitu: 11402.83


(>2300, termasuk aliran turbulen).
Selanjutnya, bilangan Nusselt dapat dihitung menggunakan persa-
maan:

Nu = 0.023 Re0.8 Pr0.3 (untuk aliran trbulen)

Dengan:

Re = 11402.82

Pr = 0.76

Maka diperoleh:

Nu = 0.023 (11402.82)0.8 (0.76)0.3

Nu = 37.29

Akhirnya, koefisien perpindahan panas konveksi aliran didalam pipa,


hi dapat dihitung melalui persamaan:

Dimana:

kf = 0.037 W/m.K

di = 0.008 m

Nu = 37.29

Maka nilai koefisien hi adalah:

hi = 37.29 x 0.037 / 0.008

hi = 172.46 W/m2K
11.10 Perhitungan Koefisien perpindahan panas konveksi
aliran gas diluar pipa, ho
Koefisien perpindahan panas fluida yang mengalir dibagian shell
atau dipermukaan luar pipa ho dapat diestimasi besarnya melalui per-

143
samaan laju perpindahan panas konveksi antara aliran fluida panas
gas dengan permukaan luar pipa.

Qo = ho Ao (Th – Two)

Dimana:
ho = koefisien perpindahan panas konveksi aliran fluida diluar pipa
(W/m2K)

Ao = luas total permukaan perpindahan panas diluar pipa (m 2)

Th = temperatur rata-rata aliran fluida diluar pipa (K)

Two = temperatur rata-rata permukaan luar pipa (K)

Sedangkan Two diperoleh dari persamaan laju perpindahan panas


konduksi secara radial dari permukaan luar pipa ke permukaan dalam
pipa:

( )
( )

Dimana:
k = konduktivitas termal bahan pipa (W/mK)

L = panjang pipa (m)

N = jumlah tube

do = diameter permukaan luar pipa (m)

di = diameter permukaan dalam pipa (m)

Twi = temperatur permukaan dalam pipa (K)

Untuk langkah perhitungannya adalahs sebagai berikut:

Dengan menggunakan data:

Qo = Qh = Qc = 4486.3 W

Ao = 0.895 m2

144
Tc = (Tci + Tci) / 2 = 322 K

hi = 172.46 W/m2K
Dengan menggunakan persamaan:
Qi = hi Ai (Tw – Tc)

Maka diperoleh Twi = 609.24 K


Kemudian, dengan menggunakan data:

k = 386 W/mK L = 1 m N = 28
do = 0.01 m di = 0.008 m Twi = 609.24 K

Dengan menggunakan persamaan:

( )
( )

Maka diperoleh Two = 609.25 K


Selanjutnya dengan menggunakan data:

Qo = Qh = Qc = 4486.3 W

Ao = 0.895 m2

Tc = (Tci + Tci) / 2 = 322 K

Two = 609.25 K

Dengan menggunakan persamaan:

Qo = ho Ao (Th – Two)

Maka diperoleh ho = 21.80 W/m2K


11.11 Perhitungan Koefisien global perpindahan panas di
dalam alat penukar Panas, U
Koefisien global perpindahan panas bagi kedua aliran fluida dida-
lam alat penukar kalor, U dapat diestimasikan menggunakan persa-
maan:

145
( )

Dimana:
hi = koefisien perpindahan panas konveksi aliran fluida didalam pipa,
(W/m2K)

ho = koefisien perpindahan panas konveksi aliran fluida diluar pipa,


(W/m2K)

Ao = luas total permukaan perpindahan panas diluar pipa (m2), dengan


Ao = π do LN

Ai = luas total permukaan perpindahan panas diluar pipa (m 2), dengan


Ai = π di LN

k = konduktivitas termal bahan pipa (W/mK)

L = panjang pipa (m)

N = jumlah tube

Maka dengan menggunakan data-data berbagai parameter yang telah


dihitung sebelumnya, yaitu:

hi = 172.46 W/m2K ho = 21.80 W/m2K k = 386 W/mK

L = 1 m N = 28 tubes do = 0.01 m di = 0.008 m

Ao = 0.895 m2 Ai = 0.716 m2

Dan untuk Rfi dan Rfo (berdasarkan tabel):

Rfi untuk aliran gas dalam pipa dipilih = 0.001761 m 2.K/W

Rfo untuk aliran gas dibagian shell dipilih = 00.001761 m2.K/W

Kemudian dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

( )

Diperoleh harga global, U yaitu: 18.02 W/m 2.K

146
Koefisien perpindahan panas didalam alat tersebut hasil perhi-
tungan menggunakan persamaan yang sifatnya pendekatan mem-
berikan harga U = 18.02 W/m2.K, sedangkan dibagian awal perhi-
tungan ketika akan menghitung luas permukaan perpindahan panas
dipilih harga awal koefisien global perpindahan panas sebesar U = 20
W/m2.K.
Apabila kedua harga tersebut dibandingkan, maka perbedaan har-
ga U tersebut yaitu:
Perbedaan = [(Uakhir – Uawal) / Uawal] x 100%

