Anda di halaman 1dari 15

APRESIASI BUDAYA

STUDI KASUS PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA


TERHADAP ARSITEKTUR

OLEH :
WAHYU SUJANA PUTRA
NIM 20210230006

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NGURAH RAI
2024
STUDI KASUS 1
PERUBAHAN WUJUD DAN FUNGSI RUANG PADA RUMAH TRADISIONAL
DESA BALI AGA, DESA PEDAWA, BULELENG, BALI
1. Lokasi

Sumber : Prajnawrdhi, 2016


Desa Pedawa merupakan salah satu desa tua yang berada di Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng. Dengan terdapatnya bukti peninggalan bersejarah di jaman
Megalithikum yang berbentuk dua buah sarkopagus, satu buah ditemukan pada wilayah
Banjar Dinas Ingsakan dan satunya lagi di wilayah Jinjit maka membuktikan bahwa desa
ini sudah dihuni sejak jaman tersebut. Sebelum desa ini bernama Desa Pedawa, nama yang
diberikan untuk desa ini adalah Gunung Tambleg yang artinya orang-orang lugu.
Kemudian nama tersebut berganti menjadi Gunung Sari yang berarti daerah yang subur.
Setelah mengalami pergantian nama sebanyak dua kali, akhirnya nama Pedawa yang
berarti Panjak Dewa dipergunakan sebagai nama desa ini sejak abad ke 15 seperti yang
tersurat pada babad Pasek Kayu Selem. Selain kata Pedawa yang di artikan sebagai Panjak
Dewa, kata Pedawa juga dianggap berasal dara kata Pada Wang yang berarti orang yang
sama/ kesamen, oleh sebab itu di desa ini tidak ada yang memiliki kasta, semua dianggap
jaba, walaupun menurut perhitungan silsilah keluarga ada yang termasuk warga Dalem,
Pararya Pasek dan yang lainnya.
2. Bangunan Rumah Tradisional di Desa Pedawa
Rumah tinggal tradisional Pedawa bernama Bandung Rangki. Rumah ini memiliki
keunikan tersendiri dan pada umumnya memiliki tiang/ saka sebanyak 18 buah, terdapat
juga rumah tradisional yang memiliki tiang/ saka yang berjumlah 16 buah yang disebut
dengan Sri Dandan. Bandung Rangki adalah rumah tradisional asli Desa Pedawa,
sedangkan Sri Dandan adalah merupakan pengaruh yang didapat dari Desa tetangga yaitu
Desa Cempaga.
a. Karakter asli dari rumah tradisional di Desa Pedawa
Rumah tradisional Bandung Rangki desa Pedawa ini memiliki suatu karakter atau ciri
yang khas jika dilihat dari denah bangunannya. Memiliki pola ruang yang sederhana
dan menyatu satu dengan lainnya yang disatukan oleh ruang kosong di tengah tengah
sebagai ruang antara, ruang sirkulasi dan juga ruang umum. Karakter lainnya dapat
juga dilihat pada setiap elemen ruang bangunan dan juga pola permukimannya.

