Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang

mempunyai peranan penting dalam mengembangkan lembaga

pendidikan, yaitu sebagai pemegang kendali di lembaga

pendidikan. Kepala sekolah sebagai top manajer sangat

menentukan maju mundurnya suatu sekolah, jalannya proses

belajar mengajar, kemudian juga memberikan bimbingan dan

arahan serta layanan yang baik kepada seluruh personal sekolah,

sehingga dapat menciptakan suasana yang nyaman dan harmonis.

Sependapat menurut Wahjosumidjo (2005: 83) kepala sekolah

merupakan seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas

untuk memimpin suatu sekolah, sehingga semua pelaksanaan

kegiatan sekolah menjadi tanggung jawabnya. Dalam Buku Kerja

Kepala Sekolah (Kemendiknas, 2011: 7-10), dinyatakan bahwa

kepala sekolah dituntut untuk mampu merencanakan program,

melaksanakan rencana kerja, melaksanakan supervisi dan

1
evaluasi, menjalankan kepemimpinan sekolah, serta menerapkan

sistem informasi sekolah.

Tuntutan tugas kepala sekolah yang semakin tinggi akan

menyebabkan timbulnya konflik peran, hal ini dipertegas oleh

Gary Yukl (2015: 38) bahwa tekanan dari berbagai kalangan serta

ketidakjelasan peran membuat pemimpin mengalami konflik

peran. Pada era 4.0 ini kepala sekolah dituntut untuk

meningkatkan prestasi siswa secara digitalisasi yang tidak lepas

dari Teknologi, hal tersebut dilihat dari penetapan standar

kelulusan oleh pemerintah, sehingga kepala sekolah harus

memfokuskan dirinya pada peranannya sebagai pendidik dengan

melakukan pembinaan kepada siswa agar mampu mencapai

standar yang ditetapkan (Tammy. A. Andreyko, 2010: 14).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala

sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa adalah dengan

meningkatkan kualitas guru. Pembinaan kepada guru atau yang

disebut dengan supervisi harus dilakukan kepala sekolah untuk

menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif, dengan kualitas

pembelajaran yang meningkat maka akan berdampak pada

peningkatan prestasi siswa (Suharsimi Arikunto, 2004: 33).

2
Dengan demikian, tuntutan peningkatan prestasi siswa secara

tidak langsung akan berdampak pada tuntutan kepala sekolah

untuk melaksanakan peranannya sebagai supervisor.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Tammy. A. Andreyko

(2010: 14-16), bahwa selain tuntutan peningkatan prestasi siswa,

di era digitalisasi ini kepala sekolah juga dituntut untuk

melaksanakan kegiatan manajerial di sekolah yakni

mendayagunakan sumber daya yang ada di sekolah guna

mencapai tujuan sekolah, termasuk pendayagunaan keuangan.

Dengan begitu peran kepala sekolah sebagai manajer juga tidak

dapat diabaikan, namun disisi lain era digitalisasi yang menuntut

adanya akuntabilitas juga mengharuskan kepala sekolah untuk

menjalankan tugas keadministrasiannya. Dengan demikian

semakin jelas bahwa tugas kepala sekolah sangat berat dan

kompleks, serta membutuhkan banyak keterampilan dalam

melaksanakannya.

Kepala sekolah sebagai instruktur hendaknya mempunyai

peran sebagai guru yang bijaksana, yang memungkinkan setiap

bawahan semakin lama semakin profesional dalam melaksanakan

tugasnya. Seorang bawahan tentu dalam proses melaksanakan

3
tugas tidak terlepas dari kesalahan. Oleh karena itu, kepala

sekolah penting memposisikan diri sebagai instruktur untuk

senantiasa mengarahkan guru dan staf dalam melaksanakan tugas

di sekolah.

Kepala sekolah hendaknya memiliki kemampuan yang

profesional khususnya dalam mengelola guru maupun staf di

sekolah. Berkaitan dengan kemampuan profesional yang

hendaknya dimiliki oleh seorang kepala sekolah, Danim (2008, p.

218) mengatakan sebagai berikut, “Kemampuan yang harus

dimiliki pemimpin pendidikan antara lain membangkitkan

inspirasi guru, menciptakan kerjasama antarguru, menciptakan

kerjasama antarstaf, mengembangkan program supervise,

mengelola kegiatan pembelajaran, mengatur program

pengembangan, dan melaksanakan kegiatan lain yang erat

kaitannya dengan pencapaian tujuan pendidikan.

Dunia pendidikan tidak terlepas dari teknologi informasi

dan komunikasi (TIK). Bahkan perkembangan komputer dan

internet dewasa ini adalah fakta dari penelitian dan penemuan

yang dilakukan oleh kalangan akademisi. Saat ini pendidikan

sekolah juga membutuhkan TIK yang sama besarnya seperti

4
kalangan dunia kerja. Oleh karena itu, akses yang mudah kepada

informasi dan pengetahuan menjadi sangat penting. Hal ini

menyebabkan perubahan mendasar dan penyesuaian dalam hal

cara mengajar guru, belajar murid, dan manajemen sekolah dari

yang ada sebelumnya. TIK menyebabkan perubahan peran guru

yang tidak sekedar sebagai sumber dan pemberi ilmu

pengetahuan, namun menjadikannya sebagai seorang fasilitator

bahkan partner belajar murid. Di samping potensi yang

memberdayakan, TIK juga perlu persiapan teknis, pelatihan dan

adaptasinya yang menjadi tantangan untuk mencapai keberhasilan

yang diinginkan.

Fakta di lapangan ditemukan bahwa guru masih nyaman

menggunakan pembelajaran verbal sehingga guru jarang

menggunakan TIK dalam proses pembelajaran dengan alasan

bahwa proyektor yang tersedia di sekolah tidak dimanfaatkan

karena repot, takut konslet, anak-anak ribut saat menggunakan

proyektor, tidak memiliki bahan ajar digital untuk

dipresentasikan, tidak bisa membuat media powerpoint, dan tidak

bisa menghubungkan proyektor ke laptop. Di lain pihak ada

5
sekolah yang tidak memiliki fasilitas yang mendukung

penggunaan TIK dalam proses pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan keadaan diatas kepala sekolah harus mampu

mengatasi permasalahan-permsalahan tersebut, khususnya pada

kelemahan guru dalam membuat media atau bahan pembelajaran

yang berhubungan dengan TIK. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan oleh kepala sekolah adalah dengan memberikan

kesempatan pada guru untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan

sesuai bidang tugasnya. Hal tersebut dilakukan karena didasarkan

masih adanya guru yang kurang kompeten, dan dibalik itu akan

terciptanya tenaga pengajar/guru yang kompeten sehingga

mampu mengatasi persoalan yang dihadapi di Era 4.0 saat ini.

Berlatarbelakang permasalahan tersebut, maka peneliti

akan melakukan penelitian berupa Penelitian Tindakan Sekolah

(PTS) dengan judul: Peningkatan Kompetensi Guru dalam

Memanfaatkan Media Berbasis TIK di UPT SPF SMP Negeri 1

Sunggal Tahun ajaran 2021/2022.

6
B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka

dapat diidentifikasi permasalah sebagai berikut:

1. Guru jarang menggunakan pembelajaran yang berhubungan

dengan TIK

2. Beberapa guru tidak memiliki kemampuan membuat media

dan pembelajaran yang berbasis TIK

3. Pembinaan dan pelatihan untuk mengatasi kelemahan guru

masih jarang dilaksanakan

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan Latar belakang dan identifikasi masalah yang

telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah

Apakah ada peningkatan kompetensi guru dalam Memanfaatkan

Media Berbasis TIK Melalui Pembimbingan dan Pelatihan di

UPT SPF SMP Negeri 1 Tahun ajaran 2021/2022.

D. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui peningkatan kompetensi guru dalam Memanfaatkan

7
Media Berbasis TIK Melalui Pembimbingan dan Pelatihan di

UPT SPF SMP Negeri 1 Tahun ajaran 2021/2022

E. MANFAAT PENELLITIAN

Berkaitan dengan kegunaan, penelitian ini memiliki


kegunaan teoritis dan praktis.

1. Secara teoritik

a. Menambah khazanah ( kekayaan ) pengetahuan dalam

dunia pendidikan khususnya mengenai strategi

kepemimpinan kepala sekolah dalam mencapai tujuan

pendidikan yang baik dan berkualitas.

b. Penelitian ini secara teoritik berguna sebagai bahan acuan

dan kajian ilmu pengetahuan tentang manajemen Kepala

sekolah dalam meningkatkan komptensi guru.

2. Secara praktis

a. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai reperensi dalam mengambil kebijakan

dalam rangka membantu memenuhi ketersediaan tenaga

pendidik dan sarana pendukung pembelajaran di bidang

pendidikan.

8
b. Untuk kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai dasar untuk merumuskan berbagai strategi yang

terkait dengan peningkatan kompetensi guru.

c. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi

dan juga sebagai pedoman untuk meningkatkan kinerja.

d. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

acuan untuk mengadakan penelitian yang sejenisnya.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORITIS

1. HAKEKAT KEPALA SEKOLAH

Menurut Rahman (2006: 106), kepala sekolah adalah

seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk

menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah. Lebih

lanjut, menurut Wahjosumidjo (2010: 83) kepala sekolah adalah

seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk

memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar

mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang

memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 pasal 1

Ayat 1, kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk

memimpin dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi TK,

TKLB, SD, SDLB, SMP, SMPLB, SMA, SMK, SMALB, atau

Sekolah Indonesia di Luar Negeri.

10
Seorang kepala sekolah menduduki jabatannya karena

ditetapkan dan diangkat oleh atasannya. Namun, pengangkatan

kepala sekolah untuk saat ini telah memiliki peraturan yang telah

ditetapkan oleh peraturan pemerintah dalam PERMENDIKBUD

RI Nomor 6 Tahun 2018 pasal 10 ayat 1 yang menetapkan bahwa

Pengangkatan Kepala Sekolah dilaksanakan bagi calon Kepala

Sekolah yang telah memiliki Surat Tanda Tamat Pendidikan dan

Pelatihan Calon Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (7) yaitu Bakal calon Kepala Sekolah yang

dinyatakan lulus Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala Sekolah

diberi Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala

Sekolah yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal.

