Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS DAN PROSPEK BISNIS BUDIDAYA

IKAN DISKUS Symphysodon sp.

ALIFAH SITI NURJANAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Analisis dan
Prospek Bisnis Budidaya Ikan Diskus Symphysodon sp.” adalah karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2022

Alifah Siti Nurjanah


C14170034
ABSTRAK
ALIFAH SITI NURJANAH. Analisis dan Prospek Bisnis Budidaya Ikan Diskus
Symphysodon sp. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan YANI
HADIROSEYANI.

Ikan diskus memiliki nilai jual yang tinggi dan menarik minat masyarakat
untuk melakukan bisnis ikan tersebut, namun sebagai kegiatan usaha perlu
diketahui apakah budidaya ikan diskus merupakan bisnis yang menguntungkan.
Oleh karena itu, perlu adanya analisis usaha untuk menilai prospek usaha yang
dapat dicapai dalam bisnis budidaya ikan diskus. Penelitian ini bertujuan
menelaah prospek usaha budidaya ikan diskus Symphysodon sp. melalui kajian
kinerja produksi dan analisis usaha. Studi kasus dilakukan pada 5D Discus Farm,
dengan fokus pada jenis diskus leopard dan pigeon. Hasil penelitian menunjukkan
kinerja produksi diskus leopard diperoleh kelangsungan hidup 68,66%, laju
pertumbuhan bobot mutlak 0,141 g/hari, laju pertumbuhan panjang mutlak 0,015
inci/hari, laju pertumbuhan bobot spesifik 2,215%, laju pertumbuhan panjang
spesifik 1,206%, dan koefisien keragaman panjang 16,51%, sedangkan diskus
pigeon diperoleh kelangsungan hidup 65,23%, laju pertumbuhan bobot mutlak
0,159 g/hari, laju pertumbuhan panjang mutlak 0,014 inci/hari, laju pertumbuhan
bobot spesifik 2,210%, laju pertumbuhan panjang spesifik 0,885%, dan koefisien
keragaman panjang 13,03%. Hasil perhitungan analisis usaha menunjukkan usaha
diskus leopard menghasilkan R/C ratio sebesar 2,55 dan payback period sebesar
0,74 tahun, sedangkan diskus pigeon menghasilkan R/C ratio sebesar 2,39 dan
payback period sebesar 0,82 tahun. Hasil menunjukkan usaha budidaya diskus
leopard dan pigeon menguntungkan dan layak untuk dijalankan.

Kata kunci: analisis usaha, kinerja produksi, performa reproduksi, pertumbuhan


ABSTRACT
ALIFAH SITI NURJANAH. Analysis and Business Prospects of Discus Fish
Symphysodon sp. Farming. Supervised by TATAG BUDIARDI and YANI
HADIROSEYANI.

Discus has a high selling value and attracts people to do business on discus,
but as a business activity it is necessary to know whether discus rearing is a
profitable business. Therefore, a business analysis is required to assess the
business prospects of discus farming business. This study aims to examine the
business prospects of discus, Symphysodon sp., farming through production
performance studies and business analysis. A case study was conducted at 5D
Discus Farm, focusing on leopard and pigeon discus types. The results showed
that the production performance of leopard discus obtained 68.66% survival rate,
0.141 g/day absolute weight growth rate, 0.015 inches/day absolute length growth
rate, 2.215% specific weight growth rate, 1.206% specific length growth rate, and
16.51% length coefficient of variance, while in pigeon discus was obtained
65.23% survival rate, 0.159 g/day absolute weight growth rate, 0.014 inches/day
absolute length growth rate, 2.210% specific weight growth rate, 0.885% specific
length growth rate, and 13.03% length coefficient of variance. The results of the
business analysis show that the leopard discus business has an R/C ratio of 2.55
and payback period of 0.74 years, while pigeon discus farming has an R/C ratio of
2.39 and a payback period of 0.82 years. Those business analysis shows that
leopard and pigeon discus farming is profitable and feasible.

Keywords: business analysis, growth, production performance, reproductive


performance
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2022
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS DAN PROSPEK BISNIS BUDIDAYA
IKAN DISKUS Symphysodon sp.

ALIFAH SITI NURJANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
Tim Penguji pada Ujian Skripsi:
1. Dr. Ir. Harton Arfah, M.Si.
2. Wildan Nurussalam, S.Pi. M.Si.
Judul Skripsi: Analisis dan Prospek Bisnis Budidaya Ikan Diskus Symphysodon sp.
Nama : Alifah Siti Nurjanah
NIM : C14170034

Disetujui oleh

Pembimbing 1:
__________________
Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.

Pembimbing 2: __________________
Dr. Ir. Yani Hadiroseyani, M.M

Diketahui oleh

Ketua Departemen:
Prof. Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc. __________________
NIP 197001031995121001

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


12 Juli 2022
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2021 sampai bulan
Juli 2021 ini ialah budidaya ikan diskus, dengan judul “Analisis dan Prospek
Bisnis Budidaya Ikan Diskus Symphysodon sp.”.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang telah terlibat dalam penyusunan karya ilmiah ini mulai dari prakegiatan
sampai pascakegiatan, yaitu:
1. Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. dan Ibu Dr. Ir. Yani Hadiroseyani, M.M.
selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan,
dan masukan selama kegiatan berlangsung;
2. Mamah Yuyum, Bapak Aceng (Alm), Teteh, dan Aa atas doa, semangat, serta
dukungan selama menjalani kegiatan;
3. Bapak Dr. Ir. Harton Arfah, M.Si selaku Dosen Penguji, dan Bapak Wildan
Nurussalam, S.Pi M.Si. selaku perwakilan Program Studi yang telah
memberikan saran dan koreksi terhadap skripsi ini;
4. Bapak Prof. Dr. Alimuddin, S.Pi., M.Sc., sebagai Ketua Departemen Budidaya
Perairan;
5. Bapak Isak Bjeh selaku pemilik 5D Discus Farm, dan Bapak Ferdiansyah S.E
selaku sekben 5D Discus Farm, yang telah memberikan izin untuk melakukan
kegiatan penelitian;
6. Bapak Ama, Bapak Muchtar, Bapak Azis, Bapak Paul, Bapak Umam, dan
Bapak Leo selaku teknisi dan staf di 5D Discus Farm yang telah membantu
selama pelaksanaan kegiatan penelitian;
7. Muhammad Riski yang turut membantu selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi;
8. Jajaran Staf Tata Usaha Departemen Budidaya Perairan (BDP) yang telah
membantu proses administrasi; serta
9. Teman-teman Budidaya Perairan 54 yang telah memberikan dukungan selama
rangkaian kegiatan penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan
dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan..

Bogor, Juli 2022

Alifah Siti Nurjanah


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
II METODE 2
2.1 Waktu dan Lokasi 2
2.2 Metode Penelitian 2
2.3 Prosedur Penelitian 6
2.4 Analisis Data 7
III HASIL DAN PEMBAHASAN 7
3.1 Hasil 7
3.2 Pembahasan 12
IV SIMPULAN DAN SARAN 19
4.1 Simpulan 19
4.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 35
DAFTAR TABEL

1 Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian 5


2 Aspek skala usaha perusahaan 7
3 Performa reproduksi ikan diskus leopard dan pigeon 8
4 Kinerja produksi ikan diskus Symphysodon sp. 8
5 Kualitas air pemeliharaan ikan diskus (Symphysodon sp.) 10
6 Asumsi performa reproduksi usaha budidaya ikan diskus 10
7 Penjualan ikan diskus per tahun 11
8 Kinerja usaha budidaya ikan diskus leopard dan pigeon 12

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva pertumbuhan bobot ikan diskus (a) leopard dan (b) pigeon 9
2 Kurva pertambahan panjang ikan diskus (a) leopard dan (b) pigeon 9
3 Kelompok ikan diskus berdasarkan grade (a) grade A; (b) grade B;
dan (c) grade C 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur produksi budidaya ikan diskus (Symphysodon sp.) 24


