Anda di halaman 1dari 28

BAB I

DAYA TAHAN

1.1 Pengertian Daya Tahan


Banyak pendapat ahli yang mendefinifsikan daya tahan. Haarre; Bauersfeld dan Schrouter,
Yansen serta Zimmermann mendefinisikan daya tahan sebagai “Kemampuan melawan kelelaha “.
Dedan melihat konsekuensi definisi tersebut, latihan daya tahan yant baik itu dilakukan setelah
mengalami kelelahan. Letzelter menambahkan bahwa daya tahan adalah “kemmapuan melawan
kelelahan yant terlihat dengan kemampuan melakukan repetisi jumlah yang banyak disertai dengan
pemulihan yang cepat”.

Dari kedua definisi tersebut, maka dapat disimpulkan definisi daya tahan adalah kemampuan
tubuh dalam melakukan aktifitas/ kerja dalam jangka waktu yang lamatanpa mengalami kelelahan yang
signifikan, disertai dengan pemulihan yang cepat. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan indikator
bahwa seseorang dikatakan memiliki daya tahan yang baik itu adalah mampu melakukan aktifitas dalam
waktu yang lama tanpa rasa lelah, denyut nadi kerjanya berjalan lambat naiknha, dengan nadi istirahat
berjalan cepat turunnya.

Tujuan Latihan daya tahan adalah menekan denyut nadi istirahat (nadi basal) serendah mungkin
mendorong denyut nadi maksimal setinggi mungkin, menggeser defleksi aerobic – anaerobic selambat
mungkin. Maknanya jika mampu bekerja secara aerobic masih berlangsung meskipun relebansi kerja
jantung (denyut nadi) sudah mencapai lebih dari 180x/menit

Pada hakikatnya system energy tubuh manusia terbagi menjadi tiga system energi.

1.1.1 Aerobik

Jika kita melakukan latihan yang berlangsung melebihi 2 menit, maka kebanyakan
energy disuplai oleh system energy aerobic. Aerobik artinya dengan oksigen. Dalam system
aerobic ini bahan bakar disuplai baik dari karbohidrat maupun dari lemak yang tersimpan di
dalam tubuh kita dengan okksigen sebagai proses konversi (pengubah energinya).

Oksigennya berkontribusi dalam oksidasi lemak dan karbohidrat. Manakala karbohidrat


terbakar secara aerobic, maka hal ini akan bisa menghasilkan energy secara efisien. Pada
waktu atlet lari dengan pace atau tempo yang tidak terlalu tinggi, maka asam laktat (hasil
pembakaran) tidak akan timbul atau kalaupun timbul, jumlahnya hanya sedikit sekali.

Beberapa cabang olahraga yang system energinya sebagian aerobic (yang suplai O 2-nya
masih mencukupi untuk kegiatan itu) ialah misalnya lari marathon, 10.000 m, renang 1000 m,
karena lamanya lebih dari 10 menit. Ada sedikit penggunaan system anarobik laktik, yaitu
sewaktu sprint pada start atau pada waktu mendekati garis finis yang biasanya atlet
mempercepat larinya.

1.1.2 Anarobik Alaktik

Anaerob bisa diartikan “tanpa oksigen atau O2”. Sedangkan menjadi alaktik ialah bahwa
system aktivitas otot tidak menghasilkan asal laktat yang merupakan sampah pembakaran.
Sistem anaerobic alaktik adalah system energy yang tersimpan (stored energy system) dalam
tubuh kita.

Sistem energinya yang berasal dari bahan makanan, diolah sampai menjadi apa yang
disebut Adenosine Triphosphate (ATP) yang disimpan di dalam otot. Manakala atlet melakukan
burst speed (tiba-tiba lari kencang) dengan intensitas atau resistence yan tinggi sampai lebih
dari 10 detik, makaenergi dari otot-otot diberikan secarakhusus oleh system anarobik alaktik,
yang berarti bahwa proses ini tidak membutuhkan O2. Karena itu, maka bursh speed tersebut
tidak akan menghasilkan asam laktat (lactic asid)

Contoh lain ialah misalnya angkat besi atau tolak peluru yang mengerahkan tenaganya
hanya dalam waktu singkat; atau servis tenis, atau pukulan bola sofbol yang tenaganya ialah
kekuatan dan kecepatan; jadi system energinya yan terutama ialah anaerobic alaktik. Namun,
simpanan energy yang sedikit ini habisnya bisa cepat; dan kalau latihan dilanjutkan, maka atlet
musti memakai system energy yang lain.

1.1.3. Anaerobik Laktik

Untuk usaha yang intensif dan all-out yang berlangsung lebih lama dari beberapa detik,
energinya berasal dari bahan bakar (fuel) karbohidrat. Fuel atau bensin ini tersimpan dalam
darah sebagai gula (glucose) dan sebagai glikogen di dalam otot dan hati (liver). Fuel
karbohidrat bisa cepat dipakai sebagai energy tanpa O2. Dan melalui suatu proses yang disebut
glikolisis, otot menggunakan fuel karbohidrat untuk bisa dengan cepat menghasilkan dan
menyimpan suplai-suplai ATP guna melanjutkan aktivitas pendek dengan intensitas tinggi. Tapi
proses ini juga akan menyebabkan timbulnya asam laktat seingga dendan sendirinya juga akan
bisa menyebabkan kelelahan dan performa otot,

Siste energy ini bisa menghasilkan lebih dari 75% energy yang diperlukan untk intensitas
latihan yang intensif selama 30 sampai 50 detik. Lebih lama dari itu, suplai system enerfi
anaerobic laktik akan terus menurun. Kalau atlet selama kira-kira 10 menit latihan all out
secara kontinu, maka energy yang dibutuhkan hanya tersisa 10%.

Beberapa aktivitas yang sebagian system energinya tergolong anaerobik laktik dan
sebagian lagi aerobic ialah misalnya sprint 400 m, 50 m renang (25-50 detik dengan kecepatan
all out), atau beberapa aspek dalam permainan hoki, basket dan sepak bola.

1.1.4 Latihan Daya Tahan pada Pencak Silat

Keberhasilan atlet pencak silat tergantung pada kemampuan melakukan gerakan


kekuatan tinggi, kecepatan tinggi secara berurutan dengan pemulihan yang singkat dengan
berulang kali yang dilakukan dalam jangka waktu singkat. Biasa itu disebut, Strength Endurance
digunakan untuk mengembangkan kemampuan atlet menjaga kualitas kekuatan kontraksi otot-
otot mereka. Speed endurance digunakan untuk mengembangkan koordinasi kontrasi otot saat
mengeksekusi gerakan atau pola gerakan. Kondisi tersebut menuntut program latihan yang
tepat untuk mendapatkan adaptasi fisiologis. High Intensive Interval Training (HIIT) dapat
digambarkan sebagai setiap aktivitas intensitas tinggi, durasi pendek dilakukan bertahap mulai
dari sub maksimum, maksimum atau supramaksimum, diselingi oleh periode pemulihan pasif
atau aktif singkat. Aerobic dan adaptasi anaerobic dari metode diartikan secara luas dan
termasuk peningkatan toleransi asam laktat, peningkatan ukuran mitokondria otot dan
peningkatan kapasitas anaerob.

Uraian di atas menggambarkan kapasitas aerobic dianggap merupakan veriabel penting


dalam kinerja atlet pencak silat, karena dapat menunda kelelahan dan memperepat proses
pemulihan, selain itu juga merupakan dasar yang kuat untuk maltih kapasitas anaerobic.

1.2 Metode Latihan

Dengan tersusunnya program latihan – periodisasi – annual plan bukan berarti desain program
latihan dianggap selesai. Satu lagi yang memerlukan kecermatan yang harus dilandasi dengan
pengetahuan serta pengalaman, yaitu menetapkan model latihan yang tepat untuk setiap tahapan atas
program yang telah disusun.

Desain program, berarti merencanakan atlet untuk suatu performa. Sisi lain metode adalah
bagaimana caranya desain program tersebut dapat dijalankan untuk membantu atlet membangun
kekuatan dan daya tahan secara bertahap, meningkatan tingkat keterampilan mereka, dan
memperkuat kepercayaan diri. Kedengarannya sederhana, tetapi memilih dan merumuskan metode
latihan yang sempurna untuk memenuhi semua kebutuhan atlet adalah sebuah mimpi yang harus
menjadi kenyataan. Desain program yang ada harus berdampak signifikan pada hasil yang dibutuhkan,
karenanya latihan harus relevan dengan tujuan dari nomor serta prestasi di cabang olahraga yang ingin
dicapai.

Pada Olahraga pencak silat pemeliharaan berat badan tertentu adalah penting, maka disarankan
untuk latihan strength dan power yang menargetkan peningkatan kekuatan relative harus lebih
diperhatikan daripada metode latihan daya tahan bervolume tinggi.

