Anda di halaman 1dari 39

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM

MENGANDUNG PAKAN SUMBER ENERGI


PENGGANTI JAGUNG

MUHAMMAD HISYAM SALAHUDDIN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Performa Ayam
Broiler yang Diberi Ransum Mengandung Pakan Sumber Energi Pengganti Jagung”
adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2022

Muhammad Hisyam Salahuddin


NIM D24180111
ABSTRAK
MUHAMMAD HISYAM SALAHUDDIN. Performa Ayam Broiler yang
Diberi Ransum Mengandung Pakan Sumber Energi Pengganti Jagung. Dibimbing
oleh HERI AHMAD SUKRIA dan WIDYA HERMANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi bahan pakan lokal sorgum,


gaplek, dan sagu utuh sebagai pengganti jagung dalam ransum terhadap performa
ayam broiler. Peubah yang diamati adalah bobot badan akhir, pertambahan bobot
badan, konsumsi pakan, konversi pakan, dan mortalitas selama pemeliharaan pada
umur 7-35 hari. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu ransum komersial (P0), ransum berbasis
sorgum (P1), ransum berbasis gaplek (P2) dan ransum berbasis sagu parut kering
(P3). Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dengan kepadatan 16-17 ekor m-2 pada
tiap ulangan dengan jumlah ayam sebanyak 200 ekor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, dan
konversi pakan berbeda sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan perlakuan
kontrol, sedangkan konsumsi pakan tidak berbeda nyata. Performa ayam broiler
pada perlakuan P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata. Pemberian ransum berbasis
sorgum, gaplek, dan sagu parut kering sebagai substitusi jagung ransum pada ayam
broiler menghasilkan performa yang lebih rendah dibandingkan pakan komersial.

Kata kunci: ayam broiler, gaplek, performa, sagu, sorgum

ABSTRACT
MUHAMMAD HISYAM SALAHUDDIN. Performance of Broiler Chicken
which Feeded Ration Containing Energy Source for Corn Substitute. Supervised by
HERI AHMAD SUKRIA and WIDYA HERMANA.

This study aimed to evaluate local feed ingredients such as sorghum, cassava,
and whole sago as an energy source to replace on the performance of broiler
chickens. The variables observed included body weight, body weight gain, feed
consumption, feed conversion ratio and mortality from 7 to 35 days of age. The
experimental design carried out was a completely randomized design (CRD) with
4 treatments, namely commercial ration (P0), complete ration based on sorghum
(P1), complete ration based on cassava (P2), complete ration based on dry grated
sago (P3). Each treatment consisted of 3 replications with a density of 16-17 m-2 in
each repetition with total of 200 chickens. The results showed that the average final
body weight, body weight gain, and feed conversion ratio were very significantly
different (P<0.01) lower than the control treatment, while feed consumption was
not significantly different. The performance of broiler chickens in treatment P1, P2,
and P3 was not significantly different. The diet contain sorghum, cassava, and dry
grated sago as a substitute corn in broiler chicken rations resulted in lower body
weight gain compared with the commercial feed.

Keywords: broiler chickens, cassava, performance, sorghum, whole sago


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2022
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM
MENGANDUNG PAKAN SUMBER ENERGI
PENGGANTI JAGUNG

MUHAMMAD HISYAM SALAHUDDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Program Studi Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
Tim Penguji pada Ujian Skripsi:
1. Ir. Dwi Margi Suci, MS
2. Prof. Dr. Ir. Niken Ulupi, MS
Judul Skripsi : Performa Ayam Broiler yang Diberi Ransum Mengandung Pakan
Sumber Energi Pengganti Jagung
Nama : Muhammad Hisyam Salahuddin
NIM : D24180111

Disetujui oleh

Pembimbing 1:
__________________
Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc,Agr.

Pembimbing 2:
__________________
Dr. Ir. Widya Hermana, MSi.

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan:


Prof. Dr. sc. ETH. Anuraga Jayanegara, S. Pt., M.Sc. __________________
NIP. 19830602 200501 1 001

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


20 Desember 2022
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2021 sampai
bulan Mei 2022 ini ialah “Performa Ayam Broiler yang Diberi Ransum
Mengandung Pakan Sumber Energi Pengganti Jagung”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada para pembimbing, Dr. Ir. Heri Ahmad
Sukria, M.Sc.Agr. sekalu pembimbing utama dan Dr. Ir. Widya Hermana, MSi.
selaku pembimbing anggota yang telah membimbing dan banyak memberi saran.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pembimbing akademik, moderator
seminar Dr. Dilla Maeristia Fassah, S.Pt., M.Sc., serta dosen penguji Prof. Dr. Ir.
Niken Ulupi, MS dan Dr. Ir. Dwi Margi Suci, MS.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah (Saepudin), Ibu (Eva
Sylviasari Handayani), Kakak (Muhammad Faiz Hafizhudien), dan Adik
(Muhammad Ghufran Fakhruddin dan Hasna Saffanah Nurfathonah) serta seluruh
keluarga besar yang lainnya atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada setiap individu di Laboratorium
Industri Pakan Fakultas Peternakan IPB dan Pembantu Kandang, khususnya Mba
Yati, Mang Ijan, Mas Bimo, Mang Ucan, dan Kang Adam yang telah membantu
selama pengumpulan data.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada teman satu penelitian
yaitu Agam, teman-teman satu kontrakan Blok B-3 yaitu Irham, Ghilman, Alka,
Rafid, Diki, Danang, Haris, dan Egar, teman-teman seperjuangan APRO BEMKM
IPB Kabinet Zilenial Alwi, Agung, Yajid, Soge, Agan, Nidy, Anggun, Eca, Kia,
Shafa, Fira, dan Syarah, sahabat satu departemen, Iqbal, Chemi, Endah, Sarah,
Bhernika, Rafi, teman-teman keluarga besar NTP 55, Cindy yang selalu menemani
dan menyemangati, serta pihak-pihak lainnya yang membantu dan melancarkan
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis, juga pihak yang
membutuhkan dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2022

Muhammad Hisyam Salahuddin


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN x
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
II METODE 3
2.1 Waktu dan Tempat 3
2.2 Alat dan Bahan 3
2.3 Ternak dan Kandang 3
2.4 Prosedur Kerja 3
2.5 Pengukuran Performa Ayam Broiler 6
2.6 Rancangan dan Analisis Data 6
III HASIL DAN PEMBAHASAN 8
3.1 Hasil Analisa Fisik Pakan 8
3.2 Performa Ayam Broiler Periode Starter (7-28 hari) 9
3.3 Performa Ayam Broiler Periode Finisher (29-35 hari) 11
3.4 Performa Ayam Broiler Selama Pemeliharaan (7-35 hari) 12
IV SIMPULAN DAN SARAN 17
4.1 Simpulan 17
4.2 Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL

1 Kandungan energi dan protein kasar bahan pakan pengganti jagung 4


2 Formulasi ransum perlakuan 4
3 Kandungan nutrien ransum perlakuan 5
4 Analisa fisik pakan perlakuan 8
5 Performa ayam broiler periode starter (7-28 hari) 9
6 Performa ayam broiler periode finisher (29-35 hari) 11
7 Performa ayam broiler selama pemeliharaan (7-35 hari) 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ANOVA kadar air periode starter 21


