Anda di halaman 1dari 27

QARDH

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah yang


diampu oleh dosen Subairi, S.E.,Sy.M.E

Oleh:

Kelompok 6

1. Moh. Raihan Dzikri Robbani (23383051058)


2. Ririn Apriliyani (23383052079)
3. Vina Rohmatika Mery Aisyah A. (23383052091)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2024/2025
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta
pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“QARDH” ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang senantiasa kita
nanti-nantikan syafa’atnya di dunia dan di akhirat.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah,
dengan adanya makalah ini kami berharap dapat memberikan manfaat dan edukasi
kepada kita semua. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Fiqh Muamalah yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyusun makalah ini.
Namun tidak dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengucapkan mohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dan kekurangan di
dalamnya dan kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para
pembaca sehingga di kemudian hari kami dapat memperbaikinya menjadi lebih
baik lagi.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pamekasan, 01 April 2024

Penyusun
(Kelompok 06)

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 3
A. Pengertian dan Dasar Hukum Qardh ........................................ 3
B. Syarat, Rukun, dan Objek Qardh .............................................. 7
C. Macam-macam Qardh ................................................................ 14
D. Problematika Qardh dalam Ekonomi Islam dan Transaksi
Ekonomi Modern di LKS ............................................................ 15
BAB III PENUTUP ............................................................................ 23
A. KESIMPULAN ............................................................................ 23
B. SARAN........................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan
pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan
karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif,
usaha dan risiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan
kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin
karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan syariah
Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja
karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan
suatu amanah. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk
mengonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.
Kurangnya program-program efektif untuk mereduksi kesenjangan
sosial yang terjadi selama ini dapat mengakibatkan kehancuran, bukan
penguatan perasaan persaudaraan yang hendak diciptakan ajaran Islam.
Syariah Islam sangat menekankan adanya suatu distribusi kekayaan
dan Pendapatan yang merata. Distribusi kekayaan dan pendapatan
yang merata bukan berarti sama rata sebagaimana paham kaum
Komunisme, tetapi ajaran Islam mewajibkan setiap individu untuk
Berusaha memenuhi kebutuhan Hidupnya, dan sangat melarang
Seseorang menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya.
Dalam literatur Ekonomi Syariah, terdapat berbagai macam
bentuk transaksi kerja sama usaha, baik yang bersifat komersial
maupun sosial, Salah satu berbentuk “Al-Qardh”.
Lembaga keuangan syariah, khususnya koperasi syariah
merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan.
Sebab dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat atau anggotanya.
Kehadiran koperasi syariah di Indonesia, selain ditunjukkan untuk

iv
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di bidang
ekonomi dan juga memiliki misi penting dalam pemberdayaan
dilingkungan masyarakat. Hal ini didasarkan pada visi koperasi syariah
bahwa pembangunan ekonomi hendaknya dibangun dari mitra usaha.
Yang dimana lembaga keuangan syariah diharapkan mampu
memberikan manfaat pada masyarakat sekitar.1 Lembaga Keuangan
merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam mengelola
dana umat, seperti halnya dengan Perbankan Syariah yang
menyediakan Berbagai macam produk yang ditawarkan kepada umat.
Produk-produk bank Syariah tidak terlepas dari jenis akad yang
digunakan. Jenis akad yang digunakan oleh suatu produk biasanya
melekat pada nama produk tersebut. Dalam makalah ini penulis akan
mengkaji salah satu produk lembaga keuangan syariah yakni Qardh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum dari Qardh?
2. Apa syarat, rukun, dan objek Qardh?
3. Apa saja macam-macam Qardh?
4. Bagaimana problematika Qardh dalam ekonomi islam dan
transaksi ekonomi modern di LKS?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum dari Qardh.
2. Untuk mengetahui syarat, rukun, dan objek Qardh.
3. Untuk mengetahui macam-macam Qardh.
4. Untuk mengetahui problematika Qardh dalam ekonomi islam
dan transaksi ekonomi modern di LKS.

1
Ahmad Hazami Mabrur,”Analisis Kesesuaian Implementasi Peraturan Perundang- Undang
Pada Koperasi Sakinah”,(Jurnal Al-Munir Vol.3 No.5 April 2012),hal.9

v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Qardh
1. Pengertian Qardh
Al-Qardh (utang) berasal dari kata qarada – yaqridhu –
qardhan. Secara bahasa asalnya adalah Al-Qath’u (potongan)
atau terputus. Sedangkan secara istilah ialah harta yang
diberikan seseorang kepada orang lain untuk dikembalikan lagi
ketika ia telah mampu.2
Pengertian lain dari utang-piutang atau qardh adalah
harta yang diberikan oleh Muqridh (pemberi utang) kepada
Muqtaridh (orang yang berutang) untuk dikembalikan
kepadanya sama dengan yang diberikan pada saat Muqtaridh
mampu mengembalikannya. Al-Qardh pada dasarnya adalah
pemberian pinjaman dari seseorang kepada pihak lain dengan
tujuan untuk menolongnya.
Arti qardh dalam etimologi mempunyai arti suatu
bentuk akad yang mengartikan memutuskan. Qardh (utang-
piutang) merupakan bentuk mashdar dari qaradha asy-syai‟-
yaqridhuhu, yang berarti dia memutusnya. Dikatakan qaradhtu
asy-syai‟ a bil-miqradh aku memutus sesuatu dengan gunting.3
Arti qardh menurut tokoh Muhammad Syafi’I Antonio
adalah pemberian harta kepada orang lain dimana hal tersebut
dapat ditagih ataupun di minta kembali dengan arti lain si
pemilik dana meminjamkan tanpa mengharapkan sebuah
imbalan.4 Arti lain tentang qardh dalam pasal 19 E nomor 2
Tahun 2008 menurut penjelasan dan pengertian adalah suatu
2
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2014), 177.
3
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2012. Hal. 331