Perbedaan = [(18.02 – 20) / 20] x 100%

Perbedaan = 9.8%

Jadi pemilihan harga, U = 20 W/m2.K pada awal perhitungan masih


termasuk kategori baik dikarenakan dibawah 10%. Artinya dimensi
alat hasil perhitungan desain tersebut diatas (N = 28 tubes) dapat di-
anggap sudah cukup baik.
11.12 Menentukan Effectiveness – Number of Transfer
Units (NTU) Method
Dengan menggunakan data pada Tabel Termodinamika alat pe-
nukar panas, digunakan data panas spesifik pada alat penukar panas
Cph = 1.176 kJ/kg.K dan Cpc= 1.015 kJ/kg.K.
Selanjutnya untuk ditentukan nilai kapasitas panas aliran pendingin
(Cc) adalah dihitung dengan persamaan dibawah ini yaitu:

Cc = mc cp.c

Dari data diatas:

mc = 0.13 kg/s

Cp.c = 1.015 kJ/kg.K

Maka harga Cc adalah:

Cc = 0.13 kg/s x 1.015 kJ/kg.K

147
Cc = 0.13 kJ/s.K

Sedangkan laju kapasitas panas aliran gas, Ch adalah diperoleh dengan


menggunakan persamaan dibawah ini, yaitu:

Ch = mh cph
Data yang digunakan:
mh = 24.4 kg/s

Cp.h = 1.176 kJ/kg.K

Maka harga Ch diperoleh:

Ch = 24.4 kg/s x 1.176 kJ/kg.K

Ch = 28.6 kJ/s.K

Dari kedua harga tersebut harga minimum diperoleh dari harga C c =


0.13 kJ/s.K.

Cmin = 0.13 kJ/s.K

C = Cmin / Cmax

C = 0.13 kJ/s.K / 28.6 kJ/s.K

C = 0.0045

Selanjutnya dapat dihitung besarnya nilai NTU pada alat penukar:

Dimana:
U = 18.02 W/m2.K

A = 0.895 m2

Cmin = 130 J/s.K


Jadi diperoleh NTU = 18.02 x 0.895 / 130 = 0.12.

148
Selanjutnya untuk menentukan Efektivitas termal (ɛ) dengan NTU
method yaitu:
a. Dengan menggunakan grafik Heat Exchanger Effectiveness di-
peroleh: ɛ=0.13.
b. Dengan menggunakan persamaan:

Dimana:
Tudara . out = 339 K Tudara . in = 305 K Tgas . in = 573 K

Diperoleh ɛ = 0.126

149
DAFTAR PUSTAKA

Tubular Exchanger Manufacturers Associtiation (TEMA) 1990, Standard Of


Tubular Exchanger Manufacturers Associtiation, Ed,New York : TEMA,
Inc

Jhon H. Leinhard IV, 2003, A Heat Transfer Text Book, Phlogiston Press, Cam-
bridge Massachusetts

Munson, Bruce R, et al, 2002, Fundamental of fluid Mechanics, New York ; John
Wiley&Son, Inc

Incropera, Frank P., Dewitt, David P, 2002, Introduction of Heat Transfer, New
York ; Jhon Wiley& Son , Inc

150
Tentang Penulis
Yano Hurung Anoi, S.T., M.T.

email : yanodayak@yahoo.com

Lahir di Bahaur, Kalimantan Tengah , 20 Januari 1976. Penulis me-


nyelesaikan Progam Sarjana (S1) Teknik Mesin di Universitas Islam
Malang (2001). Kemudian menyelesaikan Program Magister (S2)
Teknik Mesin di Univesitas Pancasila Jakarta ( 2012). Sekarang penulis
masih aktif sebagai dosen di Sekolah Tinggi Teknologi Industri Bon-
tang ( STTI Bontang ), Jurusan Teknik Mesin sejak tahun 2005 sampai
saat ini.

151
KONDUKTIVITAS TERMAL 12
Rafil Arizona, S.T., M.Eng.
Universitas Islam Riau

12.1 Teori Konduktivitas Termal


Mekanisme transmisi energi panas dapat terjadi melalui zat padat
seperti bahan semikonduktor 26, khususnya pada elektron yang
tereksitasi dari holes (lubang), gelombang kisi (lattice waves)/phonon,
gelombang elektromagnetik, gelombang putar (spin waves) dan
lainnya 27. Pada logam pembawa listrik, logam tersebut membawa se-
bagian besar panas, sedangkan pada isolator terdapat gelombang kisi
(lattice waves) yang dapat mengangkut panas 28. Biasanya konduktivi-
tas termal dapat ditulis sebagai jumlah dari komponen yang mewakili
berbagai kenaikan energi pada sebuah sistem, yang lebih tinggi dari
keadaan dasarnya (eksitasi):
∑ ( )

Dimana menunjukkan eksitasi29. Konduktivitas termal yang ter-


jadi pada zat padat cenderung bervariasi baik dalam jumlah dan
ketergantungan suhu dari satu bahan ke bahan lainnya30. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan ukuran sampel untuk zat padat berkristal
tunggal, ukuran butir untuk sampel polycristallin 31, adanya kecacatan
atau ketidaksempurnaan pada kisi (lattice), dislokasi, ketidakharmo-
nisan gaya kisi (anharmonicity of the lattice forces),

26 (Tritt, 2004)
27 (Watari & Shinde, 2001)
28 (Lozano, 2005)
29 (Tritt, 2004)
30 (Watari & Shinde, 2001)
31 (Wejrzanowski et al., 2016)