2 Analisis Duncan kadar air periode starter 21
3 Analisis ANOVA aktivitas air periode starter 21
4 Analisis Duncan aktivitas air periode starter 21
5 Analisis ANOVA kadar air periode finisher 21
6 Analisis Duncan kadar air periode finisher 22
7 Analisis ANOVA aktivitas air periode finisher 22
8 Analisis Duncan aktivitas air periode finisher 22
9 Analisis ANOVA bobot badan awal periode starter 22
10 Analisis ANOVA bobot badan akhir periode starter 22
11 Analisis Duncan bobot badan akhir periode starter 23
12 Analisis ANOVA pertambahan bobot badan periode starter 23
13 Analisis Duncan pertambahan bobot badan periode starter 23
14 Analisis ANOVA konsumsi pakan periode starter 23
15 Analisis ANOVA konversi pakan periode starter 23
16 Analisis Duncan konversi pakan periode starter 24
17 Analisis ANOVA bobot badan akhir periode finisher 24
18 Analisis Duncan bobot badan akhir periode finisher 24
19 Analisis ANOVA pertambahan bobot badan periode finisher 24
20 Analisis Duncan pertambahan bobot badan periode finisher 24
21 Analisis ANOVA konsumsi pakan periode finisher 25
22 Analisis ANOVA konversi pakan periode finisher 25
23 Analisis Duncan konversi pakan periode finisher 25
24 Analisis ANOVA bobot badan akhir selama pemeliharaan 25
25 Analisis Duncan bobot badan akhir selama pemeliharaan 25
26 Analisis ANOVA pertambahan bobot badan selama pemeliharaan 26
27 Analisis Duncan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan 26
28 Analisis ANOVA konsumsi pakan selama pemeliharaan 26
29 Analisis ANOVA konversi pakan selama pemeliharaan 26
30 Analisis Duncan konversi pakan selama pemeliharaan 26
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini bidang peternakan mengalami perkembangan yang pesat dan
berpengaruh terhadap ketersediaan pakan yang ada. Bahan baku pakan lokal yang
tersedia pun kerap kali kurang mencukupi kebutuhan dan diperlukan impor bahan
baku pakan. Jagung menjadi bahan pakan yang sering digunakan sebagai sumber
energi. Data BPS (2018) menunjukkan bahwa produksi jagung di Indonesia
mencapai kurang lebih 30 juta ton. Keterbatasan produksi jagung di Indonesia dapat
diasumsikan bahwa diperlukan substitusi jagung sekitar 7-7,5 juta ton dari total
kebutuhan pakan yaitu sekitar 15 juta ton. Menurut NRC (1994), jagung merupakan
bahan dasar penyusun ransum yang porsinya 50%-60% dalam ransum, dan
memiliki kandungan PK 8,5%, SK 2,2%, LK 3,8%, dan EM 3350 Kkal kg-1. Jagung
memiliki harga yang terus meningkat karena keterbatasan ini, sehingga diperlukan
alternatif pakan sumber energi lain yang dapat menggantikan jagung dalam susunan
ransum.
Indonesia memiliki sumberdaya bahan baku pakan sumber energi yang
berlimpah. Sorgum adalah salah satu komoditas yang mempunyai potensi besar
untuk dikembangkan di Indonesia. Sorgum memiliki kandungan PK 7,8%, SK
2,6%, LK 4,0%, dan EM 3356 Kkal kg-1 (Kumaravel dan Natarajan 2015). Selain
sebagai sumber energi, sorgum memiliki kandungan protein, kalsium, dan vitamin
B1 lebih tinggi dibandingkan jagung sehingga tanaman sorgum sangat potensial
sebagai bahan pakan utama. Penggunaan sorgum sebagai bahan pakan utama dalam
menyusun ransum dengan mensubstitusi jagung dikarenakan sorgum dapat
diperoleh dengan mudah di daerah kering dan nilai nutrisi sorgum tidak kurang dari
nutrisi jagung serta harganya yang cukup murah dibandingkan dengan jagung
(Hermawan 2014).
Gaplek dapat menjadi pilihan pengganti jagung dalam susunan ransum pakan.
Gaplek memiliki ketersediaan yang sangat berlimpah di Indonesia khususnya di
daerah Lampung. Menurut Badan Pusat Statistik (2015) produksi gaplek mencapai
21 juta ton. Gaplek mempunyai kadar energi yang tinggi, akan tetapi memiliki kadar
protein yang rendah. Gaplek memiliki kandungan nutrisi PK 2,3%, SK 4,8%, LK
4%, dan EM 3650 Kkal kg-1 (Weurding et al. 2001). Gaplek tergolong sebagai
karbohidrat yang mudah dicerna (Tillman et al. 1998). Gaplek dapat digunakan
sebagai substitusi jagung dalam susunan ransum ternak, namun tidak bisa
seluruhnya. Batas penggunaan gaplek dalam susunan ransum yaitu sebesar 75%.
Tanaman sagu merupakan bahan baku yang juga dapat menjadi alternatif
khususnya pada bagian empulur batang sagu. Sagu sangat berpotensial untuk dapat
dimanfaatkan dari ketersediaannya. Menurut Badan Pusat Statistik (2021) produksi
sagu di Indonesia mencapai sekitar 380 ribu ton dan daerah Riau menjadi yang
terbanyak. Sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan berpotensi untuk
dapat mencukupi kebutuhan ternak. Batang sagu terdiri atas lapisan kulit bagian
luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur atau isi sagu yang mengandung
serat-serat dan pati (Haryanto dan Pangloli 1992). Sagu yang digunakan dalam
susunan pakan ternak perlu diparut dan dikeringkan terlebih dahulu. Sagu parut
yang sudah dikeringkan memiliki kandungan PK 3,44%, SK 2,36%, LK 0,12%, dan
EM 3509 Kkal kg-1 (Kharisma 2022).
2

Walaupun sorgum, gaplek, maupun sagu dapat menyamai jagung dalam


kandungan nutrisinya, namun ada juga kandungan lainnya yang tidak dimiliki oleh
ketiga bahan pakan tersebut, yaitu kandungan karotenoid. Jagung memiliki
kandungan karotenoid berupa β-karoten sebesar 1,41-2,49 mg/100 g. β-karoten
memiliki manfaat untuk daya tahan tubuh ayam juga dapat meningkatkan kualitas
karkas ataupun warna paruh dan ceker ayam. Penambahan daun kelor sebagai
suplementasi dalam ransum dapat menyamai kandungan karotenoid dari jagung.
Daun kelor memiliki kandungan β -karoten yang tinggi yaitu sekitar 6,78 mg/100 g
(Fuglie 2001). Penambahan daun kelor dapat digunakan sekitar 10%-15% dalam
susunan ransum unggas. Oleh karena itu substitusi jagung dengan alternatif bahan
pakan sumber energi dan penambahan daun kelor sebagai suplemen perlu dikaji
lebih lanjut guna mengetahui pengaruhnya terhadap performa ayam broiler.

1.2 Rumusan Masalah


Jagung kerap kali menjadi bahan baku utama sumber energi sebagai penyusun
pakan ternak. Namun ketersediaannya yang terbatas dan tingginya angka impor
membuat harga jagung menjadi mahal. Permasalahan tersebut perlu solusi berupa
alternatif atau pengganti jagung sebagai bahan baku utama. Ketersediaan bahan
baku sumber energi di Indonesia menjadi salah satu potensi yang memiliki peluang
besar untuk dapat dimanfaatkan. Sorgum, gaplek, dan sagu dapat menjadi alternatif,
dilihat dari ketersediaannya yang melimpah. Namun perlu penambahan bahan lain
sebagai suplementasi guna mencapai kandungan yang sepadan dengan kandungan
yang dimiliki jagung. Daun kelor yang kaya protein dan asam amino dapat menjadi
suplementasi dalam pakan. Campuran bahan-bahan tersebut perlu dilihat
pengaruhnya terhadap performa ayam broiler dengan rasio perbandingan tertentu.

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh pemberian ransum
mengandung tepung sorghum, ubi kayu, dan empulur batang pohon sagu yang
diparut dan dikeringkan (sagu parut kering) sebagai sumber energi pengganti
jagung terhadap performa ayam broiler. Performa ayam broiler yang diamati
meliputi bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan,
dan mortalitas

1.4 Manfaat
Manfaat dan kontribusi yang dapat diberikan pada penelitian ini, yaitu dapat
menambah ilmu pengetahuan dalam bentuk pustaka sebagai sumber
acuan/referensi. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi terkait potensi atau peluang alternatif bahan pakan sumber energi
pengganti jagung.
3

II METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2021 hingga bulan Mei
2022. Pembuatan ransum perlakuan dilakukan di Laboratorium Lapang Industri
Pakan Fakultas Peternakan IPB University. Pemeliharaan serta pemberian ransum
perlakuan dilakukan di Peternakan Rakyat Desa Cibatok Dua, Kec. Cibungbulang,
Kab. Bogor, Jawa Barat.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan untuk produksi pakan meliputi mesin pengering, mesin
giling, mesin mixer, mesin steam, mesin pellet, dan mesin crumble. Alat yang
digunakan untuk pemeliharaan ayam meliputi tempat pakan, tempat minum,
pemanas kandang, lampu pijar, timbangan digital, timbangan duduk, tempat pakan
perlakuan, keranjang penimbangan, saringan, label kandang, dan kandang. Bahan
yang digunakan yaitu bahan pakan sumber energi pengganti jagung yang meliputi
sorgum, ubi kayu, dan empulur batang pohon sagu yang diparut dan dikeringkan
(sagu parut kering). Bahan pakan lain yang digunakan yaitu daun kelor, pollard,
solid sawit, dedak halus, bungkil kedelai, minyak sayur, DCP, CaCO 3, premix,
NaCl, DL-Methionine, dan L-Lysin.

2.3 Ternak dan Kandang


Ternak yang digunakan pada penelitian ini yaitu ayam broiler Strain Ross
dengan jumlah 200 ekor. Bangunan kandang memiliki struktur bangunan lokal yang
berukuran 3×6 m. Kandang dibuat dengan menggunakan kayu dan bambu hingga
menutupi seluruh sisi kandang. Atap kandang ditutupi dengan terpal dan sekam
sebagai alasnya. Kandang dibuat berbentuk kotak-kotak, dengan luas tiap kotaknya
yaitu 1 m2.

2.4 Prosedur Kerja

2.4.1 Pembuatan Bahan Pakan Pengganti Jagung


Pengolahan pakan dilakukan di Laboratorium Lapang Industri Pakan,
Kandang Fakultas Peternakan, IPB University. Bahan-bahan baku pakan yang
akan diolah terdiri dari sorgum, gaplek, dan sagu parut kering. Kemudian bahan-
bahan baku tersebut ditambahkan dengan bahan lainnya supaya memiliki
kandungan nutrisi yang setara dengan jagung. Sorgum ditambahkan daun kelor
dengan rasio 9:1 (F1), gaplek ditambahkan pollard dan daun kelor dengan rasio
7:2:1 (F2), dan sagu parut kering ditambahkan solid sawit dan daun kelor dengan
rasio 7:2:1 (F3). Bahan akan melalui proses mixing selama 10 menit dan
steaming selama 5 menit. Kandungan energi dan protein kasar dari ketiga
formula disajikan pada Tabel 1.
4

Tabel 1 Kandungan energi dan protein kasar bahan pakan pengganti jagung

Bahan Pakan
Kandungan
Jagunga F1b F2b F3b
PK (%) 8,5 9,98 7,11 7,78
EM (Kkal kg-1) 3350 3120 3287 3122
F1 = sorgum + daun kelor, F2 = gaplek + pollard + daun kelor, F3 = sagu parut kering + solid sawit
+ daun kelor, PK = protein kasar, EM = Energi Metabolis. aNRC 1994, bHasil perhitungan dengan
perbandingan yang digunakan.