Tetapi untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan

lancar ia perlu diterima dengan tulus ikhlas oleh guru-guru yang

dipimpinnya. Dengan kata lain ia diakui kemampuan serta

kepemimpinannya oleh guru-guru. Kedudukan kepala sekolah

adalah kedudukan yang cukup sulit, pada satu pihak ia adalah

seorang atasan karena diangkat oleh atasannya. Tetapi pada lain

pihak ia adalah wakil guru-guru atau staffnya. Ia adalah suara dan

keinginan guru-guru. Sebagai seorang atasan, ia mempunyai

11
tanggungjawab sebagai tangan kanan atasan untuk membina

sekolah, guru-guru serta anggota staff yang lain, oleh Soewadji

Lazaruth (1992: 20).

Kepala sekolah menurut Soewadji Lazaruth (1992: 20)

mempunyai tugas pokok yaitu mengembangkan sekolahnya

secara terus menerus sesuai dengan perkembangan dan tantangan

jaman. Lebih lanjut juga telah ditetapkan dalam Peraturan

Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor

6 tahun 2018 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah

pasal 15 Ayat 1 menetapkan bahwa Beban kerja kepala sekolah

sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial,

pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan

tenaga kependidikan. Adapun tujuan beban kerja kepala sekolah

adalah mengembangkan sekolah yang dipimpinnya dalam

meningkatkan mutu sekolah berdasarkan 8 standard nasional

pendidikan, salah satu dari 8 standard nasional pendidikan adalah

tentang Pengembangan Pendidik dan tenaga Kependidikan.

Dari penjelasan di atas, fungsi kepala sekolah merupakan

salah satu unsur peran penting untuk menjalankan kegiatan di

lingkungan sekolah. Kepala sekolah perlu memahami fungsinya

12
sebagai manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi

kepada Guru dan tenaga kependidikan.

2. HAKEKAT KOMPETENSI GURU

1. Kompetensi

Menurut Charles dalam Mulyasa (2009: 25)

mengemukakan bahwa “competency as rational performance

which satisfactorily meets the objective for a desired condition

(kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai

tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang

diharapkan)”.

Menurut Mahmud (2011: 107) “istilah kompetensi

merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat

dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya,

baik berupa kegiatan, berperilaku, maupun hasil yang dapat

ditunjukkan”.

Penjelasan tersebut mengandung arti bahwa kompetensi

guru merupakan kemampuan yang menuntut tanggung jawab

yang harus dimiliki sebagai guru yang profesional. “Kompetensi

profesional guru adalah seperangkat kemampuan yang harus

13
dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas

mengajar dengan berhasil” (Uno, 2017: 18).

Kompetensi pada dasarnya adalah deskripsi tentang apa

yang dapat dilakukan seseorang dalam pekerjaannya, serta jenis

pekerjaan yang dapat dilihat. Untuk dapat melakukan suatu

pekerjaan, seseorang harus memiliki kompetensi berupa

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang relevan dengan

bidang pekerjaannya.

Mengacu pada pengertian kompetensi diatas, maka

kompetensi guru dapat diartikan sebagai gambaran tentang apa

yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan pekerjaannya,

baik dari segi kegiatan, tingkah laku maupun hasil belajar yang

dapat ditunjukkan dalam pembelajaran.

2. Guru

Menurut Uno (2017: 15) “guru adalah orang dewasa

yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,

mengajar, dan membimbing peserta didik”. Orang yang disebut

guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang

program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas

agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat

14
mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses

pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen

Nomor 14 tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 dijelaskan bahwa yang

dimaksud “guru adalah pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,

dan menengah”. Definisi tersebut mengandung pengertian

bahwa guru adalah orang yang bekerja di suatu sekolah atau

satuan pendidikan yang tugas utamanya adalah mendidik dan

menilai dari anak usia dini sampai dengan pendidikan menengah

3. Standar Komptensi Guru

Berdasarkan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia

Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru ada beberapa kompetensi

yang harus dikuasai guru, antara lain:

1) Kompetensi Pedagogik

Merupakan kemampuan atau keterampilan guru dalam

mengelolah pembelajaran dengan peserta didik. Ada 7 aspek

yang harus dikuasai guru dalam kompetensi pedagogik, yaitu

15
pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman

terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,

Perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang

mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi dalam

pembelajaran, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal

seorang guru dalam mencerminkan kepribadian seperti, beriman

dan bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa,

jujur dan kepribadian lainnya yang bisa menjadi teladan bagi

peserta didik serta masyarakat.

3) Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai

bagian dari masyarakat dalam berkomunikasi yang santun,

berbaur masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta

sistem nilai yang berlaku, serta menerapkan prinsip persaudaraan

sejati dan semangat kebersamaan.

4) Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru

16
dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan,

teknologi, atau seni dan budaya yang diampunya. Hal-hal yang

harus dikuasai guru dalam kompetensi profesional, yaitu

menguasai pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan

standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan

kelompok mata pelajaran yang akan diampu serta menguasai

konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang

relevan, yang secara konseptual atau koheren dengan program

satuan pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata pelajaran

yang akan diampu.

4. Kompetensi Guru Dalam Memanfaatkan Media

Pembelajaran

Standar kompetensi guru dalam memanfaatkan TIK

ditetapkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanl Nomor

16 Tahun 2007 mengenai Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru yang merupakan salah satu dari standar

pendidik dan tenaga kependidikan. Standar tersebut memuat

daftar kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional

yang terintegrasi dalam kinerja guru.

17
Berdasarkan empat kompetensi tersebut, kompetensi yang

memanfaatkan TIK terdaftar dalam kompetensi pedagogik dan

profesional. Dalam daftar kompetensi pedagogik dan profesional

dijelaskan bahwa salah satu kewajiban seorang guru adalah

memanfaatkan TIK, dan pelaksanaannya dikategorikan dalam

dua kelompok, yaitu:

1. Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pengelolaan

pembelajaran (Kompetensi Pedagogik).

2. Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan

mengembangkan keprofesian berkelanjutan (Kompetensi

Profesional).

3. MEDIA BERBASIS TIK

1. Media

Menurut Pribadi (2017: 15) “media berdasarkan asal

katanya dari bahasa latin, medium yang berarti perantara”. Oleh

karena itu media dapat diartikan sebagai perantara antara

pengirim informasi yang berfungsi sebagai sumber atau

resources dan penerima informasi atau receiver. Adapun

menurut Arsyad (2011: 3) “kata media berasal dari bahasa latin

18
medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau

“pengantar’”. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

Riyana dan Rudi Susilana (2009: 7) menyatakan bahwa

“media pembelajaran terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur

peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang

dibawanya (message/software)”. Media pembelajaran

memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yanhg

terpenting bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau informasi

belajar yang dibawakan oleh media tersebut.

AECT (Association of Education and Communication

Technology, 1997) memberi batasan tentang media sebagai

segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan

pesan atau informasi. disamping sebagai sistem penyampai atau

pengantar, media yang juga sering diganti dengan kata. Dengan

istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya,

yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama

dalam proses belajar siswa. Selain itu, mediator dapat

merefleksikan gagasan bahwa setiap sistem pembelajaran yang

19
memainkan peran mediasi dari guru ke peralatan yang paling

kompleks dapat disebut media.

Satrianawati (2018) media berdasarkan fungsinya dibagi

menjadi dua, yaitu media dalam arti luas dan sempit. Media

dalam arti luas adalah segala bentuk yang digunakan seseorang

untuk melakukan perubahan dengan harapan atau tidak

langsung, sedangkan media pembelajaran dalam arti sempit

misalnya adalah alat dan bahan yang digunakan oleh guru dalam

proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. untuk

memecahkan masalah, atau untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan sarana

penyampaian pesan dan informasi dari guru kepada siswa atau

sebaliknya. Penggunaan media akan memungkinkan

pembelajaran berlangsung pada diri siswa dan dapat digunakan

untuk meningkatkan keefektifan kegiatan pembelajaran

2. Media Pembelajaran Berbasis TIK

Memasuki era teknologi informasi dan komunikasi (TIK),

kebutuhan dan pentingnya penggunaan TIK dalam kegiatan

20
pembelajaran dirasakan dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran yang diharapkan. Sistem TIK menyediakan

cakupan pengemasan dan penyebaran informasi yang luas,

cepat, efektif dan efisien di berbagai belahan dunia.

TIK dalam bahasa Inggris, yaitu Information and

Communication Technologies/ICT adalah suatu teknologi yang

digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses,

mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data

dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang

berkualitas. TIK mencakup dua aspek, yaitu Teknologi

Informasi dan Teknologi Komunikasi.

Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan

dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan

pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah

segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu

untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu

ke lainnya.

Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi

komunikasi (TIK) adalah dua buah konsep yang tidak

terpisahkan. Jadi TIK mengandung pengertian luas, yaitu segala

21
kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi,

pengelolaan, pemindahan informasi antar media.

Pembelajaran melalui media televisi, komputer, web, slide

presentasi atau media pembelajaran lainnya merupakan

beberapa bentuk penggunaan TIK yang perlu dikembangkan

dan diimplementasikan dalam dunia pendidikan saat ini.

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling mendasar

dalam seluruh proses pendidikan.