1.2.1 High Intensitity Training

Pertandingan pencak silat melibatkan latihan intensitas tinggi yang berulang-ulang. Kinerja
yang baik dalam pencak silat tidak hanya mempertahankan pertandingan selama tiga babak,
tetapi harus juga dimiliki kemampuan untuk pulih cepat dari setiap selesai kontak atau kembali
siap bertanding untuk babak dan partai berikutnya. Untuk meningkatkan kijerja dan pemulihan
dari intensitas tinggi berulang, maka dipilih latihanintensitas tinggi/high intensity training (HIT)

Metode HIT didefinisikan sebagai aktivitas berulang dari latihan durasi pendek hingga
sedang (5 detik – 5 menit) yang dilakukan pada intensitas maksimal, dengan rest
training/pemulihan aktif atau pasif, dengan catatan tidak sampai pulih asal (wall back). Alasan
digunakannya HIT adalah untuk memberikan adaptasi dengan terus menekankan komponen
fidiologis bekerja di atas maksimum seperti yang terjadi selama pertandingan sesungguhnya.

HIT sudah sejak lama digungkan sebagai alternative dari latihan daya tahan mengubah
kemampuan kardiorespirasi yang ditandai oleh pengambilan oksigen maksimal (VO2 Max),
meningkatkan kapasitas anaerobic dinamis dan neomuscular serta metabolism otot yang
mengukung kinerja atlet pencak silat yant menuntut sejumlah adaptasi boikimia dan peningkatan
kinerja intensitas tinggi.

Beberapa jurnal penelitian melaporkan bahwa latihan kinerja intensitas tinggi dengan
metode HIT telah terbukti meningkatkan kapasitas sisitem ATP-PC melalui peningkatan ATP
intramuscular, fosfokreatin, dan simpanan keratin bebas serta peningkatan konsentrasi dan
kativitas enzim spesifik termasuk keratin kinase dan myokinase. Selain itu, diperoleh adaptasi
yang terkait dengan peningkatan kapasitas system laktat, termasuk peningkatan kapasitas buffer
asam laktat intraseluler dan ekstraseluler, peningkatan aktivitas enzimatik yang terkait dengan
glikosis dan peningkatan konsentrasi glikogen.

Hasil pengamatan menunjukkan, banyak atlet mengalami kekalahan skor di detik-detik


babak ketiga akan berahir, salah satu penyebabnya adalah kelelahan akibat rendahnya
kemampuan toleransi atlet terhadap akumulasi asam laktat. Toleransi ini sangat pending
menjelang akhir akhir pertandingan, dan HIT dapat mengembangkan kemampuan toleransi asam
laktat yang sangat bermanfaat bagi atlet untuk terus mengumpulkan skor di menit-menit akhir.

Salah satu syarat yang mendasar untuk keberhasilan HIT adalah atlet harus memiliki
kapasitas aerobic yang cukup. Factor prinsip yang berkontribusi terhadap kapasitas aerobic dapat
dilihat dari VO2 Max, atau secara kategorisasi atlet yang memiliki : (i) pengiriman oksigen (curah
jantung) (ii) ekstraksi oksigen (kapasitas otot) dan (iii) mekanisme pemangaatan oksigen
(kandungan mitokondria). Atlet dengan kapasitas aerobic yang lebih baik juga memiliki jumlah
mitokondria yang lebih besar serta fungsi dan kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan
aplikasi oksidatif.

Sangat banyak model latihan interval intensitas tinggi yant digunakan, walaupun belum
sepenuhnya disepakati akan memberikan hasil yang optimal. Namun dalam persiapan WPSC 2022
digunakan model dengan klasifikasi yang dapat dikategorikan seperti table 1.1
Tabel 1.1 Klasifikasi Model HIT

Kategori HIT Ilustrasi Program


Sprint Interval Training (SIT) Pengerahan tenaga maksimal Sprint < 30 detik All Out

High Intensity Interval Training Interval dari 2 sampai 20 menit ditentukan maksimum 90%
(HIT) dari detak jantung maksimal (HRmax), Contoh : 4 repetisi x 8
menit dengan rest interval 2 menit

Speed Endurance Training Dari 30 hingga 60 detik dilakukan maksimal, contoh: 30 detik
(SET) x 8 repetisi dengan interval rest (pemulihan) 3 menit.

Muscle Buffer Training (BUFF) Intensitas denganterget berdampak konsentrasi laktat darah
antara 8 dan 12 mmol/L, contoh 6 repetisi x 2 menit dengan
rest interval 3 menit

Target fisiologis untuk latihan intensitas tinggi berada pada satu rangkaian, bukan masing-
masing terpisah. Segingga target fisiologis tidak ekslusif untuk adaptasi satu komponen fisiologis,
tetapi ada irisan satu sama lain. Secara umum di satu ujung ada target berupa system
kardiovaskular dan ujung lainnya ada target system neuromuscular dan miosit (sel yang mampu
berkontraksi; sel otot). Mengenai hal tersebut dapat dilihat pada gambar 1.2

SISTEM NEUROMUSCULAR &


KARDIOVASKULAR MIOSIT

HIT Panjang HIT Pendek Muscle Buffering Speed Endurance Sprint Interval

80 : 20 60 : 40 40 : 60 30 : 70 20 : 80

4 reps x 8 menit 30 menit speed 8-12 reps x 30 detik 4-6 reps x 30 detik
6-8 reps x 2 menit, rest interval 2 menit
90% HRmax, rest Max, rest interval sprint, rest interval
rest interval 3 menit
interval 2 menit 20 detik 3-4 menit

Gambar 1.2
Rentan Target HIT
1.2.2 HIT Panjang (Long HIT)

Tujuan utama dari Long HIT adalah untuk meningkatkan kapasitas aerobik, yaitu dominan
ada pada latihan kardiovaskular, suatu latihan untuk meningkatkan kemampuan memindahkan
oksigen dan nutrisi ke otot yang bekerja dan membuang sisa metabolisme, yang memungkinkan
otot untuk terus melakukan aktivitas tertentu. Long HIT ini biasa ditempatkan di fase persiapan
umum dengan frekuensi latihan 2 kali/minggu (6-8 minggu). Pada strategi Long HIT dilakukan
upaya berulang pada tingkat kerja submaksimal aerobik diselingi (interval) dengan pemulihan,
ilustrasi program menggunakan lari seperti tabel 1.2

Fakta, Long HIT menghasilkan peningkatan VO2 max secara signifikan dibandingkan
dengan latihan long distance continues. Mengapa dipilih HIT? Salah satu alasan lain. Dengan jarak
tempuh atau waktu tempuh yang pendek menjadikan atlet lebih fokus pada teknik berlari yang
benar, sehingga menurunkan tingkat risiko cedera. Bahkan penelitian baru yang di-publish Juli
2022, menyebutkan bahwa HIT dengan intervensi latihan 2 kali selama 16 minggu dapat
meningkatkan: metabolisme dalam struktur otak yang bertanggung jawab untuk pembentukan
dan retensi memori, peningkatan metabolisme terjadi di hipokampus kiri yang berperan penting
mengolah memori dan meningkatkan konsentrasi; dan kemampuan mengelola stres yang
dirasakan atlet karena masalah internalisasi di antara atlet.
Long HIT selalu memaksa jantung untuk bekerja dengan upaya maksimal dengan rest
interval pendek, dilakukan dengan volume rendah 4-6 repetisi 4-8 menit. Karena detak jantung
dilatih pada tingkat intens, secara alami akan meningkatkan VO2 max, Kenaikan rata-rata 5%
kapasitas aerobik - VO2 max merupakan satu kondisi yang sangat menguntungkan bagi daya
tahan kardiovaskular untuk mendukung kinerja atlet Adapun ilustrasi program Long Hit seperti
terlampir pada tabel 1.3 untuk program latihan submaksimal dan tabel 1.4 program latihan
maksimal aerobik dengan durau kerja > 30 detik 4 menit.

Tabel 1.3 Progarm Sub Maksimal Aerobik menggunakan HIT


Latihan Volume Intensitas Pemulihan
Submaksimal Aerobik 6x1000m 10km pace 60-75 detik dengan jog
6x1000m 5km pace 75-90 detik dengan jog
8x8mnt 70% HRMax 120 detik dengan jog
6x4mnt 85% HRMax 90 detik 30-40% HRMax
6x5mnt 80% HRMax 60 detik 30-40% HRMax

Tabel 1.4 Program Maksimal Aerobik Manggunakan HIT


Latihan Volume Intensitas Pemulihan
Maksimal Aerobik 5-8 x 3-4 mnt All Out 90 detik di 40-50% HRMax
10-12 x 60 dtk All Out 40 detik di 40-50% HRMax
15-20 x 30 dtk All Out 20 detik di 40-50% HRMax

1.2.3 HIT Pendek (Short HIT)

Tujuan utama dari setiap program HIT adalah untuk meningkatkan kapasitas aerobik,
namun untuk short HIT yang biasa diberikan pada fase persiapan khusus untuk menginduksi
adaptasi kardiovaskular yang sudah dicapai di fase persiapan umum dengan mengoptimalkan VO2
max melalui peningkatan volume darah dan massa sel darah merah, fungsi dan volume
kapilarisasi dan mitokondria, juga berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas anaerobik.
Intensitas kerja maksimal tanpa menggunakan oksigen, irama kerja sangat cepat sampai dengan
eksplosif, dengan lama kerja 0-30 detik adalah kapasitas anaerobik.