Gambar 2 denah asli rumah tradisional desa Pedawa


Sumber : Prajnawrdhi, 2016
1. Bahan Atap Alang-Alang dan Sirap dari Bambu. Bahan asli penutup atap rumah
tradisional adalah Sirap bambu dan alang-alang. Akan tetapi bangunan rumah
tradisional yang beratap sirap bambu sudah tidak biasa ditemukan lagi di Desa
Pedawa. Satu-satunya bangunan masih menggunakan atap sirap bambu adalah
pura umum yang berada di Ingsakan. Sedangkan hanya satu rumah tradisional
yang masih beratap alang-alang.
2. Berdinding anyaman bambu dan bataran dari tanah polpolan.
3. Berlantai dari tanah polpolan
4. Sistem kunci pintu tradisional. Sistim kunci tradisional pada pintu depan
bangunan menggunakan sistim lait, yang sekarang sudah sangat jarang ditemukan
di desa ini.
5. Memiliki pelinggih dari tanah polpolan. Pelinggih dari tanah polpolan yang
merupakan pelinggih Tugu Karang ini hanya tinggal satu-satunya di Desa
Pedawa, dan pelinggih tugu Karang lainnya sudah terbuat dari bahan yang lebih
modern yaitu dari batu bata dan beton cetak.
6. Bagi masyarakat yang bertani, memiliki Lumbung/ Jineng yang letaknya
berhadapan rumah dan memiliki natah antara rumah dengan Lumbung. Jineng
memiliki saka 4 atau saka 6.
7. Pola rumah tinggal pada kelompok permukiman yang menyatu antara rumah satu
dengan lainnya secara linier tanpa pemisah/ pembatas fisik dan memiliki
pekarangan bersama.
8. Memiliki Sanggah Kemulan Nganten yang terbuat dari bambu, yang terletak di
luanan (hulu) Pedeman Gede dan tidak mengacu pada arah mata angin.
9. Terkenal sebagai pembuat gula aren, sehingga memiliki dapur yang khusus dan
unik yang memiliki 3 buah tempat untuk memasak.
10. Memiliki rumah traditional dengan saka/tiang 18 yang bernama Bandung Rangki
dan saka/tiang 16 yang bernama Sri Dandan.
Gambar 3 denah bandung rangki (kiri) dan sri dandan (kanan)
Sumber : Prajnawrdhi, 2016
b. Perubahan terhadap fungsi dan wujud ruang pada rumah tinggal Desa Pedawa
Rumah tinggal di Desa Pedawa yang ada saat ini sebagaian besar sudah mengalami
perubahan baik dari segi bentuk dan juga fungsi ruangnya dan elemen bangunan.
Perubahan yang terjadi baik pada bentuk, ruang maupun elemen bangunan adalah
suatu bentuk adaptasi terhadap cuaca, perkembangan teknologi dan perubahan gaya
hidup. Perubahan yang terjadi meliputi kepala/atap bangunan, badan bangunan dan
juga kaki bangunan. Jika dilihat dari karakter asli dari bangunan rumah tinggal Desa
Pedawa, maka dapat dilihat perubahan yang telah terjadi adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pada bahan dan struktur atap
Perubahan terhadap gaya hidup dan mata pencaharian mendorong masyarakat
untuk merubah tampilan rumah mereka untuk menjadi lebih modern dan
menyesuaikan dengan tampilan bangunan masa kini. Perubahan-perubahan pada
struktur atap dan bahan penutup atap bangunan ini diakibatkan karena struktur
maupun penutup atap yang terdahulu sudah rusak. Bangunan rumah tradisional
Pedawa yang dulu menggunakan struktur bambu atau kayu dan menggunakan
atap sirap bambu atau alang-alang. Namun karena keterbatasan ekonomi, banyak
yang akhirnya mengganti bahan tersebut dengan bahan lain yang bersifat lebih
tahan lama dan berharga lebih ekonomis, seperti genteng dan atap seng. Juga
beberapa mengalami penambahan lubang di atap sebagai jalur pencahayaan alami
ke dalam bangunan. Disamping faktor ekonomis, perubahan bahan dan struktur
atap juga dipengaruhi oleh faktor gaya hidup mengingat bahan genteng berciri
lebih modern daripada bahan bambu dan alang-alang bagi masyarakat setempat.

Gambar 4 perubahan pada bahan dan struktur atap dari bambu dan alang-alang
menjadi genteng dan seng
Sumber : Prajnawrdhi, 2016
2. Perubahan pada bahan, struktur dinding bangunan dan bukaan
Perubahan yang terjadi pada elemen ini adalah penggantian dinding anyaman
bambu dengan bahan lainnya seperti kayu, batu bata, batako, jendela kaca,
maupun anyaman bambu dengan model yang lebih baru/ modern. Demikian juga
dengan bataran bangunan yang dulunya dari tanah polpolan berganti dengan batu,
batako dan semen/ beton, begitu juga penggantian kolom kayu menjadi kolom
beton. Senada dengan perubahan pada dinding bangunan, faktor ketahan bahan
bangunan dan faktor ekonomis juga menjadi suatu sebab dari perubahan yang
terjadi. Namun, disamping kedua faktor tersebut, perubahan gaya hidup yang
menuntut suatu tampilan bangunan agar lebih modern menjadi suatu faktor
penting yang menjadi pemicu perubahan yang terjadi seperti penggunaan bahan
bangunan dan bahan serta bentuk-bentuk jendela yang memberi tambilan baru
dan modern.