2.4.2 Pembuatan Ransum Perlakuan


Tahapan proses pembuatan ransum perlakuan disajikan dalam bentuk
diagram alir pada Gambar 1.

Penggilingan bahan baku


Penimbangan bahan
Mixing
Steaming
Pelleting
Crumbling
Gambar 1 Diagram alir tahapan proses pembuatan ransum perlakuan
Formulasi ransum perlakuan yang disajikan pada Tabel 2 dan kandungan
nutrien ransum perlakuan pada Tabel 3.

Tabel 2 Formula ransum perlakuan periode starter dan periode finisher

Starter (7-28 hari) Finisher (29-35 hari)


Bahan Pakan (%)
P1 P2 P3 P1 P2 P3
Pakan F1 57,00 0,00 0,00 60,00 0,00 0,00
Pakan F2 0,00 55,00 0,00 0,00 60,00 0,00
Pakan F3 0,00 0,00 52,00 0,00 0,00 57,00
Dedak Halus (Bekatul) 3,50 2,50 0,00 5,00 5,00 0,00
Pollard 0,00 0,00 5,50 7,00 0,00 10,00
Bungkil kedelai 33,00 37,00 37,00 22,50 30,00 27,00
Minyak sayur 3,00 3,00 3,00 2,50 2,50 3,00
DCP 1,50 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
CaCO3 1,50 1,00 1,00 1,50 1,00 1,50
Premix 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
NaCl 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
DL-Methionine 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
L-Lysin 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Total 100 100 100 100 100 100
Pakan F1 = sorgum + daun kelor, Pakan F2 = gaplek + pollard + daun kelor, Pakan F3 = sagu parut
kering + solid sawit + daun kelor, DCP = dicalcium phosphate.
5

Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan periode starter dan periode finisher

Starter (7-28 hari) Finisher (29-35 hari)


Bahan Pakan (%)
P1 P2 P3 P1 P2 P3
BK (%)a 89,69 88,78 88,41 87,41 87,66 88,66
Abu (%)b 6,88 6,40 7,73 6,14 5,55 6,88
PK (%)a 21,09 21,79 21,67 16,42 15,43 14,40
LK (%)a 5,74 2,11 3,83 5,17 3,99 3,81
SK (%)a 3,57 2,94 4,07 3,36 3,81 5,90
Beta-N (%)a 62,72 66,76 62,70 68,91 71,22 66,94
GE (kal g-1)b 4285 4051 4045 3914 3929 3968
Ca (%)b 1,32 0,96 1,24 1,29 0,69 1,16
P total (%)c 0,70 0,60 0,51 0,65 0,60 0,49
P tersedia (%)c 0,31 0,24 0,22 0,24 0,24 0,21
Lysine (%)c 1,08 1,13 1,14 0,84 0,96 0,89
Methionine (%)c 0,45 0,41 0,41 0,41 0,38 0,35
a
Hasil analisis laboratorium PAU IPB (2022), bHasil analisis laboratorium ITP INTP Fakultas
Peternakan IPB, cBerdasarkan formulasi mengguanakan metode trial and error, BK = bahan kering,
PK = protein kasar, LK = lemak kasar, SK = serat kasar, GE = gross energi, Ca = kalsium, P = fosfor.

2.4.3 Pemeliharaan Ternak


Pemeliharaan ayam broiler pada penelitian ini dilakukan pada kondisi
peternakan rakyat yang dipelihara dari umur DOC (day old chick) hingga umur
35 hari. Ayam pada umur 0-6 hari diberi pakan komersial Booster-510 dalam
satu kotak yang sama, dan selanjutnya dipisahkan ke tiap kotak ulangan dan
diberi masing-masing pakan perlakuan pada periode starter umur 7-28 hari dan
periode finisher 29-35 hari. Jumlah ayam pada tiap kotak ulangan yaitu 16-17
ekor m-2. Pemberian pakan dan minum dilakukan secara ad libitum setiap pagi
dan sore hari.

2.4.4 Pengukuran Kadar Air


Kadar air adalah kondisi kandungan air yang terkandung dalam pakan.
Kadar air menjadi indikator kualitas fisik dan kimia dari pakan. Kadar air
didapatkan dengan memasukkan sampel pakan basal yang telah dihancurkan ke
dalam alat ukur Grain Moisture Tester PM-650. Alat dinyalakan dengan
menekan tombol power, select, pilih kode pengujian sesuai dengan sampel uji,
tekan tombol MEA, dan tunggu beberapa detik tampilan display akan berubah
dan muncul perintah masukkan sampel. Sampel dimasukkan sampai menutupi
detector, nilai kadar air akan muncul yang dinyatakan dalam %.

2.4.5 Pengukuran Aktivitas Air


Aktivitas air adalah intensitas air di dalam unsur-unsur bukan air atau
benda padat. Secara sederhana, aktivitas air adalah ukuran status energi air dalam
suatu sistem. Pakan aktivitas air menentukan kualitas dari pakan tersebut.
Pengukuran aktivitas air atau aw dilakukan dengan pengukuran menggunakan
alat ukur aw meter dengan tipe Rotronic HP23-AW-A-SET-40. Rotronic HP23-
AW-A-SET-40 merupakan salah satu pengembangan alat rapid test yang
ditujukan untuk mengukur aktivitas air pada bahan pakan atau pakan.
6

2.5 Pengukuran Performa Ayam Broiler

2.5.1 Bobot Badan


Bobot badan menunjukkan bobot ternak pada periode waktu tertentu
selama pemeliharaan. Pengukuran bobot badan dilakukan dengan cara
menimbang ayam pada setiap minggunya.

2.5.2 Pertambahan Bobot Badan


Pertambahan bobot badan ayam diperoleh dengan menghitung selisih
antara bobot badan yang diukur setiap minggu dengan bobot badan sebelumnya.

2.5.3 Konsumsi Pakan


Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak pada
periode waktu tertentu selama pemeliharaan yang dapat diperoleh dengan
menghitung selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan.

2.5.4 Konversi Pakan


Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dibutuhkan ternak untuk
menghasilkan satu kg bobot hidup. Konversi pakan diperoleh dengan membagi
antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan ternak.

2.5.5 Mortalitas
Mortalitas menunjukkan persentase kematian ternak yang diperoleh
dengan cara membandingkan antara jumlah ayam yang mati selama
pemeliharaan dengan total jumlah ayam yang dipelihara.

2.6 Rancangan dan Analisis Data

2.6.1 Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) perlakuan dengan pakan ransum
komersial sebagai kontrol. Perlakuan yang digunakan yaitu:
P0 : Pakan ransum komersial (Charoen Pokphand)
P1 : Pakan ransum komplit berbasis sorgum
P2 : Pakan ransum komplit berbasis gaplek
P3 : Pakan ransum komplit berbasis sagu parut kering

2.6.2 Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 (empat) perlakuan dan 3 (tiga)
ulangan. Model matematika yang digunakan sesuai (Steel dan Torrie 1993)
adalah:

Yij = µ + τi + єij

Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
7

µ = Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
€ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i yang terjadi pada ulangan ke-j

2.6.3 Analisis Data


Program aplikasi yang akan digunakan dalam menganalisis data yaitu
Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Data akan dianalisis
menggunakan sidik ragam Analisis of Variance (ANOVA) dan jika peubah yang
diamati berbeda nyata akan diuji lanjut Duncan.

2.6.4 Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi kadar air, aktivitas air,
bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, dan
mortalitas.
8

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Analisa Fisik Pakan


Sifat fisik merupakan karakteristik dasar dari suatu bahan pakan yang penting
untuk diketahui dalam menilai dan menentukan mutu pakan secara fisik. Pengujian
sifat fisik pakan diperlukan dalam proses penyimpanan, penanganan serta
transportasi bahan tersebut. Hasil analisa fisik pakan perlakuan starter yang
disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Analisa fisik pakan perlakuan periode starter dan finisher

Starter Finisher
Peubah Ref
P1 P2 P3 P1 P2 P3
Kadar air 10,40 ± 8,80 ± 11,88 ± 9,73 ± 8,98 ± 12,15 ±
< 14*
(%) 0,61b 0,14a 0,39c 0,22b 0,22a 0,34c
Aktivitas 0,61 ± 0,57 ± 0,64 ± 0,62 ± 0,54 ± 0,66 ±
< 0,7*
air 0,03b 0,01 a 0,01b 0,02b 0,02 a 0,03c
P1 = ransum berbasis sorgum, P2 = ransum berbasis gaplek, P3 = ransum berbasis sagu parut kering,
angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata hasil uji
lanjut Duncan (P<0,01). *) Retnani et al. 2010.