2 Hasil analisis statistik independent sampels t-test 25
3 Biaya investasi dan penyusutan budidaya ikan diskus leopard 29
4 Biaya tetap budidaya ikan diskus leopard per tahun 30
5 Biaya variabel budidaya ikan diskus leopard per tahun 31
6 Biaya investasi dan penyusutan budidaya ikan diskus pigeon 32
7 Biaya tetap budidaya ikan diskus pigeon per tahun 33
8 Biaya variabel budidaya ikan diskus pigeon per tahun 34
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten Bogor menjadi salah satu daerah sentra produksi ikan diskus
terbesar di Indonesia. Produksi ikan hias diskus di Kabupaten Bogor mencapai 6,3
juta ekor pada tahun 2019 atau mencapai 24,27% dari total produksi diskus di
Indonesia. Peningkatan produksi ikan diskus terjadi pada tahun 2020 yaitu sebesar
6,7 juta ekor atau 30,63% total produksi ikan diskus di Indonesia (Disnakan 2019,
2020). Peningkatan produksi ikan diskus di Kabupaten Bogor menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan permintaan pasar ikan diskus.
Ikan diskus merupakan ikan hias budidaya hasil domestikasi dari Sungai
Amazon, Amerika Selatan. Ikan ini memiliki ciri khas berbentuk seperti cakram
(disc), bulat, dan pipih dengan aneka warna dan corak. Nilai jual ikan diskus
ditentukan berdasarkan warna, corak, bentuk, ukuran, tingkah laku, dan tingkat
kesehatannya (Tibile et al. 2016). Ikan diskus menjadi salah satu komoditas
ekspor Indonesia dengan volume ekspor mencapai 49.388-49.877 kg pada 2014-
2015, dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 mencapai 60.577 kg atau
meningkat sebesar 21,45% dari tahun sebelumnya (DJPDSPKP 2021). Statistik
Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu mendata volume ekspor ikan
diskus pada tahun 2021 mencapai 16.846 ekor, dan pada Januari-Maret 2022
menunjukkan volume ekspor sebesar 15.258 ekor. Negara tujuan ekspor ikan
diskus Indonesia yaitu Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Vietnam,
Thailand, dan negara lainnya (BKIPM 2021).
Sebagai komoditas yang memiliki pasar yang luas, usaha budidaya ikan
diskus memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Hal tersebut
dikarenakan produksi ikan diskus yang ada belum memenuhi permintaan pasar
baik lokal maupun ekspor (Ellanda 2013; Tristianni 2015). Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, mendukung pengembangan
budidaya ikan ini yang ditandai dengan adanya pembentukan kontes tunggal ikan
diskus sejak tahun 2019 dan pengadaan webinar budidaya ikan diskus.
Pengembangan tersebut ditujukan untuk meningkatkan animo masyarakat
terhadap ikan diskus, dan meningkatkan daya saing produk (DJPDSPKP 2020).
Bisnis budidaya diskus tidak terlepas dari tantangan yang perlu dihadapi
untuk menghasilkan keberlanjutan usaha. Kondisi bisnis budidaya diskus saat ini
masih berada pada skala mikro, bersifat individual, dan masih menerapkan
teknologi ekstensif dengan manajemen usaha yang belum optimal (Diatin et al.
2018). Tantangan ini menyebabkan perlu adanya analisis untuk mengetahui sejauh
mana penerapan manajemen budidaya ikan diskus yang telah dijalankan, dan
prospek usaha yang dapat tercapai. Analisis usaha merupakan salah satu metode
evaluasi untuk menilai prospek bisnis suatu usaha. Analisis usaha
menggambarkan suatu usaha yang dijalankan menghasilkan keuntungan atau
tidak. Menganalisis suatu usaha penting dilakukan untuk melihat kekuatan dan
kelemahan yang terdapat dalam suatu usaha, sehingga perusahaan mampu
melakukan perbaikan untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya.
2

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan menelaah prospek usaha budidaya ikan diskus
Symphysodon sp. melalui kajian kinerja produksi dan kinerja usaha berdasarkan
studi kasus perusahaan terkait.

II METODE

2.1 Waktu dan Lokasi


Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2021. Lokasi penelitian di 5D
Discus Farm yang merupakan perusahaan dalam memproduksi ikan diskus
(Symphysodon sp.). Usaha 5D Discus Farm terletak di Jalan Gang Pan-Gas No.50,
Desa Pemagarsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2.2 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (study case). Studi kasus
merupakan penelitian terhadap suatu objek dalam kegiatan yang sesungguhnya
(real life), bersifat spesifik dan temporer. Penelitian ini tidak memberikan
perlakuan atau memanipulasi variabel-variabel bebas yang terkait dengan kegiatan
budidaya (non-eksperimental). Desain penelitian yang digunakan yaitu desain
deskriptif khusus. Peneliti mendeskripsikan satu fenomena yang terjadi dalam satu
kelompok sampel yaitu 5D Discus Farm. Komoditas yang dikaji adalah diskus
leopard dan diskus pigeon.
Parameter penelitian yang diamati dan diuji terdiri dari empat bagian yaitu
karakteristik usaha, kinerja produksi, kualitas air, dan kinerja usaha. Parameter uji
yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.

2.2.1 Karakteristik Usaha


Karakteristik usaha dianalisis berdasarkan jenis usaha dan skala usaha.
Jenis usaha ditentukan berdasarkan segmentasi yang dilakukan yaitu
pembenihan, pendederan, atau pembesaran. Skala usaha ditentukan
berdasarkan luasan usaha, jumlah akuarium yang digunakan, jumlah induk
yang dikelola, modal kerja yang dikeluarkan, jumlah tenaga kerja, dan lain-lain.

2.2.2 Kinerja Produksi


a. Performa Reproduksi
Performa reproduksi terdiri dari fekunditas, derajat pembuahan
(fertilization rate, FR), dan derajat penetasan (hatching rate, HR).
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina.
Derajat pembuahan merupakan nilai persentase jumlah telur yang
terbuahi. Derajat penetasan merupakan nilai persentase jumlah telur yang
menetas.
3

b. Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)


Tingkat kelangsungan hidup (TKH) merupakan persentase
perbandingan antara jumlah ikan yang hidup di akhir masa pemeliharaan
dengan jumlah ikan yang hidup di awal masa pemeliharaan. Tingkat
Kelangsungan Hidup (TKH) dihitung dengan rumus (Goddard 1996):
Nt
TKH = ( ) × 100
N0
Keterangan:
TKH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan diakhir masa pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah ikan diawal masa pemeliharaan (ekor)
c. Laju Pertumbuhan Bobot Mutlak (LPBM)
Laju Pertumbuhan Bobot Mutlak menggambarkan pertumbuhan
bobot harian selama masa pemeliharaan. Rumus pertumbuhan mutlak
bobot menurut Goddard (1996) adalah sebagai berikut:
Wt ₋ Wo
LPPM =
t
Keterangan:
LPBM = Laju pertumbuhan mutlak bobot (g/hari)
Wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (g)
Wo = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (g)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
d. Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak (LPPM)
Laju Pertumbuhan Panjang Mutlak menggambarkan pertumbuhan
bobot harian selama masa pemeliharaan. Rumus pertumbuhan mutlak
bobot menurut Goddard (1996) adalah sebagai berikut:
Lt ₋ Lo
LPPM =
t
Keterangan:
LPPM = Laju pertumbuhan panjang mutlak (inci/hari)
Lt = Panjang rata-rata pada akhir pemeliharaan (inci)
Lo = Panjang rata-rata pada awal pemeliharaan (inci)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
e. Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (LPBS)
Laju Pertumbuhan Bobot Spesifik (LPBS) adalah persentase yang
menggambarkan kinerja pertumbuhan bobot tubuh ikan dalam waktu
tertentu. Laju pertumbuhan bobot spesifik dihitung dengan rumus
(Effendi 1997):
ln Wt ₋ ln Wo
LPBS = × 100
t
4

Keterangan:
LPBS = Laju pertumbuhan bobot individu harian (%/hari)
Wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (g)
t = Masa pemeliharaan (hari)
f. Laju Pertambahan Panjang Spesifik (LPPS)
Laju Pertambahan Panjang Spesifik (LPPS) merupakan persentase
yang menggambarkan kinerja pertumbuhan panjang tubuh ikan dalam
waktu tertentu. Laju pertumbuhan panjang spesifik dihitung dengan
rumus (Effendi 1997):
ln Lt ₋ ln Lo
LPPS = × 100
t
Keterangan:
LPPS = Laju pertumbuhan panjang individu harian (%/hari)
Lt = Panjang rata-rata pada akhir pemeliharaan (inci)
L0 = Panjang rata-rata pada awal pemeliharaan (inci)
t = Masa pemeliharaan (hari)
g. Koefisien Keragaman (KK)
Koefisien Keragaman (KK) merupakan persentase variasi ukuran
ikan yang dipelihara. Berdasarkan Steel dan Torrie (1993) koefisien
keragaman dapat dihitung melalui rumus:
s
KK = × 100
y
Keterangan:
KK = Koefisien keragaman (%)
S = Simpangan baku
Y = Rata-rata contoh