Banyak coach dalam program latihan menggunakan short HIT untuk meningkatkan daya
tahan kecepatan, daya tahan strength, juga daya tahan power. Latihan anaerobik adalah aktivitas
yang memecah glukosa untuk energi tanpa menggunakan oksigen, secara umum, aktivitas
dilakukan singkat dengan intensitas tinggi. dan ditunjukkan adanya daya ledak dan beban yang
melebihi ambang anaerob, serta merupakan jenis aktivitas fisik yang menyebabkan kelelahan.
Aktivitas anaerob tidak dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama, otot beraktivitas jauh
di atas metabolisme oksigen Keadaan ini meningkatkan kadar laktat pada otot dan darah, dan
penyangga akumulasi meningkatkan pelepasan laktat CO2 dari paru-paru. Sehingga sistem
anaerobik dapat diartikan sebagai kemampuan otot bergerak dalam waktu yang sangat singkat.

Penting untuk dicatat bahwa satu sistem energi yang sedang bekerja akan mendominasi
sistem lainnya pada titik waktu tertentu, apakah yang mendominasi sistem energi aerobik atau
anaerobik, atau sebaliknya. Intensitas latihan, durasi, dan mode latihan memainkan peran penting
dalam menentukan, dan Intensitas latihan memainkan peran paling penting dalam menentukan
sistem energi yang sedang aktif atau digunakan. Sebagai gambaran latihan short HIT yang berada
pada kategori supra maksimal aerobik dapat digunakan ilustrasi program seperti tampak pada
tabel 1.5

Tabel 1.5 Progarm Supra maksimal aerobic menggunakan HIT


Latihan Volume Intensitas Pemulihan
Supra Maksimal 8-12 x 30 detik Sprint 2-3 menit pemulihan aktif (30-
50% HRMax)
8-12 x 150 m Sprint 2-3 menit slow jog
8-10 x 45 detik Fast Run 2,5 menit pemulihan aktif (30-
50% HRMax
8-10 x 200 m Fast Run 2,5-3 menit slow jog
2 x (10x40 detik) 90 – 100% HRMax 20 detik antara reps dan 4-5
menit antara set

1.2.4 HIT Berbasis Keterampilan Spesifik

Sebagai program model latihan dengan efisiensi waktu, HIT dapat memainkan dan
berperan penting dalam pengembangan keterampilan spesifik, seperti keterampilan koordinatif,
teknik, taktik, kecepatan, strength, power, dan banyak lagi. Pengaturan rasio aktivitas/work dan
pemulihan/ rest (WR) merupakan kunci dari keberhasilan dari tujuan HIT. Ilustrasi W:R diuraikan
pada tabel 1.6

Tabel 1.6 Klasifikasi Program berdasarkan rasio work Rest


Work Rest W to R
Respont
(detik) Interval
Adaptasi dalam metabolism fosfokreatin 5 – 10 120 – 200 1:12 – 1:20
(alactit anaerob)
Adaptasi yang lebih besar dalam 15 – 60 45 – 180 1:3 – 1.5
metabolism laktat (Lactate anaerob)
Adaptasi konsentrasi asam laktat yant 120 – 180 60 2.1 – 3.1
mirip dengan yang diamati pascakompetisi

Penjelasan
 Adaptasi yang dihasilkan adalah spesifik untuk intensitas saat pertandingan dengan rasio W-
to-R yang digunakan. Intensitas tinggi (<10 detik) dengan periode pemulihan lebih lama
ditujukan untuk menginduksi respons adaptif dalam metabolisme phospho- creatine; dan
 Interval intensitas yang lebih tinggi (30-60 detik) digunakan untuk menghasilkan respons
adaptif yang lebih besar dalam metabolisme laktat.

Selain spesifik sistem energi, latihan yang optimal juga harus melibatkan keterampilan dan
kelompok otot spesifik. Pentingnya keterampilan spesifik dilatih, berarti waktu yang dihabiskan
untuk modalitas latihan yang non-spesifik mungkin kontra-produktif karena bdak mendukung
peningkatan teknik Dengan pemikiran ini, sesi HIT berbasis keterampilan yang menggunakan
latihan pad, bag work, dan sparring harus dimasukkan untuk latihan spesifik yang dimanipulasi
dengan berpedoman pada rasio W.R yang sesuai dengan pertandingan sebenarnya dan secara
efektif mengembangkan kapasitas anaerobic spesifik l=ilustrasi program pada table 1.7

Tabel 1.7 Program HIT Berbasis Keterampilan Spesifik


Jenis Work Rest Interval Fungsi
Latihan (detik)
Pad Work 8x60 60 Metode yang efektif untuk menekan glikolisis
anaerob system energy dengan nilai laktat sering
di atas 10 mmol/L
Bag 5 (4x20) Antar Rep 20 Meningkatkan Toleransi asam laktat
Work/ Antar Set 180
Sandzak 6-8 x 30-60 60 – 180 Durasi pendek, interval sparing intensitas tinggi
Sparing sangat penting untuk menyimulasikan intensitas
kondisi kompetisi yang sebenarnya.
Pad Work (Padching), seper X 60 detik, pemulihan 60 detik (1:1). telah terbukti menjadi
metode yang efektif untuk menekankan glikolisis anaerobik. Sistem energi dengan nilai laktat
rata-rata 11.2±1.9 mmol. Latihan pad adalah metode pelatihan yang sangat efektif untuk atlet
pencak sila dengan pelatih menentukan intensitas latihan.

Durasi pendek, interval sparring intensitas tinggi sangat penting untuk menyimulasikan
intensitas dan kondisi pertandingan yang sebenarnya. Untuk tujuan ini, sparring selama 30-60
detik sebanyak 6-8 reps dengan pemulihan 1-3 menit.

Selain mengembangkan kapasi- tas anaerobik dan aerobik, sparring dapat digunakan untuk
mening- katkan waktu reaksi atlet, yaitu keterampilan sensorik khusus untuk olahraga pencak
silat. Digambarkan sebagai interval sangat singkat yang diperlukan untuk menanggapi sejumlah
rangsangan dari luar.

Namun, harus ada variasi rakan atau lawan yang berganti- nti untuk memberikan tingkat
sulitan dalam memprediksi n mengantisipasi dari stimulus mg berbeda-beda. Oleh karena ada
kebutuhan bagi atlet muk melakukan uji coba dengan bagai macam lawan sebelum tandingan,
untuk mencegah han waktu reaksi yang kontaminasi antisipasi ini.

1.2.5 Penyangga Otot / Muscle Buffering

Muscle buffering satu istilah langka muncul pada beberapa el tentang latihan kapasitas
erobik itu adalah istilah yang gacu pada kemampuan hatlet untuk menetralisir menghilangkan
asam laktat menumpuk di beberapa selama kerja anaerobik. Jika menunda penumpukan asam
laktat dan beberapa lama waktu yang dibutuhkan otot, atlet akan menempatkan dririnya dapat
bertahan dala di bawah tekanan.

Beberapa studi mengamati perubahan kapasitas muscle buffer sebagai respons terhadap
latihan intensitas tinggi yang ditandai dengan ada respons laktat darah yang optimal terkait
dengan adanya kondisi homeostatis sel, yaitu kemampuan sel untuk memperoleh lingkungan
internal yang stabil melalui pengaturan lintasan zat cair melalui membran sel. Jadi seperti halnya
latihan toleransi terhadap asam laktat, volume latihan selalu besar dan intensitas juga relatif
tinggi untuk memunculkan konsentrasi laktat pada darah berkisar 8-12 mmol seperti program
sebagai berikut: 8-13 reps x 2 menit, rest interval 3 menit. Untuk mendapatkan peningkatan
signifikan terhadap muscle buffer yang mampu melakukan kinerja intensitas tinggi latihan
dilakukan 3 kali per minggu selama 8 minggu.

1.2.6 Daya Tahan Kecepatan/Speed Endurance

Speed endurance kemampuan jumlah adalah mempertahankan waktu melakukan


kecepatan maksimal. Selama aktivitas seperti ini, akumulasi laktat darah mengganggu Excitation
Contraction Coupling (ECC) sehingga mengganggu proses kecepatan antara penghantaran listrik
yang terjadi di membran plasma serat otot rangka dan pelepasan Ca2+ dari SR, yang
menyebabkan terganggu pula kontraksi Sifat mekanik otot terganggu, mengakibatkan penurunan
produksi strength, speed dan peak power. Latihan Speed Endurance dapat meningkatkan tingkat
pembersihan laktat dan mengurangi pembentukan laktat secara dini. Speed endurance sangat
penting untuk atlet pencak silat dan kurangnya kemampuan speed endurance akan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan pada saat pertandingan berlangsung

Latihan supramaksimal aerobik dapat meningkatkan kemampuan tubuh untuk menyangga


dan menoleransi laktat. Namun, hanya latihan interval yang intens yang dapat meningkatkan
berbagai komponen penting dari power dan kapasitas anaerobik. Intensitas adalah kunci, bukan
volume, untuk meningkatkan performa sprint (konsep yang dapat diterapkan pada latihan speed
endurance), seperti ilustrasi program di tabel 1.5
Tabel 1.5 Progarm Supra maksimal aerobic menggunakan HIT
Latihan Volume Intensitas Pemulihan
Supra Maksimal 8-12 x 30 detik Sprint 2-3 menit pemulihan aktif (30-
50% HRMax)
8-12 x 150 m Sprint 2-3 menit slow jog
8-10 x 45 detik Fast Run 2,5 menit pemulihan aktif (30-
50% HRMax
8-10 x 200 m Fast Run 2,5-3 menit slow jog
2 x (10x40 detik) 90 – 100% HRMax 20 detik antara reps dan 4-5
menit antara set

Latihan daya tahan kecepatan mirip dengan pelatihan kecepatan ataularicepat, namun ada
kunci yang perlu diperhatikan, pengulangan harus berlangsung dari 30 detik hingga 2-3 menit.
Interval istirahat antara pengulangan dikurangi untuk mencegah pemulihan total/kembali asal
(wall back).