152
konsentrasi pembawa, kemudian interaksi antara pembawa dan ge-
lombang kisi (lattice waves), interaksi antara ion magnetic dan gelom-
bang kisi (lattice waves)32. Berbagai macam proses yang telah dil-
akukan membuat konduktivitas termal menjadi bidang studi yang
menarik, baik secara eksperimental maupun teoritis.
Pengukuran konduktivitas historis kisi digunakan sebagai alat
yang ampuh untuk menilai cacat atau ketidaksempurnaan termal pada
padatan33.
Selain peluang fenomena fisik yang menarik untuk diteliti, studi
terkait dengan konduktivitas termal juga merupakan salah satu
teknologi dengan peminat yang besar untuk saat ini34. Bahan dengan
konduktivitas termal yang sangat tinggi dan sangat rendah dalam per-
spektif teknologi sangatlah penting. Adapun salah satu bahan dengan
konduktivitas termal tinggi yang secara ekstensif dipelajari yaitu ber-
lian, karena pengaplikasiannya yang sangat potensial dalam hal mana-
jemen termal dalam sirkuit elektronik35. Kemudian dari pada itu be-
berapa bahan-bahan dengan tingkat konduktivitas termal rendah yang
saat ini menjadi fokus terbaru dalam hal pencarian bahan utama pada
termoelektrik yaitu skutterudites, klatrat, half-heusler, kalkogenida,
dan novel-oxide36. Bahan-bahan dengan konduktivitas termal rendah
merupakan bahan yang sangat tepat untuk diaplikasikan pada
termoelektrik berefisiensi tinggi37
Tujuan dari bab ini adalah untuk meninjau dan menjelaskan bahan
utama dalam mekanisme dan model yang mengatur transmisi kon-
duksi panas dalam sebuah padatan. Pada bab ini hanya konduksi
panas oleh pembawa (elektron) dan gelombang kisi (fonon) pada suhu
rendah yang akan dibahas. Di wilayah suhu inilah sebagian besar
model teoretis dapat dibandingkan dengan hasil eksperimen.

32 (Toberer et al., 2012)


33 (Zhao et al., 2017)
34 (Qu et al., 2011)
35 (Makinson, 1938)
36 (Tritt, 2004)
37 (Snyder et al., 2019)

153
12.1.1 Teori Kinetik Sederhana
Teori kinetik sederhana dapat didefinisikan dalam bentuk formula,
yaitu sebagai berikut:
⃗ (2)

Dimana ⃗ adalah vektor laju aliran panas atau heat flux yang
melintasi penampang unit tegak lurus terhadap ⃗ dan T adalah suhu
mutlak. Untuk formulasi kinetik konduksi termal dalam gas, mari kita
asumsikan bahwa c adalah kapasitas panas masing-masing partikel
dan n adalah konsentrasi partikel. Dengan adanya suhu gradien ⃗
agar partikel bergerak dengan kecepatan tak hingga, energinya harus
berubah dengan laju dari:

⃗ ⋅ ⃗⃗ 𝑻 (3)
Jarak rata-rata yang ditempuh partikel sebelum dihamburkan adalah
⃗ , dimana adaah relaxation time38. Rata-rata total laju aliran panas
per satuan luas dijumlahkan secara keseluruhan partikel oleh karena
itu:
⃗ ⋅ ⃗ ⃗ (4)
Persamaan 4 diatas merupakan persamaan yang mewakili atas setiap
partikel. Kombinasi persamaan 2 dan 4 menghasilkan sebuah persa-
maan yaitu:
(5)

Dimana C= adalah kapasitas panas total dan = merupakan


jalur bebas rata-rata partikel di dalam padatan derivasi yang dapat
difungsikan sebagai eksitasi dengan 3 jenis partikel yaitu (elektron,
fonon dan foton)39. Maka dari itu persamaan 5 dapat dilakukan gener-
alisasi sehingga menjadi:

38 (Agne et al., 2018)


39 (Lozano, 2005)

154
(6)

Dimana penjumlahan yang dilakukan pada setiap eksitasi dapat


dilambangkan dengan α secara umum persamaan 6 diatas dapat
memberikan penjelasan fenomenologis yang baik dari proses kon-
duktivitas termal, kemudian persamaan ini juga sangat praktis serta
sangat berguna bagi pengukuran untuk memperkirakan besarannya40.
Seperti kebanyakan parameter transportasi non-equilibirum, perhi-
tungan konduktivitas termal tidak dapat diselesaikan dengan tepat.
Perhitungan konduktivitas termal biasanya dilakukan berdasarkan
pada kombinasi theory of perturbation dan persamaan Boltzmann, di-
mana kedua persamaan ini merupakan dasar yang digunakan untuk
melakukan proses analisis mikroskopis yang mengatur konduksi
panas oleh pembawa (carriers) dan gelombang kisi (lattice waves)41