vi
akad pinjaman dana kepada pihak nasabah dengan ketentuan si
peminjam dana wajib untuk mengembalikan dana tersebut yang
diterima pada waktu yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. Sedangkan arti dari qardh yang dijelaskan oleh fatwa
MUI ialah sebuah pinjaman dana yang diberikan Muqridh ( si
peminjam dana/nasabah ) yang benar – benar memerlukan.
Pinjaman Qardh yang diberikan adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara si peminjam dan pemilik
dana yang mewajibkan melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu. Pinjaman qardh yang diberikan adalah
pinjaman yang tidak menyaratkan adanya sebuah imbalan.
Menurut ketentuan yang sebagaimana telah ditentukan dalam
pasal 1 angka 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/
2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi
bank yang melakukan kegiatan suatu usaha berdasarkan
prinsip-prinsip syariah islam. Qardh yang di sini dalam satu
pihaknya sebagai peminjam dana harus wajib mengembalikan
pokok dana yang telah dipinjam atau dana yang diterima pada
waktu yang ditetapkan oleh kedua belah pihak antara pihak
pemilik dana dan peminjam dana. Arti lain lagi tentang akad
qardh adalah sebagai alat pinjam meminjam dana dimana
pengembalian tanpa imbalan tetapi dengan kewajiban pihak si
peminjam mengembalikan pinjaman tersebut sekaligus atau
bisa dengan sistem cicilan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan dalam Jangka waktu tertentu.
2. Dasar Hukum Qardh
a. Al-Qur’an
Al-Qardh sebagai suatu akad yang dibolehkan,
merupakan sesuatu yang harus diyakini dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press,
2001,hal. 131.

vii
dalam hal muamalah, sebagaimana yang dijelaskan
Allah agar meminjamkan sesuatu bagi agama Allah.
Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga
diseru untuk meminjamkan kepada manusia sebagai
bagian dari hidup bermasyarakat (civil society).5 Yang
dijadikan landasan syar'i tentang Al-Qardh dalam Al-
Qur’an adalah:
1) Surat Al-Baqarah ayat 245
2) Surat Al-Baqarah ayat 280
3) Surat Al-Baqarah ayat 282
4) Surat Al-Hadid ayat 11
5) Surat At-Taghabun ayat 17
b. Al-Hadits
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi
SAW, bersabda:
‫ن إبن مس عولَ ن النبى ل لى هللا عليه وا لم قا ما من مس لم‬
‫(يقرض مسلما قرضا مرتين َإلَ انَ صدقتها مر )رواه إبن مْا‬
Artinya: “Dari Ibn Mas’ud ra, bahwa Nabi SAW
bersabda: Bukan seorang muslim (mereka) yang
meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang
satunya adalah (senilai) sedekah. (HR. Ibnu Majah)6
Kemudian dalam hadits lain juga dijelaskan,
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah SAW
bersabda:
‫عنَ نس بن مالك قا “قا را و هللا ل لى هللا عليه وا لم َر يت ليلة‬
َ‫رض ب‬vv‫ا رى بى على باب الجنة مكتوبا الص دقة بعش رَ م الها والق‬
‫مانية‬
‫عش ر فقل ت ي اْ بري با القرضَ فض من الص دقة قا آلن‬
‫ (السائ يسأ وعنده والمستقرض َإل من حْاة” )رواه ابن مْاة‬7

5
Ibid halamn 132
6
Hasan: Irwaa-ul Ghaliil (no. 1389)], Sunan Ibni Majah (II/812,no. 2430)
7
Al-Hafizh Abi’, Abdillah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qazwan, Sunnah Ibnu Majah
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2004), 389.

viii
Artinya: “Dari Anas bin Malik berkata, berkata
Rasulullah SAW: Aku melihat pada waktu malam
diisra’kan, pada pintu surga tertulis: shadaqah di balas
10 kali lipat dan qardh 18 Kali. Aku bertanya: ‘wahai
Jibril mengapa qardh lebih utama dari sedekah?’ ia
menjawab: karena peminta-minta sesuatu dan ia
punya, sedangkan yang meminjam tidak akan
meminjam kecuali karena keperluan.”(H.R. Ibnu
Majah)
Hadits di atas menjelaskan bahwa memberikan
pinjaman kepada orang lain yang membutuhkan lebih
utama daripada orang yang bersedekah. Allah akan
lebih banyak melipatgandakan kepada orang yang
meminjamkan hartanya di jalan Allah daripada orang
yang bersedekah karena seseorang tidak akan
meminjamkannya jika dia benar-benar
membutuhkannya. Dan juga mengajarkan bahwa
tolong-menolong merupakan salah satu bagian yang
tidak bisa dipisahkan dari ajaran Islam untuk selalu
memperhatikan sesama muslim dan memberikan
pertolongan jika seseorang membutuhkannya, yaitu
tolong-menolong dalam kebaikan.
c. Kaidah Fiqih
Adapun dasar hukum hutang-piutang (qardh)
dalam kaidah Fikih mu’amalah adalah:
‫د للي على‬vvvv‫ة َال ان ي‬vvvv‫ة َالباح‬vvvv‫ل في المعامل‬vvvv‫َال‬
‫تحريمها‬
Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk
mu’amalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.”
‫رب‬

ix
Artinya: “Setiap pinjaman yang menarik manfaat
(oleh Kreditor) adalah sama dengan riba.”8
Pihak yang meminjami mempunyai pahala sunah.
Sedangkan dilihat dari sudut peminjam, maka
hukumnya boleh, tidak ada keberatan dalam hal itu.
Jadi, hukum memberi hutang hukumnya sunah malah
menjadi wajib, seperti mengutangi orang yang
terlantar atau yang sangat perlu atau berhajat.9
B. Syarat, Rukun, dan Objek Qardh
1. Syarat Qardh
Ada empat syarat sahnya qardh. 10
a. Akad qardh dilakukan dengan shigah ijab qabul atau
bentuk lain yang bisa menggantikannya, seperti cara
mu’athah (melakukan akad tanpa ijab qabul) dalam
pandangan jumhur, meskipun menurut Syafi’iyah cara
mu’athah tidaklah cukup sebagaimana dalam
akadakad lainnya.
b. Adanya kapibilitas dalam melakukan akad. Artinya,
baik pemberi maupun penerima pinjaman adalah
orang baligh, berakal, bisa berlaku dewasa,
berkehendak tanpa paksaan, dan boleh untuk
melakukan tabarru’ (berderma). Karena qardh adalah
bentuk akad Tabarru’. Oleh karena itu, tidak boleh
dilakukan oleh anak kecil, orang gila, orang bodoh,
orang yang dibatasi tindakannya dalam
membelanjakan harta, orang yang dipaksa, dan
seorang wali yang tidak sangat terpaksa atau ada

8
A. Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fiqh (Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah Yang
Praktis), (Jakarta, Kencana, 2007), 138.
9
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya,
1992), 252.
10
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al-Muthlaq dan Muhammad
bin Ibrahim, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, Cet-1 (Yogyakarta:
Maktabah Al-Hanif, 2009), 168-169.

x
kebutuhan. Hal itu karena mereka semua bukanlah
orang yang dibolehkan melakukan akad tabarru’
(berderma).
c. Menurut Hanafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah
harta mitsli. sedangkan dalam pandangan jumhur
ulama dibolehkan dengan harta apa saja yang bisa
dijadikan tanggungan, seperti uang, biji-bijian, dan
harta qimiy seperti hewan, barang tak bergerak dan
lainnya.
d. Harta yang dipinjamkan jelas ukurannya, baik dalam
takaran, timbangan, bilangan, maupun ukuran panjang
supaya mudah dikembalikan. Dan dari jenis yang
belum tercampur dengan jenis lainnya seperti gandum
yang bercampur dengan jelai karena sukar
mengembalikan gantinya.

Akad qardh dibolehkan adanya kesepakatan yang


dibuat untuk mempertegas hak milik, seperti persyaratan
adanya barang jaminan, penanggung pinjaman (kafil),
saksi, bukti tertulis, atau pengakuan di hadapan hakim.
Mengenai batas waktu, jumhur ulama menyatakan syarat
itu tidak sah, dan Malikiyah menyatakan sah. Tidak sah
syarat yang tidak sesuai dengan akad qardh, seperti syarat
tambahan dalam pengembalian, pengembalian harta yang
bagus sebagai ganti yang cacat atau syarat jual rumahnya.

Adapun syarat yang fasid (rusak) diantarinya adalah


syarat tambahan atau hadiah bagi si pemberi pinjaman.
Syarat ini dianggap batal namun tidak merusak akad
apabila tidak terdapat kepentingan

2. Rukun Qardh11
Adapun yang menjadi rukun qardh ada tiga, yaitu:

11
Ibid, halaman 159.

xi
a. Shighat Qardh
Shighat terdiri dari ijab dan qabul. Redaksi
ijab misalnya seperti, “Aku memberimu pinjaman,”
“Aku mengutangimu,” “Ambilah barang ini dengan
ganti barang yang sejenis,” atau “Aku berikan barang
ini kepadamu dengan syarat kamu mengembalikan
gantinya.” Menurut pendapat yang shahih,
disyaratkan ada pernyataan resmi tentang penerimaan
pinjaman, seperti jenis transaksi lainnya. Redaksi
qabul disyaratkan sesuai dengan isi ijab, layaknya jual
beli. Seandainya pemberi pinjaman berkata, “Aku
mengutangimu 1000 dirham,” lalu peminjam
menerima lima ratus dirham, atau sebaliknya, maka
akad tersebut tidak sah. Hutang-piutang dihukumi sah
bila menggunakan kata qardh (meminjami) atau salaf
(mengutangi) juga sah digunakan dalam shighat ijab
qabul seperti telah disebutkan di atas. Contohnya,
“Aku berikan kepadamu.” Sebagian ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa jika peminjam berkata kepada
pemberi pinjaman, “Berikanlah saya hutang sekian,”
lalu dia meminjamnya; atau peminjam mengirim
seorang utusan kepada pemberi pinjaman, lalu dia
mengirim sejumlah harta kepadanya, maka akad
qardh tersebut sah. Menurut al-Adzra’i, ijma’ ulama
sepakat sistem tersebut boleh dilakukan.
b. Para Pihak yang Terlibat Qardh
Para pihak yang terlibat qardh adalah pemberi
pinjaman (pemberi hutang) dan peminjam
(pengutang). Keduanya mempunyai beberapa syarat
berikut :
1) Syarat-syarat bagi pemberi pinjaman