1.2.7 Latian Interval Sprint/Sprint Interval Training (Sit)

Kinerja Sprint Interval Training (SIT) pada bagian ini lebih tepat disebut tow Volume Sprint
interval Teaning (LVSIT) dapat diberikan pada semua fase latihan (umum dan kompetisi), karena di
samping dapat membangun kinerja kapasitas aerobik juga dapat meningkatkan kinerja kapasitas
anaerobik Beberapa laporan penelitian menjelaskan Low Volume Sprint Interval Training (LVSIT)
dilakukan dengan upaya maksimal (all out) selama periode aktivitas singkatnya, volume rendah,
disertai interval istirahat yang cukup (4-6 reps x 30 detik interval rest 4 menit) kemudian dilakukan
tes 2-3 km menunjukkan peningkatan VO2 max dan kinerja aerobik

Masih pada laporan penelitian yang sama disebutkan, melakukan LVSIT secara berulang
kali banyak melibatkan neuromuscular, mio- sit, dan proses biokimia juga menginduksi perubahan
enzim glikolisis, muscle buffer, dan regulasi ionik yang menghasilkan peningkatan kinerja
anaerobik. Pada sumber lain menyebutkan bahwa, LVSIT akan signifikan menghasilkan adaptasi
dalam mempertaharikan kelelahan dan peningkatan anaerobik yang konsisten bila dilakukan
latihan sebanyak 6-9 sesi (3-4 minggu) dengan menggunakan sprint 30 detik dilakukan secara
bolak-balik sebanyak 6 kali, dan interval istirahat 3 menit.

Dengan mempertimbangkan temuan-temuan di atas dan memperhatikan komposisi rasio


waktu kerja sangat singkat (habis- habisani, pemulihan yang cukup ini mencirikan manipulasi
beban latihan intensitas tinggi dan volume rendah. Ciri tersebut sesuai dengan umumnya
manipulasi 14 minggu menjelang pertandingan atau juga pada strategi tapering. Ilustrasi program
yang digunakan seperti pada tabel 1.8 berikut

Tabel 1.8 Program Low Volume Sprint Interval Training


Latihan Volume Intensitas Pemulihan
Supra Maksimal 6 x 30 detik Sprint 3 – 4 menit pemulihan (30 – 40% HR
Max)
8 x 60-80 m Sprint 2 – 3 menit pemulihan
6-8 x 20 detik Sprint 2 menit pemulihan (30 – 40% HRMax)
6 x 150 m Sprint 2,5 – 3 menit (30 – 40%)
2 x (3 x 30 detik) Sprint 60 detik antar reps dan 4 menit antar
set
Memanipulası LVSIT dengan tepat adalah penting, tidak hanya berkaitan dengan adaptasi
fisiologis dan kinerja jangka menengah hingga jangka panjang yang diharapkan, tetapi juga untuk
memaksimalkan periodisasi latihan harian dan/atau mingguan.

Tidak kalah pentingnya adalah melakukan persiapan dengan pemanasan yang cukup
terutama untuk ekstremitas tubuh bagian bawah, untuk menghindari cedera akibat gerak cepat
dan penghentian yang tiba-tiba.

1.2.8 HIIT vs Metabolic Training

Berat badan menjadi kriteria pada Pencak Silat, untuk penyesuaian yang overweight, jika
atlet ingin mempercepat penurunan lemak, dalam waktu yang lebih singkat, lakukan latihan
dengan intensitas yang lebih tinggi. Salah satu bentuk latihan durasi pendek, intensitas tinggi,
disebut High Intensity Interval Training (HIIT). Bentuk lain dari latihan intensitas tinggi, yang sering
digunakan hampir serupa dengan latihan HIIT, disebut Metabolic Training.

Proses latihan intensitas tinggi berdampak kepada pembakaran kalori yang banyak, akibat
kerja jantung tinggi sepanjang latihan, sekaligus melakukan latihan kekuatan, metabolisme Ini
adalah perbedaan utama antara latihan interval intensitas tinggi vs latihan metabolik Ini adalah
waktu metabolisme pemulihan. Pelatihan waktu pemulihan terbatas. Ini pada dasarnya
mengambil istirahat sesedikit mungkin, sehingga Atlet dapat menyelesaikan latihan lebih
cepat.Latihan interval intensitas tinggi, waktu pemulihan tergantung pada detak jantung atlet.
Begitu detak jantung atlet turun ke tingkat tertentu, tidak peduli berapa lama waktu yang
dibutuhkan, inilah saat atlet melanjutkan ke interval intensitas tinggi berikutnya.

Ilustrasi program menggunakan metode metabolic training seperti pada tabel 1.9. Pada
ilustrasi program yang disajikan merupakan campuran antara menggunakan kalistenik dan core
stability yang dieksekusi dengan metode metabolisme training, melalui pertimbangan kalistenik
saja dapat bermanfaat untuk membentuk dan membangun tubuh berotot, tetapi tidak pada core
muscle yang sangat berguna untuk membangun stability yang sangat diperlukan untuk
menjalankan program latihan lainnya yang menuntut stability.

N Exercises Set Durasi Recovery


o
A Warm Up
Joging 8 Menit-Strech
B 1. Burpees 4 45 Detik
2. 45 Degree Hold 4 45 Detik Rest Inerval 20 – 30 Detik
3. Sit Up Cruch 4 45 Detik
4. Dead Bug (90 – Degree) 4 45 Detik Rest Antar Circuit 2 Menit
5. Dragon Flag 4 45 Detik
6. Gluteus Hold 4 45 Detik
7. Push Ups 4 45 Detik
8. Dips 4 45 Detik
9. Pull Ups 4 45 Detik
C Cool down Stretch
Tabel 1.9. Pada Ilustrasi Program

Memperhatikan intensitas, vol ume, dan recovery, program di atas sangat menantang
karena latihan metabolik adalah latihan struktural dan gabungan dengan sedikit isti rahat di
antara latihan dalam upaya memaksimalkan pembakaran kalori dan meningkatkan laju
metabolisme selama dan setelah latihan.

Program di bawah sangat tepat diberikan pada tahap persiapan, latihan yang sering
digunakan oleh atlet untuk menurunkan berat badan. Selama ini mungkin pernah mendengar
tentang konsumsi oksigen pascalatihan/excess post- Exercise oxygen consumption (EPOC).
ibaratnya sebuah tangki gas yang menggerakkan panas untuk membakar lemak, jenis latihan ini
menginduksi "utang oksigen/oxygen debt", itu dapat meningkatkan laju metabolisme hingga 16
jam setelah berlatih. Artinya ketika latihan selesai tubuh masih ingin mengonsumsi sumber bahan
bakar untuk oksigen yang dibutuhkan hingga kembali pulih. Kabar baik dari latihan ini adalah
bahwa proses pembakaran lemak dalam tubuh masih terus berlangsung.

Latihan metabolik tidak sama "latihan aerobik" seperti melakukan jogging, beberapa
penelitian menunjukkan latihan anaerobik seperti HIIT dapat meningkatkan V02 max di luar yang
dialami oleh yang mengikuti program aerobik. Juga dapat meningkatkan profil hormonal,
beberapa menunjukkan bahwa penelitian hormon yang mempromosikan "lipolisis" (istilah teknis
untuk kehilangan lemak) meningkat sebagai hasil dari latihan kekuatan intensitas tinggi. Yang jelas
secara umum latihan metabolik telah terbukti membantu meningkatkan profil hormonal, dan
mendapatkan respons hormonal yang paling kuat.