Kombinasi kedua faktor manusia (guru dan peserta didik)

menciptakan interaksi dengan menggunakan TIK sebagai

media. Selama kegiatan pembelajaran, guru dan siswa saling

berinteraksi dan memberikan masukan. Itulah mengapa aktivitas

pembelajaran harus lebih hidup atau bersemangat, berharga, dan

selalu memiliki tujuan yang jelas.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah

memberikan kontribusi terhadap terjadinya revolusi dalam

berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Eric Ashby

(1972) dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013: 6) menyatakan

bahwa “dunia pendidikan telah memasuki revolusinya yang

kelima”. Revolusi pertama terjadi ketika orang memberikan

22
pendidikan anaknya kepada guru. Revolusi kedua terjadi ketika

menulis digunakan untuk tujuan pembelajaran. Melalui tulisan

ini, akses yang sangat luas dapat dibuka, sehingga informasi

dapat disimpan dan dibuka kembali. Revolusi ketiga bertepatan

dengan ditemukannya mesin cetak, sehingga bahan ajar dapat

disajikan melalui media cetak seperti buku teks, modul majalah,

dan lainnya. Revolusi keempat terjadi ketika perangkat

elektronik seperti radio, tape recorder, dan televisi digunakan

dalam pengajaran untuk mendistribusikan dan memperluas

pendidikan. Revolusi kelima, yaitu saat ini, penggunaan TIK di

dalam pembelajaran.

Berikut ini merupakan beberapa contoh media

pembelajaran berbasis TIK, antara lain:

a. Powerpoint

Microsoft powerpoint adalah salah satu program bawaan

microsoft office yang digunakan untuk membuat dokumen

presentasi. Presentasi merupakan kegiatan penyampaian

gagasan atau ide seseorang kepada para audiens. Presentasi akan

lebih mudah dimengerti dan dipahami jika ditampilkan dalam

bentuk slide. Dengan microsoft powerpoint, kita bisa membuat

23
slide presentasi yang unik dan menarik dengan menambahkan

efek teks, gambar, clip Art, musik, video, dan Iain-lain.

b. Internet

Internet (interconnection-networking) adalah seluruh

jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar

sistem global Transmission Control Protocol/Internet Protocol

Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket (packet

switching communication protocol) untuk melayani miliaran

pengguna di seluruh dunia.

c. Compact Disk (CD) pembelajaran

Compact Disk (CD) pembelajaran adalah suatu media

yang dirancang secara sistematis dengan berpedoman kepada

kurikulum yang berlaku dan dalam pengembangan

mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran sehingga

program tersebut memungkinkan peserta didik menerima materi

pembelajaran secara lebih mudah dan menarik. Secara fisik

Compact Disk (CD) pembelajaran merupakan program

pembelajaran yang dikemas dalam Compact Disk CD.

d. Video pembelajaran

24
Video pembelajaran adalah suatu media yang dibuat

untuk menunjukkan contoh konkret atau penguatan dari isi

materi pelajaran yang telah disampaikan sehingga siswa dapat

memahami dan dapat menarik kesimpulan.

e. Buku Elektronik

Buku elektronik atau e-book adalah salah satu teknologi

yang memanfaatkan komputer untuk menayangkan informasi

multimedia dalam bentuk yang ringkas dan dinamis. Dalam

sebuah e-book dapat diintegrasikan tayangan suara, grafik,

gambar, animasi, maupun movie sehingga informasi yang

disajikan lebih kaya dibandingkan dengan buku konvensional.

f. Electronic Learning (E-learning)

Beragam definisi dapat ditemukan untuk e-learning.

Victoria L. Tinio, misalnya, menyatakan bahwa “e-learning

meliputi pembelajaran pada semua tingkatan, formal maupun

nonformal, yang menggunakan jaringan komputer (intranet

maupun ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar, interaksi, dan

fasilitasi”. Untuk pembelajaran yang sebagian prosesnya

berlangsung dengan bantuan jaringan internet sering disebut

sebagai online learning.

25
4. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pendidikan adalah usaha sistematik yang disengajakan,

yang dibuat oleh sesuatu masyarakat untuk menyampaikan

pengetahuan, nilai sikap dan kemahiran kepada ahlinya, usaha

mengembangkan potensi individu dan perubahan yang berlaku

dalam diri manusia. Ranupanoyo, (199:117). mengemukakan

bahwa pendidikan sebagai proses memperluas kepedulian dan

keberadaan seseorang menjadi dirinya sendiri atau proses

mendefinisikan dan mendefinisikan keberadaan diri sendiri di

tengah-tengah lingkungannya. Sedangkan pelatihan menurut

Payaman Simanjuntak (2005:152) merupakan suatu kegiatan

dalam maksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap,

tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari para pegawai

sesuai dengan keinginan dari suatu lembaga atau organisasi.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan proses sistematis

untuk meningkatkan, mengem-bangkan, dan membentuk

pegawai dimana pegawai mempelajari pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill), kemampuan (ability) atau

26
perilaku terhadap tujuan pribadi dan organisasi sehingga

terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Pendidikan dan pelatihan menurut pasal 1 Peraturan

Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2000, dinyatakan bahwa:

Pendidikan dan Pelatihan adalah proses penyeleng-garaan

belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan

Pegawai Negeri Sipil. Dengan Pendidikan dan pelatihan artinya

agar pegawai tersebut memiliki keterampilan dan keahlian serta

mampu meningkatkan kinerja yang lebih baik. Karena itu

dilakukannya pendidikan dan pelatihan bagi pegawai dengan

tujuan untuk merubah sikap dan perilaku pegawai serta

memiliki kemam-puan, keterampilan, kecakapan dan keahlian

guna menunjang kegiatan organisasi.. Menurut Hadipoerwono,

(1999:76) Pelatihan adalah pembinaan kecakapan, kemahiran,

ketangkasan (Skil Building) dalam pelaksanaan tugas. Pelatihan

menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan

meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang

berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode

yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.

27
Pelatihan adalah proses belajar mengajar, dengan

menggunakan tehnik dan metode tertentu. Secara konsepsional

dapat dikatakan bahwa pelatihan dimaksudkan untuk

meningkatkan keteram-pilan atau kemampuan kerja seseorang

atau sekelompok orang. Biasanya sasarannya adalah seseorang

atau sekelompok orang yang sudah bekerja pada suatu

organisasi yang efesien, efektivitas dan produktivitas kerjanya

dirasakan perlu dan dapat ditingkatkan secara terarah dan

pragmatik.

Menurut Ranupandoyo dan Husnan (1999:70), pendidikan

dan pelatihan, dapat dipisahkan sebagai berikut: 1) Pendidikan

adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum

seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori

dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan

yang menyangkut kegiatan mencapapi tujuan. 2) Pelatihan

adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja

seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Pelatihan

membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan

praktis dan penerapannya, guna mening-katkan keterampilan,

28
kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organi-sasi untuk

mencapai tujuan.

Pendapat yang berbeda dikemukakan Siagian (2001:180)

bahwa antara pendidikan dan pelatihan sama-sama merupakan

proses belajar-mengajar, dengan menggunakan teknik dan

metode tertentu. Akan tetapi persamaan antara pendidikan dan

pelatihan dapat dilihat dari proses belajar, sedangkan

perbedaan-perbedaan antara kedua istilah tersebut, baik dalam

arti konsepsi, sasaran maupun orientasinya.

Dalam pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan

yang seringkali dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta

pada umumnya ada beberapa jenis. Seperti yang dikemukakan

oleh Moenir (2001:164), bahwa jenis pendidikan dan pelatihan

pada umumnya terdiri dari dua jenis yaitu "Pre service training"

dan "In service training". Dalam hal penyelenggarakan

pendidikan dan pelatihan jenis ini, ada yang sepenuhnya

dilaksanakan oleh pihak instansi yang bersangkutan itu sendiri.

Artinya semua kelengkapan penyeleng-garaan pendidikan dan

pelatihan tersebut, mulai dari perencanaan tempat, peralatan

29
sampai kepada tenaga pengajarnya ditangani oleh instansi

sendiri.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang demikian

disebut juga "on the job training". Kemudian ada juga

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan jenis ini yang seluruh

penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga lain, yang khusus

menyeleng-garakan program tertentu. Jadi suatu instansi cukup

mengirimkan pegawainya kepada suatu lembaga yang khusus

menyelenggarakan suatu program pendidikan dan pelatihan,

dengan membayar sejumlah biaya. Untuk pendidikan dan

pelatihan jenis ini disebut juga dengan "off the job training".

Sehubungan dengan peningkatan kompetensi guru guru

dapat dilakukan melalui berbagai bentuk pendidikan dan

pelatihan (diklat) dan bukan diklat, Wursanto, 1999 : 82). antara

lain seperti berikut ini.

a. In house training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT

adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di

KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan

untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan

melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa

30
sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi

dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal,

tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki

kompetensi kepada guru lain yang belum memiliki

kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih

menghemat waktu dan biaya.

b. Program magang. Program magang adalah pelatihan

yang dilaksanakan di institusi/industri yang relevan

dalam rangka meningkatkan kompetensi professional

guru. Program magang ini terutama diperuntukkan bagi

guru kejuruan. misalnya. khususnya bagi guruguru

sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.

c. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh

dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan

peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan

dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya.

Pembinaan melalui belajar jarak jauh dilakukan dengan

pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di

daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-

31
tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota

kabupaten atau di propinsi.

d. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan

jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau LPMP dan

lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program

pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang

dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan

disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis

kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi) disediakan

berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya

perkembangan baru dalam keilmuan tertentu

e. Diklat Teknis Berbasis Kompetensi. Pendidikan dan

pelatihan teknis berbasis sekolah merupakan suatu usaha

untuk meningkatkan kecakapan, dan keterampilan guru

agar lebih mengerti dan memahami terhadap

penggunaan sarana dan prasarana yang diguna-kan untuk

kegiatan ilmiah seperti teknik penulisan karya ilmiah,

teknik transformasi informasi dengan menggunakan

teknologi, dan teknik konseling, serta kegiatan lainnya

yang terintegrasi berbasis kompetensi.

32
f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan

lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga

pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih

meningkatkan kompetensi guru dalam beberapa

kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas,

menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan

dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain

sebagainya.

g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini

dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang

memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas,

rotasi tugas mengajar, pemberian tugastugas internal

tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.

B. KERANGKA BERPIKIR

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini

berdampak pada dunia pendidikan khususnya dalam proses

pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikuasai,

dua diantaranya adalah kompetensi pedagogik dan profesional.

Dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia, dimana salah satu indikator

33
dari dua kompetensi tersebut menyesebutkan tentang

pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

kepentingan pembelajaran serta pemanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan

mengembangkan diri.

Penggunaan TIK sebagai alat bantu yang mendukung

proses pembelajaran dan memfasilitasi guru untuk mentransfer

dan memahami materi yang diajarkan kepada siswa, serta

memberikan pengalaman baru kepada siswa yang sangat jenuh

dengan model pembelajaran tradisional yang dilakukan oleh

guru, dalam hal ini metode pembelajaran.

Sebagian besar institusi pendidikan telah menggunakan

media untuk mendukung pembelajaran guna meningkatkan

kualitas sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu

menggunakan teknologi yang ada. Pelatihan adalah proses

belajar mengajar, dengan menggunakan tehnik dan metode

tertentu. Secara konsepsional dapat dikatakan bahwa pelatihan

dimaksudkan untuk meningkatkan keteram-pilan atau

kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang. Biasanya

sasarannya adalah seseorang atau sekelompok orang yang sudah

34
bekerja pada suatu organisasi yang efesien, efektivitas dan

produktivitas kerjanya dirasakan perlu dan dapat ditingkatkan

secara terarah dan pragmatik.

35
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT SPF SMP Negeri 1

Sunggal pada tahun pelajaran 2021/2022. Pada tahun itu banyak

hasil penelitian yang kurang mengarah pada peningkatan

kompetensi guru berbasis TIK.

Peneliti mengambil tempat penelitian di UPT SPF SMP

Negeri 1 Sunggal karena tempat binaan peneliti. Guru-guru di

UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal ada yang Honorer dan PNS,

dan ijazahnya pun beragam, yakni ada yang berijazah diploma,

sarjana, dan pascasarjana.

Waktu penelitian adalah pada tahun pelajaran 2021/2022.

Selama penelitian tersebut peneliti mengumpulkan data awal,

menyusun program supervisi, pelaksanaan supervisi, analisis,

dan tindak lanjut.

B. Faktor yang Diselidiki

Untuk menjawab permasalahan, ada beberapa faktor yang

diselidiki sebagai berikut.

36
1. Kepala Sekolah, melihat peningkatan kemampuan

gurudalam membuat rencana pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai prestasi belajar, dan Melaksanakan

tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar siswa sebelum

penelitian dan dalam penelitian tindakan.

2. Pembelajaran, memperhatikan keefektifan pembelajaran di

kelas yang dikelola oleh guru dengan menerapkan strategi

pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.

3. Guru, memperhatikan motivasi belajar siswa dan hasil

belajar, yang dilihat juga hasil nilai ujian akhir nasional,

khusus mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan

matematika.

4. Peneliti, memperhatikan tindakan Guru selama melakukan

pelatihan.

C. Prosedur Penelitian

Karena penelitian ini merupakan penelitian tindakan

maka pelaksanakan ini dilaksanakan secara siklus.

Pelaksanaannya selama dua siklus. Siklus-siklus itu merupakan

rangkaian yang saling berkelanjutan, maksudnya siklus kedua

merupakan kelanjutan dari siklus pertama. Setiap siklusnya

37
selalu ada persiapan tindakan, pelaksanaan tindakan,

pemantauan dan evaluasi, dan refleksi. Gambaran penelitan

tindakan itu sebagai berikut:

1. Gambaran Pelaksanaan Siklus I

a. Persiapan Tindakan

Siklus pertama dilaksanakan selama 1 bulan yaitu

pertengahan bulan Februari sampai pertengahan bulan Maret

2022 tahun pelajaran 2021/2022 dengan kegiatan sebagai

berikut:

i. Pengumpulan data awal diambil dari daftar keadaan guru

untuk mengetahui pendidikan terakhir, pelatihan yang

pernah diikuti guru, serta lamanya guru bertugas. Data

awal kerja guru dan efektivitas pembelajaran dilihat dari

hasil supervisi kunjungan kelas masing-masing guru

sebelum dilaksanakan penelitian.

ii. Mengadakan pertemuan guru-guru sebagai mitra

penelitian membahas langkah-langkah pemecahan

masalah pembelajaran dari aspek guru, dan Peneliti.

iii. Merumuskan langkah-langkah tindakan yang akan

dilaksanakan pada siklus pertama

38
b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanakan tindakan ini dilakukan oleh peneliti, dan

selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan tindakan

sebagai berikut.

i. Mengadakan penelitian guru selama membuat program

pembelajaran melalui workshop sekolah.

ii. Melaksanakan supervisi edukatif selama pembelajaran

secara periodik dengan sistem kolaboratif.

c. Pemantauan dan Evaluasi

Pada prinsipnya pemantauan dilaksanakan selama

penelitian berlangsung, dengan sasaran utama untuk melihat

peningkatan kemampuan guru serta efektivitas pembelajaran

yang dilaksanakan oleh guru serta tindakan-tindakan Peneliti

dalam mensupervisi guru tersebut.

Adapun instrumen yang digunakan untuk memantau

tindakan guru dalam pembelajaran dan sepervesor dalam

mensupervisi berupa:

i. Profesional, guru yang memiliki komitmen tinggi dan

kemampuan berpikir tinggi.

39
ii. Analitis, guru yang memiliki kemampuan berpikir tinggi,

tetapi komitmennya rendah.

iii. Tidak terfokus atau bingung, guru yang memiliki

komitmen tinggi, tetapi kemampuan berpikirnya rendah.

iv. Gagal, guru memiliki komitmen rendah dan kemampuan

berpikurnya juga rendah.

v. Tindakan Peneliti sebelum pelaksanaan supervisi.

vi. Tindakan Peneliti selama pelaksanaan supervisi.

vii. Tindakan Peneliti setelah pelaksanaan supervisi.

viii. Aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran di

kelas.

d. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan yang meliputi analisis,

sintesis, memaknai, menerangkan, dan akhirnya menyimpulkan

semua informasi yang diperoleh pada saat persiapan dan

tindakan. Hasil refleksi dimanfaatkan untuk perbaikan pada

siklus berikutnya.

Peneliti (Kepala Sekolah) dan Guru pada tahap ini

mendiskusikan pelaksanaan proses tindakan yang dilakukan

berdasarkan hasil pengamatan selama guru menyusun rencana

40
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai prestasi

belajar, melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi

belajar siswa dan Peneliti melakukan tindakan. Hal yang

didiskusikan meliputi: (a) kesesuaian pembelajaran dengan

perencanaan, (b) materi yang digunakan pembelajaran, (c)

evaluasi pembelajaran, (d) kesesuaian tindakan guru dengan

format supervisi, (e) tindak lanjut Peneliti dan guru.

2. Gambaran Pelaksanaan Siklus II

Siklus II dilaksanakan selama 1 bulan, yakni pertengahan

bulan April sampai pertengahan bulan Mei 2022 tahun pelajaran

2021/2022 dan merupakan kelanjutan serta perbaikan siklus I.

Kegiatan siklus kedua didasarkan pada hasil siklus pertama

dengan rangkaian: (a) Persiapan Tindakan, (b) Pelaksanaan

Tindakan, (c) Pemantauan dan Evaluasi, (d) Refleksi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdiri atas

empat kegiatan pokok yakni pengumpulan data awal, data hasil

analisis setiap akhir siklus, serta tanggapan lain dari guru

terhadap pelaksanaan supervisi edukatif model kolaboratif.

41
E. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan

menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku

guru dalam pembelajaran dan perilaku Peneliti dalam

melaksanakan supervisi guru. Adapun analisis kuantitatif

digunakan untuk mengetahui keberhasilan guru dan siswa

berdasarkan standar kompetensi guru yang telah ditetapkan oleh

Depdiknas sebagai berikut.

a. Nilai 81 – 100 = Amat Baik (A) Berhasil

b. Nilai 76 – 80 = Baik (B) Berhasil

c. Nilai 55 – 75 = Cukup (C) Belum Berhasil

d. Nilai 0 – 54 = Kurang (D) Belum Berhasil

F. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan yang dicapai oleh peneliti dalam

penelitian ini ialah apabila persentasi rata-rata keberhasilan dari

keseluruhan guru kelas meningkat sedangkan tolak ukur nilai

keberhasilan dari seorang guru sebesar > 75. Aspek –aspek

42
kinerja guru yang ditujukan sebagai indikator keberhasilan,

diantaranya:

1. Meningkatnya kemampuan guru dalam membuat

media berbasis TIK

2. Meningkatnya motivasi belajar siswa setelah guru

menerapkan pembelajaran dengan media berbasis

TIK

43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

4.1. Kondisi Awal Penelitian


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
kompetensi dan penggunaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi di kalangan guru UPT SPF SMP Negeri 1
Sunggal masih tergolong rendah. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan minimnya penggunaan multimedia
sebagai media pembelajaran di kelas. Jika dilihat
pada proses pembelajaran di kelas, maka masih banyak
guru yang menerapkan metode konvensional dalam
kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran kebanyak
disampaikan dengan ceramah. Peserta didik hanya
belajar melalui teori yang disampaikan guru tanpa
mendapat gambaran yang membuat peserta didik lebih
paham. Sehingga, pengajaran yang dilakukan dirasa
belum optimal. Lebih lagi, sebagian guru hanya
terpaku pada buku yang disediakan oleh pemerintah
sebagai bahan ajar di kelas. Penggunaan multimedia
yang disediakan oleh sekolah dirasa belum maksimal.
Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar guru
masih merasa kesulitan dalam menggunakannya.
Berdasarkan pada hasil kuisioner, multimedia dianggap
sulit untuk dipelajari karena dirasa sudah sangat maju.