Kadar air adalah persentase banyaknya kandungan air dalam bahan


berdasarkan berat kering. Kadar air dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan
kelembaban lingkungan (Syarief dan Halid 1994). Hasil analisis menunjukkan
bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (P<0,01). Nilai kadar
air pada periode starter dari tiap perlakuan berkisar 8,80%-11,88% dan pada periode
finisher berkisar 8,98%-12,15%. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(2015), bahwa rataan nilai kadar air pakan ayam broiler yaitu <14%. Perbedaan
nilai kadar air pada periode starter dan finisher disebabkan karena terjadinya
penyerapan air dari udara dan suhu yang lembab. Nurhayatin dan Puspitasari (2017)
menyatakan bahwa perubahan kadar air pellet dipengaruhi oleh suhu lingkungan
pada saat proses penyimpanan. Kadar air yang rendah pada periode starter akan
mempengaruhi tekstur dan kekerasan pakan pellet, sehingga pakan akan mudah
hancur. Pakan yang mengandung serat kasar tinggi memiliki rongga yang banyak,
hal ini juga mempengaruhi kadar air yang terkandung dalam pakan. Bahan pakan
yang menyusun ransum menjadi salah satu faktor yang menentukan tinggi atau
rendahnya kadar air pakan serta dari kelembapan disekitarnya (Retnani et al. 2009).
Nilai kadar air pakan perlakuan <14% dan dapat dikatakan baik sesuai dengan
pernyataan Retnani et al. (2010), bahwa dengan nilai kadar air <14% memiliki
tingkat keawetan dan daya simpan yang lebih tinggi.
Aktivitas air merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam
menentukan kualitas dan keamanan pakan. Aktivitas air juga sering diartikan
sebagai kandungan air dalam bahan yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat
nyata terhadap aktivitas air (P<0,01). Nilai aktivitas air pada periode starter
berkisar 0,57-0,64 dan pada periode finisher berkisar 0,54-0,66. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai aktivitas air pakan pada penelitian dapat dibilang cukup
9

baik, sesuai dengan pernyataan Retnani et al. (2010), bahwa nilai aktivitas air pakan
ayam broiler komersial sebesar 0,77. Perubahan nilai aktivitas air pada periode
starter dan finisher tidak menunjukkan perbedaan yang siginifikan. Hal ini dapat
disebabkan oleh pengaruh yang sama oleh suhu dan kelembaban ruangan serta
adanya reaksi oksidasi pada masing masing pakan (Akbar et al. 2017). Nilai
aktivitas air pakan perlakuan <0,7 dan dapat dikatakan cukup baik, karena rentang
aktivitas air bagi jamur untuk dapat tumbuh secara maksimal ialah antara 0,8-0,9.

3.2 Performa Ayam Broiler Periode Starter (7-28 hari)


Data hasil penelitian performa ayam broiler periode starter (7-28 hari)
disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Performa ayam broiler periode starter (7-28 hari)

Perlakuan
Peubah
P0 P1 P2 P3
134,82 ± 134,19 ± 134,79 ± 133,05 ±
BB awal (g ekor-1)
3,42 5,40 1,91 0,22
990,48 ± 793,98 ± 781,70 ± 819,18 ±
BB akhir (g ekor-1)
45,91b 37,14a 59,82a 24,12a
855,66 ± 659,79 ± 646,91 ± 686,13 ±
PBB (g ekor-1)
49,32b 39,11a 61,67a 24,33a
1383,66 ± 1352,75 ± 1398,98 ± 1345,91 ±
Konsumsi pakan (g ekor-1)
42,67 44,68 5,14 32,34
1,62 ± 2,05 ± 2,18 ± 1,96 ±
Konversi pakan
0,04a 0,11b 0,21b 0,05b
Mortalitas (%) 4 2 2 6
BB = bobot badan, PBB = pertambahan bobot badan, P0 = ransum komersial (kontrol), P1 = ransum
berbasis sorgum, P2 = ransum berbasis gaplek, P3 = ransum berbasis sagu parut kering, angka yang
diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata hasil uji lanjut
Duncan (P<0,01).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan memiliki pengaruh yang


sangat nyata (P<0,01) dibandingkan dengan kontrol terhadap pertambahan bobot
badan dan konversi pakan. Nilai bobot badan awal yang didapatkan berkisar anatara
133,05-134,82 g ekor-1 dan nilai bobot badan akhir pada tiap perlakuan berkisar
antara 781,70-990,48 g ekor-1. Nilai ini lebih kecil dibandingkan standar bobot
badan ayam broiler menurut Aviagen (2022) pada umur 7 hari yaitu sebesar 214 g
ekor-1, dan bobot badan umur 28 hari sebesar 1536 g ekor-1. Bobot badan erat
hubungannya dengan jumlah konsumsi pakan (Bell dan Weaver 2002).
Menurunnya konsumsi pakan mengakibatkan rendahnya pertambahan bobot badan
karena konsumsi nutrien berkurang (Leeson dan Summers 2005). Nilai bobot badan
akhir antara pakan perlakuan dan kontrol memiliki nilai yang cukup berbeda jauh.
Hal ini terjadi karena perbedaan tahapan proses pembuatan pakan yang juga
berdampak pada kualitasnya. Menurut Sukria et al. (2022) pakan yang dibuat
menggunakan proses steaming akan menghasilkan bobot badan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan proses tersebut. Namun demikian,
tahapan proses pada pembuatan pakan kontrol atau komersial dibuat menggunakan
10

teknologi steam pelleting dan quality control yang lebih baik dibandingkan dengan
tahapan proses pembuatan pakan perlakuan (Cramer et al. 2003).
Nilai pertambahan bobot badan yang didapatkan pada penelitian yaitu
berkisar antara 646,91-855,66 g ekor-1. Rendahnya nilai pertambahan bobot badan
ini disebabkan oleh rendahnya konsumsi pakan. Menurut Koni et al. (2013), bobot
badan akhir dan pertambahan bobot badan juga dipengaruhi dari konsumsi pakan.
Semakin tinggi nilai konsumsi pakan, maka kemungkinan besar akan semakin
tinggi juga nilai bobot badan akhir. Selain itu, salah satu faktor dari rendahnya
bobot badan akhir yaitu tingginya nilai konversi pakan, sehingga pakan yang
dikonsumsi tidak efisien dan tidak berpengaruh positif terhadap bobot badan dan
pertambahan bobot badannya.
Konsumsi pakan dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan bobot
badan akhir dan pertambahan bobot badan. Nilai konsumsi pakan pada penelitian
yaitu berkisar antara 1345,91-1398,98 g ekor-1. Nilai yang didapat memiliki nilai
yang lebih kecil dibandingkan menurut Aviagen (2022), bahwa nilai konsumsi
pakan ayam broiler umur 28 hari sebesar 1956 g ekor -1. Rendahnya nilai konsumsi
pakan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya suhu lingkungan dan
kepadatan ayam di kandang. Kepadatan kandang dapat menyebabkan konsumsi
pakan tidak efisien. Menurut Gustira dan Kurtini (2015), kandang yang terlalu padat
akan meningkatkan kompetisi pada ayam untuk mengonsumsi ransum, air minum,
maupun oksigen. Kepadatan jumlah ayam dalam kandang merupakan salah satu
faktor penyebab stres yang diindikasikan dengan perubahan pola makan dan
beberapa perubahan perilaku pada ayam (Iskandar et al. 2009).
Nilai konversi pakan pada penelitian berkisar antara 1,62-2,18. Hal ini
menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan menurut Aviagen (2022), bahwa
nilai konversi pakan ayam broiler pada umur 28 hari yaitu 1,27. Konversi pakan
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum dan zat-
zat yang terdapat dalam ransum (National Research Council 1994). Menurut Rasyaf
(2007), pakan berbentuk crumble sangat cocok untuk ayam broiler periode starter
atau umur mulai tujuh hari, karena dapat menghasilkan bobot badan yang lebih
besar. Namun pakan yang digunakan pada penelitian berbentuk pellet, sehingga
pakan terlalu sulit untuk dicerna karena kemampuan untuk mencerna pakannya
masih belum baik. Menurut Kartadisastra (1994) pakan berbentuk crumble
memiliki kemudahan yaitu dapat mudah dikonsumsi dan membuat pakan tidak
mudah tercecer saat dikonsumsi, sehingga efisiensi pakannya pun berdampak
positif. Rendahnya konversi pakan menunjukkan semakin efisien penggunaan
pakan dalam produksi daging (Allama et al. 2012).
Tingkat kematian ayam broiler dipengaruhi oleh manajemen
pemeliharaannya yang dapat dilihat dari nilai mortalitasnya. Nilai mortalitas yang
didapatkan selama penelitian yaitu berkisar antara 2%-6% atau 1-3 ekor ayam yang
mati. Hal ini disebabkan salah satunya oleh kepadatan kandang yang tinggi.
Kandang dengan kepadatan yang tinggi akan memicu tingkat agresif dalam
perebutan pakan, ayam yang ukurannya lebih kecil akan kalah dengan ayam yang
ukurannya lebih besar, oleh karena itu memicu peningkatan jumlah ayam yang
mati. Selain itu, kepadatan kandang yang tinggi juga akan menurunkan aktivitas
ayam sehingga berpengaruh pada kesehatan kaki (Thomas et al. 2011). Menurut
Sipahutar (2018), ayam broiler pada fase starter masih sulit memulihkan kondisi
fisik dan beradaptasi dengan lingkungan. Ayam broiler fase starter memerlukan
11

penanganan khusus untuk menyeimbangkan kondisi tubuh serta suplai energi untuk
memulihkan kondisi fisik akibat stres trasportasi dan lingkungan. Suplai asupan
harus mengandung energi cukup untuk mendukung energi metabolisme dalam
pertumbuhan dan memelihara kondisi fisik.