1.3 Tes dan Pengukuran


Kondisi fisik yang baik harus disiapkan sebelum menghadapi pertandingan. Karena kondisi fisik
yang baik akan membantu pesilat dalam memperoleh prestasi. Artinya di dalam usaha peningkatan
kondisi fisik, maka komponen seperti daya tahan, kecepatan, kekuatan, fleksibilitas, kelincahan, dan
power harus dikembangkan Kondisi fisik atlet memegang peranan yang sangat penting dalam program
latihan. Program latihan fisik harus direncanakan secara baik dan sistematis serta ditujukan untuk
meningkatkan kondisi fisik dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh sehingga dengan demikian
memungkinkan atlet untuk mencapai tingkat prestasi yang optimal

Pemilihan latihan fisik harus diprogram dengan baik kemudian diberikan kepada atlet supaya
atlet mamiliki kemampuan fisik yang baik. Setelah kondisi fisik terbentuk, maka akan mempermudah
pelatih untuk membentuk program latihan selanjutnya yang berkaitan dengan teknik, taktik, dan
mental. Pelatih yang profesional akan mengembangkan kondisi fisik pesilat disertai dengan
perencanaan dan program latihan secara sistematis. Program latihan diantaranya bertujuan
meningkatkan kualitas fisik pesilat agar benar-benar siap untuk bertanding.

Untuk mengetahui dan menilai kondisi fisik atlet harus dilakukan dengan melaksanakan
pengukuran. Pengukuran kondisi fisik atlet pencak silat harus sesuai dengan kebutuhan saat
menghadapi pertandingan. Dalam melaksanakan tes fisik diperlukan adanya instrumen yang sesuai
dengan karakteristik pencak silat kategori tanding. Tes fisik ini merupakan salah satu bentuk instrumen
untuk mengukur kondisi fisik atlet pencak silat dewasa kategori tanding

1.3.1 Penyusunan Tes Fisik Pencak Silat Dewasa Kategori Tanding

Pencak silat kategori tanding merupakan salah satu nomor pertandingan yang
dipertandingkan dalam setiap kejuaraan pencak silat Setiap atlet yang mengikuti kategori tanding
harus mempersiapkan kondisi fisik yang baik sebelum bertanding. Fisik yang baik akan
mendukung proses pencapaian prestasi yang optimal Karena tanpa adanya kondisi fisik yang baik
seorang pesilat tidak akan mampu menerapkan teknik dan taktik dalam bertanding

Pencak silat kategori tanding memiliki sistem energi yang digunakan dalam bertanding.
Sistem energi dalam pencak silat kategori tanding adalah anaerobik alaktik. Selama dalam
pertandingan pencak silat kategori tanding, serangan beruntun harus tersusun dengan teratur
dan berangkai dengan berbagai cara ke arah sasaran sebanyak-banyaknya. Artinya, pesilat yang
melakukan rangkaian serang bela secara terus menerus sebelum wasit menghentikan
pertandingan karena pelanggaran atau jatuhan. Selain itu pada proses tangkapan menjadi jatuhan
diberikan waktu selama lima detik, sehingga bila dalam waktu lima detik tidak terjadi jatuhan
maka akan dihentikan oleh wasit. Untuk itu, pada saat melakukan teknik serangan dalam pencak
silat diperlukan kondisi fisik yang baik.

Karena dalam bertanding waktu kerja yang digunakan dalam satu kali gebrakan (fight)
maka sistem energi ATP-PC digunakan untuk pengerahan tenaga secara cepat. Semua energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP, yang hanya mampu menopang
kerja kira-kira bila tidak ada sistem energi yang lain (Soekarman (Awan Hariono, 2010: 4). Jumlah
ATP yang disimpan di dalam sel otot sangat sedikit, sehingga olahragawan akan kehilangan energi
dengan sangat cepat sp melakukan latihan fisik dengan beban cukup berat. Dengan demiki sistem
energi ATP hanya dapat optimal untuk kerja dalam pendek. Untuk itu diperlukan sistem energi
yang lain agar A bekerja lebih lama lagi. Kerja otot dapat berlangsung lebih lana apabila sistem
energi ATP dapat ditopang dengan sistem energy Jain, yaitu Phospho Creatin (PC) yang tersimpan
di dalam sel Dengan menggunakan bantuan sumber energi Phosphorea dapat memperpanjang
kerja otot hingga mencapai kira-kira de (Nossek (Awan Hariono, 2010: 4). Dengan demikian
predom sistem energi yaitu diperlukan dalam pencak silat pada melakukan serangan dan belaan
adalah sistem energi anaerobik alaka (ATP-PC) (Awan Hariono, 2010: 4).

Berikut ini merupakan beberapa rangkaian petunjuk yang akan digunakan untuk menilai
dan mengevaluasi kondisi fisik atlet pencai silat kategori tanding:

Rangkaian Tes
Penyusunan tes fisik pencak silat kategori tanding terdiri dari
1. Fleksibilitas (Splite)
2. Kecepatan (Sprint 40 Meter)
3. Power Lengan (Push Up)
4. Kekuatan Perut (Sit Up)
5. Kekuatan Punggung (Back Up)
6. Power Tungkai (Standing Triple Jump)
7. Kelincahan (Shuttel Run)
8. Daya tahan anaerobic (Sprint 300 meter)
9. Daya tahan aerobic (Bleep Test)

1.3.1 Tes Fleksibilitas

a. Duduk dan Jangkau


Tujuan
Tujuan dari tes ini adalah untuk mengetahui kelenturan pinggang dan batang tubuh (togok)
seorang siswa/atlet.

Peralatan yang dibutuhkan


a. Kotak duduk dan raih
b. Pita meteran
c. Seorang asisten.

Prosedur pelaksanaan
Posisi awal:
a. Duduk di lantai dengan punggung dan kepala bersandar di tembok, kedua kaki
direnggangkan dengan ujung kaki bersandar di kotak duduk dan raih.
b. Letakkan tangan di atas kaki, renggangkan lengan ke depan sembari menjaga kepala dan
punggung tetap menempel di tembok.
c. Ukur jarak dari ujung jari sampai ke kotak dengan penggaris atau pita yang sudah
tersedia. Ukuran ini menjadi titik awal pengukuran berapa sentimeter jarak yang tertera.

Pergerakan
a. Perlahan tekuk dan condongkan badan ke depan sejauh mungkin sembari menggeser
jari tangan di atas penggaris/pita ukur.
b. Tahan posisi akhir selama dua detik.
c. Ukur jarak yang diraih ke titik terdekat 1/10 per cm.
d. Ulangi percobaan ini sampai 3 kali dan jarak terbaik itu asil yang dicapai.
Reabilitas
Reabilitas bergantung kepada seberapa ketat tes dilakukan dan level motivasi seseorang
untuk melakukan tes.

Validitas
Ada suatu table yang dapat membandingkan kelentukan dengan tingkat kebugaran jasmani
memiliki korelasi yang tinggi

Tabel 1.9 Skor : Sit and Reach


Rating Laki-laki Perempuan
Super + 27 +30
Sangat Baik + 17 – + 27 + 20 – + 30
Baik + 6 – + 16 + 11 – + 20
Cukup 0–+5 +1 – + 10
Sedang -8 – -1 -7 – 0
Kurang -19 – 9 -14 – -8
Sangat Kurang < -20 < -15

b. Angkat Badan Atas/Trunk Etention


Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kelentukan ekstensior tubuh calon atlet pencak silat.

Fasilitas dan Alat:


1. Penggaris berskala cm.
2. Matras

Pelaksanaan
Calon atlet telungkup kedua tangan di belakang paha dan ujung kaki lurus. Atlet mengangkat
kepala dan badannya. Kemudian ditahan sebentar untuk diukur. Atlet diukur jarak dari lantai
ke dagu dengan penggaris. Tes ini dilakukan dua kali secara berturut-turut.
Penilaian :
Skor terbaik dari dua kali percobaan dicatat sebagai skor dalam satuan cm. Hasil yang
diperoleh dikonversikan pada tabel norma berikut.

Tabel 1.10 Skor : Norma Trunk Extention untuk usia 15 – 17 Tahun


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 10.00 >9.75
Baik 8.00 – 10.00 7.75 – 9.75
Cukup 6.00 – 7.99 5.75 – 7.74
Kurang 3.00 – 5.99 2.00 – 5.74
Sangat Kurang <3.00 <2.00

Gambar 1.1 Tes kelentukan trunk extention

c. Side Splide

Tujuan
Untuk mengukur ekstensi tungkai bagian bawah.

Peralatan
1) Alat ukur (penggaris),
2) Permukaan datar (lantai),
3) Alat tulis,
4) Blangko penilaian.

Prosedur Pelaksanaan Tes:


1) Lepas alas kaki.
2) Letakkan alat ukur (2 penggaris) berjarak | meter antar penggaris.
3) Alat ukur (penggaris) posisi berdiri dengan titik nol di bawah yang berada di atas
permukaan datar.
4) Ambil kayu/stik atau sejenisnya sebagai pembantu untuk meluruskan sampai mana
kelentukan tungkai atlet.
5) Atlet berdiri dengan posisi melangkah berada di antara alar ukur kanan depan atau kiri
depan dengan posisi badan menghadap kedepan.
6) Posisi tangan berada di samping paha.
7) Atlet berusaha semaksimal mungkin melebarkan tungkai kal hingga kaki lurus
menyentuh lantai.