44
Langkah-langkah yang digunakan dalam
mengoperasikan multimedia dianggap terlalu rumit.

Hanya sebagian kecil guru yang pernah


mengikuti pelatihan multimedia pembelajaran.
Kesempatan untuk mengikuti pelatihan, hanya datang
dari agenda Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang.
Lebih lagi, kesempatan tersebut hanya terbatas pada
guru mata pelajaran tertentu. Sehingga, tidak semua
guru mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan
dan belajar tentang penggunaan TIK dalam
pembelajaran. Terlebih, belum pernah ada pelatihan
multimedia atau pembuatan media pembelajaran
berbasis TIK yang dilaksanakan secara mandiri oleh
sekolah. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala
Sekolah melalui penjelasan berikut
“Sekolah belum pernah mengadakan kegiatan
pelatihan atau IHT, karena susah untuk mencari
waktu yang semua bisa mengikuti. Masing-
masing memiliki kegiatan sendiri. Sebenarnya
ada keinginan untuk mengadakan IHT pada
bidang- bidang tertentu. Tapi kelihatannya hal-
hal yang seperti itu masih dianggap bukan
kebutuhan untuk meningkatkan ketrampilan.”
(Wawancara, 15 Januari 2022)

Anggapan bahwa pelatihan pembuatan media


pembelajaran berbasis TIK diperlukan bagi guru- guru
di UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal juga disampaikan oleh
salah seorang guru melalui pernyataan berikut

45
“Kalau melihat keadaan yang sekarang
memang dibutuhkan. Apalagi pelatihan
multimedia atau yang berhubungan
dengan TIK. Itu kan diperlukan apalagi
nanti kalau kita sudah pakai kurikulum
2013. Pasti akan banyak menggunakan
multimedia dan pasti butuh sekali
pelatihan.” (SL, wawancara 25 Januari
2022)

Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan,


pemenuhan akan kebutuhan pelatihan menjadi satu hal
yang penting. Kebutuhan tersebut berkaitan dengan
penguasaan kompetensi TIK yang masuk dalam ranah
pedagogik yang seharusnya dikuasai oleh setiap guru.
Oleh karena itu, pelatihan pembuatan media
pembelajaran berbasi TIK menjadi salah satu strategi
yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan membuat media
pembelajaran berbasis TIK, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Dalam hal ini, In-House Training
menjadi pilihan sebagai strategi untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam membuat media pembelajaran
berbasis TIK di UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal.
Terdapat beberapa manfaat yang didapatkan dari
pelatihan ini, antara lain dapat membuat guru lebih
terampil dalam menggunakan media TIK dalam
pembelajaran. Selain itu, kemampuan guru dalam

46
membuat media pembelajaran akan meningkat. Secara
umum, pelatihan ini berguna untuk pengembangan
kompetensi TIK bagi guru-guru. Sehingga, pemenuhan
kebutuhan sumber daya manusia di UPT SPF SMP Negeri
1 Sunggal dapat dilakukan.

4.2. Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian tindakan
(action research) yang bertujuan untuk mengetahui
upaya peningkatan kemampuan guru dalam membuat
media pembelajaran berbasis TIK melalui in-house
training. In-house training diselenggarakan di sekolah,
sebab dirasa lebih efektif dan efisien. Strategi ini
dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa untuk
meningkatkan kompetensi TIK tidak harus dilakukan di
luar lingkungan sekolah, sehingga banyak menghemat
waktu dan biaya seperti yang diungkapkan oleh Danim
(2010). UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal sudah memiliki
perangkat komputer yang cukup baik , yang mana
jumlah tersebut mencukupi untuk kebutuhan pelatihan.
Subyek penelitian ini adalah 12 guru mata pelajaran di
UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal. Langkah-langkah yang
dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan penelitian dimulai pada
bulan Januari 2022 sampai dengan Maret
2022, dengan rincian sebagai berikut:
Need assessment pada bulan Januari 2022

47
2) Merumuskan tujuan dan sasaran, bulan
Januari minggu ke-2,
3) Mengembangkan program, bulan
Februari 2022 minggu ke-2 sampai
minggu ke-3,
4) Menyusun Action Plan, bulan Februari minggu
ke-4 bulan Februari 2022,
5) Melaksanakan program, Maret 2022,
6) Monitoring, bulan April 2018,
7) Evaluasi, bulan April 2018.

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian

4.4.1. Kondisi Pra Siklus

Tabel 4.1 Hasil Pengisian Lembar


Angket
Memahami Mamp
Mengikuti pelatihan Menggunakan
Nam Aplikasi u
N Microso menggunakan media pembelajaran PowerPoint sebagai
o a ft Aplikasi berbasis TIK media pembelajaran
Pesert PowerPoi PowerPoint
a nt
Tida Kada Tida Kadan
T K P S T K M S Jaran Serin Serin Selal
k ng k g-
P P P M M M perna g - g perna kadan g u
h kadan h g
g
1 MR √ √ √ √
2 AR √ √ √ √
3 AY √ √ √ √
4 WI √ √ √ √
5 SL √ √ √ √
6 SH √ √ √ √
7 PT √ √ √ √

48
8 TH √ √ √ √
9 EK √ √ √ √
10 CT √ √ √ √
11 EN √ √ √ √
12 WN √ √ √ √
13 CH √ √ √ √
14 WY √ √ √ √
Total 3 7 4 0 4 6 4 0 11 2 1 0 10 3 1 0

Kondisi awal kemampuan guru dalam


membuat media pembelajaran berbasis TIK dapat
dilihat dari angket yang dibagikan kepada setiap
guru serta nilai pre-test yang dilaksanakan sebelum
pelatihan. Soal-soal pada pre-test yang diberikan
tentang pengenalan dasar PowerPoint serta beberapa
bagaimana pengoperasian PowerPoint. Sebagian
besar guru masih belum memahami tentang
pembuatan media pembelajaran berbasis TIK, oleh
sebab itu hanya sebagian kecil guru yang
menggunakan PowerPoint sebagai media
pembelajaran di kelas.
Data rekapitulasi perolehan skor dari hasil
observasi, angket, dan pre-test dari 12 guru dapat
dilihat pada Tabel 4.2.

49
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Observasi, Angket, dan
Nilai Pre-Test
NO KATEGORI JUMLA PRESENTASE
H (%)
Guru yang belum
memahami dan kurang
1 mahir dalam 10 72%
penggunaan
(pengoperasian)
PowerPoint.
Guru yang sudah
2 memahami dan 4 28%
bisa
mengoperasikan
PowerPoint
Guru yang menggunakan
25%
3 PowerPoint sebagai 3
media pembelajaran
Guru yang belum
4 menggunakan 10 72%
PowerPoint
sebagai
media pembelajaran
Guru yang sudah
pernah mengikuti 28%
5 pelatihan pembuatan 4
media
pembelajaran berbasis
TIK
Guru yang belum
pernah mengikuti atau
6 mendapatkan pelatihan 11 79%
pembuatan media
pembelajaran berbasis
TIK

50
NO KATEGORI JUMLA PRESENTASE
H (%)
Guru dengan nilai pre- 8%
7 test>76 1
Guru dengan nilai pre- 92%
8 test< 76 11
Sumber data: Hasil Pengolahan Hasil Observasi,
Angket, dan Nilai Pre-test Sebelum Tindakan

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa


terdapat 7 guru yang belum memahami cara
penggunaan dan pengoperasian PowerPoint sebagai
media pembelajaran. Dari 5 orang guru yang sudah
memahami penggunaan PowerPoint, hanya 3 orang
guru yang menggunakannya sebagai media
pembelajaran. Jika dipresentase, hanya 25% guru yang
membuat media pembelajaran menggunakan
PowerPoint. Bahkan, dari 25% guru tersebut, tidak
semuanya sering menggunakan PowerPoint sebagai
media pembelajaran. Penggunaan PowerPoint sebagai
media pembelajaran memang cukup membantu,
hanya saja jarang sekali digunakan oleh guru-guru di
UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal.
Salah seorang guru di sekolah tersebut
menjelaskan mengenai penyebab guru jarang
menggunakan PowerPoint sebagai media
pembelajaran.

51
“Saat mengikuti pelatihan, saya bisa
membuat PowerPoint. Tapi setelah
pelatihan selesai saya mencoba sendiri
tapi sulit. Apalagi saya sudah tua jadi
sering lupa. Makanya saya jarang
menggunakan PowerPoint untuk
mengajar.” (SH, wawancara 12
Februari 2022)

Guru yang lain memberikan pendapat yang


berbeda seperti berikut :
“Mungkin kalau rombelnya banyak,
bikin powerpoint bisa dipakai untuk
beberapa kelas. Tapi di sini kan
rombelnya hanya 1 setiap angkatan.
Jadi mau bikin powerpoint agak malas
karena hanya untuk murid sedikit.”
(SL, wawancara 15 Februari 2022)

Berdasarkan informasi beberapa kali, sekolah


mendapat undangan supaya mengirimkan guru untuk
mengikuti pelatihan multimedia. Namun, undangan
tersebut hanya tertuju pada guru mata pelajaran tertentu.
Sehingga, hanya 3 orang guru yang pernah
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan
multimedia pembelajaran. Akan tetapi, menurut
pendapat salah seorang guru bahwa setelah pelatihan
tersebut, tidak semuanya menindak lanjuti dengan
baik serta mengembangkan

52
ketrampilan tersebut secara mandiri, seperti yang
terdapat pada penjelasan berikut
“Jika saya amati, teman-teman belum termotivasi
untuk mengembangkan ketrampilan multimedia
guna menunjang pembelajaran. Barangkali sudah
merasa bisa sehingga tidak mau mengikuti
pelatihan yang seperti itu atau mungkin malas
untuk belajar.” (WN, wawancara 15 Februari
2022)

Penjelasan di atas memberikan informasi bahwa


motivasi dirasa menjadi salah satu hal yang
menyebabkan guru tidak menindaklanjuti pelatihan
dengan baik. Belum ada keinginan yang besar dalam
mengembangkan ketrampilan secara mandiri.
Sebelum kegiatan IHT dilakukan, peserta
pelatihan diberikan pre-test yang berkaitan dengan
pengenalan serta penggunaan PowerPoint dalam
pembelajaran. Kisi-kisi soal pre-test terdiri atas
manfaat dari PowerPoint untuk pembelajaran, unsur-
unsur dalam presentasi dan PowerPoint, ikon dan menu
yang terdapat dalam Microsoft PowerPoint, cara
membuat presentesai dengan PowerPoint, serta
pengoperasian PowerPoint. Dari hasil yang didapat,
maka hanya terdapat 1 orang guru yang nilainya lebih
dari 76. Sedangkan, masih terdapat 11 orang guru yang
mendapat nilai kurang dari 76. Artinya, masih terdapat

53
92% guru yang belum memahami tentang penggunaan
PowerPoint.