xii
Fuqaha sepakat bahwa syarat bagi
pemberi hutang adalah termasuk ahli tabarru’
(orang yang boleh memberikan derma), yakni
merdeka, baligh, berakal sehat, dan pandai
(rasyid, dapat membedakan yang baik dan yang
buruk). Mereka berargumentasi bahwa hutang
piutang adalah transaksi irfaq (memberi
manfaat). Oleh karenanya tidak sah kecuali
dilakukan oleh orang yang sah amal
kebaikannya, seperti shadaqah.
Syafi’iyyah berargumentasi bahwa al-
qardh (hutang piutang) mengandung tabarru’
(pemberian derma), bukan merupakan transaksi
irfaq (memberi manfaat) dan tabarru’.
Syafi’iyyah menyebutkan bahwa ahliyah
(kecakapan, keahlian) memberi derma harus
dengan karelaan, bukan dengan paksaan. Tidak
sah berhutang kepada orang yang dipaksa tanpa
alasan yang benar. Jika paksaan itu ada alasan
yang haq, seperti jika seorang harus berhutang
dalam keadaan terpaksa, maka sah berhutang
dengan memaksa.
Hanafiyyah mengkritisi syarat ahliyah
at-tabarru’ (kecakapan memberi derma) bagi
pemberi hutang bahwa tidak sah seorang ayah
atau pemberi wasiat menghutangkan harta anak
kecil.
Hanafilah mengkritisi syarat ahliyah at-
tabarru’ bagi pemberi hutang bahwa seorang
wali anak yatim tidak boleh mengutangkan harta
anak yatim itu dan nazhir (pengelola) wakaf
tidak boleh menghutangkan harta wakaf.

xiii
Syafi’iyyah merinci permasalahan
tersebut. Mereka berpendapat bahwa seorang
wali tidak boleh menghutangkan harta orang
yang dibawah perwaliannya kecuali dalam
keadaan darurat jika tidak ada hakim. Adapun
bagi hakim boleh menghutankannya meskipun
bukan dalam kondisi darurat.
2) Syarat bagi peminjam
Syafi’iyyah mensyaratkan penghutang
termasuk kategori orang yang mempunyai
ahliyah al-mu’amalah (kelayakan
melakukan transaksi) bukan ahliyah at-tabarru’
(kelayakan memberi derma). Adapun kalangang
Ahnaf mensyaratkan penghutang mempunyai
ahliyah at-tasharrufat (kelayakan
membelanjakan harta) secara lisan, yakni
merdeka, baligh, dan berakal sehat.
Hanabilah mensyaratkan penghutang
mampu menanggung karena hutang tidak ada
kecuali dalam tanggungan. Misalnya,
tidak sah memberi hutang kepada masjid,
sekolah, atau ribath (berjaga di perbatasan
dengan musuh) karena semua ini tidak
mempunyai potensi menanggung.
c. Barang yang Dipinjamkan
Barang yang dipinjamkan disyaratkan harus
dapat diserahterimakan dan dapat dijadikan barang
pesanan (muslam fih), yaitu berupa barang yang
mempunyai nilai ekonomis (boleh dimanfaatkan
menurut syara’) dan karakteristiknya diketahui karena
ia layak sebagai pesanan.

xiv
Menurut pendapat shahih, barang yang tidak
sah dalam akad pemesanan tidak boleh dipinjamkan.
Jelasnya setiap barang yang tidak terukur atau jarang
ditemukan karena untuk mengembalikan barang
sejenis akan kesulitan.
Dengan demikian, qardh boleh dilakukan
terhadap setiap harta yang dimiliki melalui transaksi
jual beli dan dibatasi karakteristik tertentu. Alasannya
qardh merupakan akad penyerahan akad penyerahan
hak milik yang kompensasinya diberikan kemudian
(dalam tanggungan). Karena itu, objek qardh tidak
lain adalah sesuatu yang bisa dimiliki dan dibatasi
dengan karakteristik tertentu seperti akad pemesanan,
bukan barang yang tidak dibatasi dengan sifat tertentu
seperti batu mulia dan lain sebagainya. Qardh juga
hanya boleh dilakukan di dalam harta yang telah
diketahui kadarnya. Apabila seseorang mengutangkan
makanan yang tidak diketahui takarannya, itu tidak
boleh, karena qardh menuntut pengembalian barang
yang sepadan. Jika kadar barang tidak diketahui, tentu
tidak mungkin melunasinya.
Harta yang dihutangkan berupa harta yang ada
padanannya, maksudnya harta yang satu sama lain
dalam jenis yang sama tidak banyak berbeda yang
mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang, barang-
barang yang dapat ditakar, ditimbang, ditanam, dan
dihitung.
Tidak boleh menghutangkan harta yang
nilainya satu sama lain dalam satu jenis berbeda-beda,
yang perbedaan itu mempengaruhi harga, seperti
hewan, pekarangan, dan lain sebagainya. Hal ini
karena tidak ada cara untuk mengembalikan barang