2.2.3 Kualitas Air


Kualitas air yang diukur selama penelitian terdiri dari 9 parameter yaitu
suhu, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO), padatan terlarut total (total
dissolved solid, TDS), kesadahan, alkalinitas, total ammonia nitrogen (TAN),
nitrit, dan nitrat (Tabel 1). Pengukuran parameter suhu, pH, oksigen terlarut,
dan TDS dilakukan secara langsung di lokasi penelitian, sedangkan
pengukuran parameter kesadahan, alkalinitas, TAN, nitrit, dan nitrat dilakukan
di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan,
FPIK-IPB.
5

Tabel 1 Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian

Parameter Satuan Alat Ukur Waktu Pengukuran


Suhu °C Termometer Setiap hari
pH - pH-meter Setiap hari
Oksigen terlarut mg L-1 DO-meter Setiap hari
TDS mg L-1 TDS-meter Setiap hari
Kesadahan mg L-1 Titrimetri Setiap 30 hari
Alkalinitas mg L-1 Titrimetri Setiap 30 hari
TAN mg L-1 Spektofotometer Setiap 30 hari
Nitrit mg L-1 Spektofotometer Setiap 30 hari
Nitrat mg L-1 Spektofotometer Setiap 30 hari

2.2.4 Kinerja Usaha


a. Pembiayaan
Biaya total produksi diperoleh dari keseluruhan jumlah biaya
produksi yang dikeluarkan. Biaya tersebut dihitung berdasarkan biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan jumlah biaya investasi
yang dikonversi menjadi biaya penyusutan, dan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk menjalankan usaha, namun tidak dipengaruhi oleh
ada atau tidaknya kegiatan produksi. Biaya variabel merupakan biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menunjang kegiatan produksi,
dan jumlahnya dipengaruhi oleh kuantitas produksi. Secara matematis
biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total cost (biaya total)
TFC = Total fixed cost (total biaya tetap)
TVC = Total variable cost (total biaya variabel)
b. Penerimaan
Penerimaan adalah penghasilan yang diperoleh dari penjualan
produksi kepada pembeli selama periode yang bersangkutan. Penerimaan
dihitung dengan rumus:
TR = Y × Py
Keterangan:
TR = Total revenue (penerimaan)
Y = Jumlah produksi (ekor)
Py = Harga produk
c. Keuntungan
Keuntungan adalah pendapatan yang diperoleh dari selisih antara
keseluruhan penghasilan yang didapatkan dengan biaya produksi yang
dikeluarkan. Keuntungan dihitung dengan rumus:
6

π = TR ˗ TC
Keterangan:
π = Keuntungan
TR = Penerimaan total usaha (total revenue)
TC = Biaya total usaha (total cost)
Kriteria keuntungan:
TR > TC, maka usaha dikatakan untung
TR = TC, maka usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi
TR < TC, maka usaha dikatakan rugi
d. Break Even Point
Analisis titik impas (break even point) merupakan batas nilai
produksi atau volume produksi suatu usaha untuk mencapai titik impas
(keadaan tidak untung dan rugi). Analisis ini dihitung menggunakan
rumus berikut:
Biaya tetap
BEP (unit) = biaya variabel
harga jual per unit - (volume produksi)

Biaya tetap
BEP (Rp) = biaya variabel
1 - ( penerimaan )

e. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)


Analisis imbangan penerimaan dan biaya merupakan perbandingan
penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan. Analisis ini
dihitung menggunakan rumus berikut:
Penerimaan
R/C =
Biaya produksi
Kriteria usaha:
R/C > 1, maka usaha dikatakan menguntungkan
R/C = 1, maka usaha dikatakan berada pada titik impas
R/C < 1, maka usaha dikatakan merugikan
f. Payback Period
Analisis payback period bertujuan untuk menghitung berapa
investasi yang digunakan dapat kembali. Analisis ini dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
Biaya investasi
Payback Periode =
Keuntungan

2.3 Prosedur Penelitian


Penelitian dilakukan mengikuti seluruh kegiatan produksi yang dilakukan
perusahaan seperti yang tertera pada Lampiran 1. Data pembenihan ikan diskus
diperoleh dari sampel induk sebanyak 15 pasang diskus leopard dan 12 pasang
7

diskus pigeon, dari total populasi induk 23 pasang leopard dan 15 pasang pigeon.
Data pembesaran setiap jenis diskus masing-masing diperoleh dari 5 siklus
pemijahan yang terjadi pada periode penelitian. Pengambilan data pertumbuhan
bobot dan panjang dilakukan setiap bulan dengan jumlah sampel 5-15
ikan/akuarium bergantung ukuran dan kepadatan ikan.

2.4 Analisis Data


Data yang diperoleh terdiri dari data kinerja produksi, kualitas air, dan
analisis usaha. Data kinerja produksi dan kinerja usaha ditabulasi dan diolah
melalui uji independent samples t-test dengan bantuan perangkat lunak SPSS 25.0
dan Microsoft Excel 2019. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan
penyajian tabel.

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Hasil penelitian terdiri dari karakteristik usaha, performa reproduksi, kinerja
produksi, kualitas air, dan kinerja usaha. Karakteristik usaha terdiri dari jenis dan
skala usaha perusahaan yang disajikan pada Tabel 2. Performa reproduksi terdiri
dari parameter fekunditas, derajat pembuahan (FR), dan derajat penetasan (HR)
disajikan pada Tabel 3. Kinerja produksi yang terdiri dari parameter tingkat
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot mutlak (LPBM), laju pertambahan
panjang mutlak (LPPM), laju pertumbuhan bobot spesifik (LPBS), laju
pertumbuhan panjang spesifik (LPPS), dan koefisien keragaman panjang (KKP)
yang disajikan pada Tabel 4. Parameter kualitas air meliputi suhu, pH, oksigen
terlarut, alkalinitas, kesadahan, padatan terlarut (TDS), total ammonia nitrogen
(TAN), nitrit, dan nitrat disajikan pada Tabel 5.
Jenis usaha 5D Discus Farm tergolong dalam usaha pembenihan. Usaha 5D
Discus Farm berfokus pada satu spesies (monospesies) yaitu ikan diskus
(Symphysodon sp.) yang terdiri dari diskus leopard (38,3%), pigeon (25,0%), red
melon (20,8%), turquoise (5,0%), white diamond (5,0%), blue diamond (3,3%),
dan yellow (2,5%). Berdasarkan Tabel 2, skala usaha budidaya ikan diskus di 5D
Discus Farm tergolong dalam skala kecil.
Tabel 2 Aspek skala usaha perusahaan

Aspek skala usaha Satuan Jumlah


Induk 120
- Leopard 46
ekor
- Pigeon 30
- Jenis lainnya 44
Luas usaha m2 530
Luas bangunan budidaya m2 100
Akuarium unit 257
Modal awal Rp 300.000.000
Omset per tahun Rp 960.000.000
8

Berdasarkan Tabel 3, performa reproduksi ikan diskus diamati selama 4


bulan pada Februari, Maret, Juni, dan Juli. Setiap siklus pemijahan menunjukkan
performa dan jumlah sampel induk memijah yang berbeda. Jumlah induk yang
memijah pada diskus leopard sebanyak 2-5 pasang per siklus dari 23 pasang
induk, sedangkan diskus pigeon sebanyak 2-5 pasang per siklus dari 15 pasang
induk yang diamati. Jumlah pemijahan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu
sebanyak 5 pasang pada masing-masing jenis. Hasil menunjukkan bahwa ikan
diskus leopard dan pigeon memiliki nilai performa reproduksi yang tidak berbeda
nyata (P>0,05).

Tabel 3 Performa reproduksi ikan diskus leopard dan pigeon


Derajat Telur Derajat
n/N* Fekunditas Telur menetas
Siklus pembuahan, terbuahi penetasan,
(pasang) (butir) (butir)
FR (%) (butir) HR (%)
Diskus Leopard
Februari 2/23 309,50±12,02 58,51±23,33 180,50±9,81 55,61±1,04 100,50±14,85
Maret 5/23 328,80±63,61 62,63±28,33 198,40±94,34 48,52±23,44 88,00±47,19
Juni 4/23 270,00±67,59 71,29±12,15 198,00±78,55 84,29±21,03 173,00±87,40
Juli 4/23 363,25±65,56 46,71±5,85 168,00±27,39 52,70±30,80 88,00±57,85
Rata-rata 317,89±38,90a 59,78±10,22a 186,23±14,74 60,28±16,27a 112,38±40,84
Diskus Pigeon
Februari 3/15 301,00±117,59 64,90±32,18 201,67±119,94 97,65±4,07 196,00±117,53
Maret 5/15 228,60±57,18 64,18±28,31 139,80±62,20 81,41±8,91 113,20±51,62
Juni 2/15 248,00±124,45 66,38±4,61 167,50±94,05 83,87±19,19 149,50±111,02
Juli 2/15 299,50±58,69 61,76±28,87 176,50±50,20 46,61±32,74 130,00±70,71

Rata-rata 269,28±36,64a 64,31±1,93a 171,37±25,53 77,38±21,72a 147,18±35,77


*Huruf superskrip yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada independent sampels
t-test (P>0,05); n/N = jumlah sampel induk memijah dari populasi induk

Pengamatan kinerja produksi ikan diskus dilakukan selama 6 bulan


pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis statistik pada kinerja produksi
diskus leopard dan pigeon menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antar
kelompok (P>0,05) pada semua parameter.