Validitas dan Reliabilitas


Validitas dan reliabilitas dari tes fisik ini adalah
1) Putra
Validitas 0,847
Reliabilitas 0,917
2) Putri
Validitas 0,753
Reliabilitas 0,859

Penilaian
Skor dihitung mulai jarak dari lantai ke pergelangan sendi panggul menggunakan
meteran/penggaris

Tabel 1.11 Skor : Side Spite


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik <0 <0
Baik 0 – 2,1 0 – 1,5
Cukup 2,2 – 4,3 1,6 – 3,1
Kurang 4,4 – 6,4 3,2 – 4,6
Sangat Kurang > 6,4 > 4,6

Gambar 1.2 Side Spite

1.3.2 Tes Kecepatan (Lari Cepat 40 Meter)

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan lari dengan cepat dan mengetahui kemampuan kecepatan
seorang siswa/atlet.

Peralatan yang dibutuhkan


a. Stopwatch
b. Kerucut pembatas atau patok
c. Lintasan lari 40 meter yang lurus, datar dan ditempatkan pada cross wind. Apabila
permukaan yang digunakan berumput, rumput harus dalam keadaan kering.

Prosedur
a. Berilah tanda lintasan lari sepanjang 40 meter dengan kerucut pembatas ditempatkan
pada tiap interval 10 meter.
b. Tiap testee melakukan start dengan posisi berdiri, dan kaki depan tepat berada di atas
garis start.
c. Pemberi tanda waktu berdiri pada garis finish, meneriakkan aba-aba "Siap" dan
mengayunkan bendera untuk memberi tanda start pada testee. Pada saat lengan
diayunkan, pemberi tanda waktu secara bersamaan mulai menghidupkan stopwatch
yang dipegang.
d. Hentikan stopwatch pada saat dada testee telah melewati garis finish.
e. Tekankan kepada testee agar lari secepat mungkin.
f. Testee diperbolehkan melakukan dua kali.

Tabel 1.11 Skor : Lari Cepat 40 Meter


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik < 5,08 < 5,94
Baik 5,08 – 5,60 5,94 – 6,63
Cukup 5,61 – 6,13 6,64 – 7,33
Kurang 6,14 – 6,65 7,34 – 8,02
Sangat Kurang > 6,65 > 8,02

1.3.3 Power Lengan

a. Push Up
Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kekuatan otot lengan calon atlet pencak silat.

Fasilitas dan Alat:


1. Matras.
2. Stopwach

Pelaksanaan
Calon atlet pada sikap telengkup dan menempatkan telapak tangan di lantai di bawah dada.
Kemudian pada aba-aba 'ya' calon melakukan push up dengan meluruskan lengan hingga
lengan lurus dan seluruh tubuh tetap lurus. Gerakan dilakukan selama 60 detik sebanyak-
banyaknya.

Penilaian
Skor diperoleh dengan banyaknya ulangan yang dilakukan oleh calon dan apabila siku tidak
lurus lagi maka tidak dihitung pengulangannya, setiap calon diberi kesempatan 2 kali.

Tabel 1.12 Skor : Push Up


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 46 > 35
Baik 36 – 46 25 – 35
Cukup 26 – 35 15 – 24
Kurang 16 – 25 5 – 14
Sangat Kurang < 16 <5

b. Medicine Ball Throw


Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan daya ledak otot lengan calon atlet pencak silat.
Fasilitas dan Alat:
1. Bola Medicine 1 kg/Bola basket.
2. Meteran.
Pelaksanaan
Calon atlet duduk sejajar tembok dengan sikap kaki rileks dan punggung menempel pada
dinding. Bola medicine dipegang dengan dua tangan berada di depan dada atlet, kemudian
melontarkan bola sejauh-jauhnya.
Penilaian
Skor diperoleh dengan catatan jarak yang terjauh saat bola jatuh pertama kali dengan satuan
cm, setiap calon diberi kesempatan 3 kali dan diambil jarak yang terbaik.

Gambar 1.3 Tes Medicine Ball Throw

1.3.4 Tes Kekuatan Perut (Sit Up)

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kekuatan otot perut calon atlet pencak silat.

Fasilitas dan Alat:


1. Matras.
2. Stopwach

Pelaksanaan
Calon atlet pada sikap telentang dan membengkokkan lutut dengan menjepit penggaris. Calon
harus menempelkan kedua tangannya di belakang telinganya dan melakukan sit- up dengan
cara menyentuh siku ke lutut. Gerakan dilakukan selama 60 detik sebanyak-banyaknya.

Penilaian
Skor diperoleh dengan banyaknya ulangan yng dilakukan oleh calon dan apabila siku tidak
menyentuh lutut maka tidak dihitung pengulangannya, setiap calon diberi kesempatan 2 kali

Tabel 1.12 Skor : Sit Up


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 41 > 28
Baik 30 – 40 20 – 28
Cukup 21 – 29 10 – 19
Kurang 10 – 20 3–9
Sangat Kurang < 10 <3

Gambar 1.4 Sit Up

1.3.5 Tes Kekuatan Punggun (Back Up)

Tujuan
Tes fisik untuk mengkur kekuatan otot punggung adalah back up.

Peralatan yang digunakan


1) Permukaan datar;
2) Stopwatch:
3) Peluit;
4) Alat tulis;
5) Blangko penilaian.

Pelaksanaan
1) Atlet dalam posisi telungkup di atas permukaan datar/ lantai.
2) Posisi kaki lurus.
3) Salah satu orang untuk menahan kaki atlet yang akan melakukan.
4) Kedua tangan diletakkan dibelakang kepala.
5) Angkat tubuh hingga tubuh sejajar atau lebih tinggi dari meja.
6) Jika terdengar peluit lakukan gerakan selama 1 menit.

Validitas dan Reliabilitas


Validitas dan reliabilitas dari tes fisik ini adalah

1) Putra
Validitas 0,989
Reliabilitas 0,995

2) Putri
Validitas 0.598
Reliabilitas 0,748

Penilaian
Testor menghitung berapa banyak back up yang dilakukan dalam 1 menit

Tabel 1.13 Skor : Norma Back Up


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 125 > 106
Baik 106 – 125 93 – 106
Cukup 87 – 105 78 – 92
Kurang 67 – 86 62 – 77
Sangat Kurang < 67 < 62

Gambar 1.4 Sit Up

Gambar 1.4 Sit Up

1.3.6 Power Tungkai (Standing Triple Jump)

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan daya ledak otor zungkai c atler pencak silat

Fasilitas dan Alat


1 Lintasan/matras
2. Meteran

Pelaksanaan
Calon atler berdiri dengan kedua kaki di belakang garis kemudian melakukan lompatan
sebanyak 3 kali pada sa kaki saja, pada saat hitungan ketiga mendarat dengan dua kaki.
Dilanjutkan dengan kaki sebelahnya
Penilaian
Skor diperoleh dengan catatan jarak yang terjauh saat kedua kaki mendarat yang terakhir
dengan satuan cm, setiap calont diberi kesempatan 3 kali untuk kaki kanan dan kaki kiri serta
diambil jarak yang terbaik

Tabel 1.14 Skor : Norma Triple Jump


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 7,46 > 6,46
Baik 7,00 – 7,45 6,0 – 6,45
Cukup 6,0 – 6,99 5.0 – 5,99
Kurang 5,0 – 5,99 4,0 – 4,99
Sangat Kurang < 4,99 < 3,99

Gambar 1.5 Triple Jump

1.3.7 Tes Kelincahan (Shuttel Run)

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kelincahan calon atlet pencak silat.

Fasilitas dan Alat:


1. Lintasan lari 5 x 5 meter.
2. Stopwatch.
3. Pluit/bendera.

Pelaksanaan
Calon atlet berdiri di belakang garis star A, dengan sikap star melayang, saat aba-aba 'ya'
calon berlari secepat-cepatnya sampai melewati titik B, kembali ke titik A terus berlari ke
titik B, (sebanyak 3 kali di titik A dan 3 kali titik B).

Penilaian
Skor diperoleh dengan catatan waktu yang tercepat mulai dari aba-aba 'ya' sampai finish,
setiap calon diberi kesempatan 3 kali dan diambil waktu yang terbaik.

Tabel 1.14 Skor : Norma Shuttle Run


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik < 9,50 < 10,75
Baik 9,50 – 10,51 10,75 – 11,56
Cukup 10,52 – 11,52 11,57 – 12,37
Kurang 11,53 – 12,53 12,38 – 13,17
Sangat Kurang > 12,53 > 13,17
Gambar 1.6 Tes Shuttle Run

1.3.8 Tes Daya tahan anaerobic (Sprint 300 meter)

Tujuan
Untuk mengukur daya tahan anaerobik.

Alat yang digunakan


1) Lintasan lari 300 meter;
2) Penanda batas untuk start dan finish;
3) Stopwatch,
4) Bendera start;
5) Alat tulis;
6) Blangko penilaian.

Prosedur pelaksanaan
1.Atlet siap di belakang garis start dengan start berdiri.
2.Dengan diangkatnya bendera start atlet lari secepat- cepatnya dalam menempuh jarak
300 meter sampai melewati garis finish.
3.Kecepatan lari dihitung dari diangkatnya bendera sampai salah satu anggota badan
melewati garis finish.
4.Jika terjadi kesalahan maka tes boleh dilakukan dua kali.