12.2 Konduktivitas Termal Logam


Logam merupakan bahan yang telah menjadi tulang punggung
bagi perkembangan industri di dunia selama 2 abad terakhir. Perkem-
bangan logam menjadi sangat penting karena dengan berkembangnya
logam maka otomatis perkembangan teknologi dan industri juga ikut
meningkat. Kemajuan bahan logam untuk saat ini tidak perlu dira-
gukan lagi, karena logam sudah menjadi salah satu bahan dimana
proses perkembangan dan peningkatan sudah bisa dilakukan baik
logam dalam bentuk murni, unsur atau sebagai logam paduan baru
yang ringan dan berkekuatan tinggi. Dan ini merupakan bahan yang
sangat diperlukan bagi perkembangan masyarakat industri moderen.
Logam biasanya dikenal karena tampilannya yang berkilau, kelen-
turan, serta keuletan yang dimilikinya42. Terdapat satu ciri khas yang
paling dikenal dari logam yaitu, bahan ini dapat menghantarkan panas
dan arus listrik dengan baik oleh karena itu bahan ini sangat populer
penggunaannya di dunia dari zaman dahulu hingga zaman kini. Karena
bahan ini mempunyai segudang kelebihan dalam hal pengaplikasian

40 (Peng et al., 2016)


41 (Vladimir, 1967)
42 (Watari & Shinde, 2001)

155
dan pengimplementasian dalam kehidupan sehari-hari maka dari itu
bahan ini sangat banyak diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan
dan menyesuaikan sifat logam agar dapat diaplikasikan dalam
berbagai tugas serta proses optimalisasi juga dibutuhkan guna untuk
mendukung logam agar dapat bekerja dengan baik ketika sewaktu-
waktu diaplikasikan pada sebuah perangkat43.
Seringkali yang menjadi kriteria terpenting pada sebuah logam
yaitu seberapa baik kemampuannya dalam menghantarkan panas. Pa-
rameter fisik yang mencirikan dan mengkuantifikasi kemampuan se-
buah material untuk menghantarkan panas disebut Konduktivitas
Termal 44. Biasanya parameter ini dilambangkan dengan k 45. Pema-
haman akan hal ini menjadi sangat penting karena sifat proses kon-
duksi panas dalam logam dan kemampuan melakukan prediksi ter-
hadap seberapa baik sebuah paduan tertentu dalam menghantarkan
panas merupakan masalah dan kepentingan di dunia teknologi dan
keilmiahan. Pada bab ini akan dibahas mengenai prinsip-prinsip fisik
dasar yang menggaris bawahi fenomena konduksi panas pada logam,
kemudian mengembangkan pemahaman untuk mulai mengetahui
“mengapa beberapa logam mempunyai kemampuan yang lebih baik
dalam menghantarkan panas dari pada yang lain kemudian bab ini
juga akan menjelaskan terkait dengan penggambaran perilaku kon-
duktivitas termal pada beberapa contoh spesifik yang mencakup
logam dan paduan.

12.2.1 Pembawa Panas dalam Logam


Logam adalam padatan dan karena itu logam memiliki struktur
kristal dimana ion-ionnya (inti dengan kulit inti disekitarnya) ber-
tempat secara translasi berposisi ekivalen dalam sisi kristal 46. Kita su-
dah mengetahui bahwa kisi kristal mendukung aliran panas ketika
gradien termal eksternal dikenakan pada struktur padatan 47. Jadi, sa-

43 (Tritt, 2004)
44 (Tritt, 2004)
45 (Watari & Shinde, 2001)
46 (Toberer et al., 2012)
47 (Qian et al., 2021)

156
ma halnya seperti setiap padatan lainnya, logam mempunyai kompo-
nen panas konduksi yang terkait dengan getaran kisi (lattice waves)
atau phonon konduktivitas termal48. Sejauh ini kemampuan unik yang
dimiliki oleh struktur logam yaitu keberadaan pemabawa muatan,
khususnya elektron. Elektron dalam logam ini tidak hanya ber-
tanggung jawab terhadap adanya beda potensial dalam menciptakan
arus listrik namun juga bertanggung jawa terhadap transfer of charge
(perpindahan panas)49. Kontribusi logam terhadap konduktivitas ter-
mal biasa disebut dengan konduktivitas termal elektronik. Bahkan pa-
da jenis logam murni seperti emas, perak, tembaga, alumunium, aliran
panas yang terkait dengan aliran elektron memiliki kontribusi yang
kecil karena adanya aliran fonon, jadi, untuk semua tujuan praktis
(pada dasarnya untuk seluruh suhu pada rezim dari sub-Kelvin ke titik
leleh) konduktivitas termal tetap dapat diambil karena berfungsi se-
bagai pembawa muatan50. Dan dalam jenis logam lain seperti paduan
istilah penggunaan kata elektronik kurang dominan dalam penera-
pannya untuk itu kita harus mempertimbangkan perhitungan kontri-
busi fonon untuk menilai konduksi panas dengan benar sesuai dengan
potensi bahan tersebut51.
Pada diskusi mengenai perpindahan panas dalam logam (dan da-
lam bahan semikonduktor) kita perlu membuat: asumsi implisit dan
asesial bahwa muatan dan getaran kisi (fonon) adalah entitas inde-
penden52. Kedua entitas ini dijelaskan oleh masing-masing fungsi un-
perturbed wave dan segala jenis interaksi antara pembawa muatan
dan getaran kisi memasuki teori selanjutnya dalam bentuk bagian
transisi yang tidak terganggu. Ini menunjukkan seseorang dapat
mengekspresikan konduktivitas termal logam secara keseluruhan
menggunakan 2 istilah independen yaitu: kontribusi fonon dan
kontribusi elektronik 53.