Tabel 4 Kinerja produksi ikan diskus Symphysodon sp.

Parameter Diskus leopard Diskus pigeon


a
Tingkat kelangsungan hidup (%) 68,66 ± 7,83 65,23 ± 6,46a
a
Laju pertumbuhan bobot mutlak (g/hari) 0,141 ± 0,017 0,159 ± 0,020a
Laju pertambahan panjang mutlak (inci/hari) 0,015 ± 0,002a 0,014 ± 0,001a
Laju pertumbuhan bobot spesifik (%/hari) 2,215 ± 0,385a 2,110 ± 0,494a
a
Laju pertambahan panjang spesifik (%/hari) 1,206 ± 0,373 0,885 ± 0,320a
Koefisien keragaman panjang (%) 16,51 ± 3,42a 13,03 ± 1,69a
Huruf superskrip yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada independent sampels
t-test (P>0,05)
9

Pertumbuhan bobot pada diskus leopard dan pigeon dapat dilihat pada
Gambar 1, menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot ikan diskus memiliki tren
power yang berarti mengalami peningkatan pada waktu tertentu. Peningkatan
bobot tubuh diskus leopard yang cukup signifikan terjadi mulai pada hari ke-120
(Gambar 1a). Berbeda dengan diskus pigeon (Gambar 1b), peningkatan bobot
cukup signifikan terjadi pada hari ke-90.

30,0 30,0
y = 0,3572x2,1646 y = 0,19x2,6569
R² = 0,9951 R² = 0,9621
25,0 25,0
Bobot rata-rata (g)

Bobot rata-rata (g)


20,0 20,0

15,0 15,0

10,0 10,0

5,0 5,0

0,0 0,0
0 30 60 90 120 150 180 0 30 60 90 120 150 180
Umur (hari) Umur (hari)
L1 L2 P1 P2
L3 L4 P3 P4
LG Power (LG) PG Power (PG)

(a) (b)
Gambar 1 Kurva pertumbuhan bobot ikan diskus (a) leopard dan (b) pigeon
Pertambahan panjang pada ikan diskus leopard dan pigeon yang tergambar
pada Gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa kurva memiliki tren linear yang
berarti pertambahan panjang ikan diskus cenderung konstan dari waktu ke waktu.

3,5 3,5
y = 0,4265x + 0,055 y = 0,4615x - 0,0356
R² = 0,9716 R² = 0,9745
3,0 3,0
Panjang rata-rata (inci)
Panjang rata-rata (inci)

2,5 2,5

2,0 2,0

1,5 1,5

1,0 1,0

0,5 0,5

0,0 0,0
0 30 60 90 120 150 180 0 30 60 90 120 150 180
Umur (hari) Umur (hari)
L1 L2
P1 P2
L3 L4 P3 P4
LG Linear (LG) PG Linear (PG)

(a) (b)
Gambar 2 Kurva pertambahan panjang ikan diskus (a) leopard dan (b) pigeon
Tabel 5 menyajikan hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan ikan
diskus. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kualitas air pemeliharaan
10

kedua jenis diskus tidak jauh berbeda. Sebagian parameter kualitas air seperti
suhu, pH, kesadahan, TDS, TAN, nitrit, dan nitrat memiliki nilai yang melampaui
batas normal pemeliharaan ikan diskus, namun tidak terlalu jauh dan masih
mampu ditoleransi oleh ikan. Nilai oksigen terlarut dan alkalinitas yang diperoleh
masih dalam batas normal pemeliharaan ikan diskus.

Tabel 5 Kualitas air pemeliharaan ikan diskus (Symphysodon sp.)

Parameter Satuan Leopard Pigeon Literatur


Suhu °C 25,8-28,6 26,0-28,8 27,0-30,0 (SNI 7776:2013)
pH - 4,9-7,4 4,3-6,7 6,0-7,0 (SNI 7776:2013)
Oksigen terlarut mg L -1
3,6-7,8 3,6-7,3 ≥ 3,0 (SNI 7776:2013)
Kesadahan mg L -1
52,05-64,06 48,05-60,06 ≤ 50,00 (SNI 7776:2013)
Alkalinitas mg L-1 4,0-6,0 8,0-16,0 ≤ 30,0 (Swain et al. 2020b)
110,0-115,0 (Santamurti et al.
TDS* mg L-1 40,0-69,0 43,0-61,0
2021)
TAN* mg L-1 0,541-0,563 0,433-0,671 ≤ 0,3 (Swain et al. 2020b)
Nitrit mg L -1
0,006-0,018 0,006-0,042 ≤ 0,01 (Swain et al. 2020b)
-1
Nitrat mg L 0,262-0,474 0,348-0,393 0,480-2,130 (Swain et al. 2020b)
*TDS = padatan terlarut total; TAN = total ammonia-nitrogen

Analisis usaha yang digunakan terdiri dari pembiayaan, pendapatan, break


even point (BEP), biaya imbangan (R/C ratio) dan payback period. Perhitungan
yang dilakukan berdasarkan asumsi yang diperoleh dari hasil analisis teknis dan
wawancara narasumber. Asumsi yang digunakan pada analisis usaha budidaya
ikan diskus leopard dan pigeon adalah sebagai berikut:
1. Induk yang digunakan masing-masing sebanyak 30 pasang, dengan frekuensi
pemijahan diasumsikan terjadi sebanyak 1 kali/siklus. Performa pemijahan
yang digunakan dijabarkan dalam Tabel 6.
2. Jumlah siklus yang digunakan diasumsikan sebanyak 1 siklus/tahun.
3. Masa pemeliharaan ikan diskus dipengaruhi oleh target ukuran panen.
4. Ukuran jual ikan diskus sebesar 2,5 inci, 3 inci, dan 4 inci, dengan grade
(kualitas) yaitu grade A, grade B, dan grade C. Harga jual ikan diskus
ditentukan berdasarkan grade dan ukuran jual (Tabel 7).
5. Harga yang digunakan dalam analisis diasumsikan konstan, baik pada input
maupun output pada budidaya. Harga yang digunakan diperoleh dari hasil
wawancara dengan pemilik dan berlaku pada saat penelitian.

Tabel 6 Asumsi performa reproduksi usaha budidaya ikan diskus

Komponen Diskus Leopard Diskus Pigeon


Fekunditas (butir) 316 ± 60 238 ± 73
Derajat pembuahan, FR (%) 60,62 ± 12,40 79,26 ± 12,61
Derajat penetasan, HR (%) 67,24 ± 13,95 83,77 ± 11,80
Kelangsungan hidup (%) 68,83 ± 7,13 64,97 ± 6,11
11

Penjualan ikan diskus terbagi menjadi 3 sesi berdasarkan ukuran dan grade,
sehingga waktu penjualan berbeda. Produksi ikan diskus untuk ukuran 2,5 inci, 3
inci, dan 4 inci masing-masing memerlukan waktu selama 4 bulan, 6 bulan, dan 9
bulan. Pembagian ukuran dan grade menentukan harga jual yang ditawarkan.
Semakin tinggi kualitas dan ukuran diskus maka semakin tinggi harga yang
ditawarkan. Penjualan ikan berdasarkan jenis dan grade yang diperoleh pada
budidaya ikan diskus disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Penjualan ikan diskus per tahun

Ukuran Harga Penjualan Persentase


Jenis Diskus Grade
(inci) (Rp/ekor) (ekor/tahun) penjualan (%)
Leopard A 4,0 2.000.000 128 ± 22 5,00 ± 0,01
B 4,0 800.000 383 ± 67 15,00 ± 0,01
B 3,0 400.000 766 ± 135 30,00 ± 0,00
C 2,5 125.000 1277 ± 224 50,00 ± 0,00
Total 2554 ± 449 100,00
Pigeon A 4,0 1.800.000 152 ± 55 4,99 ± 0,01
B 4,0 700.000 458 ± 164 15,01 ± 0,01
B 3,0 300.000 915 ± 328 30,00 ± 0,00
C 2,5 70.000 1525 ± 547 50,00 ± 0,00
Total 3050 ± 1094 100,00