xv
dan tidak ada cara mengembalikan harga sehingga
dapat menyebabkan perselisihan karena perbedaan
harga dan taksiran nilainya. Demikian ini pendapat
kalangan Hanafiyyah.
Malikiyyah dan Syafi’iyyah, menurut
pendapat yang paling benar di kalangan mereka,
menyatakan bahwa boleh mengutangkan harta yang
ada padanannya. Bahkan, semua barang yang boleh
ditransaksikan dengan cara salam, baik berupa hewan
maupun lainnya, yakni semua yang boleh
diperjualbelikan dan dapat dijelaskan sifat-sifatnya
meskipun harta itu berupa sesuatu yang berubah-ubah
harganya. Mereka berargumentasi bahwa Nabi SAW
pernah berhutang unta muda sehingga masalah ini
dikiaskan dengannya.
Tidak boleh menghutangkan sesuatu yang
tidak boleh diperjualbelikan dengan cara salam, yakni
sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan sifat,
seperti permata dan lain sebagainya. Hanya saja,
Syafi’iyyah mengecualikan sesuatu yang tidak boleh
dijual secara salam, yakni hutang roti dengan
timbangan karena adanya kebutuhan dan toleransi.
Hanabilah berpendapat bahwa boleh
menghutangkan semua benda yang boleh dijual, baik
yang ada padanannya maupun yang berubah-ubah
harganya, baik yang dapat dijelaskan dengan sifat
maupun tidak.
Harta yang dihutangkan disyaratkan berupa
benda, tidak sah mengutangkan manfaat (jasa). Ini
menurut pendapat kalangan madzhab Hanafiyyah dan
Hanabilah. Berbeda dengan kalangan Syafi’iyyah dan
Malikiyyah, mereka tidak mensyaratkan harta yang

xvi
dihutangkan berupa benda sehingga boleh saja
menghutangkan manfaat (jasa) yang dapat dijelaskan
dengan sifat. Hal ini karena bagi mereka semua yang
boleh diperjualbelikan dengan cara salam boleh
dihutangkan, sedangkan bagi mereka salam boleh
pada manfaat (jasa), seperti halnya benda pada
umumnya.
3. Objek Qardh
Segala sesuatu yang boleh diperjualbelikan boleh
dijadikan objek qardh, seperti uang, makanan, pakaian, mobil,
dan lain-lain hal ini mencakup:12
a. Mitsliyyat, yaitu harta yang satuannya tidak berbeda
dengan lainnya dari sisi nilai, seperti: uang, kurma,
gandum, dan besi
b. Qimiyyat, yaitu harta yang satuannya berbeda dengan
lainnya dari sisi nilai, seperti: hewan ternak, properti,
dan lain-lain. Berdasarkan hadis yang menjelaskan
bahwa Nabi saw meminjam unta.
c. Manafi (jasa), seperti: menempati sebuah rumah titik
menurut Ibnu Taimiyah, kita boleh meminjamkan
jasa, seperti: seseorang membantu temannya
mengambil hasil panen dan bergiliran dia yang panen,
temanya juga ikut membantu, atau ia mempersilahkan
temannya tinggal di rumahnya dengan imbalan dia
boleh tinggal di rumah temannya.
C. Macam-macam Qardh
Qardh mencakup beberapa jenis, mulai dari qardhul
hasan dan qardhul qoyyimah.13
1. Qardhul Hasan

12
Agus Rijal, Utang Hala, Utang Haram, halaman 100
13
https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/apa-itu-qardh/ diakses pada tanggal 30 Maret
2024

xvii
Qardhul hasan adalah jenis qardh yang diberikan tanpa
adanya bunga atau tambahan keuntungan. Pemberi pinjaman
memberikan pinjaman ini dengan niat kebaikan dan tanpa
mengharapkan imbalan tambahan dari peminjam.
2. Qardhul Qoyyimah
Qardhul qoyyimah adalah jenis qardh yang dilakukan
dengan mempertimbangkan kondisi keuangan peminjam.
Pemberi pinjaman menyesuaikan ketentuan pinjaman sesuai
dengan kebutuhan dan kapasitas peminjam.
D. Problematika Qardh dalam Ekonomi Islam dan
Transaksi Ekonomi Modern di Lembaga Keuangan
Syariah
Lembaga Keuangan Syariah dalam Mengelola Akad Qardh.
Implementasi qardh di Lembaga Keuangan Syariah sebagai salah satu
instrument keuangan dalam Islam telah diimplementasikan di beberapa
Lembaga Keuangan Syariah. Di antaranya seperti tabel di bawah ini:14
1. Bank Syariah
Implementasi Qardh di perbankan syariah ini
merupakan salah satu bentuk dari fungsi Bank Syariah sebagai
institusi sosial. Selain sebagai lembaga bisnis dibidang
keuangan, bank Syariah juga berfungsi sebagai lembaga sosial
yang mengembangkan produk perbankan syariah yang bersifat
tabarru’ namun demikian, sekalipun qardh sebagai produk
sosial, bank tidak boleh merugi karena produk ini sehingga
biaya administratif yang berkaitan dengannya ditanggung
sepenuhnya oleh nasabah, hal tersebut diperbolehkan karena
fatwa DSN poin 3 menyebutkan bahwa biaya administrasi
dibebankan kepada nasabah.
2. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)

14
Rana, PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH TERHADAP AKAD QARDH DI
KOPERASI SAKINAH MAN MODEL KOTA BENGKULU, halaman 36-37

xviii
Peran BMT ini antara lain dapat mewujudkan dalam
bentuk mengeluarkan produk qardh, produk ini dianggap
sebagai bentuk kebaikan yang diberikan BMT kepada
masyarakat, sehingga istilah digunakan pun sering disebut
dengan qardhhasan. Dalam tatapan implementasinya, BMT
bertindak sebagai muqridh dalam kurung pemberi pinjaman,
sedangkan nasabah bertindak sebagai muqtaridh.
3. Unit Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (USPS)
Pada tataran teknis, implementasi qardh di unit Simpan
Pinjam Pembiayaan Syariah ini sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan yang terjadi di bank syariah dan Baitul Mal Wa Tamwil
unit simpan pinjam Syariah kapasitasnya menempati posisi
sebagai muqridh sedangkan nasabah menempati posisi sebagai
muqtaridh.

Problematika Pelaksanaan Al-Qardh Al-Hasan Pada Baitul Maal


Wa Attamwil. Pendirian BMT sebagai salah satu lembaga keuangan
syariah yang merupakan salah satu upaya untuk menggerakkan ekonomi
rakyat yang berada pada lingkungan yang mayoritas muslim. Dengan
kehadiran BMT tersebut, diharapkan supaya masyarakat termasuk umat
Islam mampu menerapkannya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup mereka. Berdasarkan pada tujuan tersebut BMT As’adiyah
Sengkang dalam pengaplikasiannya telah menjadi solusi bagi kaum
muslim untuk melakukan kegiatan ekonomi baik penyaluran dana dan
penghimpunan dana dalam bentuk simpanan anggota yang sesuai dengan
prinsip syariah yang dapat menghindarkan kaum muslimin dari ribawi
yang dilarang oleh ajaran Islam.

Berdasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional


No:19/DSNMUI/IV/2001 tentang Al-Qardh yang menjelaskan bahwa
kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pinjaman kebajikan tanpa imbalan
dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Adapun implementasi
akad al-Qardh al-Hasan di BMT As’adiyah Sengkang dapat dikatakan

xix
telah sesuai dengan fatwa DSN, hal tersebut disebabkan BMT As’adiyah
Sengkang hanya kewajibkan mitranya untuk mengembalikan sejumlah
dana pembiayaan sesuai dengan kesepakatan besarnya pembiayaan. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Saifuddin (Manajer
Pembiayaan BMT As-Adiyah Sengkang) bahwa al-Qard al-Hasan BMT
As’adiyah Sengkang menerapkan pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya
wajib membayar sebesar pokok utangnya), pinjaman uang seperti inilah
yang sesuai dengan ketentuan syariah (tidak ada riba), karena kalau
meminjamkan uang maka ia tidak boleh meminta pengembalian yang
lebih besar dari pinjaman yang diberikan. Namun si peminjam boleh saja
atas kehendaknya sendiri memberikan kelebihan atas pokok pinjamannya
atau ucapan terimah kasih.

Dalam implementasi al-Qarḍ al-Ḥasan yang terkait dengan


pemberian pinjaman atau menyalurkan pembiayaan tentunya terdapat
beberapa kendala/ problematika yang dialami oleh BMT As’adiyah
Sengkang. Adapun beberapa problematika yang dihadapi dalam
merealisasikan pembiayaan al-Qard al-Hasan di BMT As’adiyah Sengkang
yaitu:

• Pembiayaan macet, mitranya tidak bisa mengembalikan 100% dana


pembiayaan;

• Mitra beritikad tidak baik dengan tidak lagi menjalankan kesepakatan


yang telah dibuat;

• Mitra pembiayaan kurang maksimal dalam memanfaatkan dana dari


pembiayan

• Al-Qard al-Hasan serta usaha mitra yang tidak berjalan dengan baik;

• Mitra yang menghilang dan meninggal dunia.

Namun secara umum, problematika yang seringkali terjadi adalah


gagal bayar. Oleh karena itu, dalam memberikan pembiayaan ternyata
BMT As’adiyah Sengkang banyak menemukan mitranya pembiayaan yang
terlambat dalam mengembalikan pinjamannya. Banyaknya problematika

xx
gagal bayar tersebut disebabkan beberapa hal diantaranya mitranya
menyepelekan tanggung jawabnya, dananya habis dipakai untuk lain hal,
sehingga tidak dapat mengembalikan dan sebagainya. Karena mereka
mengetahui dalam pembiayaan al-Qarḍ al-Ḥasan apabila tidak bisa
mengembalikan tepat waktu maka tidak ada sanksi yang diberikan kepada
mitranya pembiayaan. Hal-hal tersebut mengindikasi bahwa dalam
pembiayaan al-Qarḍ al-Ḥasan juga terdapat risiko kredit. Oleh karena itu
diperlukan strategi atau solusi penanggulangan risiko yang dijalankan oleh
BMT As’adiyah Sengkang dalam mengelola pembiayaan al-Qarḍ al-
Ḥasan. Problem Solving Terhadap Problematika Pelaksanaan Al-Qardh Al-
Hasan Pada Baitul Maal Wa Attamwil kehadiran BMT sebagai salah satu
lembaga keuangan syariah memiliki tujuan untuk menciptakan sistem,
lembaga, dan kondisi kehidupan ekonomi rakyat yang dilandasi oleh nilai-
nilai Islam. Demikian pula kehadiran BMT As’adiyah Sengkang juga
memiliki tujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Oleh
karena itu kehadiran BMT As’adiyah Sengkang dapat menjadi solusi bagi
kaum muslimin untuk melakukan kegiatan ekonomi baik penyaluran dana
dan penghimpunana dana dalam bentuk simpanan anggota sesuai dengan
prinsip syariah yang dapat menghindarkan kaum muslimin dari ribawi
yang dilarang oleh ajaran Islam yaitu dengan menerapkan konsep alQarḍ
al-Ḥasan yang menerapkan prinsip ta’awuniyah yaitu tolong menolong.
Al-Qarḍ al-Hasan sendiri sebagai salah satu produk pembiayaan
merupakan produk yang mempunyai tujuan sosial, bukan untuk mencari
keuntungan. Namun dalam pelaksanaannya al-Qarḍ al-Ḥasan memiliki
beberapa problematika yang akan berdampak terhadap kesehatan BMT
As’adiyah Sengkang itu sendiri. Oleh karena itu, terdapat beberapa
problem solving terhadap beberapa problematika yang ada dalam
pelaksanaan al-Qarḍ al-Ḥasan di BMT As’adiyah Sengkang, hal tersebut
sesuai dengan apa yang dipaparkan oleh Saifuddin, diantaranya yaitu:

• Pendekatan personal dan persuasif hingga mitranya tersebut mau


melunasi pinjamannya.

xxi
• Pihak BMT As’adiyah Sengkang memberi perpanjangan jangka waktu
12 bulan untuk pengembalian dana mitranya yang sudah lewat jatuh tempo
waktu pengembalian.