3.3 Performa Ayam Broiler Periode Finisher (29-35 hari)


Data hasil penelitian performa ayam broiler periode starter (29-35 hari)
disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Performa ayam broiler periode finisher (29-35 hari)

Perlakuan
Peubah
P0 P1 P2 P3
1333,47 ± 1018,00 ± 999,07 ± 936,47 ±
BB akhir (g ekor-1)
55,42b 60,15a 58,94a 10,82a
342,99 ± 245,60 ± 217,37 ± 187,74 ±
PBB (g ekor-1)
27,78c 23,44b 0,91ab 13,34a
798,84 ± 793,61 ± 763,72 ± 761,86 ±
Konsumsi pakan (g ekor-1)
30,76 40,98 42,59 85,41
2,34 ± 3,24 ± 3,51 ± 4,05 ±
Konversi pakan
0,21a 0,30b 0,20bc 0,36c
Mortalitas (%) 0 2 8 8
BB = bobot badan, PBB = pertambahan bobot badan, P0 = ransum komersial (kontrol), P1 = ransum
berbasis sorgum, P2 = ransum berbasis gaplek, P3 = ransum berbasis sagu parut kering, angka yang
diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata hasil uji lanjut
Duncan (P<0,01).

Berdasarkan analisis menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat


nyata (P<0,01) dibandingkan dengan kontrol terhadap pertambahan bobot badan
dan konversi pakan. Nilai bobot badan akhir yang didapat pada penelitian yaitu
berkisar antara 936,47-1333,47 g ekor-1. Sementara itu, nilai pertambahan bobot
badan pada penelitian yaitu berkisar antara 187,74-342,99 g ekor-1. Nilai yang
didapat masih lebih kecil dibandingkan nilai menurut Aviagen (2022), ayam broiler
yang dipelihara sampai umur 35 hari memiliki nilai bobot badan sebesar 2150 g
ekor-1. Hal itu dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Pakan perlakuan
memiliki kandungan protein yang lebih rendah dari kebutuhannya. Nilai kandungan
protein pakan perlakuan berkisar antara 14,40%-16,42%, yang artinya lebih rendah
dari kebutuhan ayam broiler periode finisher yaitu sebesar 18%-22% (Standar
Nasional Indonesia 2006). Perlakuan P3 memiliki kandungan protein yang sangat
rendah yaitu 14,40%. Hal itu terjadi dikarenakan tahapan proses yang
menggunakan mesin yang tidak cukup baik, juga pakan penyusun ransum yang
kualitasnya tidak cukup baik. Pakan perlakuan P3 memiliki nilai protein yang lebih
rendah dibandingkan pakan perlakuan yang lain. Menurut Wahju (2004), kelebihan
konsumsi protein dari ransum akan disimpan dalam bentuk energi, sedangkan
kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pemeliharaan jaringan tubuh,
pertumbuhan terganggu, dan penimbunan daging menurun. Hal itulah yang
menyebabkan bobot badan dan pertambahan bobot badannya mendapatkan nilai
yang rendah.
12

Konsumsi pakan memiliki pengaruh terhadap bobot badan akhir dan


pertambahan bobot badan. Nilai konsumsi pakan yang didapatkan pada penelitian
yaitu berkisar antara 761,86-798,84 g ekor-1. Nilai ini lebih rendah dibandingkan
menurut Aviagen (2022), bahwa nilai konsumsi pakan ayam broiler pada umur 29-
35 hari sebesar 933 g ekor-1. Rendahnya nilai ini salah satunya dipengaruhi oleh
kepadatan kandang. Semakin tinggi kepadatan pada luas kandang yang sama maka
sifat perkelahian pada ternak akan semakin tinggi juga (Puspani 2008). Ayam
broiler pada umur 29-35 hari sudah memiliki bobot badan dan kondisi fisik yang
besar, sehingga kemungkinan ayam untuk berkompetisi mengonsumsi pakan sangat
tinggi. Kompetisi ini kemudian akan memunculkan ayam yang kalah dan menang,
sehingga rataan konsumsi pakan ayam perekornya tidak seragam. Menurut Wahju
(2004) faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan tidak saja
dipengaruhi oleh bobot badan ayam, melainkan jenis kelamin, aktivitas, suhu
lingkungan, kondisi lingkungan, dan kesehatan ayam yang diwujudkan dengan
kondisi kandang yang nyaman. Semakin hari ayam bertumbuh maka semakin
banyak ransum yang dikonsumsi oleh ayam dan setiap minggu jumlah konsumsi
ransum akan bertambah dari minggu sebelumnya (Fadilah 2004). Leeson dan
Summers (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi
konsumsi pakan adalah bentuk pakan, kandungan energi pakan, kesehatan
lingkungan, zat nutrisi, kecepatan pertumbuhan, dan stres.
Konversi pakan menjadi salah satu faktor nilai dari bobot badan akhir dan
pertambahan bobot badan. Nilai konversi pakan yang didapatkan pada penelitian
yaitu berkisar antara 2,34-4,05. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pakan tidak
efisien untuk mencapai pertambuhan. Pertumbuhan yang cepat dengan jumlah
konsumsi pakan yang sedikit menunjukkan efisiensi penggunaan pakan yang tinggi
(Astuti et al. 2015). Ayam yang telah berumur lebih dari empat minggu cenderung
mengonsumsi pakan lebih sedikit, sehingga mempengaruhi tingginya nilai konversi
pakan. Perlakuan P1 dan P2 memiliki nilai konversi pakan yang tidak berbeda jauh,
namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan pakan P0. Perlakuan P3 memiliki
nilai konversi pakan tertinggi. Tingginya nilai konversi pakan ini diduga karena
tingkat kepadatan di kandang.
Nilai mortalitas dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaannya. Nilai
mortalitas pada tiap perlakuan yaitu 0% pada perlakuan P0, 2% pada perlakuan P1,
dan masing-masing 8% untuk perlakuan P2 dan P3. Hal ini tidak sejalan dengan
pernyataan menurut Bell dan Weaver (2002), angka mortalitas dipengaruhi oleh
umur, ayam broiler umur 2-4 minggu memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan umur 5-8 minggu. Tingginya nilai mortalitas ini salah satunya
dipengaruhi oleh kualitas maupun kandungan nutrisi dari bahan pakan yang
terkandung dalam tiap perlakuan. Perlakuan P3 memiliki kandungan protein yang
sangat rendah. Menurut Falah et al. (2022), kandungan protein pada ransum
mempengaruhi daya tahan tubuh ayam, sehingga ayam tahan terhadap penyakit.
Perlakuan P2 terdapat ayam dengan bobot badan rendah sampai hari ke-29. Hal itu
yang menyebabkan ayam kalah saing dalam mengonsumsi pakan, dan membuat
ayam tidak dapat bertahan hidup.

3.4 Performa Ayam Broiler Selama Pemeliharaan (7-35 hari)


Data hasil penelitian performa ayam broiler selama pemeliharaan (7-35 hari)
disajikan pada Tabel 7.
13

Tabel 7 Performa ayam broiler selama pemeliharaan (7-35 hari)

Perlakuan
Peubah
P0 P1 P2 P3
134,82 ± 134,19 ± 134,79 ± 133,05 ±
BB awal (g ekor-1)
3,42 5,40 1,91 0,22
1333,47 ± 1018,00 ± 999,07 ± 936,47 ±
BB akhir (g ekor-1)
55,42b 60,15a 58,94a 10,82a
1198,65 ± 883,82 ± 864,28 ± 803,42 ±
PBB (g ekor-1)
58,37b 56,09a 60,79a 11,03a
2182,51 ± 2146,36 ± 2162,70 ± 2107,77 ±
Konsumsi pakan (g ekor-1)
73,40 85,58 45,02 109,43
1,82 ± 2,43 ± 2,51 ± 2,62 ±
Konversi pakan
0,06a 0,06b 0,18bc 0,13c
Mortalitas (%) 4 4 10 14
BB = bobot badan, PBB = pertambahan bobot badan, P0 = ransum komersial (kontrol), P1 = ransum
berbasis sorgum, P2 = ransum berbasis gaplek, P3 = ransum berbasis sagu parut kering, angka yang
diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata hasil uji lanjut
Duncan (P<0,01).

Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa perlakuan memiliki


pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan akhir, pertambahan
bobot badan, dan konversi pakan. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada
Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai bobot badan tertinggi didapatkan pada perlakuan
P0 dengan nilai sebesar 1333,47 g ekor-1. Sementara nilai bobot badan akhir yang
paling rendah yaitu perlakuan P3 dengan nilai sebesar 936,47 g ekor-1. Bobot badan
akhir yang didapatkan dari hasil penelitian memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan nilai standar bobot badan akhir ayam broiler strain Ross yang
dipelihara selama 35 hari yaitu sebesar 2150 g ekor-1 (Aviagen 2022). Nilai
pertambahan bobot badan pada penelitian berkisar antara 803,42-1198,65 g ekor-1.
Menurut Anggorodi (1994), bobot badan dan pertamabahan bobot badan ayam
dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, genetik, pakan, suhu, sanitasi, dan
menejemen perkandangan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai bobot
badan akhir ini yaitu bahan yang terkadung dalam pakan perlakuan. Pakan
perlakuan yang digunakan mempunyai kandungan protein dan energi yang relatif
sama, tetapi konsumsi zat anti kualitas berupa tanin berbeda. Sesuai pendapat
Wahju (2004) bahwa penurunan dan pertambahan bobot badan dipengaruhi pula
oleh tingkat energi dan protein dalam ransum. Bila kandungan energi dan protein
dalam ransum meningkat, bobot badan akan meningkat, demikian sebaliknya.
Pakan perlakuan yang digunakan ditambahkan tepung daun kelor sebagai
suplementasi, guna melengkapi komposisi pakan untuk dapat menyamai komposisi
yang dimiliki jagung. Pemberian tepung daun kelor diharapkan dapat meningkatkan
kualitas nutrien ransum, karena tepung daun kelor memiliki kandungan protein
yang tinggi, rendah serat, rendah lemak, tinggi asam amino esensial, vitamin A, C,
dan E (Mehta et al. 2011). Mahfuz dan Piao (2019) melaporkan bahwa daun kelor
memiliki sejumlah kandungan fenol, protein, kalsium, kalium, magnesium, besi,
mangan, dan tembaga selain fitonutrien, seperti karoten, tokoferol, dan asam
askorbat, yang merupakan sumber pakan yang baik sebagai antioksidan sehingga
14

kelor dapat digunakan sebagai pakan yang potensial dan ramah lingkungan sebagai
suplemen dalam pakan ayam broiler. Walaupun daun kelor memiliki kandungan
nutrisi yang baik sebagai suplementasi dalam pakan ayam broiler, namun tidak
berdampak positif terhadap bobot badannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Oludoyi dan Toye (2012) yang melaporkan bahwa tepung daun kelor yang
ditambahkan sampai 10% pada pakan ayam broiler umur 0-4 minggu tidak
memberikan efek positif pada performa bobot badan.
Perlakuan P1 dengan pakan berbasis sorgum memiliki nilai bobot badan akhir
paling tinggi diantara perlakuan lainnya setelah perlakuan P0, karena sorgum
memiliki kandungan nutrisi yang hampir menyamai jagung. Kandungan energi dan
protein pada pakan P1 yaitu yang tertinggi diantara perlakuan P2 dan P3. Perlakuan
P2 dengan pakan berbasis gaplek memiliki bobot badan lebih rendah. Chang’a et
al. (2020) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan menurun dengan ransum
berbasis singkong terutama pada level kandungan singkong yang tinggi. Sementara
pada perlakuan P3 dengan pakan berbasis sagu memiliki nilai bobot badan akhir
paling rendah. Penyebab hal ini dapat diduga karena sagu memiliki serat kasar lebih
tinggi sehingga mempengaruhi kecernaan bahan pakan. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Rianza et al. (2019) ampas sagu sebagai pakan ternak masih terbatas
penggunaannya dalam bahan penyusun ransum ternak karena adanya kandungan
serat kasar yang tinggi dan kandungan protein yang rendah. Kandungan energi yang
terkandung dalam masing-masing pakan perlakuan mempengaruhi metabolisme
ayam. Ayam yang diberi pakan dengan kandungan energi yang cukup akan dapat
memenuhi kebutuhannya. Sehingga ayam akan memiliki pertumbuhan yang
optimal dan mencapai bobot badan akhir yang maksimal.
Nilai rata-rata konsumsi pakan ayam broiler pada hasil penelitian berkisar
antara 2107,77-2182,51 g ekor-1. Nilai konsumsi pakan antar tiap perlakuan tidak
berbeda jauh. Namun nilai konsumsi pakan masih lebih rendah dibandingkan nilai
konsumsi pakan menurut Aviagen (2022), nilai konsumsi ayam broiler strain Ross
yang dipelihara sampai umur 35 hari yaitu sebesar 3028 g ekor-1. Córdova-Noboa
et al. (2018) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung sorgum pada
ayam broiler menunjukkan respon pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan
dengan pakan yang menggunakan jagung, hal ini disebabkan oleh adanya senyawa
tanin yang terdapat pada sorgum. Sehingga penggunaan sorgum dalam pakan ayam
broiler perlu dibatasi sesuai dengan pernyataan Torres et al. (2013), sebesar 50%
untuk dapat menggantikan jagung. Sedangkan menurut Voght (1966) penggunaan
gaplek yang tinggi dalam pakan akan mengakibatkan penurunan pada konsumsi dan
efisiensi pakan. Muller et al. (1971) juga menambahkan bahwa gaplek dapat
menggantikan jagung sampai 60% dan dapat meningkatkan performa ayam broiler.
Namun jika melebihi itu, maka akan berdampak negatif terhadap performanya.
Bhuiyan dan Iji (2015) menyatakan bahwa gaplek dapat menggantikan jagung
100% bila dengan penambahan enzim. Penambahan enzim ini akan berdampak
positif terhadap performanya.
Perlakuan P3 dengan pakan berbasis sagu memiliki kandungan serat kasar
yang tinggi. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sebagian
besar tidak dapat dicerna unggas dan bersifat sebagai pengganjal atau bulky.
Kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan ayam cepat kenyang.
Dilaporakan oleh Wati et al. (2018) bahwa kandungan serat kasar yang meningkat
dalam pakan menyebabkan konsumsi pakan semakin menurun. Hal ini disebabkan
15

karena serat kasar memiliki sifat bulky, yaitu mengisi saluran pencernaan dan
cenderung mengurangi pergerakan makanan sehingga ternak akan merasa kenyang
dan berhenti makan menyebabkan konsumsi menjadi rendah. Selain dari
kandungannya, pakan perlakuan P3 memiliki warna yang cenderung gelap.
Situmorang et al. (2013), menyatakan bahwa ayam pedaging lebih menyukai pakan
yang berwarna kuning dan tidak gelap. Faktor penting yang menentukan tinggi
rendahnya konsumsi ransum adalah palatabilitas. Palatabilitas ransum pada ternak
umumnya dipengaruhi oleh rasa, bau, warna dan tekstur. Sjofjan et al. (2020)
menambahkan bahwa palatabilitas dapat mempengaruhi tingkat tinggi rendahnya
konsumsi pakan. Jumlah konsumsi pakan yang tinggi mencerminkan palatabilitas
pakan tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu umur, jenis
kelamin, bangsa ayam, luas kandang, dan keadaan lingkungan (Ali et al. 2019).
Besar nilai konversi pakan pada hasil penelitian memiliki pengaruh terhadap
efisiensi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai konversi pakan berkisar
antara 1,82-2,62. Nilai ini masih lebih tinggi dibanding nilai konversi pakan
menurut Aviagen (2022) yaitu sebesar 1,41. Perlakuan P3 memiliki nilai konversi
pakan tertinggi yang artinya pakan dibutuhkan lebih banyak untuk dapat
meningkatkan bobot badannya. sagu memiliki kandungan selulosa yang merupakan
komponen dominan pada serat kasar. Hal itu dapat dilihat dari kandungan serat
kasar yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain, yaitu sebesar 4,07% pada
pakan periode starter dan 5,90% pada pakan periode finisher. Menurut Tejeda dan
Kim (2020) selulosa menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi daya cerna
pada ayam broiler. Perlakuan P1 yang mengandung sorgum memiliki kemampuan.
Pakan berbasis Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi konversi pakan adalah
genetik, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis pakan, penggunaan zat aditif,
kualitas air, penyakit, dan pengobatan serta manajemen pemeliharaan, selain itu
meliputi faktor penerangan, pemberian pakan, dan faktor sosial (Lacy dan Vest
2000).
Mortalitas pada penelitian selama pemeliharaan terjadi pada setiap perlakuan.
Nilai mortalitas berkisar antara 4-14% dengan nilai tertinggi pada perlakuan P3 dan
nilai terendah pada perlakuan P0 dan P1. Pakan dengan kandungan β-karoten yang
cukup akan mempengaruhi terhadap daya tahan tubuh ternak. β-karoten merupakan
provitamin A yang dapat diserap oleh tubuh dan dapat meningkatkan kekebalan
tubuh (Muda et al. 2022). Perlakuan P1, P2, dan P3 mendapatkan sumbangan β-
karoten dari suplementasi daun kelor, dan memiliki nilai yang sama. Namun
perlakuan P3 memiliki kandungan energi yang paling rendah, yang juga dapat
mempengaruhi daya tahan tubuhnya. Selain itu, penyebab kematian ayam yaitu
salah satunya faktor kondisi di kandang yang tidak baik. Menurut North dan Bell
(2004) tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kebersihan
lingkungan, sanitasi peralatan kandang, serta suhu udara lingkungan. Kepadatan
juga menjadi salah satu faktor terjadinya kematian pada ayam. Hal ini sejalan
dengan pernyataan menurut Mahmud et al. (2017) bahwa kepadatan yang terlalu
tinggi memiliki efek negatif terhadap peningkatan suhu dan kelembapan dalam
kandang serta sirkulasi udara yang buruk.
Kandang dengan kepadatan yang tinggi akan memicu tingkat agresif dalam
perebutan pakan, ayam yang ukurannya lebih kecil akan kalah dengan ayam yang
ukurannya lebih besar, oleh karena itu memicu jumlah ayam yang mati meningkat.
Kepadatan kandang pada tiap ulangan yaitu 16-17 ekor/m2. Kepadatan ini memiliki
16

angka yang lebih tinggi dari pendapat Murni (2009) yang menyatakan bahwa
kapasitas kandang ayam broiler pada umur diatas dua minggu kepadatan ayam
broiler sebanyak 8-10 ekor/m2. Kusnadi et al. (2006) menyatakan bahwa pada
kandang bertingkat sirkulasi udara yang kurang lancar mengakibatkan kurangnya
suplai O2 ke dalam kandang dan pembuangan NH 3, H2S dan CO2 jadi tidak lancar.
Hal ini menyebabkan temperatur di dalam kandang menjadi lebih tinggi. Bergeron
et al. (2020) menambahkan bahwa kepadatan ayam yang terlalu tinggi memberikan
pengaruh negatif diantaranya adalah meningkatkan kematian ayam broiler. Nilai
mortalitas pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan nilai mortalitas menurut
North dan Bell (1990), pemeliharaan ayam broiler dapat dikatakan baik dan berhasil
jika nilai mortalitas secara keseluruhan selama pemeliharaan kurang dari 5%.
17

IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Ayam broiler yang diberi ransum berbasis sorgum (P1), ransum berbasis
gaplek (P2), dan ransum berbasis sagu parut kering (P3) memiliki nilai bobot badan
akhir lebih rendah daripada ayam broiler yang diberi ransum komersial (P0). Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan proses pembuatan ransum perlakuan dengan
ransum komersial. Kondisi kandang dan manajemen pemeliharaan juga menjadi
faktor yang mempengaruhi nilai performa yang rendah.