4.4.2. Perencanaan Siklus


Perencanaan yang dilakukan oleh peneliti di UPT
SPF SMP Negeri 1 Sunggal adalah :
1) Mencari kebutuhan terutama dalam hal multimedia
pembelajaran,
2) Merumuskan tujuan dan sasaran,
3) Mengembangkan program, instrumen, serta modul
yang digunakan dalam IHT,
4) Menyusun action plan yang terdiri dari penyusunan
jadwal kegiatan IHT, penetapan peserta,
penyusunan daftar hadir dan undangan, menyiapkan
ruangan dan perlengkapan yang dibutuhkan,
menghubungi narasumber atau pelatih yang mengisi
kegiatan IHT. Pelaksanaan IHT hanya dilakukan
melalui 1 siklus.

4.4.3 Pelaksanaan Siklus


Kegiatan IHT dengan diselenggarakan pada hari
Jumat, 7 Maret 2022 sampai dengan 10 Januari 2022.
Kegiatan ini berlangsung selama 4 jam 30 menit di
setiap pertemuannya. Pelatihan pembuatan media
pembelajaran ini dilaksanakan di ruang komputer UPT
SPF SMP Negeri 1 Sunggal , serta diikuti oleh 12
orang guru mata pelajaran. Pada pelatihan ini,

54
dilakukan kegiatan penyampaian sebanyak 8 materi
pembelajaran.

Pada pertemuan pertama, dibahas tentang


pengenalan aplikasi PowerPoint, dasar-dasar
penggunaan PowerPoint, cara mengubah dan
menyunting teks, serta menyisipkan objek pada
presentasi.

Pada pertemuan kedua, materi yang


disampaikan meliputi pengelolaan objek tabel dan
yang lainnya, mengelola animasi dan menjalankan
presentasi, pemanfaatan internet, serta cara
mengoperasikan PowerPoint dan LCD proyektor, dan
yang terakhir membuat presentasi tentang materi
pelajaran untuk 1 pertemuan.

Pada akhir pertemuan di hari kedua, peserta


mempresentasikan hasil yang sudah dibuat. Setelah
itu, peserta mengerjakan post-test. Kemudian, peserta
bersama dengan pelatih mengevaluasi kegiatan. Dalam
setiap pembelajaran terdapat tugas atau latihan yang
harus dikerjakan oleh setiap peserta.

Adapun langkah-langkah pelatihan yang


dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Peserta mengerjakan pre-test;

55
2) Pelatih menyampaikan tujuan yang akan dicapai;
3) Pelatih dan peneliti menyiapkan media dan alat yang
dibutuhkan termasuk modul yang digunakan;
4) Pelatih menyampaikan teknik pelatihan;
5) Curah pendapat antar pelatih dan peserta;
6) Peserta memberikan respon
sesuia pengalamannya;
7) Pelatih mulai masuk dengan materi yang sudah
dipersiapkan;
8) Pelatih memberi tugas sesuai dengan materi yang
dipersiapkan;
9) Pelatih memeriksa hasil dari tugas yang sudah
dikerjakan oleh peserta;
10) Pelatih memberikan tugas evaluasi yang akan
dipresentasikan pada pelatihan;
11) Presentasi hasil pembuatan media yang berisi tentang
materi pelajaran untuk 1 kali pertemuan;
12) Pelatih bersama peserta membuat kesimpulan serta
evaluasi kegiatan;
13) Pelatih dan peneliti memberikan post-test;
14) Pelatih dan peneliti mengoreksi hasil pre dan post-
test;

56
Sebelum dan setelah kegiatan IHT diadakan
penilaian pre dan post-test yang dimaksudkan untuk
mengukur daya serap guru dalam menerima materi
pelatihan. Hasil tersebut ditambah dengan hasil
presentasi, berguna untuk mengukur sejauh mana
peningkatan kemampuan guru dalam membuat media
pembelajaran dengan PowerPoint. Terdapat 20 soal
pilihan ganda pada pre dan post test.

Tabel 4.3 Hasil Pre dan Post Test IHT


Rata-
No Nama Pre- Post- Nilai rata
Presentase
test test Praktik Kenaikan
Nilai
Akhir
1 MR 40 80 79 79,5 99%
2 AR 45 80 86 83 84%
3 AY 75 80 81 80,5 7%
4 WI 70 100 86 93 33%
5 SL 90 100 100 100 11%
6 SH 65 75 75 75 15%
7 PT 65 100 95 97,5 50%
8 TH 90 100 100 100 11%
9 EK 55 60 98 79 44%
10 CT 40 95 89 92 130%
11 EN 40 75 84 79,5 99%
12 WN 55 80 95 87,5 59%
Jumlah 730 1025 1068 1046,5
Rata-rata 60,83 85,42 89 87,21
Nilai 130%
90 100 100 100
tertinggi

57
Rata-
No Nama Pre- Post- Nilai rata
Presentase
test test Prakti Kenaikan
Nilai
k
Akhir
Nilai
terendah 40 60 75 75 7%
Nilai > 76 2 9 11 11
Nilai < 76 10 3 1 1
Sumber: Pengolahan dari hasil Pre-test, Post-test, dan
nilai praktik IHT.

Tabel 4.3 memberikan informasi tentang nilai


pre-test, post-test, nilai praktik, serta nilai akhir
peserta. Selain itu, juga ditunjukan presentase
kenaikan kemampuan peserta dalam memahami dan
menggunakan PowerPoint. Dapat dilihat bahwa nilai
terendah pada pre-test adala 40 sedangkan nilai
tertinggi adalah 90. Terlihat adanya kenaikan nilai
pada post-test dimana nilai terendah adalah 60 dan
tertinggi 100. Nilai post-test dan nilai praktik
digabungkan sehingga menjadi nilai akhir.
Kemudian, dari hasil pre-test dan nilai akhir ditariklah
presentasi kenaikan dari setiap peserta.
Gambar 4.1 menunjukkan kenaikan nilai yang
diambil dari hasil pre-test dan nilai akhir. Terlihat
bahwa terjadi kenaikan nilai pada setiap guru.
Kenaikan tersebut bervariasi, ada yang mengalami
kenaikan nilai yang sangat signifikan, ada juga yang

58
hanya naik dengan presentase sedikit. Gambar 4.2
menunjukkan tingkat kenaikan dari masing-masing
peserta IHT. Dimana, terdapat peserta yang hanya
mengalami sedikit kenaikan. Namun, ada peserta
yang mengalami kenaikan nilai yang cukup tinggi.
Terdapat 5 orang guru yang tingkat kenaikan
nilainya lebih dari 50%.

Gambar 4.1 Hasil Pre-Test dan Rata-


rata nilai akhir
Grafik Hasil Pre-Test dan Post-Test
120

100

80

60

40

20

0
MR AR AY WI SL SH PT TH EK CT EN WN

Pre-test Rata-rata Nilai Akhir

59
Gambar 4.2 Tingkat Kenaikan Nilai
Peserta

Presentase Kenaikan
140%

120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
MR AR AY WI SL SH PT TH EK CT EN WN

Sumber: Pengolahan data dari kenaikan nilai


pre-test dan nilai akhir

Nampak bahwa kegiatan pelatihan ini dapat


meningkatkan kemampuan peserta dalam
memahami dan menggunakan PowerPoint sebagai
media pembelajaran. Walaupun begitu, masih ada
guru yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal.

60
Jika dilihat pada indikator keberhasilan, maka
penulis menentukkan nilai KKM adalah 76.
Penelitian ini dianggap berhasil jika sekurang-
kurangnya 10 dari 12 guru mencapai bahkan
melampaui nilai KKM. Hasil tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.3 yang berisi tentang rekapitulasi hasil
kegiatan IHT. Ditunjukkan bahwa terdapat 11
peserta yang tuntas nilainya dan hanya 1 peserta
yang belum mencapai ketuntasan dengan nilai 75.
Artinya, kegiatan IHT yang dilaksanakan di UPT SPF
SMP Negeri 1 Sunggal terbukti dapat meningkatan
kemampuan guru dalam membuat media
pembelajaran berbasis TIK, sebab 11 peserta dapat
mencapai ketuntasan.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Kegiatan IHT


N Kriteria Angk Persentase (%)
o a
1 KKM 76
2 Tuntas 11 92%
3 Tidak Tuntas 1 8%
4 Rata-rata 88,25
5 Nilai tertinggi 100
6 Nilai 75
Terendah
Sumber data: Pengolahan data nilai pre-test,
post-test, nilai praktik, dan akhir menjadi
hasil rekapitulasi.

61
4.4.4 Observasi
Kegiatan observasi dilakukan oleh Peneliti
sebagai Kepala Sekolah UPT SPF SMP Negeri 1
Sunggal. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan pelaksanaan kegiatan IHT yang
merupakan kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam membuat media
pembelajaran berbasis TIK. Observasi dilakukan
mulai dari kegiatan awal hingga akhir. Hasil
observasi terhadap kegiatan IHT dapat dilihat dari
tabel 4.5 dan 4.6.

Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan IHT oleh


Peneliti
No Langkah Kegiatan Hasil
Observasi
1 2 3 4
A Kegiatan Awal
1 Penyusunan Jadwal pelatihan √
2 Sosialisasi kegiatan √
3 Penyusunan Program kegiatan √
4 Sarana kegiatan √
5 Modul Pelatihan √
6 Ketersediaan soal pre-test dan post- √
test
7 Kesiapan pelatih √
8 Pembentukan iklim belajar √
B Pelaksanaan IHT
1 Kesesuaian materi dengan tujuan √
2 Kesesuaian materi dengan √
kebutuhan
3 Kualitas materi yang diberikan √
4 Metode yang dipakai √
5 Pengelolaan waktu √

62
6 Keaktifan peserta √
7 Penguasaan materi oleh fasilitator √
8 Penyampaian materi √
9 Hubungan pelatih dengan peserta √
10 Kedisiplinan peserta dalam √
mengikuti pelatihan
C Kegiatan Akhir
1 Hasil post test peserta pelatihan √
2 Produk yang dihasilkan √
Jumlah skor 18 56
Sumber: Hasil Observasi yang dilakukan oleh peneliti

Pada tabel 4.5, ditunjukkan hasil observasi yang


dilakukan oleh peneliti. Tabel tersebut menunjukkan
nilai yang didapat pada kegiatan IHT dari tahap
perencanaan hingga akhir adalah 74 dari total skor
maksimal 80.
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
sebagai kepala sekolah ditunjukkan melalui tabel 4.6,
dimana hasil yang dicapai adalah 75 dari total skor
maksimal 80. Artinya, skor ketercapaian dari kegiatan
IHT mencapai 94%.

Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan IHT


No Langkah Kegiatan Hasil
Observasi
1 2 3 4
A Kegiatan Awal
1 Penyusunan Jadwal pelatihan √
2 Sosialisasi kegiatan √
3 Penyusunan Program kegiatan √
4 Sarana kegiatan √
5 Modul Pelatihan √
6 Ketersediaan soal pre test dan post √
test

63
7 Kesiapan pelatih √
B Pelaksanaan IHT
1 Kesesuaian materi dengan tujuan √
2 Kesesuaian materi √
dengan kebutuhan
3 Kualitas materi yang diberikan √
4 Metode yang dipakai √
5 Pengelolaan waktu √
6 Keaktifan peserta √

No Langkah Kegiatan Hasil


Observasi
1 2 3 4
7
Penguasaan materi fasilitator √
8
Penyampaian materi √
9
Hubungan pelatih dengan peserta √
Kedisiplinan peserta
10 √
dalam mengerjakan
pelatihan
C Kegiatan Akhir
1 Hasil post test peserta pelatihan √
2 Produk yang dihasilkan √
Jumlah skor 15 60
Sumber: Hasil Observasi yang dilakukan oleh peneliti

Berdasarkan pada tabel 4.5 dan 4.6, diketahui


bahwa terdapat perencanaan dan persiapan program
yang cukup baik, sedangkan pelaksanaannya pun
berjalan dengan baik dimana fasilitator dapat
menerapkan teknik andragogi dalam pelatihan.
Sementara itu, metode pelatihan pun sudah
dianggap efektif dan sesuai dengan peserta yang
adalah pembelajar dewasa.

64
Materi yang disediakan dalam
pelatihan juga cukup sesuai dengan
kebutuhan peserta dimana masih banyak
peserta yeng membutuhkan pengetahuan
dasar tentang PowerPoint. Hanya saja,
diperlukan materi tambahan yang dapat
memberikan nilai tambah bagi peserta yang
sudah memahami materi dasar PowerPoint.

Peserta juga aktif mengikuti pelatihan yang


dibuktikan dengan kedisiplinan dalam mengerjakan
tugas, menghasilkan produk presentasi, serta
keinginan untuk menggali informasi dan bertanya
kepada pelatih tentang sesuatu hal yang belum
dimengerti mengenai PowerPoint.
Berdasarkan hasil observasi, nampak bahwa
pelatihan yang efektif akan memberikan pengaruh
terhadapat kenaikan hasil pre-test dan post-test serta
nilai produk presentasi yang dibuat oleh peserta yaitu
guru di UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal . Secara
umum, dapat disimpulkan bahwa kegiatan IHT
dengan perencanaan yang baik dianggap efektif
dalam meningkatkan kemampuan guru dalam
membuat media pembelajaran berbasis TIK. Namun,
di dalamnya masih diperlukan pengembangan materi
pelatihan yang lebih lagi.

65
4.4.5 Refleksi
Kegiatan refleksi ini bertujuan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaan kegiatan IHT.
Hasil analisis diketahui bahwa tindakan
pelatihan yang dilakukan pada awalnya belum
mendapatkan respon yang cukup baik dari peserta.

Namun, pendekatan yang dilakukan fasilitator atau


pelatih kepada peserta mampu meningkatkan minat
peserta untuk belajar dan meningkatkan ketrampilan
TIK. Pelatih cukup banyak memberikan motivasi
kepada peserta untuk membuat produk semaksimal
mungkin. Namun, masih ada 1 peserta yang belum
mencapai nilai tuntas.
Berdasarkan pada penjelasan dan curah
pendapat peserta, ketidak tuntasan tersebut tersebut
disebabkan karena usia seperti pada pernyataan
berikut
“Saya sudah berumur, jadi kurang
pintar dalam menggunakan komputer
dan memegang mouse. Tapi nanti di
rumah saya mau mempelajari lagi
supaya tidak gaptek karena ternyata ini
menarik dan bisa digunakan untuk
menerangkan materi yang sulit di
kelas dan supaya muridnya
nggakngantuk, terutama bila ada video
dan gambarnya.” (SH, wawancara 6
Januari 2022)

66
Nampak bahwa usia juga mempengaruhi
kesiapan peserta dalam mengikuti pelatihan. Selain
itu, diketahui bahwa peserta masih kurang berani
dalam bertanya dan meminta bantuan fasilitator.
Namun, hal baiknya adalah peserta tersebut
memiliki motovasi untuk mengembangkan
ketrampilannya.

Kegiatan IHT ini dianggap memberikan


manfaat yang positif bagi peserta yang merupakan
guru mata pelajaran di UPT SPF SMP Negeri 1
Sunggal . Pernyataan tersebut didapatkan dari hasil
wawancara yang dilakuakn setelah pelatihan kepada
beberapa guru, yang seperti berikut
“Menurut saya kegiatan ini bermanfaat karena
dengan menggunakan power point dalam
mengajar membuat anak lebih bersemangat dan
paham akan materi yang diajarkan. Dan lebih
ringkas mentransfer materi ke anak.” (AY,
wawancara 6 Maret 2022)

“Ya jelas ada. Tentunya berguna banget. Kita


bisa tahu caranya menggunakan PowerPoint.
Dengan begitu pembelajaran banyak hal yang
bisa dibagikan pada siswa dalam waktu dan cara
yang lebih efektif” (AR, wawancara 6 Maret
2022)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat


bahwa kegiatan IHT yang dilaksanakan memberikan
manfaat bagi peserta dalam prose pembelajaran

67
selanjutnya. Tentunya peneliti sebagai Kepala Sekolah
juga berharap supaya kegiatan IHT ini dapat
ditindaklanjuti oleh setiap peserta. Sehingga, setelah
pelatihan, peserta juga masih memiliki motivasi untuk
menggunakan ketrampilannya serta terus
meningkatkannya.

Dari pendapat-pendapat diatas, maka kegiatan


IHT ini memberikan manfaat sehingga perlu terus
dikembangkan, serta ketrampilan yang sudah dimiliki
bisa tetap digunakan dalam memperlancar proses
belajar mengajar.

B. Pembahasan Hasil Penelitian


Didapatkan informasi dari deskripsi hasil
penelitian bahwa kegiatan in-house training yang
diadakan di UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal terbukti
dapat meningkatkan kemampuan guru dalam
membuat media pembelajaran berbasis teknologi
informasi.
Pelatihan dinilai baik dan efektif apabila
pelatihan tersebut berd asarkan dan sesuai pada
kebutuhan (Santoso, 2010:4). Sebab, manfaat yang
didapat akan kurang jika pelatihan tersebut tidak
merujuk kepada pemenuhan kebutuhan. Oleh karena
itu, wawancara dan lembaran angket digunakan untuk
menggali informasi langsung dari sasaran. Penggalian
informasi ini dilakukan terhadap guru dan Kepala

68
Sekolah.
Dari data yang ada maka diketahui bahwa
pelatihan pembuatan media pembelajaran
menggunakan PowerPoint memang dibutuhkan. Hal
tersebut dibuktikan dengan jumlah guru yang belum
bisa menggunakan PowerPoint sebanyak 58%.
Selain itu, dari total keseluruhan terdapat
75% guru yang belum pernah mendapatkan pelatihan
pembuatan media pembelajaran. Sehingga, dengan
adanya pelatihan ini, dapat terjadi pengurangan gap
atau selisih antara pengetahuan dan ketrampilan yang
diharapkan dengan dengan ketrampilan dan
pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
respon yang baik dari peserta. Hal tersebut
dibuktikan dengan jumlah peserta yang mengikuti
pelatihan sebanyak 12 orang guru dari total
keseluruhan 15 orang guru. Beberapa guru tidak bisa
mengikuti kegiatan dikarenakan ada kegiatan yang
lainnya. Keikutsertaan dalam kegiatan ini tidak
dipaksakan namun berdasarkan pada kebutuhan.
Oleh karena itu, senada dengan pendapat yang
mengatakan bahwa pembelajar dewasa akan belajar dan
meningkatkan kemampuannya berdasarkan pada
kesadaran akan kebutuhannya, bukan karena paksaan
orang lain. Maka, pendekatan yang digunakan dalam
pelatihan ini adalah pendekatan andragogi yang
memang diperuntukan untuk pembelajar dewasa.