Penjualan ikan diskus (Tabel 7) dibagi dalam empat kelompok berdasarkan


grade dan ukurannya, dengan harga jual yang berbeda. Penjualan ikan diskus
leopard sebanyak 2554 ekor, sedangkan diskus pigeon sebanyak 3050 ekor.
Persentase penjualan tertinggi diperoleh pada penjualan ikan diskus grade C
dengan ukuran 2,5 inci yaitu 50%. Persentase penjualan terendah diperoleh pada
grade A dengan ukuran 4 inci yaitu 5%.
Berdasarkan asumsi yang telah dijabarkan diatas, diperoleh besaran biaya
investasi, biaya tetap, dan biaya variabel pada budidaya ikan diskus leopard
(Lampiran 3, 4, dan 5) dan diskus pigeon (Lampiran 6, 7, dan 8). Hasil
perhitungan kinerja usaha disajikan dalam Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, biaya
total produksi yang dikeluarkan untuk budidaya ikan diskus leopard lebih tinggi
dibandingkan diskus pigeon, dengan selisih sebesar Rp.1.174.613. Biaya yang
dikeluarkan pada budidaya ikan diskus leopard lebih tinggi pada biaya investasi
dan biaya tetap disebabkan oleh nilai investasi induk leopard yang lebih tinggi
dibandingkan dengan induk pigeon. Berbeda halnya dengan biaya variabel yang
dikeluarkan lebih tinggi pada diskus pigeon, disebabkan oleh volume produksi
yang lebih tinggi dibandingkan diskus leopard. Penerimaan usaha pada budidaya
diskus menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada diskus leopard. Hal tersebut
disebabkan oleh harga jual leopard yang lebih tinggi dibandingkan pigeon. Hasil
analisis statistik pada R/C ratio dan payback period menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan nyata antar kelompok (P>0,05).
12

Tabel 8 Kinerja usaha budidaya ikan diskus leopard dan pigeon

Parameter Diskus Leopard Diskus Pigeon


Pembiayaan
Biaya investasi (Rp) 440.655.000 ± 0,00 380.655.000 ± 0,00
Biaya tetap (Rp) 293.893.233 ± 0,00 269.893.233 ± 0,00
- Penyusutan (Rp) 83.860.733 ± 0,00 59.860.733 ± 0,00
Biaya variabel (Rp) 106.913.308 ± 16.961.804 129.738.695 ± 41.225.459
Total Biaya Produksi 400.806.542 ± 16.961.804 399.631.929 ± 41.225.459
Penerimaan
Penerimaan kotor (Rp/tahun) 1.027.865.000 ± 180.404.209 975.670.000 ± 350.192.991
Keuntungan (Rp/tahun) 627.058.458 ± 163.443.780 576.038.071 ± 308.969.134
Analisis Usaha
BEP (Rp) 328.096.498 ± 601.584 311.843.624 ± 1.935.130
BEP (unit) 2.625 ± 5 4.455 ± 28
a
R/C ratio 2,55 ± 0,33 2,39 ± 0,60a
Payback period (tahun) 0,74 ± 0,17a 0,82 ± 0,39a
Huruf superskrip yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada independent sampels
t-test (P>0,05)

3.2 Pembahasan
Karakteristik usaha suatu budidaya ikan hias ditentukan berdasarkan jenis
dan skala usaha. Penentuan karakteristik usaha mengacu pada Permen No.5 Tahun
2009 tentang Skala Usaha Budidaya. Jenis usaha 5D Discus Farm berdasarkan
segmentasi yang dikembangkan yaitu usaha pembenihan. Pembenihan merupakan
kegiatan pengembangbiakan ikan dari mulai pemeliharaan induk sampai
pemeliharaan benih untuk tujuan komersial. Skala usaha budidaya ditentukan
berdasarkan aspek jumlah induk, luas area usaha, luas bangunan, jumlah akuarium
yang dimiliki, modal awal yang digunakan, dan omset yang dapat diperoleh setiap
tahun (Tabel 2). Berdasarkan aspek usaha tersebut, skala usaha budidaya ikan
diskus di 5D Discus Farm tergolong dalam skala kecil.
Peningkatan skala usaha pada budidaya ikan diskus dapat dilakukan dengan
peningkatan produksi. Peningkatan produksi ikan diskus akan berkaitan dengan
jumlah induk yang digunakan. Semakin tinggi produksi ikan diskus, maka
semakin banyak induk yang digunakan dalam budidaya. Peningkatan produksi
berkaitan pula dengan ketersediaan pakan alami dan kualitas air yang digunakan.
Kebutuhan pakan alami yang tinggi menjadi faktor pembatas dalam budidaya ikan
diskus karena pakan alami masih diperoleh dari hasil tangkapan alam sehingga
ketersediaannya belum stabil. Kondisi kualitas air juga menjadi pertimbangan
karena diperlukan fasilitas yang memadai untuk menjaga kestabilan kualitas.
Usaha pembenihan ikan diskus dipengaruhi oleh kemampuan reproduksi
ikan diskus. Performa reproduksi ikan diskus (Tabel 3) diperoleh dari pengamatan
selama 4 siklus. Setiap siklus pemijahan memiliki performa reproduksi dan
jumlah induk yang mampu memijah berbeda. Hasil menunjukkan bahwa ikan
diskus leopard dan pigeon memiliki nilai performa reproduksi yang tidak berbeda
nyata (P>0,05). Performa reproduksi ikan diskus sebesar 269-317 telur dengan
nilai FR 59,78-64,31% dan HR 60,28-77,38% memiliki hasil yang lebih baik
13

dibandingkan penelitian Santamurti et al. (2021) dengan fekunditas 153-160 telur


per induk betina, FR 73% dan HR 15-64%.
Berdasarkan penelitian Rossoni et al. (2010) ikan diskus betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 950-1892 butir pada kondisi alam bebas. Berbeda
halnya dengan diskus budidaya yang melakukan pemijahan berulang (bersiklus)
hanya menghasilkan rata-rata 209 telur per induk betina. Perbedaan fekunditas
yang dihasilkan diduga karena faktor lingkungan air pemeliharaan yang berperan
pada kenyamanan ikan selama pemeliharaan (Mattos et al. 2016). Reproduksi
ikan diskus dipengaruhi oleh kondisi pH dan kesadahan pada lingkungan
pemeliharaan. Kondisi pH yang rendah mendukung stimulasi pemijahan dan
proses penetasan telur (Livengood et al. 2009), serta kesadahan yang optimal
berperan dalam proses fertilisasi telur dan mendukung perkembangan larva
(Swain et al. 2020a).
Pemeliharaan larva dilakukan selama 14 hari secara parental care oleh
induknya. Larva yang sudah berumur 2-4 hari berada pada fase free swimming
akan mulai berenang mengelilingi tubuh induknya. Berdasarkan Satoh et al.
(2016), larva pada umur 4 hari (fase free swimming) mulai aktif menggigit
permukaan tubuh induknya yang mengeluarkan lendir (mukus) yang berperan
sebagai sumber nutrisi penting. Mukus ikan mengandung peptide aktif dan protein
yang memiliki peran biologi pada sistem regulasi, respirasi, komunikasi,
reproduksi, dan pencegahan penyakit. Mukus yang dihasilkan mengandung asam
amino esensial dan non-esensial, dengan kandungan tertinggi berupa lisina,
isoleusina, dan fenilalanina (Chong et al. 2005).
Kendala dalam pemijahan ikan diskus terjadi ketika induk bersifat non-
parental care atau tidak melakukan pengasuhan. Induk yang tidak melakukan
pengasuhan akan memakan telur atau larva yang baru menetas. Masalah tersebut
dapat diatasi dengan penerapan sistem induk asuh. Induk asuh akan mengasuh
telur-telur yang berasal dari induk non-parental care sampai ikan berusia 14 hari.
Penerapan sistem induk asuh dapat menyebabkan masa rematurasi ikan diskus
lebih cepat sehingga siklus pemijahan yang dapat diperoleh lebih banyak.
Parameter tingkat kelangsungan hidup (TKH) menjadi salah satu parameter
penting dalam kegiatan budidaya ikan diskus, yang berkaitan dengan jumlah ikan
yang akan dipanen pada akhir pemeliharaan. Berdasarkan Tabel 4, tingkat
kelangsungan hidup kedua jenis diskus menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hasil TKH yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 65,23-68,66%
memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Tibile et
al. (2016) yang menunjukkan nilai TKH sebesar 77,78-100% pada padat
penebaran 1 ekor/10 L sampai 1 ekor/2,5 L.
Kematian yang teramati pada pemeliharaan ikan diskus sebagian besar
terjadi pada stadia benih berukuran ≤ 1 inci. Hal tersebut diduga terjadi akibat
kepadatan ikan yang tinggi pada awal pemeliharaan benih yaitu 1-2 ekor/L.
Kematian mengalami penurunan akibat terjadinya penurunan kepadatan ikan
setelah proses grading dan sortir. Kepadatan berpengaruh pada kompetisi pakan
dan ketersediaan ruang gerak. Peningkatan padat tebar secara signifikan dapat
menurunkan tingkat kelangsungan hidup ikan diskus (Tibile et al. 2016).
Kepadatan yang rendah dapat menciptakan lingkungan yang mendukung ikan
untuk mengkonsumsi pakan dengan baik karena rendahnya kompetisi (Narejo et
al. 2005).
14