4.2 Saran
Penelitian perlu dikaji lebih lanjut untuk mencapai nilai performa yang
maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ataupun performa ayam
pun perlu diperhatikan, seperti kondisi kandang, kepadatan, dan komposisi ransum
yang seimbang. Selain itu proses pembuatan ransum perlakuan juga perlu dilakukan
dengan proses yang sama pada pembuatan ransum komersial.
18

DAFTAR PUSTAKA

Akbar MRL, Suci DM, Wijayanti I. 2017. Evaluasi kualitas pellet pakan itik yang
disuplementasi tepung daun mengkudu (morinda citrifolia) dan disimpan
selama 6 minggu. Buletin Ilmu Makanan Ternak. 104(2):31-48.
Ali N, Agustina A, Dahniar D. 2019. Pemberian dedak yang difermentasi dengan
em4 sebagai pakan ayam broiler. Agrovital. 4(1):1-4.
Allama H, Sjofjan O, Widodo E, Prayogi HS. 2012. Pengaruh penggunaan tepung
ulat kandang (Alphitobius diaperinus) dalam pakan terhadap penampilan
produksi ayam pedaging. JIIP. 22(3):1-8.
Anggorodi R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Astuti FK, Busono W, Sjofjan O. 2015. Pengaruh penambahan probiotik cair dalam
pakan terhadap penampilan produksi pada ayam pedaging. JPAL. 6(2).
Aviagen. 2022. Ross 308 AP Performance Objective. Huntsville (AL): Aviagen
Group.
Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed
ke-5. New York (NY): Springer Science Business Media, Inc.
Bhuiyan MM, Iji PA. 2015. Energy value of cassava products in broiler chicken
diets with or without enzyme supplementation. AJAS. 28(9):1317–1326.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Jagung Menurut Provinsi Tahun
2014-2018. Jakarta: BPS RI.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Ubi Kayu Indonesia Tahun 1993-
2015. Jakarta: BPS RI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2021. Produksi Sagu di Indonesia 2017-2021. Jakarta:
BPS RI.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2015. SNI Ransum Broiler Stater 8173.2-
2015. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Pakan anak ayam ras pedaging
(broiler starter). SNI 01-3930-2006. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Chang’a EP, Abdallah ME, Ahiwe EU, Mbaga S, Zhu ZY, Fru-Nji F, de Iji PA.
2020. Replacement value of cassava for maize in broiler chicken diets
supplemented with enzymes. AJAS. 33(7):1126.
Córdova-Noboa HA, Oviedo-Rondón EO, Sarsour AH, Barnes J, Ferzola P,
Rademacher-Heilshorn M, Braun U. 2018. Performance, meat quality, and
pectoral myopathies of broilers fed either corn or sorghum based diets
supplemented with guanidinoacetic acid. PSJ. 97(7):2479-2493.
Cramer KR, Wilson KJ, Moritz JS, Beyer RS. 2003. Effect of sorghum based diets
subjected to various manufacturing procedures on broiler performance. JAPR.
12(4):404-410.
Fadilah R. 2004. Ayam Broiler Komersial. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Falah RR, Sadara HT, Sjofjan O, Natsir MH. 2022. Pengaruh penggunaan organik
protein dalam pakan terhadap produktivitas ayam pedaging. JNT. 5(2):125-
138.
Fuglie LJ. 2001. The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the
Tropics. Dakar: Church World Service Dakar.
19

Gustira DE, Kurtini T. 2015. Pengaruh kepadatan kandang terhadap performa


produksi ayam petelur periode awal grower. JIPT. 3(1):87-92.
Haryanto B, Pangloli P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta:
Kanisius.
Hermawan R. 2014. Usaha Budidaya Sorgum Si Jago Lahan Kekeringan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Iskandar S, Setyaningrum SD, Amanda Y, Rahayu I. 2009. Pengaruh kepadatan
kandang terhadap pertumbuhan dan perilaku ayam wareng tangerang. Balai
Penelitian Ternak Ciawi. 14(1):19-24.
Kartadisastra HR. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam, Kiat Meningkatkan
Keuntungan dalam Agribisnis Unggas. Yogyakarta: Kanisius.
Kharisma W. 2022. Karakteristik fisik dan kimia sagu parut kering (sapuring)
sebagai bahan pakan alternatif [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Koni TNI, Paga A, Jehemat A. 2013. Performa produksi broiler yang diberi ransum
mengandung biji asam hasil fermentasi dengan ragi tempe (Rhyzopus
oligosporus). Jurnal Ilmu Ternak Universitas Padjadjaran. 13(1):13-16.
Kumaravel V, Natarajan A. 2015. Nutritive value of pearl millet grains for poultry
feed–a review. IJEST. 4(1):230-233.
Kusnadi E, Widjajakusuma R, Sutardi T, Hardjosworo PS, Habibie A. 2006.
Pemberian antanan (centella asiatica) dan vitamin c sebagai upaya mengatasi
efek cekaman panas pada broiler. Medpet. 29(3).
Lacy M, Vest LR. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler: A Guide for
Growers. New York (US): Spinger Science an Business Media.
Leeson S, Summers JD. 2008. Commercial Poultry Nutrition. Departement of
Animal and Poultry Science. Ed ke-3. Ontario: Nottingham University Press.
Mahfuz S, Piao XS. 2019. Application of moringa (Moringa oleifera) as natural
feed supplement in poultry diets. Animals. 9(7):431.
Mehta J, Shukla A, Bukhariy V, Charde R. 2011. The magic remedy of moringa
oleifera: an overview. IJBAR. 2(6):215-227.
Muda PH, Djunu SS, Saleh EJ, Bahri S. 2022. Kandungan energi dan beta karoten
kulit pisang goroho (Musa acuminafe sp.) hasil fermentasi. GIJEA. 1(2):59-
65.
Muller Z, Chou KC, Nah KC. 1974. Cassava as a total substitute for cereals in
livestock and poultry rations. Wld. Anim. Rev. 12:19-24.
[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed ke-
9. Washington (WA): National Academy Press.
North MO, Bell DD. 2004. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New
York (NY): Van Nostrand Reinhold.
Nurhayatin T, Puspitasari M. 2017. Pengaruh cara pengolahan pati garut (maranta
arundinacea) sebagai binder dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik
pellet ayam broiler. JANHUS. 2(1):32–40.
Oludoyi I, Toye A. 2012. The effects of early feeding of moringa oleifera leaf meal
on performance of broiler and pullet chicks. AJOL. 12(2):160-172.
Puspani E. 2008. Pengaruh tipe lantai kandang dan kepadatan ternak terhadap tabiat
makan ayam pedaging umur 2-6 minggu. MIP. 11(1):164245.
Rasyaf M. 2007. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.
Retnani Y, Harmiyanti Y, Fibrianti DAP, Herawati L. 2009. Pengaruh penggunaan
perekat sintetis terhadap ransum ayam broiler. Jurnal Agripet. 9(1):1-10.
20