• Sementara jika ada mitranya pembiayaan mengalami kebrangkrutan atau


kegagalan dalam menjalankan usaha maka pihak BMT As’adiyah
Sengkang melakukan penghapusan pembiayaan (PH) tetapi dengan syarat
mitranya harus sudah mengembalikan dana pembiayaan sebesar 50%.

• Pihak BMT As’adiyah Sengkang akan menjual jaminan anggunan mitra


kemudian hasil dari penjualan akan di ambil sesuai dengan nominal sisa
uang pinjamannya saja.

Demikan pula, menurut Saifuddin BMT As’adiyah Sengkang


memiliki beberapa strategi yang digunakan untuk dapat memitigasi
terjadinya risiko dan problematika yang terjadi pada pembiayaan al-Qarḍ
al-Ḥasan. Dimana strategi tersebut merupakan langkah awal yang
digunakan untuk meminimalisir terjadinya risiko dan problematika yang
tentunya akan berdampak terhadap BMT tersebut. Adapun beberapa
strategi tersebut adalah sebagai berikut:

• Karakter Mitra al-Qarḍ al-Ḥasan

Karakter merupakan penilaian BMT terhadap watak atau budi pekerti


(akhlak), untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran mitra dalam
memenuhi kewajiban. Penilaian didasarkan pada hubungan yang telah
terjalin antara BMT dan mitra yang bersangkutan, informasi yang
diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya sehingga BMT dapat
menyimpulkan bahwa calon mitra penerima fasilitas yang bersangkutan
jujur, beritikad baik, dan tidak menyulitkan BMT di kemudian hari.

• Tujuan Mengambil Pembiayaan al-Qarḍ al-Ḥasan

Pihak BMT akan bertanya langsung kepada mitra untuk menanyakan


perihal maksud dan tujuan mitra dalam mengambil pembiayaan al-Qarḍ
al-Ḥasan, beserta apa saja yang dibutuhkan nantinya dalam pelaksanaan
usaha tersebut. Mitra wajib menjelaskan dengan jujur mengenai kebutuhan

xxii
penggunaan dana yang akan diajukan pada permohonan al-Qarḍ al-Ḥasan,
apakah digunakan sebagai tambahan modal usaha, untuk kebutuhan
pembelian sarana usaha, serta untuk penggunaan yang lain seperti
keperluan biaya sekolah, keperluan tebus obat, pembayaran rumah sakit
atau biaya mendesak yang lain.

• Analisis terhadap Responden Referensi

Referensi yang dimaksud oleh BMT As’adiyah Sengkang merupakan


rekomendasi atau pendampingan terhadap seseorang (calon mitra) dari
pihak ketiga agar pihak BMT mempercayai orang tersebut, dalam kondisi
yang wajar (tanpa tekanan) referensi sangat membantu BMT menilai
integritas calon mitra agar tidak salah pilih dalam memilih calon penerima
pembiayaan al-Qarḍ al-Ḥasan.

• Kemampuan mitra

Penilaian dilakukan dengan meneliti atau mencari tahu keahlian yang


dimiliki mitra pada bidang usaha yang akan dijalani dan sejauh mana
kemampuan mengenai manajemen calon mitra, sehingga BMT merasa
yakin bahwa usaha yang akan dibiayai akan dapat dikelola oleh orang
yang tepat. Keahlian mitra dalam mengelola usaha yang dijalani akan
mempengaruhi kemampuan melunasi kewajiban-kewajiban dari usaha
yang akan dibiayai oleh BMT. Mengingatkan selalu berusaha
mengingatkan mitra yang sudah menerima pembiayaan

Slll0belum ataupun sesudah jatuh tempo dengan mengirimkan pesan


singkat (SMS) atau lewat telepon bahwa mitra harus melunasi
kewajibannya.

• Memberikan pendampingan terhadap usaha mitra

1) Pendampingan Manajemen Keuangan


Pendampingan ini diberikan pada mitra yang kurang
memiliki kmampuan dalam manajemen keuangan, BMT

xxiii
merasa perlu memberikan asistensi tentang manajemen
keuangan yang baik. Pendampingan diberikan degan memberi
pengetahuan mengenai pembukuan sederhana, yang setiap satu
bulan sekali (setiap pembayaran) pihak mitra akan melaporkan
laporan keuangan kepada BMT As’adiyah Sengkang.
2) Pendampingan terhadap Kemampuan Mitra
Pendampingan terhadap kemampuan mitra dalam
rangka pemberdayaan UKM dengan mengadakan training-
training dan pelatihan pelatihan.
3) Pendampingan Permodalan
Pemberian pembiayaan al-Qarḍ al-Ḥasan untuk modal
kepada mitra tidak janya dilakukan sekali dalam memberikan
dana, bisa dua atau tiga kali. Semua itu dilakukan untuk
membantu supaya mitra bisa mengembangkan usaha menjadi
lebih besar.
4) Pendampingan Jaringan Usaha
BMT As’adiyah Sengkang mengadakan pengajian
khususnya ummat muslim secara intensif berdasarkan domisili
mitra, untuk meningkatkan hubungan kekeluargaan atau
hubungan sosial antara mitra dengan BMT, dan berbagai pihak
yang ada dalam pengajian tersebut.