Gambar 5 perubahan bahan dan struktur dinding dari tanah polpolan dan bambu menjadi
kayu,batako dan dinding batu bata
Sumber : Prajnawrdhi, 2016
3. Perubahan yang terjadi pada lantai dan sendi
Penggantian tanah polpolan dengan bahan lainnya pada lantai bangunan seperti
keramik, batu bata dan semen. Demikian juga dengan sendi yang dulunya dibuat
dari batu menjadi sendi yang terbuat dari bahan beton.

Gambar 6 perubahan bahan lantai dari tanah menjadi keramik dan batu bata
Sumber : Prajnawrdhi, 2016
Perubahan pada bahan lantai dengan bahan lainnya seperti keramik adalah suatu
wujud dari tuntutan perubahan status ekonomi dari masyarakat disamping faktor
ekonomis yang dirasakan oleh masyarakat setempat. Hanya saja dengan
penggunaan bahan keramik, ruangan menjadi lebih dingin dan tidak lagi sehangat
sebelumnya, dimana bangunan tradisional ini menuntut ruangan yang hangat
karena berada di daerah yang dingin. dengan penggunaan keramik pada bangunan
tradisional ini, maka aktifitas yang ada pada bangunan tumah tinggal tradisional
ini menjadi berubah. Rumah dengan lantai keramik tidak mampu menyerap sisa/
kelebihan air pada saat memasak dan apabila ada upacara adat yang terjadi di
dalam rumah seperti nyiramang mayat. Sehingga perubahan fungsi ruang pun
terjadi dengan meletakkan dapur di luar bangunan dengan menambahkan ruangan
khusus untuk dapur maupun untuk kegiatan adat lainnya yang tidak bisa
dilakukan di dalam bangunan rumah ini.
4. Pemotongan bangunan rumah tradisional sesuai dengan kebutuhan pemilik
Beberapa bagian rumah tradisional dihilangkan sesuai dengan keinginan pemilik,
sehingga bagain-bagian bangunan terlebih ruang yang terbentuk sudah berbeda
dengan pola aslinya.