48 (Agne et al., 2018)


49 (Palacios et al., 2019)
50 (Palacios et al., 2019)
51 (Wejrzanowski et al., 2016)
52 (Wu et al., 2020)
53 (Qian et al., 2021)

157
k= (1)

Kedua elektron dan fonon pada persamaan diatas tentu saja


merupakan entitas pembawa panas utama 54. Namun ada kemung-
kinan eksitasi lain dalam struktur logam, seperti adanya gelombang
spin, yang mungkin dalam keadaan tertentu memberikan kontribusi
tambahan kecil untuk istilah konduktivitas termal55. Sangat penting
untuk diketahui bahwa teori konduksi panas, baik dalam logam dan
sistem non logam mewakili banyak benda yang sangat kompleks da-
lam masalah statistik kuantum56. Dengan demikian menjadi tidak ma-
suk akal untuk mengasumsikan bahwa teori akan dapat menggam-
barkan semua perilaku konduksi panas yang diberikan pada bahan
atau pada saat proses prediksi nilai kecocokan konduktivitas termal
pada sebuah percobaan. Sehingga yang benar-benar diharapkan dalam
penjelasan ini adalah penulis dan pembaca dapat memperoleh tren
umum perilaku konduktivitas termal baik itu diantara kelompok ba-
han atau ada kaitannya dengan ketergantungan suhu.

12.2.2 Model Drude


Upaya penting pertama yang dilakukan dalam proses pemahaman
teoritis mengenai proses transportasi dalam logam yaitu dilakukan
oleh Paul Drude57. Model drude ini ditelurkan oleh Paul Drude setelah
3 tahun ditemukannya elektron oleh J.J Thomson 58. Dimana elektron
ini merupakan partikel elementer yang berperan sebagai pembawa
muatan dalam logam. Model logam elektron bebas klasik yang dikem-
bangkan oleh Drude, dibangun diatas keberadaan elektron sebagai
partikel yang tidak berinteraksi, yang bergerak bebas, bernavigasi me-
lalui muatan positif 59. Pada masanya Drude tidak mengetahui
mengenai struktur cangkang atom, saat ini kita mungkin akan lebih
spesifik dalam mengatakan bahwasannya gas elektron terbentuk dari

54 (Watari & Shinde, 2001)


55 (Tritt, 2004)
56 (Tritt, 2004)
57 (Tritt, 2004)
58 (Tritt, 2004)
59 (Chudnovsky, 2007)

158
elektron induksi atau valensi yang terlepas dari atom pada saat pem-
bentukan padatan, sedangkan ion bermuatan positif (nukleus dikeli-
lingi oleh inti elektron) adalah partikel tidak begerak yang terletak di
lokasi kisi berada60.
Bagaimana pun, teori gas elektron klasik kemudian dijelaskan
menggunakan bahasa teori kinetik. Pada model Drude, gerakan termal
garis lurus yang dilakukan oleh elektron diinterupsi oleh ion kisi61.
Tumbukan adalah peristiwa sesaat dimana elektron tiba-tiba ke-
cepatannya berubah dan elektron menjadi “lupa” arah gerak mereka
sebelum tabrakan terjadi62. Selain itu termalisasi diasumsikan hanya
ada ketika proses tabrakan terjadi; yaitu setelah proses tumbukan
yang meskipun memiliki arah serta kecepatan yang benar-benar acak,
kecepatan elektron tetap sesuai dengan suhu dimana tumbukan itu
terjadi.
Dalam menentukan konduktivitas ada baiknya terlebih dahulu
memperkenalkan masing-masing kepadatan arus63. Karena elektron
membawa muatan dan energi, aliran tersebut menyiratkan adanya
arus listrik dan arus panas. Istilah kerapatan arus listrik di simbolkan
oleh yang artinya adalah untuk mewakili muatan listrik rata-rata
yang melintasi satuan luas, tegak lurus kearah aliran per satuan wak-
tu. Diasumsikan arus listrik yang mengalir dalam sebuah kawat
dengan luas penampang A sebagai akibat dari tegangan yang diberi-
kan sepanjang kawat64. Jika n adalah jumlah elektron per satuan vol-
ume dan semuanya bergerak dengan kecepatan rata-rata yang sama
(v), maka dalam waktu dt muatan yang melintasi area A adalah -
nevAdt. Oleh karena itu arus kepadatannya adalah:

(2)

60 (Li et al., 2001)


61 (Chudnovsky, 2007)
62 (Tritt, 2004)
63 (Vladimir, 1967)
64 (Tritt, 2004)

159
Dengan tidak adanya kekuatan pendorong (medan listrik / gradien
termal), semua arah kecepatan elektron memiliki kemungkinan yang
sama dan kecepatan rata-rata yang dimiliki adalah nol; maka dari itu
tidak ada aliran muatan atau energi65.
Jika medan listrik ε diterapkan pada gas elektron, maka elektron
menjadi dipercepat tumbukannya dan akan memperoleh kecepatan
rata-rata yang diarahkan berlawanan dengan medan:

(3)