Pertumbuhan ikan diskus diamati berdasarkan peningkatan bobot dan


panjang tubuh ikan selama proses pemeliharaan. Pertumbuhan yang baik
berpengaruh pada percepatan proses pemeliharaan ikan dan kualitas ikan yang
dihasilkan saat panen. Nilai laju pertumbuhan pada diskus leopard dan pigeon
menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai laju pertumbuhan yang
diperoleh pada penelitian (Tabel 4) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
penelitian Tibile et al. (2016) melaporkan bahwa ikan diskus memiliki laju
pertumbuhan sebesar 1,12-2,07%. Hal tersebut diduga karena perbedaan jenis
pakan yang diberikan.
Pertumbuhan ikan diskus sangat dipengaruhi oleh pakan yang diberikan
selama pemeliharaan. Jenis pakan pada budidaya ikan diskus disesuaikan
berdasarkan umur ikan. Berdasarkan kurva pertumbuhan bobot yang terbentuk
(Gambar 1), pada pemeliharaan hari ke-120 ikan diskus leopard dan hari ke-90
ikan diskus pigeon menunjukkan kenaikan bobot tubuh yang lebih tinggi
dibandingkan kenaikan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh pemberian
kombinasi pakan pada saat pemeliharaan. Dimulai pada umur 90 hari, kombinasi
pakan diberikan sebanyak 75% cacing darah dan 25% pasta dalam satu hari.
Penggunaan cacing darah sebagai pakan utama karena memiliki kandungan
protein yang tinggi 47,8% dengan kandungan lemak yang rendah 9,7%
(To’bungan 2016). Pemberian pakan berupa cacing darah diketahui dapat
memberikan pertumbuhan yang baik pada beberapa jenis ikan seperti ikan cupang
(To’bungan 2016), ikan mas koki (Suhendri et al. 2018), dan ikan selais
(Setiawan et al. 2018). Selain cacing darah, pakan juga diberikan berupa pasta
yang berperan sebagai stimulator pigmentasi warna tubuh karena mengandung
karotenoid. Pasta dengan bahan baku jantung sapi dan daging udang mengandung
protein 84,7-85,5% dengan lemak 8,2-8,6% (Wen et al. 2018).
Koefisien keragaman panjang (KKP) menggambarkan tingkat keseragaman
ukuran ikan diskus pada akhir pemeliharaan. Nilai koefisien keragaman pada
kedua diskus menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai koefisien
keragaman yang diperoleh pada diskus leopard dan pigeon berada dibawah 20%,
yang menunjukkan bahwa tingkat keseragaman ukuran ikan cukup tinggi (Baras
et al. 2011). Keseragaman yang tinggi disebabkan oleh adanya proses grading
yang rutin dilakukan setiap bulan. Grading diperlukan untuk membagi ikan diskus
ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan pertumbuhannya. Proses grading
dapat menurunkan persaingan makanan dan perilaku teritorial pada ikan diskus,
sehingga diperoleh kelompok ikan yang memiliki ukuran yang merata pada akhir
pemeliharaan. Menurut Tibile et al. (2016), kegiatan grading secara berkala dapat
menghasilkan ikan dengan pertumbuhan yang homogen pada setiap kelompok
sehingga pembudidaya dapat melakukan pemasaran ikan diskus pada waktu yang
berbeda dalam satu periode budidaya.
Kualitas air merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan
budidaya karena mempengaruhi pada tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan,
reproduksi, dan kondisi kesehatan ikan. Pengukuran kualitas air (Tabel 5) pada
kegiatan budidaya diskus leopard dan pigeon menunjukkan nilai kualitas air yang
tidak jauh berbeda selama pemeliharaan. Nilai suhu yang diperoleh menunjukkan
bahwa suhu pemeliharaan lebih rendah dibandingkan dengan SNI 7776:2013,
namun masih mampu ditoleransi oleh ikan diskus. Ikan diskus secara umum hidup
pada daerah beriklim tropis dengan kisaran suhu perairan sebesar 26,0-31,0°C
15

(Livengood et al. 2009). Kondisi suhu yang optimal menunjang kegiatan


metabolisme dan pertumbuhan berjalan dengan baik (Nirmala et al. 2005). Selain
itu, menurut El-Ghany et al. (2014) pemeliharaan ikan diskus pada kisaran 28,0-
29,0°C mampu meningkatkan respon imun ikan sehingga mencegah serangan
penyakit.
Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu air. Nilai pH
yang diperoleh pada pemeliharaan kedua jenis diskus berbeda dengan ketetapan
SNI 7776:2013 yaitu pemeliharaan optimal pada pH 6,0-7,0. Rentang pH yang
tinggi, dengan nilai pH yang cenderung asam disebabkan karena kondisi
perubahan musim. Kondisi media pemeliharaan yang cenderung asam masih baik
digunakan untuk pemeliharaan ikan diskus karena dapat memicu rangsangan
pemijahan dan tidak menghambat pertumbuhan. Secara umum, ikan diskus di
alam dapat ditemukan pada perairan air jenih (clear water) yang memiliki pH
sebesar 4,5-7,8. Nilai pH yang rendah (5,0-6,5) berperan penting dalam kegiatan
reproduksi seperti stimulasi pemijahan induk dan proses penetasan telur
(Livengood et al. 2009).
Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu parameter penting dalam
budidaya ikan diskus, yang menggambarkan kandungan oksigen yang terlarut
dalam media pemeliharaan. Oksigen diperlukan oleh organisme budidaya dalam
kegiatan respirasi dan metabolisme tubuh. Selain itu, kandungan oksigen dalam
air juga berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan-bahan organik dan
anorganik dalam media budidaya (Salmin 2005). Nilai DO yang diperoleh pada
pemeliharaan kedua jenis diskus sesuai dengan ketetapan SNI 7776:2013 yaitu
pemeliharaan optimal pada kondisi DO ≥ 3 mg L-1.
Kesadahan merupakan parameter yang menunjukkan jumlah kation divalen
yang terkandung dalam perairan. Kesadahan umumnya menggambarkan
kandungan kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam air (Swain et al. 2020a).
Nilai kesadahan yang diperoleh pada pengukuran sebesar 52,05-64,06 mg CaCO3
L-1 pada pemeliharaan diskus leopard dan 48,05-60,06 mg CaCO3 L-1 pada
pemeliharaan diskus pigeon, yang menunjukkan bahwa media pemeliharaan yang
digunakan tergolong dalam soft water (Widodo et al. 2020). Nilai kesadahan yang
diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan SNI 7776:2013, yaitu ≤50,00 mg L-1.
Kesadahan berperan penting dalam proses fertilisasi telur dan proses
perkembangan larva. Kesadahan yang baik untuk budidaya ikan air tawar berkisar
50-150 mg L-1 dengan nilai optimum sebesar 100 mg L-1 (Swain et al. 2020a).
Alkalinitas merupakan jumlah ion bikarbonat, karbonat, dan hidroksida
dalam air, yang berperan sebagai penyangga pH pada media pemeliharaan. Kedua
hasil pengukuran sebesar 4,0-16,0 mg L-1 menunjukkan nilai yang sesuai dengan
acuan Swain et al. (2020b) yang menyatakan nilai alkalinitas untuk budidaya ikan
diskus sebesar ≤ 30 mg L-1. Alkalinitas berperan sebagai penyangga nilai pH,
semakin tinggi alkalinitas maka semakin rendah fluktuasi perubahan pH pada
media pemeliharaan.
Padatan terlarut total (TDS) merupakan jumlah padatan berukuran kecil
yang terlarut dalam air. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut berbeda
dengan hasil penelitian Santamurti et al. (2021) yang memiliki hasil kisaran
110,0-115,0 mg L-1 pada budidaya ikan diskus. Nilai TDS pada hasil penelitian
sebesar 40,0-69,0 mg L-1 tergolong rendah sehingga kondisi air pemeliharaan
tergolong jernih.
16