Gambar 7 penghilangan dan perubahan fungsi ruang pada rumah tradisional Desa Pedawa
Sumber : Prajnawrdhi, 2016
Perubahan ini terjadi akibat tutntutan ruang yang berbeda oleh pemilik.
Pemotongan bangunan rumah tradisional dilakukan dengan usaha untuk
menyambung rumah ini dengan bangunan lainnya yang dibangun berdekatan atau
berdempetan dengan bangunan tradisional ini. Dengan demikian wujud dan
fungsi ruang yang ada di dalamnya sudah berubah dari aslinya. Beberapa bagian
ruang yang dipertahankan adalah biasanya Pedeman Gede atau Bale Gede dan
Paon, namun ditemukan juga penghilangan Paon yang difungsikan sebagai ruang
TV, dan tempat meletakkan lemari pakaian maupun barang rumah tangga lainnya.
Perubahan fungsi ruang tidak hanya terjadi akibat pemotongan bagunan atau
ruang saja, namun beberapa fungsi ruang seperti Terempang menjadi ruang TV
dan ruang belajar.
5. Kesimpulan
a. Kebutuhan ruang
Akibat munculnya kebutuhan ruang yang berbeda, baik itu bertambah
maupun berkurang dibandingkan dengan sebelumnya, kebutuhan akan ruang-
ruang yang mewadahi aktifitas mulai mengalami perubahan. Perubahan
tersebut dapat dilihat pada beberapa rumah tradisional yang ada di Desa
Pedawa. Sebagai salah satu contoh adalah Gentong yang sudah difungsikan
sebagai dapur modern dengan menfgunakan kompor gas, dan dapur asli yaitu
Paon sudan tidak dipergunaka lagi mengingat pemilik sudah menginginkan
efesiensi waktu di dalam memasak. Demikian juga perubahan yang terjadi
baik dengan Pedeman Gede maupun Pedeman Alit yang sudah berubah fungsi
sebagai sebuah ruangan yang dipergunakan untuk kamar maupun
tempatmenyimpan barang dan lemari. Dan juga pada beberapa rumah sudah
tidak ada dan area ini menyatu dengan Terempang sebagai tempat duduk-
duduk dan menerima tamu.
b. Perubahan gaya hidup dan mata pencaharian
Perubahan gaya hidup dan mata pencaharian merupakan salah satu factor
yang mempengaruhi perubahan ruang-ruang yang ada pada rumah tradisional
Desa Pedawa ini. Paon yang berisi Paon Tuak sudah sedikit ditemukan oleh
karena sekarang sudah sangat jarang masyarakat membuat gula aren. Dan
banyak masyarakat yang sudah beralih profesi dari keturunan petani menjadi
profesi lainnya, sehingga memuntut ruang yang berbeda yang diakibatkan
oleh tuntutan aktifitas yang berbeda.
c. Ketahanan bahan bangunan terhadap cuaca
Perubahan ruang dan elemen bangunan yang terjadi akibat ketahanan bahan
yang kurang memadai dan juga biaya penggantian dengan bahan yang sama
dianggap terlalu besar oleh masyarakat sehingga ada beberapa elemen
bangunan yang hilang atau berubah dan diganti dengan bahan lain yang
dianggap lebih ekonomis.
STUDI KASUS 2
PERUBAHAN ALIH FUNGSI BANGUNAN HERITAGE THE FACTORY OUTLET
DI BANDUNG
1. Lokasi
Lokasi bangunan berada di jalan R.E Martadinata (dahulu jl. Riau) yang pada waktu
itu dianggap sebagai kawasan yang masih tenang, bersih, sehat, dengan lingkungan alam
indah dan nyaman di bagian utara kota Bandung. Rumah ini diperkirakan merupakan
villa milik seorang pengusaha atau seorang pimpinan permerintahan berkebangsaan
Belanda yang dibangun pada saat kota Bandung telah memperoleh status mandiri
sebagai Gemeente. Bangunan ini merupakan bangunan pojok yang paling unik, yang
didisain dengan acuan pada sejarah tradisi arsitektur Barat masa lalu. Perkiraan waktu
pembangunan pada awal abad ke 19 ini didukung oleh data bangunan yang
menggunakan bahan langit-langit dekoratif dari bahan plat besi tipis pres (gestampt dun
plaatijzeren) yang banyak diproduksi di negeri Belanda pada dekade pertama abad 20
(en dateren uit het eerste decenium van de 20ste eeeuw).
Bangunan ini telah beralih kepemilikan dari kepemilikan pribadi kepada BUMN
milik negara, yaitu P.T Kimia Farma. Demikian pula dengan fungsinya telah beberapa
kali beralih fungsi. Sejak beralih kepemilikan bangunan ini disewa untuk tempat kursus
bahasa Inggris lalu pernah pula dipakai untuk sekolah khusus untuk para manager Bank
dan sejak tahun 2000 hingga saat ini menjadi factory outlet dengan nama ‘Heritage the
Factory Outlet’.
2. Kondisi awal bangunan
Kondisi awal yang dimaksud adalah kondisi pada saat bangunan diserahkan oleh
pemilik (P.T Kimia Farma) kepada team cagar budaya untuk direnovasi untuk kemudian
digunakan menjadi factory outlet. Fungsi sebelumnya adalah tempat kursus yang tidak
memerlukan ruang tambahan sehingga secara fisik bangunan tidak berubah hanya ada
penambahan 3 pilar di bagian muka yang dibuat meniru pilar utama. Bangunan
memerlukan perawatan dan perbaikan yang serius dan karena bangunan termasuk
bangunan konservasi golongan A, maka pemilik menyerahkan kepada tim Bandung
Heritage dipimpin oleh Bapak Drs Dibyo Hartono, M.Sn untuk melakukan renovasi dan
mengembalikan bangunan ke bentuk semula.