Retnani Y, Hasanah N, Rahmayeni, Herawati L. 2010. Uji sifat fisik ransum ayam
broiler bentuk pellet yang ditambahkan perekat onggok melalui proses
penyemprotan air. Jurnal Agripet. 10(1):13-18.
Rianza R, Rusmana D, Tanwiriah W. 2019. Penggunaan ampas sagu fermentasi
sebagai pakan ayam kampung super periode starter. Jurnal Ilmu Ternak.
19(1):36-44.
Sipahutar LW. 2018. Respon stres ayam broiler yang disuplementasi nira aren
(arenga pinnata merr.) selama fase starter. JPI. 2(2):21-28.
Situmorang NA, Mahfuds LD, Atmomarsono U. 2013. Pengaruh pemberian tepung
rumput laut (gracilaria verrucosa) dalam ransum terhadap efisiensi
penggunaan protein ayam broiler. JAAS. 2(2):49-56.
Sjofjan O, Natsir MH, Nunimgtyas YF, Adli DN. 2020. Protein Sel Tunggal
Saccharomyces Cerevisiae Aktivitas dan Manfaat sebagai Bahan Pakan
Unggas. Malang: Media Nusa Creative.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT.
Gramedia.
Sukria HA, Risyahadi ST, Aditama RS, Salahuddin MH. 2022. Evaluasi pakan
sumber energi berbasis sorgum, gaplek, dan sagu sebagai substitusi jagung
dalam ransum ayam broiler. JINTP. 20(2):66-72.
Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan.
Tejeda OJ, Kim WK. 2020. The effects of cellulose and soybean hulls as sources
of dietary fiber on the growth performance, organ growth, gut
histomorphology, and nutrient digestibility of broiler chickens. PSJ.
99(12):6828-6836.
Thomas DG, Son JH, Ravindran V, Thomas DV. 2011. The effect of stocking
density on the behaviour of broiler chickens. PSJ. 38(1):1-4.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosukojo S.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Torres KAA, Pizauro Jr JM, Soares CP, Silva TGA, Nogueira WCL, Campos DMB,
Furlan RL, Macari M. 2013. Effects of corn replacement by sorghum in
broiler diets on performance and intestinal mucosa integrity. PSJ. 92(6):1564-
1571.
Voght H. 1966. The use tapioca in poultry ration. JWPS. 22(2):113-125.
Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wati AK, Zuprizal Z, Kustantinah K, Indarto E, Dono ND, Wihandoyo W. 2018.
Performan ayam broiler dengan penambahan tepung daun calliandra
calothyrsus dalam pakan. JPIP. 16(2):74-79.
Weurding RE, Veldman A, Veen WA, van der Aar PJ, Verstegen MW. 2001. Starch
digestion rate in the small intestine of broiler chickens differs among
feedstuffs. JN. 131(9):2329-2335.
21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ANOVA kadar air periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 18.922 2 9.461 52.969 .000
Dalam Grup 1.607 9 .179
Jumlah 20.529 11

Lampiran 2 Analisis Duncan kadar air periode starter

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 4 8.8000
1.00 4 10.4000
3.00 4 11.8750
Signifikansi 1.000 1.000 1.000

Lampiran 3 Analisis ANOVA aktivitas air periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 0.12 2 .006 22.288 .000
Dalam Grup .002 9 .000
Jumlah .015 11

Lampiran 4 Analisis Duncan aktivitas air periode starter

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 4 .5625
1.00 4 .6043
3.00 4 .6410
Signifikansi 1.000 0.12

Lampiran 5 Analisis ANOVA kadar air periode finisher

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 22.032 2 11.016 153.709 .000
Dalam Grup .645 9 .072
Jumlah 22.677 11
22

Lampiran 6 Analisis Duncan kadar air periode finisher

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 4 8.9750
1.00 4 9.7250
3.00 4 12.1500
Signifikansi 1.000 1.000 1.000

Lampiran 7 Analisis ANOVA aktivitas air periode finisher

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup .033 2 0.17 32.643 .000
Dalam Grup .005 9 .001
Jumlah .038 11

Lampiran 8 Analisis Duncan aktivitas air periode finisher

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 4 .5393
1.00 4 .6138
3.00 4 .6675
Signifikansi 1.000 1.000 1.000

Lampiran 9 Analisis ANOVA bobot badan awal periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 6.117 3 2.039 .183 .905
Dalam Grup 88.989 8 11.124
Jumlah 95.106 11

Lampiran 10 Analisis ANOVA bobot badan akhir periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 85301.674 3 28433.891 14.872 .001
Dalam Grup 15295.628 8 1911.954
Jumlah 100597.302 11
23

Lampiran 11 Analisis Duncan bobot badan akhir periode starter

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 3 781.7000
1.00 3 793.9767
3.00 3 819.1867
.00 3 990.4800
Signifikansi .343 1.000

Lampiran 12 Analisis ANOVA pertambahan bobot badan periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 84811.293 3 28270.431 13.529 .002
Dalam Grup 16716.351 8 2089.544
Jumlah 101527.644 11

Lampiran 13 Analisis Duncan pertambahan bobot badan periode starter

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 3 646.9133
1.00 3 659.7911
3.00 3 686.1314
.00 3 855.6637
Signifikansi .343 1.000

Lampiran 14 Analisis ANOVA konsumsi pakan periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 5711.628 3 1903.876 1.557 .274
Dalam Grup 9779.433 8 1222.429
Jumlah 15491.060 11

Lampiran 15 Analisis ANOVA konversi pakan periode starter

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup .513 3 .171 11.110 .003
Dalam Grup .123 8 .015
Jumlah .636 11
24

Lampiran 16 Analisis Duncan konversi pakan periode starter

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
.00 3 1.6200
3.00 3 1.9633
1.00 3 2.0533
2.00 3 2.1767
Signifikansi 1.000 .078

Lampiran 17 Analisis ANOVA bobot badan akhir periode finisher

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 230750.112 3 76916.704 37.060 .000
Dalam Grup 16603.641 8 2075.455
Jumlah 247353.753 11

Lampiran 18 Analisis Duncan bobot badan akhir periode finisher

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 3 999.0659
3.00 3 1010.8145
1.00 3 1033.6912
.00 3 1333.4734
Signifikansi .398 1.000

Lampiran 19 Analisis ANOVA pertambahan bobot badan periode finisher

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 40795.608 3 13598.536 39.968 .000
Dalam Grup 2721.884 8 340.236
Jumlah 43517.492 11

Lampiran 20 Analisis Duncan pertambahan bobot badan periode finisher

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
3.00 3 187.7393
2.00 3 217.3659 217.3659
1.00 3 245.5958
.00 3 342.9930
Signifikansi .085 .098 1.000
25

Lampiran 21 Analisis ANOVA konsumsi pakan periode finisher

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 3400.327 3 1133.442 .386 .766
Dalam Grup 23466.496 8 2933.312
Jumlah 26866.823 11

Lampiran 22 Analisis ANOVA konversi pakan periode finisher

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 4.610 3 1.537 20.209 .000
Dalam Grup .608 8 .076
Jumlah 5.219 11

Lampiran 23 Analisis Duncan konversi pakan periode finisher

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
.00 3 2.3395
1.00 3 3.2479
2.00 3 3.5138 3.5138
3.00 3 4.0526
Signifikansi 1.000 .272 .044

Lampiran 24 Analisis ANOVA bobot badan akhir selama pemeliharaan

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 230750.112 3 76916.704 37.060 .000
Dalam Grup 16603.641 8 2075.455
Jumlah 247353.753 11

Lampiran 25 Analisis Duncan bobot badan akhir selama pemeliharaan

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
2.00 3 999.0659
3.00 3 1010.8145
1.00 3 1033.6912
3.00 3 1333.4734
Signifikansi .398 1.000
26

Lampiran 26 Analisis ANOVA pertambahan bobot badan selama pemeliharaan

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 283273.157 3 94424.386 36.421 .000
Dalam Grup 20740.396 8 2592.549
Jumlah 304013.552 11

Lampiran 27 Analisis Duncan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
3.00 3 803.4159
2.00 3 864.2792
1.00 3 883.8182
.00 3 1198.6567
Signifikansi .101 1.000

Lampiran 28 Analisis ANOVA konsumsi pakan selama pemeliharaan

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 9043.129 3 3014.376 .451 .723
Dalam Grup 53425.602 8 6678.200
Jumlah 62468.731 11

Lampiran 29 Analisis ANOVA konversi pakan selama pemeliharaan

Jumlah Kuadrat Derjat Rata-rata Fhitung Ftabel


Bebas Kuadrat
Antar Grup 1.163 3 .388 27.764 .000
Dalam Grup .112 8 .014
Jumlah 1.274 11

Lampiran 30 Analisis Duncan konversi pakan selama pemeliharaan

Subset untuk alpha = 0.01


Perlakuan N 1 2 3
.00 3 1.8200
1.00 3 2.4300
2.00 3 2.5100
3.00 3 2.6233
Signifikansi 1.000 .091
27

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Hisyam Salahuddin,


dilahirkan di kota Bandung pada tanggal 19 September 2000
sebagai anak ke-2 dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak
Saepudin dan Ibu Eva Sylviasari Handayani. Pendidikan
Sekolah Dasar ditempuh di SD Islam Terpadu Anni’mah,
Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP Islam Terpadu
Anni’mah, dan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA
Negeri 1 Soreang. Pada tahun 2018, penulis diterima sebagai
mahasiswa program sarjana (S-1) di Program Studi Nutrisi dan
Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB melalui jalur Ketua OSIS.
Selama mengikuti program S-1, penulis aktif menjadi pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Fakultas sebagai Staf Departemen Olahraga
Periode 2020-2021, juga menjadi pengurus di Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa (BEMKM) sebagai Staf Kementerian Apresiasi dan Olahraga
Periode 2021-2022. Penulis juga pernah menjadi Ketua Pelaksana dalam acara
Pekan Apresiasi (Papresi) IPB 2021. Selain itu penulis juga aktif dan menjadi
pengurus di Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Paguyuban Mahasiswa
Bandung (Pamaung) sebagai Ketua Divisi Internal Periode 2019-2020. Penulis
pernah melaksanakan Praktik Lapang (PL) selama 20 hari di Koperasi Peternakan
Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan pada tahun 2021 yang dibimbing oleh Dr.
Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. dan menulis laporan dengan judul Evaluasi
Pemberian Pakan Konsentrat di Peternak KPBS Pangalengan. Penulis juga ikut
terlibat dalam penulisa Paper di JINTP pada tahun 2022 dengan judul Evaluasi
Pakan Sumber Energi Berbasis Sorgum, Gaplek, dan Sagu sebagai Substitusi
Jagung dalam Ransum Ayam Broiler.

Anda mungkin juga menyukai