Dan kemudian diintegrasikan dengan persamaan 3 maka diperoleh:

( ) ( ) (4)

Dimana v (0) adalah kecepatan pada t=0, yaitu tepat setelah tum-
bukan terjadi pada saat medan listrik belum memberikan
pengaruhnya. Kenaikan yang tampaknya tidak terbatas dalam ke-
cepatan v(t) di periksa oleh tumbukan yang terjadi berikutnya, dimana
elektron pada kondisi ini berada dalam kesetimbangan termal lokal.
Akan ada rentang waktu antara tumbukan, jadi untuk mencari nilai
kecepatan rata-rata untuk semua waktu, mungkin untuk mengetahui t
antara tumbukan kita perlu mengetahui bagaimana waktu ini di dis-
tribusikan.
Peluang untuk sebuah elektron yang tidak bertabrakan dengan ion
selama waktu t (sekarang) akan mengalami tumbukan dalam interval
waktu adalah sebagai berikut:

( ) (5)

Untuk nilai kecepatan rata-rata kemudian mengikuti:

65 (Tritt, 2004)

160
̅ ∫ ; (6)

Yang berarti yaitu waktu rata-rata antara tumbukan sama dengan pa-
rameter yang sering disebut dengan waktu tumbukan atau waktu
relaksasi66. Setelah persamaan 6 disubtitusikan kedalam persamaan 3
yaitu kerapatan arus listrik maka persamaan tersebut menjadi:

(7)

Maka dari itu kita menemukan ekspresi yang familiar untuk kon-
duktivitas listrik, yaitu:

(8)

Dengan demikian teori Drude memprediksikan bentuk fungsional


yang benar dalam hukum ohm67. Dengan mendefenisikan nilai jalur
bebas rata-rata antara tumbukan sebagai:

̅ (9)

Kita bisa menuliskan persamaan 9 sebagai:

(10)
̅

Pada masa Drude, kecepatan rata-rata elektron dihitung dengan


menggunakan teorema equipartition yaitu:

( ̅) (11)

Jadi dengan kecepatan rata-rata yang diperoleh dan menggunakan


nilai-nilai eksperimental dari konduktivitas listrik, jalur bebas rata-
rata logam pada suhu kamar selalu keluar dalam kisaran 1-5 A dan ini

66 (Tritt, 2004)
67 (Watari & Shinde, 2001)

161
tampaknya memberikan dukungan sangat baik untuk Model Drude
yang mengasumsikan bahwa sering terjadi tumbukan elektron dengan
ion dilokasi kisi berada68. Hal ini mirip dengan rapat arus listrik,
seseorang dapat menentukan rapat arus termal JQ sebagai vektor yang
sejajar dengan arah aliran panas, dan dengan besaran yang sama
dengan energi panas rata-rata persatuan waktu yang melintasi satuan
luas yang tegak lurus terhadap aliran69. Karena kecepatan elektron
berhubungan dengan suhu tempat dimana elektron mengalami tum-
bukan terakhir, maka semakin panas tempat tumbukan energik el-
ektron. Jadi elektron yang tiba di suatu titik tertentu dari daerah sam-
pel yang lebih panas akan memiliki energi yang lebih tinggi dari pada
yang tiba di titik yang sama dari daerah yang bersuhu lebih rendah.
Oleh karena itu, di bawah pengaruh gradien termal, disana akan lebih
membuat energi menjadi lebih mengembang dari suhu yang lebih
tinggi ke ujung sisi yang lebih rendah70.
Jika kita mengambil n/2 sebagai jumlah elektron per satuan vol-
ume yang datang dari suhu yang lebih tinggi dengan kepadatan yang
sama dari elektron yang datang dari daerah bertemperatur lebih ren-
dah, dan dengan asumsi bahwa gradien termal kecil (yaitu, perubahan
suhu pada jarak yang sama dengan panjang tumbukan dapat dia-
baikan) mudah untuk menunjukkan bahwa teori kinetik dapat
menghasilkan kerapatan arus panas yang dapat diekspresikan dalam
bentuk sebagai berikut:

̅ ( ) (12)

Dalam persamaan ini adalah jalur bebas rata-rata elektron, ada-


lah kalor spesifik elektron per unit volume, dan e adalah konduktivitas
termal elektron71. Persamaan (12) merupakan pernyataan hukum fou-
rier dengan konduktivitas termal elektronik diberikan sebagai:

68 (Chudnovsky, 2007)
69 (Watari & Shinde, 2001)
70 (Tritt, 2004)
71 (Tritt, 2004)

162
̅ (13)

Kembali Drude menggunakan deskripsi klasik dari gas elektron, Drude


menuliskan panas jenis elektron per satuan volume cv dalam hal
panas jenis molar menjadi:

(14)
( )

Kemudian subtitusi ke persamaan 13 menghasilkan ekspresi klasik


untuk konduktivitas termal elektron, yaitu:

̅ (15)
̅

Dan dengan membentuk rasio kita sampai pada hukum


Wiedemann-Franz yang dapat dituliskan sebagai berikut:

̅ ( ̅)
̅
( ) . (16)