69
Sebab, kesesuaian tujuan dan sasaran
memberikan pengaruh terhadap keberhasilan
pelaksanaan IHT. Tujuan pelaksanaan pelatihan
didasarkan pada analisis kebutuhan pelatihan.
Pada awalnya, yang menjadi sasaran dari
kegiatan ini adalah seluruh guru matapelajaran yang
mengajar di UPT SPF SMP Negeri 1 Sunggal .
Namun, pada saat sosisalisasi pelatihan, terdapat 2
guru yang tidak dapat mengikuti pelatihan. Salah
seorang guru tidak mengikuti pelatihan karena ada
kegiatan penting yang bersamaan dengan waktu
pelatihan. Sedangkan, salah seorang guru yang lain
tidak bersedia mengikuti pelatihan tanpa
memberikan alasan. Seperti yang sebelumnya sudah
disampaikan oleh Kepala Sekolah SMP Kristen 1,
bahwa motivasi dan ketertarikan masih menjadi
kendala dalam pelaksanaan pelatihan. Dapat
dikatakan bahwa orang dewasa lebih memberi
perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannya (Santoso, 2010:31).
Mengacu pada hal-hal di atas, maka pelaksanaan
program pelatihan memerlukan perencanaan yang
baik. Salah satunya adalah pemilihan fasiltator atau
pelatih yang akan mendampingi selama pelatihan
berlangsung. Karakteristik dan gaya belajar orang
dewasa berbeda dengan anak-anak. Oleh karena itu,
pelatih yang dipilih adalah pelatih yang sudah

70
berpengalaman dalam memberikan pembelajaran bagi
orang dewasa.
Menurut hasil observasi yang dilakukan,
kegiatan IHT berlangsung dengan baik sebab pelatih
mampu menjalin komunikasi yang baik serta
memberikan motivasi kepada peserta pelatihan.
Sehingga, peserta pelatihan mendapatkan suasana
yang nyaman untuk belajar dan termotivasi untuk
mengikuti pelatihan. Penciptaan iklim pelatihan yang
nyaman merupakan salah satu langkah penting dari
pelaksanaan pelatihan dengan pendekatan andragogi.
Sebagaimana diungkapkan pada kajian teori bahwa
proses belajar orang dewasa dipengaruhi pengalaman
lalu dan daya pikir, maka dibutuhkan rangsangan
untuk mendorong peserta lebih aktif dalam kegiatan
pelatihan. Nyatanya, rangsangan yang diberikan oleh
pelatih mampu membuat peserta untuk aktif dalam
mengikuti pembelajaran serta memiliki keinginan
untuk menggali informasi dengan bertanya kepada
pelatih atau sesama peserta.
Kegiatan pelatihan dengan pendekatan
andragogi memang didasarkan pada prinsip bahwa
orang dewasa akan belajar dengan baik apabila dapat
ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan secara penuh.
Keterlibatan peserta dalam pengambilan keputusan
menciptakan komitmen untuk ikut bertanggungjawab
atas proses dan hasil pelatihan.

71
Peserta dilibatkan dalam menentukkan tujuan
pembelajaran pada setiap pertemuan, teknik
penugasan, serta pembuatan tata tertib demi
kedisiplinan bersama. Jadwal yang sudah disiapkan
ditawarkan kembali kepada peserta. Sehingga, peserta
dan pelatih membuat keputusan apakah ada perubahan
jadwal atau urutan proses pembelajaran. Dengan
begitu, peserta akan bertanggungjawab terhadap
keputusan yang turut mereka ambil.
Secara keseluruhan, kegiatan berjalan sesuai
dengan action plan. Dari hasil perencanaan hingga
proses pelatihan yang berlangsung dengan baik,
maka kegiatan IHT dapat membawa manfaat bagi
peserta dalam hal peningkatan kemampuan. Bukti
yang menunjukkan peningkatan kemampuan tersebut
dapat dilihat dari nilai post-test. Soal-soal dalam post-
test berisi tentang teori pengenalan dasar dan
penggunaan PowerPoint sebagai media pembelajaran.
Selain itu, ketrampilan peserta IHT dapat dilihat dari
nilai praktik yang menghasilkan produk berupa slide
presentasi pembelajaran yang berisi tentang materi
untuk satu pertemuan (2 jam pelajaran).
Peningkatan pemahaman dan pengetahuan
guru dalam pengelolaan Microsoft PowerPoint sebagai
media pembelajaran terlihat dari hasil pre-test yang
semula hanya 61% kemudian diberi tindakan pelatihan
sehingga menjadi 85% pada nilai post-test. Hal ini

72
menunjukkan bahwa secara teori para guru sudah
memiliki sedikit pemahaman
tentang penggunaan media berbasis teknologi
informasi. Hanya saja tingkat pemahamannya belum
mendalam.
Penguasaan guru secara teori dalam
penggunaan PowerPoint belum mendalam.
Pemahaman tersebut hanya sebatas kegunaan
multimedia pembelajaran dan teori teknologi
informasi, yang juga terdapat pada Microsoft Word.
Dimana para guru sudah mengenal beberapa ikon dan
menu yang terdapat pada Microsoft Word dan dapat
juga ditemukan Microsoft PowerPoint. Sehingga,
pengalaman serta pemahaman atau pengetahuan awal
yang dimiliki para guru yang mempengaruhi nilai
pre-test. Namun, selanjutnya para guru mendapat
tindakan pelatihan dimana mereka mendapat
informasi baru maupun tambahan mengenai
PowerPoint, sehingga informasi tersebut dapat
meningkatkan nilai pada post-test.
Berdasarkan pada hasil refleksi maka dapat
diketahui bahwa kegiatan IHT ini memberikan
dampak positif bagi guru terutama dalam
meningkatkan kemampuan dalam membuat media
pembelajaran berbasis teknologi informasi. Dengan
demikian penelitian ini dapat memberikan kontribusi
positif dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

73
pelaksanaan kegiatan pelatihan lainnya.
Pendekatan andragogi yang digunakan dalam
kegiatan IHT ini memberikan dampak yang baik bagi
pelatihan. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa
guru bahwa pelatih dapat berkomunikasi baik dengan
peserta. Selain itu, dari awal pelatihan hingga akhir
pelatihan, peserta tidak merasa canggung untuk
bertanya karena gaya komunikasi trainer yang
dianggap cukup santai dan bersahabat.

Dengan demikian, guru-guru sebagai pelatihan


mendapatkan iklim yang nyaman untuk belajar
sehingga dapat mengikuti kegiatan pelatihan dengan
baik ditambah dengan peningkatan kompetensi
pedagagi dalam membuat media pembelajaran
berbasis teknologi informasi. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Knowles (dalam Basleman dan
Mappa, 2011: 126), yang menegaskan bahwa
pembelajaran orang dewasa akan berhasil dengan baik
jika melibatkan baik fisik maupun mental
emosionalnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2014),
menunjukkan hasil yang sama bahwa dengan IHT
maka kemampuan guru dalam membuat media
pembelajaran dapat meningkat. Hasil penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Eriston (2011), yang menunjukkan bahwa kegiatan
IHT dapat secara signifikan meningkatkan

74
kemampuan guru dalam membuat PowerPoint untuk
media pembelajaran. Hal tersebut dibuktikan dengan
hasil 86% guru dapat melampaui batas ketuntasan.
Sama halnya, penelitian ini juga berawal dari
banyaknya jumlah guru yang belum menguasai,
kemudian setelah mendapat tindakan penelitian
hasilnya dapat menunjukkan hasil kenaikan skor yang
signifikan.
Kegiatan IHT dengan pendekatan andragogi ini
sangat tepat apabila dilaksanakan di sekolah-sekolah
yang masih terdapat ketimpangan atau gap dalam
hal kompetensi. Tentunya kegiatan IHT harus
memperhatikan kebutuhan peserta, materi yang
digunakan, strategi dan metode pelatihan, fasilitator
yang berkompeten, perencaan program yang baik,
dan tentunya fasilitas sekolah yang representatif.
Sehingga, dengan adanya kegiatan IHT di sekolah,
maka dapat diketahui tindak lanjut peserta setelah
program pelatihan.

75
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pemahaman
dan pengetahuan guru dalam pengelolaan Microsoft
PowerPoint sebagai media pembelajaran terlihat dari
hasil pre-test yang semula hanya 61% kemudian diberi
tindakan pelatihan sehingga menjadi 85% pada nilai
post-test.

5.2 Saran
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua pihak dan
demi suksesnya kegiatan belajar mengajar, maka peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
1. Guru hendaknya lebih meningkatkan kompetensinya
dalam membuat media pembelajaran interaktif berbasis
TIK dengan menambah pengetahuan tentang
pemanfaatan media pembelajaran interaktif berbasis
TIK.
2. Guru hendaknya lebih meningkatkan kompetensinya
dalam mengembangkan media pembelajaran yang akan
digunakan sebagai media penunjang dalam proses
pembelajaran dengan cara menambah pengetahuan
tentang pembuatan media pembelajaran interaktif

76
berbasis TIK melalui seminar, kursus komputer, atau
pelatihan pembuatan media pembelajaran interaktif
berbasis TIK sehingga media pembelajaran yang
dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan
siswa.
3. Guru harus dapat memaksimalkan pemanfaatan fasilitas
yang ada di sekolah untuk menunjang proses
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Andreyko, Tammy. A. (2010). Principal Leadership in The


Acountability. Reseach Report. University of Pittsburgh

Arikunto, Suharsimi. 2004. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka


Cipta

Boedijaeni. (2011). Stres Kerja Vol 2. Diakses dari


http://boedijaeni.com/2011/12/10/stres-kerja-2/. Tanggal
31 Januari 2022.

Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan


Pertama Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

---------(2007b). Pedoman Penilaian Kinerja Sekolah Dasar.


Jakarta: Depdiknas.

Endang Kusmiati. (2010). Hubungan Keterampilan Manajer


Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru SD di kecamatan
Suko Manunggal Kota Surabaya. Tesis. PPs UNY.

77
Entis Sutisna. (2009). Periodisasi Masa Jabatan Kepala Sekolah
dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Diakses dari

http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2009/07/10/periodisasi-
masajabatan-kepala-sekolah-dan-peningkatan-mutu-
pendidikan/. Tanggal 20 Febuari 2012.

E. Mulyasa. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

---------(2004). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Gurr, David, et. al. (2005). The International Successful School


Principalship. Research Report. Australia: The
Australian Council for Educational Leaders National
Conference.

Danim, Sudarman.(2008). Kinerja Staf Dan Organisasi.


Bandung:Pustaka Setia

Kemendiknas. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter.


Jakarta: Pusat Kurikulum Perbukuan

Wahjosumidjo (2005). Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan


Teori dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Yukl, Gary. 2015. Kepemimpinan dalam organisasi (edisi


ketujuh). (Ati Cahayani, Trans). Jakarta: PT. Indeks

78

Anda mungkin juga menyukai