Total Ammonia-Nitrogen (TAN) menunjukkan jumlah total dua bentuk


ammonia dalam perairan yaitu amonia terionisasi (NH4+) dan amonia tidak
terionisasi (NH3). Hasil pengukuran TAN yang diperoleh selama penelitian yaitu
sebesar 0,541-0,563 mg L-1 pada pemeliharaan diskus leopard, dan 0,433-0,671
mg L-1 pada pemeliharaan diskus pigeon. Hasil yang diperoleh pada pemeliharaan
kedua jenis diskus menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan acuan yaitu
sebesar ≤0,3 mg L-1 (Swain et al. 2020b). Tingginya TAN pada pemeliharaan
diskus diduga karena pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari sebelum
proses penyifonan. Berdasarkan Fahandezhsadi (2014), TAN yang diukur pada
kondisi pH ≤7, jumlah ammonia terionisasi (NH4+) akan lebih tinggi dan tingkat
toksisitas relatif rendah terhadap organisme akuatik. Hal ini menyebabkan ikan
masih mampu mentoleransi kondisi tersebut.
Nitrit dan nitrat merupakan produk yang dihasilkan dari perombakan
ammonia dalam siklus nitrogen. Nitrat tidak bersifat toksik, sedangkan nitrit
bersifat toksik bagi organisme budidaya. Nitrit yang diperoleh selama
pemeliharaan menunjukkan hasil 0,006-0,018 mg L-1 pada diskus leopard
sedangkan diskus pigeon sebesar 0,006-0,042 mg L-1. Nilai tersebut melampaui
batas normal budidaya ikan diskus menurut Swain et al. (2020b), namun masih
dapat ditoleransi oleh ikan diskus selama pemeliharaan dilakukan. Nitrat yang
diperoleh selama penelitian yaitu sebesar 0,262-0,474 mg L-1 pada diskus leopard
sedangkan diskus pigeon sebesar 0,348-0,393 mg L-1. Hasil pengukuran
menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Swain
et al. (2020b) yaitu 0,480-2,130 mg L-1.
Hasil produksi ikan diskus akan dikelompokkan berdasarkan grade dan
ukuran jualnya. Ikan diskus dijual dalam tiga ukuran yaitu 2,5 inci, 3 inci, dan 4
inci, serta tiga grade yaitu grade A (show grade), grade B (standar), dan grade C
(rendah). Kriteria ikan diskus grade A terdiri dari bentuk tubuh yang membulat
sempurna, warna tubuh yang terang, dan pola corak tubuh yang jelas dan
menyebar. Kriteria ikan diskus grade B terdiri dari bentuk tubuh yang tidak
membulat cenderung melonjong, warna dan corak tubuh kurang menyebar dan
samar. Kriteria diskus grade C yaitu ikan dengan bentuk tubuh melonjong, warna
pudar, dan corak tubuh yang tidak menyebar atau tidak bercorak. Perbedaan grade
ikan diskus dapat dilihat pada Gambar 3.
Kelompok grade yang dihasilkan pada satu siklus pemijahan lebih banyak
menghasilkan grade C (rendah) dan grade B (standar). Persentase grade C
dihasilkan sebanyak 50%, dan grade B sebanyak 45%. Persentase terendah
jumlah produksi ikan diskus dengan grade A (show grade) dengan persentase
hanya 5% dari total produksi. Hal tersebut menyebabkan perlu dilakukan
peningkatan kualitas (grade) untuk menghasilkan lebih banyak ikan diskus yang
berkualitas. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah
penggunaan induk dengan genetik yang bagus sehingga dapat menghasilkan benih
yang berkualitas. Penggunaan hormon pertumbuhan juga dapat dilakukan untuk
menghasilkan ikan diskus yang bertubuh tebal dan besar. Selain itu dapat
dilakukan penerapan pakan dengan kandungan karotenoid untuk meningkatkan
warna pada tubuh ikan diskus, berupa peningkatan frekuensi pemberian pakan
pasta dan jumlah pasta yang diberikan.
17

Gambar 3 Kelompok ikan diskus berdasarkan grade (a) grade A; (b) grade B;
dan (c) grade C
Hasil kinerja produksi pada budidaya ikan diskus berpengaruh pada
perhitungan kinerja usaha (Tabel 8). Nilai break even point (BEP) yang diperoleh
menunjukkan volume dan penerimaan yang diperoleh oleh perusahaan pada
kondisi tidak mengalami keuntungan dan kerugian. Nilai BEP tersebut menjadi
gambaran volume produksi dan penerimaan minimal yang perlu diperoleh
perusahaan dalam kondisi produksi terendah. Perhitungan BEP untuk ikan diskus
diasumsikan menggunakan ikan dengan grade C berukuran 2,5 inci. Berdasarkan
hasil perhitungan, budidaya ikan diskus leopard menghasilkan nilai BEP pada
penerimaan sebesar Rp. 328.096.498 atau volume produksi 2.625 ekor ikan
diskus. Berbeda halnya dengan diskus pigeon, nilai BEP diperoleh pada
penerimaan sebesar Rp. 311.843.624 atau volume produksi 4.455 ekor ikan
diskus. Nilai BEP yang diperoleh menunjukkan penerimaan atau volume produksi
minimal yang perlu dicapai perusahaan untuk menghindari kerugian dalam usaha.
18

Analisis usaha untuk menilai prospek bisnis suatu usaha didasarkan pada
nilai R/C ratio dan payback period yang diperoleh. Berdasarkan hasil analisis
statistik, nilai R/C ratio dan payback period yang diperoleh pada budidaya diskus
leopard dan pigeon menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil perhitungan
analisis usaha menunjukkan pada budidaya ikan diskus leopard diperoleh hasil
R/C ratio sebesar 2,55 yang artinya setiap pengeluaran Rp1,00 akan menghasilkan
penerimaan sebesar Rp2,55 atau diperoleh keuntungan sebesar Rp1,55 dengan
pengembalian investasi 0,74 tahun (8,8 bulan). Budidaya ikan diskus pigeon
menghasilkan nilai R/C ratio sebesar 2,39 yang artinya setiap pengeluaran Rp.
1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp2,39 atau diperoleh keuntungan
sebesar Rp1,39 dengan pengembalian investasi selama 0,82 tahun (9,8 bulan).
Kedua budidaya ikan diskus dengan jenis berbeda menunjukkan hasil nilai R/C
ratio >1 dan payback period kurang dari 1 tahun. Nilai R/C ratio >1 menunjukkan
hasil penerimaan yang lebih besar dari biaya total produksi sehingga
menguntungkan untuk dijalankan (Fitriadi dan Nurmalina 2008).
Keberhasilan usaha budidaya ikan diskus bergantung pada faktor teknis
produksi dan usahanya. Faktor teknis produksi yang perlu diperhatikan adalah
kualitas air yang digunakan harus optimal bagi pemijahan dan pemeliharaan ikan
diskus. Selain itu ikan diskus yang dikenal rentan terhadap serangan penyakit,
sehingga perlu diterapkan sanitasi lingkungan budidaya, teknisi, dan peralatan
budidaya untuk mencegah terjadinya serangan dan penyebaran penyakit.
Keberhasilan budidaya ikan diskus juga ditentukan berdasarkan faktor usahanya.
Faktor usaha berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan, semakin tinggi
kualitas ikan yang dihasilkan maka penerimaan usaha akan semakin besar
sehingga keuntungan usaha juga dapat meningkat.
Bisnis budidaya diskus memiliki potensi usaha yang menjanjikan. Produksi
ikan diskus di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan, yang menunjukkan
bahwa adanya peningkatan permintaan masyarakat terhadap ikan diskus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya, tren penjualan ikan diskus
yang terjadi pada perusahaan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Periode
tahun 2020-2021, perusahaan mampu menjual ikan diskus sebanyak 7.776 ekor
diskus 2,5 inci, 3.600 ekor diskus 3,0 inci, dan 2.160 ekor diskus 4,0 inci.
Kemampuan produksi perusahaan sebanyak 13.536 ekor per tahun belum
mencukupi permintaan pasar lokal ikan diskus. Permintaan pasar lokal yang tinggi
terhadap ikan diskus menyebabkan perusahaan belum mampu memperluas ke
pasar ekspor. Perusahaan memiliki permintaan pasar ikan diskus untuk ekspor
sebanyak 6.000 ekor per tahun. Hal tersebut menjadi peluang untuk
pengembangan dan perluasan usaha.
Bisnis budidaya ikan diskus menunjukkan prospek pengembangan yang
tinggi berdasarkan hasil pengkajian kinerja produksi dan kinerja usaha pada
perusahaan terkait. Aspek produksi berdasarkan teknis dinilai cukup baik, terlihat
dari jumlah produksi yang dihasilkan. Prospek usaha tergambar dari hasil analisis
usaha yang menunjukkan bahwa bisnis ini layak untuk dijalankan dengan
perolehan keuntungan mencapai 59,04-61,01% dari total penerimaan yang
diperoleh dan pengembalian modal kurang dari 1 tahun.
19

IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Budidaya ikan diskus Symphysodon sp. memiliki prospek usaha yang baik.
Kinerja produksi dan usaha ikan diskus cukup baik berdasarkan rata-rata
kemampuan produksi diskus leopard sebanyak 2554 ekor/siklus dan diskus pigeon
sebanyak 3050 ekor/siklus, dengan keuntungan usaha yang dapat diperoleh
mencapai 59,04-61,01% dari total penerimaan, nilai R/C ratio 2,39-2,55 dan
waktu pengembalian modal kurang dari 1 tahun.