Pada langkah terakhir dalam persamaan 16 kecepatan kuadrat rata-


rata dapat diambil dalam bentuk Maxwell-Boltzmann yaitu:
Persamaan 16 merupakan puncak pencapaian dari teori Drude
yang diperhitungkan dan hubungannya yang sangat berkorelasi secara
empiris antara konduktivitas termal dan listrik dari logam, dengan
faktor numerik ( ) dan ini hanya merupa-
kan dari 2 atau lebih kecil dari data eksperimen*.
Secara keseluruhan, keberhasilan teori Drude tampak
mengesankan, terutama ketika dilihat dari perspektif tahun-tahun
awal 1900-an, dan untuk 3 tahun berikutnya pada dekade itu mem-
bentuk dasar pemahaman tentang sifat transportasi logam72. dalam

72 (Tritt, 2004)

163
pandangan retropeksi, keberhasilan ini dinilai sebagai faktor keberun-
tungan dan kebetulan yang berasal dari pembatalan beberapa param-
eter besar yang memiliki asal dan penggunaannya yang salah dalam
statistik klasik73. Kesalahan yang paling mencolok berasal dari nilai
panas spesifik elektronik yang jika dihitung secara klasik maka ini
merupakan hal yang terlalu dilebih-lebihkan khususnya pada kontri-
busi elektronik aktual terhadap kapasitas panas logam74. Dengan nilai
3R/2 per mole, istilah elektronik klasik sebanding dengan hal tersebut
dan akan menimbulkan panas spesifik logam yang terlalu besar75. Pa-
dahal jika ditinjau secara eksperimental tidak pernah terlihat kontri-
busi elektronik klasik seperti itu.

Teka-teki ini merupakan hal yang luar biasa berlangsung dalam teori
klasik logam, sampai-sampai bahwa elektron diakui sebagai fermion
dan sifat-sifatnya harus diperhitungkan melalui statistik Fermi-
Dirac76.
Dalam ekspresi Wiedemann-Franz yaitu Persamaan 16, kesalahan ini
dikompensasi oleh kesalahan yang relatif lebih besar. Hal ini timbul
dari kecepatan elektronik kuadrat rata-rata, dimana jika kita mengacu
pada bentuk klasik Maxwell-Boltzmann, ini merupakan faktor dari 100
yang lebih kecil dari kecepatan aktual (Fermi) elektron77.
Pembatalan yang tidak disengaja ini menjadi 2 kesalahan besar yang
membuat konstanta Lorenz mendekati kebenaran kecuali untuk faktor
numerik 3/278. Dengan statistik Fermi-Dirac, faktor numerik ini men-
jadi sama dengan 2/3, dan dalam hal ini sering dinyatakan bahwa
Konstanta Lorenz mengasumsikan nilai Sommerfeld menjadi:

(17)
( )

73 (Tritt, 2004)
74 (Lozano, 2005)
75 (Tritt, 2004)
76 (Tritt, 2004)
77 (Tritt, 2004)
78 (Watari & Shinde, 2001)

164
Dimana pembatalan seperti itu tidak mencakup konduktivitas
listrik dalam persamaan 10 dan dalam hal ini statistik klasik ber-
tanggung jawab untuk mengabaikan jalur bebas rata-rata dengan
faktor 10079. Pada kenyataannya, harus berada di urutan beberapa
ratus angstrom dari pada beberapa angstrom, seperti hal yang sudah
di diperoleh Drude80. Sebenarnya terdapat 2 lagi alasan mengapa
sudut pandang Drude mengenai hamburan elektron pada ion elektron
bukanlah gambaran fisik yang bagus. Dengan hadirnya mekanika
kuantum, diakui bahwa elektron memiliki sifat gelombang (terlepas
dari karakter selnya), kisi periodik sempurna tidak memberikan ham-
batan terhadap arus elektron dan konduktivitas lisrik dalam kasus ini
seharusnya tidak terbatas, ini terjadi hanya karena penyimpangan pe-
riodisitas sempurna yang dicapai oleh konduktivitas termal yang kita
ketahui bahwa nilainya yang terbatas81. Ketidaksempurnaan dapat
bersifat dinamis dan instrinsik pada struktur, seperti perpindahan ion
mengenai kisi dikarenakan getaran termal, atau mereka dapat mem-
iliki karakter statis seperti impurities, vacancies, interstitials dan cacat
struktur lainnya82.
Adapun hasil lain yang kurang memuaskan dari teori Drude yaitu
adanya konsekuensi langsung dari perlakuan klasik yang menyangkut
ketergantungan suhu yang dapat diprediksi dari resistivitas listrik 83.
Dengan kecepatan rata-rata elektron Maxwell-Boltzmann yaitu sebe-
sar: ( ) ketergantungan suhu resistivitas diharapkan
sebanding dengan:

̅
(18)

Secara eksperimental, resistivtas logam pada suhu diatas nitrogen cair


biasanya merupakan fungsi linier dari suhu, sekali lagi perbedaan
dengan Model Drude klasik dapat dihilangkan ketika mekanika

79 (Tritt, 2004)
80 (Chudnovsky, 2007)
81 (Tritt, 2004)
82 (Chudnovsky, 2007)
83 (Wejrzanowski et al., 2016)

165
kuantum digunakan, yaitu ketika kecepatan rata-rata diambil sebagai
kecepatan Fermi84. Faktanya adalah kita berbicara tentang Model
Drude sekitar 100 tahun setelah hal ini sudah mencuat, terlepas dari
kekurangannya model ini memberikan kenyamanan dan ekspresi
kompak untuk konduktivitas listrik dan termal pada logam, dengan
parameter yang dihitung secara benar, hal ini menawarkan ukuran
perbandingan yang berguna antara sifat transportasi yang penting.