Gambar 8 tampak bangunan


Sumber : Soewarno, 2020
Tingginya curah hujan menjadikan kerusakan terutama terjadi pada bagian atap
sehingga 50% dari konstruksi utama diganti dengan tidak merubah bentuk atap terutama
atap pada main entrance yang merupakan bagian yang paling penting dan menarik dari
bangunan ini. Atap yang digunakan pada bangunan ini merupakan perpaduan antara atap
perisai dan atap dak. Hal ini mencerminkan adanya perpaduan antara 2 bangsa yang
saling beradaptasi yang dinamakan arsiektur kolonial.
3. Alih fungsi menjadi Factory Outlet
Sejalan dengan berlalunya waktu banyak terjadi perubahan fungsi pada bangunan-
bangunan lama, dimulai dari jl Cihampelas, jl Dago yang kemudian merembet ke jalan-
jalan utama terutama di utara kota Bandung. Kawasan yang semula diperuntukan sebagai
kawasan hunian menjadi kawasan non hunian yang memicu peralihan fungsi bangunan
hunian menjadi non hunian. Demikian pula yang terjadi di jl R.E Martadinata, hal ini
merujuk pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Bandung tahun 2015, yang
menyebutkan bahwa koridor Jalan L.L.R.E. Martadinata direncanakan sebagai kawasan
perdagangan dan jasa linier, wisata, pelayanan umum serta pertahanan dan keamanan
Heritage the Factory Outlet menjadi pelopor perubahan fungsi bangunan di jl R.E
Martadinata, karena bangunan ini sejak berganti kepemilikan telah beberapa kali
difungsikan untuk kegiatan non hunian dan baru pada tanggal 2 Desember 2000
diresmikan sebagai Factory Outlet.
Tingginya kebutuhan akan ruang pamer menjadikan semua ruangan yang ada
dipergunakan seluruhnya sebagai show room. Beragamnya fashion yang dijual tidak
dapat dipenuhi oleh seluruh ruangan yang tersedia sehingga untuk memenuhi kebutuhan
akan sebuah tempat belanja yang lengkap maka diperlukan tambahan ruang. Hal ini
memungkinkan karena masih tersisa cukup lahan di sekeliling bangunan yang semula
berupa taman, sesuai dengan konsep bangunan villa.

Gambar 9 alih fungsi ruang-ruang dalam bangunan


Sumber : Soewarno, 2020
Tambahan ruang dengan memanfaatkan sisa lahan yang masih tersedia di seputar
bangunan dengan mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh team cagar budaya
Bandung, yaitu: tidak dibenarkan membangun bangunan permanen di depan bangunan
lama. Oleh karenanya ruang dan bangunan tambahan dibuat disekitarnya, berupa:
a. kafetaria semi permanen transparan di sisi kiri bangunan, menghadap ke jalan Banda
b. bangunan baru di bagian belakang didirikan dengan gaya bangunan kontras, baik
struktur maupun bahan bangunan. Konsep kontras diterapkan untuk mendukung
eksistensi bangunan utama dan menjadi background dari bangunan utama.
c. penutupan bagian samping kanan dengan dinding transparan (kaca) untuk perluasan
toko.

Gambar 10 bangunan tambahan di bagian belakang dan samping kiri


Sumber : Soewarno, 2020

4. Kesimpulan
Renovasi yang telah dilakukan pada bangunan ‘Heritage’ mengganti sebagian interior
bangunan agar dapat beradaptasi terhadap fungsi barunya sebagai factory outlet.
Adaptive reuse merupakan salah satu metoda untuk melestarikan bangunan dengan
beradaptasi terhadap fungsi baru dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Renovasi dan adaptive reuse yang dilakukan pada bangunan ‘Heritage’ diharapkan dapat
menghidupkan sebuah kawasan bersejarah, yaitu kawasan eks perumahan militer di jl
Riau atau R.E Martadinata Bandung.
Hasil studi memperlihatkan bahwa setelah direnovasi dan dialih fungsikan, bangunan
tua masih terlihat cantik, mempunyai karakter spesifik yaitu karakter yang tidak dimiliki
oleh bangunan baru. Kesuksesan alih fungsi bangunan ‘Heritage’ diikuti oleh bangunan-
bangunan lainnya yang menjadikan jalan Riau menjadi tujuan wisatawan datang ke kota
Bandung dan kawasan ini menjadi sebuah kawasan komersial yang unik dengan nuansa
bangunan-bangunan bergaya kolonial sebagai daya tariknya.

DAFTAR PUSTAKA
Prajnawrdhi, Tri Anggraini., (2016). “Perubahan Wujud Dan Fungsi Ruang Pada Rumah
Tinggal Tradisional Desa Bali Aga, Studi Kasus: Desa Pedawa, Buleleng- Bali”.

Soewarno, Nurtati., (2020). “Memanfaatkan Potensi dan Keindahan Bangunan Kolonial


melalui Alih Fungsi Bangunan Studi Kasus: Heritage the Factory Outlet di Jl Riau
Bandung”.

Anda mungkin juga menyukai