• Toleransi

Toleransi disini merupakan upaya BMT As’adiyah Sengkang memberikan


keringanan terhadap mitra-mitra yang mempunyai itikad baik akan tetapi
tidak memiliki kemampuan untuk membayar angsuran dengan jadwal
yang telah diperjanjikan, antara lain:

1) Penjadwalan Kembali (Rescheduling)


Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu tindakan
yang berbentuk penjadwalan ulang kembali pembayaran
kewajiban anggota/mitra atau jangka waktunya. Dilakukan
dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan

xxiv
tanpa mengubah sisa kewajiban mitra yang harus dibayarkan
kepada BMT As’adiyah Sengkang.
2) Persyaratan Kembali (Reconditioning)
Persyaratan kembali (reconditioning) yaitu tindakan
yang berbentuk perubahan sebagian atau seluruh persyaratan
pembiayaan. Persyaratan kembali dijalankan dengan
memberikan:
a.) Perubahan jadwal pembayaran angsuran mitra
b.) Perubahan jumlah angsuran mitra
c.) Pemberian jangka waktu (Grace periode) yang
sifatnya berbeda dengan pembiayaan lain.
Persyaratan kembali (reconditioning) sama halnya
dengan penjadwalan kembali (rescheduling), dilakukan dengan
tidak menambah sisa kewajiban mitra yang harus dibayarkan
kepada BMT As’adiyah Sengkang. Melakukan penjadwalan
kembali (rescheduling) dan persyaratan kembali
(reconditioning) merupakan salah satu dari strategi yang
dilakukan oleh BMT As’adiyah Sengkang dengan harapan
mitra dapat membayar kembali kewajibannya.15

15
Andi Safitri Wulandari dan Muhammad Fakhri Amir, PROBLEM SOLVING AKAD AL-QARDH
AL-HASAN PADA BAITUL MAAL WA ATTAMWIL IEP JOURNAL, Islamic Economics and
Business JOURNAL, Vol.3, No.2, Tahun 2021, halaman 28

xxv
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qardh adalah sebuah pinjaman atau utang piutang yang
dasarnya merupakan sebuah akad yang bercorak ta’awun
(pertolongan ) dan kasih sayang kepada pihak lain atau dengan orang
yang yang membutuhkan. Dalam Islam, qardh (pinjaman) memiliki
dasar hukum yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, hadis, dan kaidah
fiqih. Al-Qur’an menyebutkan tentang pentingnya memberikan
pinjaman kepada orang yang membutuhkan sebagai bagian dari hidup
bermasyarakat. Hadis juga menguatkan prinsip ini, bahkan
mengatakan bahwa memberikan pinjaman lebih utama daripada
bersedekah.
Dalam kaidah fiqih, qardh dianggap boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya. Namun, ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi, seperti adanya kesepakatan yang jelas antara pemberi
pinjaman dan peminjam, serta objek pinjaman yang dapat
diserahterimakan.
Ada dua jenis qardh: qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga)
dan qardhul qoyyimah (pinjaman yang disesuaikan dengan kondisi
peminjam). Dalam praktiknya, lembaga keuangan syariah seperti bank
syariah, BMT, dan USPS menerapkan qardh sebagai salah satu
instrumen keuangan. Namun, ada problematika yang bisa terjadi,
seperti gagal bayar dan pembiayaan macet, yang memerlukan strategi
penanganan risiko.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi
penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu
ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kepada para

xxvi
pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan
yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA
Antonio Muhammad Syafi’i, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik,
Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Ath-Thayyar Abdullah bin Muhammad, Abdullah bin Muhammad Al-
Muthlaq dan Muhammad bin Ibrahim, Ensiklopedi Fiqih
Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, Cet-1 (Yogyakarta:
Maktabah Al-Hanif, 2009)
Dzajuli A. Kaidah-Kaidah Fiqh (Kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah Yang Praktis), (Jakarta, Kencana, 2007)
Hasan: Irwaa-ul Ghaliil (no. 1389)], Sunan Ibni Majah (II/812,no. 2430)
Al-Hafizh Abi’, Abdillah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qazwan,
Sunnah Ibnu Majah (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2004)
https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/apa-itu-qardh/
Iska Syukri, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Fajar
Media Press, 2014)
Mabrur Ahmad Hazami, ”Analisis Kesesuaian Implementasi Peraturan
Perundang- Undang Pada Koperasi Sakinah”,(Jurnal Al-Munir
Vol.3 No.5 April 2012)
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012
Munir A. dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam (Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya, 1992)
Rana, PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH TERHADAP
AKAD QARDH DI KOPERASI SAKINAH MAN MODEL
KOTA BENGKULU
Rijal Agus, Utang Hala, Utang Haram
Wulandari Andi Safitri dan Muhammad Fakhri Amir, PROBLEM
SOLVING AKAD AL-QARDH AL-HASAN PADA BAITUL
MAAL WA ATTAMWIL IEP JOURNAL, Islamic Economics and
Business JOURNAL, Vol.3, No.2, Tahun 2021

xxvii

Anda mungkin juga menyukai