84 (Tritt, 2004)

166
DAFTAR PUSTAKA

Agne, M. T., Hanus, R., & Snyder, G. J. (2018). Minimum thermal conductivity
in the context of diffuson-mediated thermal transport. Energy &
Environmental Science, 11(3), 609–616.
https://doi.org/10.1039/C7EE03256K

Chudnovsky, E. M. (2007). Theory of Spin Hall Effect: Extension of the Drude


Model. Physical Review Letters, 99(20), 206601.
https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.99.206601

Li, H. Y., Zhou, S. M., Li, J., Chen, Y. L., Wang, S. Y., Shen, Z. C., Chen, L. Y., Liu, H.,
& Zhang, X. X. (2001). Analysis of the Drude model in metallic films.
Applied Optics, 40(34), 6307–6311.
https://doi.org/10.1364/AO.40.006307

Lozano, F. M. (2005). Thermal Conductivity and Specific Heat Measurements


for Power Electronics Packaging Materials. Centre Nacional
DeMicroelectronica, Universitat …, 1(June), 1–179.
http://ddd.uab.cat/pub/tesis/2005/tdx-0221106-171608/fml1de1.pdf

Makinson, R. E. B. (1938). The thermal conductivity of metals. Mathematical


Proceedings of the Cambridge Philosophical Society, 34(3), 474–497.
https://doi.org/DOI: 10.1017/S0305004100020442

Palacios, A., Cong, L., Navarro, M. E., Ding, Y., & Barreneche, C. (2019).
Thermal conductivity measurement techniques for characterizing
thermal energy storage materials – A review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 108, 32–52.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.rser.2019.03.020

Peng, B., Zhang, H., Shao, H., Xu, Y., Zhang, X., & Zhu, H. (2016). Low lattice
thermal conductivity of stanene. Scientific Reports, 6(1), 20225.
https://doi.org/10.1038/srep20225

Qian, X., Zhou, J., & Chen, G. (2021). Phonon-engineered extreme thermal
conductivity materials. Nature Materials, 20(9), 1188–1202.
https://doi.org/10.1038/s41563-021-00918-3

Qu, X. H., Zhang, L., Wu, M., & Ren, S. Bin. (2011). Review of metal matrix
composites with high thermal conductivity for thermal management
applications. Progress in Natural Science: Materials International, 21(3),
189–197. https://doi.org/10.1016/S1002-0071(12)60029-X

167
Snyder, G. J., Agne, M. T., & Gurunathan, R. (2019). Thermal conductivity of
complex materials. National Science Review, 6(3), 380–381.
https://doi.org/10.1093/nsr/nwz040

Toberer, E. S., Baranowski, L. L., & Dames, C. (2012). Advances in Thermal


Conductivity. Annual Review of Materials Research, 42(1), 179–209.
https://doi.org/10.1146/annurev-matsci-070511-155040

Tritt, T. M. (2004). Thermal Conductivity: Theory, Properties, and Applications


(T. M. Tritt (ed.); 1st ed.). Kluwer Academic/Plenum Publishers.

Vladimir, V. F. (1967). High Thermal Conductivity Materials. In Gastronomía


ecuatoriana y turismo local. (Vol. 1, Issue 69).

Watari, K., & Shinde, S. L. (2001). High Thermal Conductivity Materials. In S. L.


Shinde & J. S. Goela (Eds.), MRS Bulletin (Vol. 26, Issue 6). Springer.
https://doi.org/10.1557/mrs2001.113

Wejrzanowski, T., Grybczuk, M., Chmielewski, M., Pietrzak, K., Kurzydlowski,


K. J., & Strojny-Nedza, A. (2016). Thermal conductivity of metal-
graphene composites. Materials & Design, 99, 163–173.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.matdes.2016.03.069

Wu, S., Yan, T., Kuai, Z., & Pan, W. (2020). Thermal conductivity enhancement
on phase change materials for thermal energy storage: A review. Energy
Storage Materials, 25, 251–295.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ensm.2019.10.010

Zhao, M., Pan, W., Wan, C., Qu, Z., Li, Z., & Yang, J. (2017). Defect engineering in
development of low thermal conductivity materials: A review. Journal of
the European Ceramic Society, 37(1), 1–13.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jeurceramsoc.2016.07.036

168
Tentang Penulis
Rafil Arizona, S.T., M.Eng.

email : rafilarizona@eng.uir.ac.id

Penulis lahir di Duri tanggal 28 Oktober 1989. Penulis adalah Dosen


Tetap pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Islam Riau. Menyelesaikan Pendidikan S2 pada Program Studi Magis-
ter Teknik Mesin di Universitas Gadjah Mada. Penulis menekuni bi-
dang Konversi Energi. Penelitian yang diteliti saat ini tentang Energi
Terbarukan seperti, Panel Surya, Energi Biomassa dan Biogas, Flow
Measuring.

169
170

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai