Anda di halaman 1dari 3

PERANAN KELUARGA DALAM PENANAMAN BUDI PEKERTI

Seperti diketahui, pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan informal,
pendidikan formal dan pendidikan nonformal (Tamsik Udin dan Sopandi, 1967: 31-33). Pendidikan formal
biasanya sangat terbatas dalam memberikan pendidikan nilai. Hal ini disebabkan oleh masalah formalitas
hubungan antara guru dan siswi. Pendidikan non formal dalam perkembangannya saat ini tampaknya
juga sangat sulit memberikan perhatian besar pada pendidikan nilai. Hal ini berhubungan dengan proses
tranformasi budaya yang sedang terjadi dalam masyarakat kita (Moedjanto, Rahmanto, dan J.
Sudarminto, 1992:141-142).

Pihak yang masih dapat diharapkan adalah pendidikan informal yang terjadi dalam keluarga. Pendidikan
dalam keluarga sebenarnya menjadi sangat penting dalam konteks pendidikan nilai karena keluarga
merupakan tempat pertama bagi seseorang untuk berinteraksi dan memperoleh dasar- dasar budi
pekerti yang baik (Ambroise, 1987: 28).

Bagaimana keluarga berperan dalam memberikan pendidikan budi pekerti pada anak didik? Hal ini tentu
tidak mudah mengingat kondisi keluarga di negara kita sangat bervariasi. Secara umum kondisi keluarga
di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam 3 variasi. Pertama, keluarga harmonis. Yang dimaksud
keluarga harmonis disini adalah keluarga yang tidak memiliki masalah yang begitu berarti baik dari segi
masalah hubungan antarpribadi maupun masalah finansial. Kedua, keluarga bermasalah. Yang dimaksud
keluarga bermasalah disini adalah keluarga yang memiliki masalah baik masalah hubungan antar pribadi
atau masalah finansial. Ketiga, keluarga gagal. Yang dimaksud keluarga gagal disini adalah keluarga ynag
mengalami kegagalna dalam membangun keluarga sehingga keluarga menjadi terpecah belah.

Karena kompleknya permasalah keluarga di negara kita, pendidikan yang diberikan pun tidak dapat
disamaratakan. Peran masing-masing keluarga dalam pendidikan budi pekerti pun tidak dapat disamakan
satu keluarga dengan keluaga lain. Namun demikian, ada beberapa prinsip yang rasanya harus ada jika
keluarga ingin berperan dalam pendidikan budi pekerti.

Pertama, komitmen keluarga untuk memperhatikan anak- anaknya. Terlepas dari apakah suatu keluarga
merupakan keluarga harmonis, bermasalah, ataupun keluarga gagal komitmen untuk memperhatikan
anak-anaknya menjadi kunci pendidikan budi pekerti bagi keluarga. Walaupun suatu keluarga merupakan
keluarga yang tampaknya sangat harmonis tetapi jika kedua orang tuanya tidak memilki komitmen untuk
memperhatikan anak-anaknya maka anak- anaknya akan kekeringan perhatian dan pengarahan.
Akibatnya bsa jadi anak akan mudah mendapat pengaruh negatif dari lingkungan pergaulannya yang
pada akhirnya mengalami kemerosotan moral dan budi pekerti. Sebaliknya walaupun keluarga
bermasalah, jika mereka punya komitmen besar untuk memperhatikan anak-anaknya, niscaya anak-
anaknya akan berkembang sangat baik dan memiliki budi pekerti luhur.

Kedua, keteladanan. Proses pendidikan dalam keluarga mengandalkan pada masalah keteladanan
orangtua. Hal ini berbeda dengan pola pendidikan sekolah yang lebih menekankan pada pola
indoktrinasi dan peluasan wawasan. Jika dalam keluarga diberlakukan pola indoktrinasi dan peraturan,
maka keluarga justru akan menjadi tidak harmonis. Bahkan bisa jadi anak justru akan menjadi agresif dan
antipati terhadap keluarga. Akibatnya anak justru lebih kerasan tinggal di luar rumah daripada berada di
rumahnya sendiri. Jika demikian artinya pendidikan budi pekerti dalam keluarga kurang berhasil.

Ketiga, komunikasi aktif. Kasus-kasus renggangnya hubungan antara anak dan orang tua lebih banyak
disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara anak-orangtua. Karena kesibukan masing-masing, anggota
keluarga jarang bertemu. Akibatnya walaupun mereka berada dalam satu rumah tetapi jarang sekali
terjadi komunikasi langsung.

Jika ketiga prasarat pendidikan budi pekerti dalam keluarga di atas dapat terpenuhi, maka dapat diyakini
bahwa keluarga mampu berperan dalam pendidikan budi pekerti. Permasalahannya sekarang adalah
nilai budi pekerti yang manakah yang dapat ditanamkan dalam keluarga. Kiranya ada empat nilai yang
dapat ditanamkan dalam keluarga.

1. Pertama, nilai kerukunan. Kerukunan merupakan salahsatu perwujudan budi pekerti. Orang yang
memiliki budi pekerti luhur tentu lebih menghargai kerukunan dan kebersamaan daripada
perpecahan. Jika dalam keluarga sudah sejak dini ditanamkan nilai-nilai kerukunan itu dan anak
dibiasakan menyelesaikan masalah dengan musyawarah maka dalam kehidupan di luar keluarga
mereka juga akan terbiasa menyelesaikan permusyawarahan. masalah perdasarkan
permusyawarahan
2. Kedua, nilai ketakwaan dan keimanan. Ketagkawaan dan keimanan merupakan pengendali utapa
budi pekerti. Seseorang yang memiliki ketagwaan dan keimanan yang benar dan mendasar
terlepas dari apa agamanya tentu akan mewujudkannya dalam perilaku dirinya. Dengan
demikian sangat tidak mungkin jika seseorang memiliki kadar ketakwaan dan keimanan yang
mendalam melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya itu memiliki budi
pekerti yang sangat hina.
3. Ketiga, nilai toleransi. Yang dimaksud toleransi di sini terutama adalah mau memperhatikan
sesamanya. Dalam keluarga nilai toleransi ini dapat ditanamkan melalui proses saling
memperhatikan dan saling memahami antaranggota keluarga. Jika berhasil, tentu hal itu akan
terbawa dalam pergaulannya.
4. Keempat, nilai kebiasaan sehat. Yang dimaksud kebiasaan sehat di sini adalah kebiasaan-
kebiasaan hidup yang sehat dan mengarah pada pembangunan diri lebih baik dari sekarang.
Penanaman kebiasaan pergaulan sehat ini tentu saja akan memberikan dasar yang kuat bagi
anak dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya.

1. Model Perilaku: Keluarga merupakan lingkungan pertama di mana anak-anak mengamati dan
meniru perilaku orang tua dan anggota keluarga lainnya. Ketika orang tua menunjukkan nilai-
nilai moral yang baik dan perilaku yang pantas, anak-anak cenderung menyerap dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pengajaran Nilai-Nilai Moral: Keluarga memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan nilai-nilai
moral seperti kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, empati, kesabaran, dan lain-lain kepada
anak-anak. Ini dilakukan melalui cerita, contoh nyata, dan pengalaman sehari-hari yang
memperkuat pentingnya budi pekerti dalam kehidupan.
3. Pemberian Dukungan Emosional: Keluarga yang memberikan dukungan emosional yang sehat
membantu anak-anak dalam mengembangkan rasa percaya diri, harga diri yang positif, dan
kemampuan untuk berempati terhadap orang lain. Dengan merasa didukung, anak-anak lebih
mungkin mempraktikkan nilai-nilai moral dalam interaksi sosial mereka.
4. Komunikasi yang Terbuka: Komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga memungkinkan
diskusi tentang isu-isu moral, dilema, dan pertanyaan yang mungkin timbul dalam kehidupan
sehari-hari. Ini membantu anak-anak memahami perspektif yang berbeda dan mengembangkan
kemampuan untuk membuat keputusan moral yang baik.
5. Penerapan Disiplin yang Sehat: Disiplin yang konsisten dan adil merupakan bagian penting dari
penanaman budi pekerti. Keluarga perlu menetapkan batasan-batasan yang jelas dan
mengajarkan konsekuensi dari tindakan-tindakan yang baik dan buruk.
6. Memberikan Kesempatan untuk Berbagi dan Melayani: Keluarga juga dapat membantu dalam
penanaman budi pekerti dengan memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk
berbagi dan melayani orang lain. Melalui kegiatan seperti sukarela, amal, atau partisipasi dalam
kegiatan sosial, anggota keluarga dapat memahami pentingnya empati, pengabdian, dan
kepedulian terhadap sesama.

Anda mungkin juga menyukai