Penilaian
Pengambilan waktu dilakukan dari saat bendera diangkat sampai pelari tepat melintas garis
finish.

Tabel 1.14 Skor : Sprint 300 meter


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik < 42,95 < 53,80
Baik 42,95 – 50,21 53,80 – 1.05.39
Cukup 50,22 – 57,46 1.05.40 – 1.16.97
Kurang 57,47 – 1.04.71 1.16.98 – 1.28.56
Sangat Kurang > 1.04.71 > 1.29.56

1.3.9 Tes Daya tahan aerobic (Bleep Test)

Tujuan
Untuk mengukur kapasitas aerobik atau VO2max.

Fasilitas dan Alat:


1. Meteran.
2. Lintasan yang datar.
3. Kaset Bleep tes dan tape recorder.
Pelaksanaan
Panjang lapangan 20 meter dan diberi tanda pada ke ujungnya, peserta tes lari menempuh
jarak 20 meter setelah ada tanda 'tut' dan kembali ke ujung satunya setelah tanda 'tur'
berikutnya. Kecepatan lari pada menit pertama disebut tahap 1, kecepatan kedua tahap 2
dan seterusnya.
Masing-masing level berlangsung kurang lebih selama 1 menit dan rekaman pita
berlangsung meningkat sampai ke tahap 21. Akhir setiap lari bolak-balik ditandai dengan
sinyal 'tut'

Penilaian
Atlet melakukan semaksimal mungkin, jumlah terbanyak dari level dan balikan sempurna
yang berhasil diperoleh dicatat.

Tabel 1.14 Skor : Norma Bleep Test


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 11 > 8.2
Baik 9.4 – 11.1 6.8 – 8.2
Cukup 7.7 – 9.3 5.3 – 6.7
Kurang 5.8 – 7.8 3.6 – 5.2
Sangat Kurang < 5.8 < 3.6

1.3.10 Tes Khusus

Adanya persyaratan fisik dan fisiologis dari cabang olahraga yang berbeda (seperti, sistem
energi; kapasitas aerobik/anaerobik; analisis temporal, teknik khusus. dll.), sudah pasti
diperlukan tes khusus untuk penilaian yang mencerminkan perbedaan tersebut. Tes
khusus semacam itu akan memberikan hasil yang lebih akurat sehubungan dengan
persyaratan fisik dan fisiologis. Pada bagian ini disajikan item tes khusus pencak silat
sebagai upaya mengisi kekosongan battery test yang belum dimiliki, memang validitas dan
realibilitas belum teruji. Namun ini menjadi tantangan bagi para akademisi untuk
dikembangkan, sehingga menjadi salah satu item tes yang dapat menggambarkan
kemampuan fisik dan fisiologi khusus pencak silat.

Tes khusus ini terinspirasi sebuah artikel "A Special Judo Fitness Test Classificatory Table"
(2009), yang membahas tentang klasifikasi dari Special Judo Fitness Test (SJFT) yang
dikemukakan oleh Sterkowicz (1995).

Hasil adopsi tersebut "Special Pencak Silat Fitness Test (SPSFT)" dengan uraian sebagai
berikut.

Tujuan
Tes khusus ini ditujukan untuk menilai dan mengevaluasi kebugaran anaerobik dan
aerobik, dan kadar asam laktat dalam darah (optional).

Peralatan yang diperlukan


1. Stopwatch,
2. Heart Rate Monitor,
3. Lactate Analyzer (optional),
4. Pad,
5. Lakban.

Protokol
1. Membuat marking dengan rent- ang panjang 6 meter, kemudian ditandai di tengah (3
m)
2. Siapkan 2 atlet yang memegang pad masing-masing di ujung yang berlawanan.
3. Atlet yang ditest memulai tes di titik pusat yang berjarak 3 m dari masing-masing
pasangan, yang berjarak 6 m satu sama lain;
4. Segera setelah pelatih mene- riakkan "mulai", atlet harus bergerak ke satu arah
pasangan yang memegang pad;
5. Melakukan teknik rangkaian serangan cepat dan bertenaga menggunakan teknik
tendan- gan 2 kali (kiri & kanan), atau dengan teknik jatuhan-bantingan (dengan syarat
berat badan pasangan- nya tidak jauh berbeda);
6. Kemudian atlet harus bergerak ke arah pasangan lainnya (6 m jauhnya) dan, sekali lagi,
melakukan serangan menggunakan teknik serangan, atau jatuhan yang sama; 7)
7. Melakukan serangan sebanyak mungkin dalam tiga periode (15 detik, 30 detik, dan 30
detik) dengan masing-masing interval 10 detik;
8. Satu rangkaian serangan, atau bantingan dihitung 1 (satu) kontak. Akumulasikan
seluruh skor dari tiga periode tersebut, Itu jumlah kontak;
9. Catat heart rate setelah kontak terakhir (HR1), istirahat 1 (satu) menit catat kembali
heart rate (HR2);
10. Kemudian hitung indeks dengan rumus:
Indeks = HR1 (dnm) + HR2 (dnm)
Jumlah Kontak
Contoh :

Tabel 1.15 : Ilustrasi Hasil SPSFT Tiga Orang Atlet


Variabel
Atlet
Jumlah Kontak HR1 HR2 Indeks
A 28 184 161 12,32
B 27 174 144 11,78
C 24 179 155 13,92

Dari Tabel 1.11 di atas menunjukkan atlet “B” memiliki indeks yang paling rendah, artinya
atlat tersebut memiliki kemampuan aerobic dan anaerobic yang labih baik dari atlet
lainnya.

Gambar 1.7 Special Pencak Silat Fitnes Test

1.3.10.1 Pengukuran Kecepatan Tendangan Pencak Silat

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kecepatan tendangan pencak silat atlet (untuk
teknik tendangan lurus, samping dan sabit)

Peralatan
1. Sandsack (diharapkan 50 kg)/target (Hand Box).
2. Meteran.
3. Stopwatch.
Petugas
1. Pengukur ketinggian sandsack/target.
2. Pencatat waktu.
3. Penjaga sandsack.

Pelaksanaan
Atlet bersiap-siap berdiri di belakang sandsack/target dengan satu kaki tumpu
berada di belakang garis sejauh 50 cm (putri) 60 cm (putra). Pada saat aba-aba
'ya', atlet melakukan tendangan dengan kaki kanan dan kembali ke posisi awal
dengan menyentuh lantai yang berada di belakang garis, kemudian melanjutkan
tendangan kanan secepat-cepatnya sebanyak-banyaknya selama 10 detik.
Demikian juga dengan kaki kiri. Pelaksanaan dapat dilakukan 3 kali dan diambil
waktu yang terbaik dengan ketinggian Sandsack/ target 75 cm (putri) dan 100cm
(putra).

Penilaian
Skor berdasarkan waktu tercepat penampilan atlet.
Nilai koefisien validitas dan reliabilitas diambil melalui sampel atlet pelatnas
tahun 1999 sd 2005, dengan nilai reliabilitas 0.87 dan validitas isi dengan face
validity.

Tabel 1.14 Skor : Norma Kecepatan Tendangan Sabit


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 24 > 25
Baik 19 – 23 20 – 24
Cukup 16 – 18 17 – 19
Kurang 13 – 15 15 – 16
Sangat Kurang < 12 < 14

Gambar 1.8 Tes Kecepatan Tendangan Sabit

1.3.10.2 Pengukuran Kelincahan Tendangan Pencak Silat


Untuk Teknik Tendangan Sabit
Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kecepatan tendangan pencak silat atlet.

Peralatan
1. Sandsack (diharapkan 50 kg)/target (Hand Box).
2. Meteran.
3. Stopwatch.
Petugas
1. Pengukur ketinggian sandsack/target.
2. Pencatat waktu.
3. Penjaga sandsack.

Pelaksanaan
Atlet bersiap-siap berdiri di belakang sandsack/target dengan kedua kaki
berada di tengah-tengah garis. Pada saat aba-aba 'ya' atlet melakukan
tendangan sabit kanan dengan melompat, di mana kaki kiri sebagai kaki tumpu
berada di sebelah garis kanan, kemudian melakukan sabit kiri dengan kaki
kanan sebagai kaki tumpu yang berada di sebelah garis kiri. Setiap atlet
melakukan sebanyak 5 tendangan kaki kanan dan 5 tendangan untuk kaki kiri
secepat-cepatnya secara bergantian. Pelaksanaan dilakukan 3 kali dan diambil
waktu yang terbaik dengan ketinggian sandsack dengan ketinggian 75 cm
(putri) dan 100 cm (putra).

Nilai koefisien validitas dan reliabilitas diambil melalui sampel atlet pelatnas
tahun 1999 sd 2005, dengan nilai reliabilitas 0.85 dan validitas isi dengan face
validity.

Penilaian
Skor berdasarkan waktu tercepat penampilan atlet

Tabel 1.14 Skor : Norma Kelicahan Tentangan Atlet


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik >28 > 30
Baik 23 – 27 25 – 29
Cukup 18 – 22 20 – 24
Kurang 14 – 17 15 – 18
Sangat Kurang < 13 < 14

Gambar 1.9 Tes Kelincahan Tendangan Sabit

Untuk Tendangan Samping

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan kecepatan tendangan pencak silat atlet.