4.2 Saran
Kegiatan budidaya ikan diskus untuk tujuan komersial dapat dijadikan
alternatif usaha bagi masyarakat pembudidaya ikan. Perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai rantai pasok budidaya ikan diskus.
20

DAFTAR PUSTAKA

Baras E, Raynaud T, Slembrouck J, Caruso D, Cochet C, Legendre M. 2011.


Interactions between temperature and size on the growth, size, heterogenity,
mortality and canibalism in cultured larvae and juveniles of the asian catfish,
Pangasianodon hypopthalmus (sauvage). Aquaculture Research. 42: 260-
276.
[BKIPM] Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu. 2021. BKIPM Statistik.
[diunduh 2022 Maret 8]. http://bkipm.kkp.go.id
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2013. Produksi ikan hias discus (Symphysodon
discus). SNI 7776:2013.
Chong K, Ying TS, Foo J, Jin LT, Chong A. 2005. Characterisation of proteins in
epidermal mucus of discus fish (Symphysodon spp.) during parental phase.
Aquaculture. 249: 469-476.
Diatin I, Larasati R, Ellanda RE. 2018. Analisis marjin keuntungan usaha
budidaya ikan hias skala mikro di Bogor. Prosiding Seminar Nasional Ikan
ke 8.
[Disnakan] Dinas Perikanan dan Peternakan. 2019. Data Perikanan Kabupaten
Bogor Tahun 2019 [diunduh 2021 Mar 19]. https://disnakan.bogorkab.go.id
[Disnakan] Dinas Perikanan dan Peternakan. 2020. Data Perikanan Kabupaten
Bogor Tahun 2020 [diunduh 2021 Mar 19]. https://disnakan.bogorkab.go.id
[DJPDSPKP] Direktorat Jendral Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan
Perikanan. 2020. BBP3KP dan CBD discus community tingkatkan
kecintaan masyarakat melalui kontes ikan hias discus [diunduh 2022
Februari 28]. https://kkp.go.id/djpdspkp/bbp2hp/
[DJPDSPKP] Direktorat Jendral Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan
Perikanan. 2021. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2016-2020. Jakarta
(ID): Sekretariat Ditjen PDSPKP.
Effendi MI. 1979. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.
El-Ghany NAA, El-Khatib NR, Salama SSA. 2014. Cause of mortality in discus
fish (Symphysodon) and trials for treatment. Egy. J. Aquac. 4(2): 1-12.
Ellanda RE. 2013. Analisis kelayakan usaha ikan diskus (Symphysodon sp.) pada
Vizan Farm, Bojong Sari, Depok, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fahandezhsadi F. 2014. Assimilation, a biological nitrogen removal strategy for
freshwater ornamental fish hatcheries [Tesis]. Baton Rouge (LA): Louisiana
State University.
Fitriadi F, Nurmalina R. 2008. Analisis pendapatan dan pemasaran padi organik
metode system of rice intensification (sri) (kasus di Desa Sukagalih,
Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. 11(1): 94-103.
Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. New York (US):
Chapman and Hall. 194 hlm.
Livengood EJ, Ohs CL, Chapman FA. 2009. Candidate spesies for florida
aquaculture: discus Symphysodon spp., a profitable but challenging spesies
for florida aquaculture. UF/IFAS Extension. FA166: 1-7.
21

Mattos DC, Riberio RS, Cardoso LD, Junior MVV. 2016. Description of the
reproductive behavior of Symphysodon aequifasciatus (cichlidae) in
captivity. Acta Amazonica. 46(4): 433-438.
Narejo NT, Salam MA, Sabur MA, Rahmatullah SM. 2005. Effect of stocking
density on growth and survival of indegenous catfish, Heteropneustes
fossilis (bloch) reared in cemented cistern fed on formulated feed. Pakistan
Journal of Zoology. 37(1): 49-52.
Nirmala K, Wulandari R. Djokosetiyanto D. 2005. Pengaruh kesadahan pada
media budidaya bersalinitas 3 ppt terhadap laju pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan barbir (Barbus conchonius hamilton-buchanan).
Jurnal Akuakultur Indonesia. 4(1): 17-24.
Rossoni F, Amadio S, Ferreira E, Zuanon J. 2010. Reproductive and population
parameters of discus fish Symphysodon aequifasciatus pellegrin, 1904
(perciformes: cichlidae) from piagacu-purus sustainable developmet reserve
(rds-pp) lower purus river, Amazonas, Brazil. Neotropical Ichthyology.
8(2): 379-383.
Tibile RM, Sawant PB, Chadha NK, Lakra WS, Prakash C, Swain S, Bhagawati
K. 2016. Effect of stocking density on growth, size, variation, condition
index and survival of discus, Symphysodon aequifasciatus pellegrin, 1904.
Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 16: 455-462.
To’bungan N. 2016. Pengaruh perbedaan jenis pakan alami jentik nyamuk, cacing
darah (larva Chironomus sp.) dan Moina sp. terhadap pertumbuhan ikan
cupang (Betta splendens). Biota. 1(3): 111-116.
Tristianni G. 2015. Analisis kelayakan pengembangan usaha ikan hias air tawar
iwan wahana fish farm Kota Bekasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (do) dan kebutuhan oksigen biologi (bod) sebagai
salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 3(3): 21-
26.
Santamurti MB, Saputra FE, Hudaidah S. 2021. The performance of discus fish
(Symphysodon discus) hatchery in joel nararya, Sukarame, Bandar Lampung.
Jurnal Grouper. 12(1): 22-26.
Satoh S, Tanoue H, Ruitton S, Mohri M, Komatsu T. 2016. Morphological and
behavioral ontogeny in larval and early juvenile discus fish Symphysodon
aequifasciatus. Ichthyological Research. 64: 37-44.
Setiawan C, Alawi H, Aryani N. 2018. Pengaruh bentuk Tubifex sp. dan cacing
darah terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan larva ikan selais (Ompok
rhadinurus). Jurnal Online Mahasiswa Bidang Perikanan dan Ilmu
Kelautan. 5(2): 1-12
Steel RGH, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Suhendri H, Harris H, Utpalasari RL. 2018. Kombinasi pakan komersil dengan
cacing darah (Chironomous sp.) terhadap pertumbuhan, dna kelangsungan
hidup ikan mas koki (Carrasius auratus). Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan
Budidaya Perikanan. 13(1): 37-44.
Swain S, Sawant PB, Chadha NK, Chandaprajnadarsini EM, Katare M. 2020.
Signicance of water ph and hardness on fish biological processes: a review.
International Journal of Chemichal Studies. 8(4): 830-837.
22

Swain S, Sawant PB, Chadha NK, Sundaray JK, Prakash C. 2020. Effect of water
pH on the embryonic development of discus, Symphysodon aequifaciatus,
pellegrin, 1904. Journal of Entomology and Zoology Studies. 8(3): 1656-
1662.
Wen B, Chen Z, Qu H, Gao J. 2018. Growth and fatty acid composition of discus
fish Symphysodon haraldi given varying feed ratios of beef heart, duck heart,
and shrimp meat. Aquaculture and Fisheries. 3(2): 1-6.
Widodo C, Worokinkkin SPDA, Aridito MN, Nurusman HA, Widyawidura W.
2020. Utilization of bio-sand filter technology to reduce the hardness of
groundwater in Bangunjiwo Village, Yogyakarta. IOP Conference Series:
Earth and Enviromental Science. 477: 1-7.

Anda mungkin juga menyukai