Peralatan
1. Sandsack (diharapkan 50 kg)/target (Hand Box).
2. Meteran.
3. Stopwatch.

Petugas
1. Pengukur ketinggian sandsack/target.
2. Pencatat waktu.
3. Penjaga sandsack.

Pelaksanaan
Atlet bersiap-siap berdiri di belakang sandsack/target dengan kedua kaki
berada di tengah-tengah garis. Pada saat aba-aba 'ya atlet melakukan
tendangan samping kanan dengan melompat, di mana kaki kiri sebagai kaki
tumpu berada di sebelah garis kanan, kemudian melakukan samping kiri
dengan kaki kanan sebagai kaki tumpu yang berada di sebelah garis kiri
sebanyak- banyaknya selama 15 detik. Pelaksanaan dilakukan 3 kali dan
diambil waktu yang terbaik dengan ketinggian sandsack dengan ketinggian 75
cm (putri) dan 100 cm (putra). Jarak antara target dengan target sepanjang
200-210 cm yang berada di sebelah kiri dan kanan pesilat.
Nilai koefisien validitas dan reliabilitas diambil melalui sampel atlet pelatnas
tahun 1999 sd 2005, dengan nilai reliabilitas 0.87 dan validitas isi dengan face
validity.

Penilaian
Skor berdasarkan waktu tercepat penampilan atlet
Tabel 1.14 Skor : Norma Kelicahan Tentangan Atlet
Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik >28 > 30
Baik 23 – 27 25 – 29
Cukup 18 – 22 20 – 24
Kurang 14 – 17 15 – 18
Sangat Kurang < 13 < 14

Gambar 1.10 Tes Kelincahan Tendangan Samping

1.3.10.3 Pengukuran Koordinasi Tendangan Pencak Silat

Tujuan
Untuk mengetahui kemampuan koordinasi tendangan dan pukulan pencak
silat atlet

Peralatan
1. Sandsack (diharapkan 50 kg)/target (Hand Box).
2. Meteran.
3. Stopwatch

Petugas
1. Pengukur ketinggian sandsack/target.
2. Pencatat waktu
3. Penjaga sandsack.

Pelaksanaan
Atlet bersiap-siap berdiri di belakang sandsack/target dengan kedua kaki
berada di tengah-tengah garis. Pada saat aba-aba 'ya atlet melakukan
tendangan dan pukulan ke arah sandsack/target pada sasaran bidang setinggi
15 cm, selama 30 detik sebanyak- banyaknya. Pelaksanaan dilakukan 3 kali dan
diarnbil waktu yang terbaik dengan ketinggian sandsack dengan ketinggian 75
cm (putri) dan 100 cm (putra).

Penilaian
Skor berdasarkan jumlah serangan tangan dan kaki selama 30 detik yang
mengenai sasaran.

Nilai koefisien validitas dan reliabilitas diambil melalui sampel atlet pelatnas
tahun 1999 sd 2005, dengan nilai reliabilitas 0.85 dan validitas isi dengan face
validity.

Tabel 1.14 Skor : Norma Kelicahan Tentangan Atlet


Rating Laki-laki Perempuan
Sangat Baik > 40 > 50
Baik 35 – 39 40 – 49
Cukup 29 – 34 36 – 39
Kurang 23 – 28 30 – 35
Sangat Kurang < 22 < 39

Gambar 1.11 Tes Koordinasi Tendangan Pencak Silat

1.3.11 Pemilihan Instrumen Tes

Dalam proses pembinaan pengambilan data merupakan keharusan untuk melihat


kondisi awal hingga proses perkembangan, dengan pengukuran dan evaluasi dapat
memiliki beberapa tujuan, di antaranya dapat menentukan status, klasifikasi, seleksi,
bimbingan dan diagnosis, motivasi, pemeliharaan hasil, kelengkapan pengetahuan,
kegiatan penelitian. Akan tetapi, tidak semua tujuan cocok untuk segala situasi sepanjang
waktu.

Evaluasi adalah proses penentuan ukuran atau nilai dari data yang terkumpul.
Juga dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan atau program telah
tercapai.
Dari pengertian ini maka antara penilaian dengan evaluasi hampir sama, bedanya
dalam evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan penilaian hanya
sebatas memberikan nilai saja.

Pengukuran dan evaluasi yang tanpa tujuan akan menjadi suatu kegiatan yang
tidak bermakna dan tentu saja hal itu tidak dapat dibenarkan. Oleh sebab itu, pengukuran
dan evaluasi harus mempunyai tujuan.

Agar evaluasi efektif pengukuran harus dilakukan dengan tujuan yang jelas,
sebelum tes dikelola kita harus mengetahui tujuan atau sasaran yang hendak dicapai jika
kita ingin mengevaluasi hasil tes terhadap tujuan. Dalam evaluasi sasarannya harus jelas
jika tidak, maka akan berakhir dengan sebuah percobaan yang tanpa arah dan tujuan.

Pengukuran dan evaluasi harus dilakukan dan diawasi oleh orang-orang terlatih
Tidak setiap orang dapat mengelola program evaluasi dengan baik. Merupakan suatu hal
yang sangat serius jika pengukuran dan evaluasi diserahkan kepada orang yang tidak
terlatih, lebih-lebih jika keputusan yang akan dibuat adalah merupakan suatu keputusan
yang sangat penting bagi anak didik.

Jika kemampuan awal tidak diukur, kita tidak akan mengetahui sejauh mana
keberhasilan mereka. Kita tidak mungkin menyusun program yang dibutuhkan arlet jika
tidak kita ketahui dari mana mereka memulai.

Selalu menggunakan tes yang valid, reliabel dan seobjektif mungkin. Kita harus
selalu menggunakan tes yang baku. Tes yang baik adalah tes yang mengukur apa yang
hendak diukur (valid), hasil tes harus menunjukkan skor yang konsisten jika dilakukan
orang yang sama pada giliran yang lain (reliabel) dan hasil tes harus menunjukkan hasil
yang sama tanpa menghiraukan siapa yang melakukan pengetesan (objektif).

Buku ini sebagai pedoman Instrumen Pemanduan Bakat cabang Pencak Silat,
semoga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya di daerah, mengingat perkem- bangan pencak
silat di tingkat daerah dan nasional semakin pesat, lebih-lebih perkembangan pencak silat
di Mancanegara, semoga perkembangan kita tidak tertinggal dari mereka yang baru
belajar pencak silat.

Apapun pemilihan Intrumen yang disarankan untuk cabang pencak silat :

No Komponen Instrumen
TES BIOMOTORIK
1 Antropometri Indeks massa tubuh
2 Kecepatan 20 meter
30 meter
3 Kelincahan Lari modifikasi boomerang
Lari bolak balik (stutle run)
4 Kordinasi Memantulkan bola sepak ke dingding
Memantulkan bola basket ke dingding
5 Kelentukan Duduk dan jangkau ( sit and reanch)
Angkat badan ke atas (trunk extention)
6 Kekuatan Sut up
Push up
7 Power Lempar bola (shoot put)
Loncat tegak (vertical jump)
Lompat depan tanpa awalan
Lompat tiga kali
8 Daya tahan aerob Lari 15 menit
Lari 1.6 km
Multitahap
9 Anaerob (stamina) Lari 300 meter
Lari 400 meter
TES KETERAMPILAN
10 Kemampuan dasar Penampilan keterampilan pencak silat
11 Kecepatan tendangan Tendangan sabit 10 detik ( kanan dan kiri)
Tendangan lurus 10 detik ( kanan dan kiri)
Tendangan samping 10 detik ( kanan dan kiri)
12 Kelincahan tendangan Tendangan sabit kanan kiri 15 etik
Tendangan samping kanan kiri 15 edetik
13 Kordinasi tendangan Serangan beruntun selama 30 detik (solospel)
DAFTAR PUSTAKA

Ferry Hendarsih, Indro Catur Haryono, (2023), Latihan Kinerja Optimal Pengalaman dan Pelajaran Bersama
Cetak Juara, Alqaprint Jatinangor
Dr. Johansyah Lubis, M.Pd, Hendro Wardoyo, M.Pd (2016), Pencak Silat Edisi Ketiga, PT. Rajagrafindo
Persada
Cahniyo Wijaya Kuswanto, (2021), Panduan Praktik Tes Fisik Atlet Pencak Silat Dewasa Kategori Tanding,
CV. Laduny Alifatama
Dr. Widiastuti, M.Pd (2017), Tes dan Pengukuran Olahraga, PT. Rajagrafindo Persada
Ferry Hendarsin, Rony Syafullah (2020), Dimensi Coaching pada Penerapan Program Latihan Pengalaman
dan Pelajaran dari Mempersiapkan Atlet dan Tim Elit, Yuma Pustaka
Prof. Drs Harsono, M.Sc (2018), Latihan Kondisi Fisik Untuk Atlet Sehat Aktif, PT. Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai