Anda di halaman 1dari 73

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN DIAGNOSIS MEDIS TRAUMA


THORAX (HEMATOTHORAX) DI RUANG ICU RSPAD GATOT SUBROTO

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


Anggota :
1. Ike Vera
2. Mentari
3. Netty wijiastuti
4. Rohayati
5. Sugiri
6. Zulia dias

PELATIHAN ICU KOMPERHENSHIF


RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SUBROTO
ANGKATAN I ( PERIODE 2 FEBUARI – 30 APRIL 2024)
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN TRAUMA THORAKS” ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
pelatihan icu komprehensif RS KEPRESIDENAN RSPAD GAOTOT
SUBROTO angkatan I tahun 2024.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para peserta pelatihan icu
komprehensif khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah
ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para peserta
pelatihan icu komprehensif dan masyarakat dan pembaca.

Jakarta, Maret 2024

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................2
1.4. Manfaat.....................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi fisiologi....................................................................................3


2.2. Definisi....................................................................................................7
2.3. Etiologi....................................................................................................7
2.4. Epidemiologi...........................................................................................8
2.5. Patofisiologi/WOC..................................................................................9
2.6. Manifestasi klinis...................................................................................10
2.7. Komplikasi..............................................................................................11
2.8. Penatalaksanaan......................................................................................12
2.9. Pencegahan.............................................................................................13

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA


THORAKS

3.1. Pengkajian............................................................................................14
3.2. Pemeriksaan fisik.................................................................................16
3.3. Analisa data..........................................................................................18
3.4. Diagnosa keperawatan.........................................................................21
3.5. Tindakan keperawatan.........................................................................21
3.6. Implementasi dan Evaluasi..................................................................28

BAB IV PENUTUP
3
4.1. Kesimpulan..............................................................................................34
4.2. Saran........................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut
(Sudoyo, 2010). Salah satu rauma thorax yang paling banyak menyebabkan kematian yaitu
Hematothorax.
Hematothorax adalah penumpukan darah di dalam rongga pleura. Penyebab paling umum
dari Hematothorax sejauh ini adalah trauma, baik trauma yang disengaja, tidak disengaja, atau
iatrogenik. Hematothorax juga dapat terjadi ketika adanya trauma pada dinding dada yang
awalnya berakibat terjadinya hematom pada dada kemudian terjadi ruptur masuk ke dalam
Cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi pembuluh darah akibat fraktur costae, yang
diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat pasien batuk. Trauma toraks atau dada
yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi (keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas
pada tingkat alveolar (organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia
(kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat
jaringan dapat menyebabkan rangsangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome
(SIRS) dan sepsis. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thoraks
(Mayasari & Pratiwi, 2017).
Ada kurang lebih 150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada terjadi
pada sekitar 60% kasus multipletrauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar dari terjadinya
Hematothorax terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati 300.000 kasus per tahun.
Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur 15 tahun dirawat dengan trauma
tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma toraks (Mayasari & Pratiwi, 2017).
Di Asia, prevalensi penduduk Cina, angka penderita Hematothorax sebanyak 1,5%, di
Hongkong 4,3% dan untuk Singapura sebanyak 6,2%. Pada tahun 2000 penderita Hematothorax
di Indonesia mencapai 1,6 juta adapun prevalensi kejadian Hematothorax ini tersebar diberbagai
kota di Indonesia. Data yang diperoleh dari rekam medik RSPAD Gatot Soebroto , diperoleh
data prevalensi penderita Hematothorax pada tahun 2023 sebanyak pasien, sedangkan pada bulan
5
Januari – Maret 2024 sebanyak 2 pasien. Penyebab dari Hematothorax tersebut untuk masing-
masing pasien berbeda. Dalam hal ini terdapat beberapa pasien harus menjalani perawatan di
Intensive Care Unit (ICU).
Sebagai perawat di ICU mempunyai peran yaitu memberikan asuhan keperawatan
terhadapa pasien. Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul pada pasien dengan
Hematothorax baik masalah aktual maupun potensial antara lain adalah ketidakefektifan pola
nafas, ketidakefektifan bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik, resiko infeksi serta masih banyak permasalahan yang timbul. Seorang perawat
haruslah mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Peran perawat sangat
dibutuhkan dalam menangani pasien dengan hematothorax. Sebagai pemberi asuhan
keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses
penyembuhan. Intervensi yang dilakukan untuk memperbaiki pertukaran gas dan gangguan
pernapasan antara lain perawatan drainage dada untuk pengeluaran udara, cairan atau keduanya
dari rongga thoraks, agar tekanan intrapleura kembali normal dan mencegah terjadinya hipoksia
yang mengakibatkan kerusakan jaringan otak dan dapat membuat penderitanya kehilangan
kesadaran serta mengalami gangguan fungsi organ di seluruh tubuh dimana kondisi ini dapat
berujung pada kematian sehingga peran perawat juga sangat dibutuhkan dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan perawat ICU juga memiliki peran sebagai
komunikator yaitu peran seorang perawat menjadi penghubung antara klien dan keluarga, antar-
sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya yang dimana keluarga tidak bisa mendampingi
pasien dikarenakan harus dilakukan perawatan intensive di ruang ICU sehingga harus memiliki
kemampuan berkomunikasi dengan baik sehingga perawat dapat memberikan bantuan kepada
klien dan keluarga untuk mencapai tujuan yang maksimal serta membantu klien untuk
meningkatkan kesehatannya kembali melalui proses penyembuhan dengan menggunakan energi
dan waktu yang minimal.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber
informasi tentang asuhan keperawatan pada Ny S dengan diagnosa Trauma Thorax
(Hematothorax) di ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta tahun 2024.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana gambaran pengkajian asuhan keperawatan Pada Ny S. dengan
Trauma Thorax (Hematothorax).

6
1.2.2 Bagaimana rumusan diagnosa keperawatan Pada Ny S dengan Trauma Thorax
(Hematothorax).
1.2.3 Bagaimana proses merencanakan asuhan keperawatan Pada Ny S. dengan
Trauma Thorax (Hematothorax).
1.2.4 Bagaimana proses implementasi keperawatan Pada Ny S. dengan Trauma Thorax
(Hematothorax).
1.2.5 Bagaimana proses dokumentasi asuhan keperawatan Pada Ny S. dengan Trauma
Thorax (Hematothorax).

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Peserta pelatihan mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien Trauma
Thorax (Hematothorax).
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Memaparkan konsep penyakit Trauma Thorax (Hematothorax) yang meliputi
anatomi dan fisiologi penyakit jantung, definisi, klasifikasi, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan
2) Memahami asuhan keperawatan pada pasien Trauma Thorax (Hematothorax)
dengan metodologi asuhan keperawatan yang benar

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan Trauma Thorax (Hematothorax).
1.4.2 Menambah keterampilan atau kemampuan peserta pelatihan dalam menerapakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma Thorax (Hematothorax).
1.4.3 Bagi institusi Sebagai bahan evaluasi sejauh mana kemampuan perawat ICU dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien Trauma Thorax (Hematothorax).
1.4.4 Bagi peserta pelatihan Dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat di rumah sakit
dalam melakuakan tindakan asuhan keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan yang baik khususnya pada pasien dengan Trauma Thorax
(Hematothorax).

1.5 Metode Penulisan


7
Metode dan teknik penulisan dalam penulisan makalah ini dengan menggunakan
metode deskriptif, yaitu mengumpulkan data, mengklarifikasi data dan menyampaikan
informasi serta memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Adapun teknik dalam
pengumpulan data, yaitu melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan, studi
dokumentasi.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan makalah ini terdiri dari lima BAB, meliputi Bab satu pendahuluan
yang memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan baik itu
tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat penulisan, metode penelitian, dan
sistematika penulisan, Bab dua tinjauan pustaka yang membahas tentang konsep dasar
dari masalah yang diangkat yang terdiri dari anatomi fisiologi penyakit, definisi,
penyebab, klasifikasi, patofisiologi, penataksanaan dan komplikasi serta juga berisi
tentang konsep dasar asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, inetervensi, implementasi dan evaluasi. Bab tiga tinjauan kasus yang
memuat tentang tinjauan kasus secara nyata yang dilakukan pada klien dilapangan
secara langsung mulai dari pengkajian yang berisi data demografi, keluhan utama,
riwayat kesehatan, riwayat psikososial, riwayat spritual, pemeriksaan fisik, aktivitas
sehari-hari, pemeriksaan diagnostik, terapi saat ini, klasifikasi data dan analisa data.
Bab ini juga membahas tentang diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan,
evaluasi dan catatan perkembangan. Bab empat pembahasan yang membahas tentang
kesenjangan yang didapat dari penulis antara konsep dan asuhan keperawatan yang
dilakukan dilapangan, mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Dan bab lima penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

8
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding
dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax
akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan
luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang
sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo,
2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada
pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab
trauma tajam.
2.2 Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma tajam
34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling
(Sudoyo, 2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena
setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma
tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti
trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas
menyelam (Hudak, 2011).
9
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura
saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun
kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
2.3 Anatomi Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian bawah lebih
besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan.
Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang
didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa
sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam
rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe
(Patriani, 2012).
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, dua
belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital
rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien (Patriani, 2012).

Batas tulang pada dinding toraks

Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada


tiap spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang
bersebelahan. Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi
mereka masingmasing:

10
1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial

2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal


danprofundal
Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi
yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak
pada dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk -
rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho,
2015).
Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya
semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini
memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan
internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).
Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam
dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan
m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek
posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage
kosta rusuk sejati di bawahnya.

Suplai arterial

Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks


terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).
11
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang
menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal
anterior :
1. satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,

2. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.

12
Suplai Vena

Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani, 2012).
Drainase Limfatik

Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam


limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani, 2012).
Innervasi

Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang


merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (

intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles )

2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,

3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.

Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis

2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua


13
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum
dindingabdomen
2.4 Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar
oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara
pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -
struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot -
otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat
terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim
paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin
dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum
termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk
fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari

14
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai
akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
Pathway KLL

Trauma
Thoraks

Cedera jaringan lunak,


cedera/hilangnya
kontinuitas struktur

Perdarahan jaringan interstitium


dan pendarahan intra alveolar

hingga tahanan perifer pembuluh


darah paru meningkat.

Reabsorbsi darah oleh pleura


tidak memadai/tidak optimal

Laserasi pembuluh
Ekspansi paru Hemathoraks darah intracostalis

Gangguan Diskontinuitas jaringan Perdarahan di rongga pleura


ventilasi tulang
Kehilangan darah
Suplai oksigen menurun Aadanya luka pasca dari tubuh
karbondioksida trauma dan pergerakkan
meningkat fragmen tulang Proses infeksi
Cardiac output
menurun
Nyeri akut Leukosit
Gangguan
pertukaran gas meningkat Tekanan darah
Kerusakan suhu tubuh menurun
Dyspnea integritas struktur meningkat
tulang Aliran darah ke perifer
Hipetermia menurun
Tindakan intubasi Gangguan mobilitas
pemasangan ETT fisik Gangguan perfusi
jaringan perifer
peningkatan produksi
secret dan penurunan Bersihan jalan napas
kemampuan batuk tidak efektif
efektif
15
2.4 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009) yaitu :
1) Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah

c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)

d. Pekak jantung melebar

e. Bunyi jantung melemah

f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure

g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead

h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)


2) Hematothorax
I. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
II. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3) Pneumothoraks
I. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
II. Gagal pernapasan dengan sianosis
III. Kolaps sirkulasi
IV. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
V. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
2.5 Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks
5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60%
pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS. Walaupun angka
kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu
komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43%
(Nugroho, 2015).
- Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
16
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah
pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
- Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri,
yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
- Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
- Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
- Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
- Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba -
tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada
Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu

2.6 Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma lainnya
dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B: Breathing
adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing
hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus dilakukan.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa
dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka
yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho,
2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk intubasi
endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok
hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting
pada pasien trauma toraks.
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea
berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011). Pasien dengan tanda klinis tension
Pneumotoraks harus segera menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan
dengan torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis
17
dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan
tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
2.7 Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebabnya,
seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan
dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding
thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun
benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012) .
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan antara perawat, pasien dan lingkungannya,
yang mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kemandirian pasien selama perawatan
(Tarigan dan Handyani, 2019) Asuhan Keperawatan dilakukan dalam keperawatan secara
sistematis, terstruktur dan integeratif menggunakan metode yang disebut proses keperawatan
(Koerniawan, 2021). Proses keperawatan adalah pendekatan pemecahan masalah yang
mencakup pemikiran kritis, logis dan kreatif, yang merupakan salah satu prinsip dasar
keperawatan (Siregar, 2021). Proses keperawatan terdiri dari beberapa tahapan.
2.8.1 Pengkajian
Pengkajian/anamnesa terbagi menjadi 2 jenis (Family nursing) oleh Niswa Salamung
(2021) yaitu :
1. Alo Anamnase Yaitu suatu kegiatan wawancara yang dilakukan bersama keluarga
pasien maupun teman pasien untuk mendapatkan informasi penting tentang kondisi
pasien. Dilakukan ketika pasien sulit memberikan informasi.
2. Auto Anamnase Yaitu suatu kegiatan di mana pasien diwawancarai secara langsung.
Hal ini sangat mungkin apabila pasien dianggap mampu untuk menjawab pertanyaan.
Biasanya mengalami kesulitan berkomunikasi pada pasien yang mengalami depresi
dan menarik diri, ini juga berlaku pada pasien anak – anak. Pengkajian adalah tahap
keperawatan yang paling awal, mendasar, dan utama.
a. Identitas Pasien meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, latar belakang etnis, bahasa lisan, status pendidikan dan
pekerjaan.
b. Keluhan Utama Pasien dengan efusi pleura biasanya mengeluh sesak napas, sesak
dada, terutama dengan batuk dan mengi, dan batuk non produktif.
c. Riwayat penyakit saat ini Penderita efusi pleura biasanya diawali dengan gejala
seperti batuk, sesak napas, nyeri pleura, dada terasa berat, penurunan berat badan,
dll.
d. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita
18
penyakit seperti TBC paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dll. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang diduga menyebabkan efusi pleura, seperti kalsium paru, asma,
tuberkulosis paru, dll.
f. Riwayat Psikososial Meliputi pengetahuan pasien tentang penyakitnya, cara
penanggulangannya, dan perilaku pasien sehubungan dengan tindakan yang
dilakukan.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi & tata laksana gaya hidup sehat.
2) Adanya prosedur medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi terkait kesehatan, namun terkadang juga menimbulkan miskonsepsi
tentang pelayanan kesehatan.
3) Kemungkinan riwayat merokok, alkohol dan obat-obatan dapat menjadi faktor
penyebab munculnya penyakit.
4) Pola Nutrisi & Metabolisme
5) Saat menilai pola nutrisi dan metabolisme, kita harus mengukur tinggi dan berat
badan untuk menentukan status gizi pasien.
6) Perlu ditanyakan tentang kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS, penderita efusi pleura mengalami penurunan nafsu makan akibat sesak
napas tekanan pada struktur perut.
7) Peningkatan Metabolisme akibat proses penyakit. Pasien dengan diagnosis efusi
pleura biasanya keadaan umumnya lemah.
h. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena kondisi umum pasien yang lemah, pasien lebih banyak istirahat di tempat tidur,
sehingga menyebabkan konstipasi.
i. Pola aktifitas dan latihan
1. Akibat dispnea, kebutuhan O2 dari jaringan tetap tidak terpenuhi.
2. Pasien cepat lelah, dengan aktivitas minimal.
3. Selain itu, pasien mengurangi aktivitasnya karena nyeri dada.
4. Sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya untuk memenuhi
kebutuhan ADL
j. Pola Tidur dan Istirahat
1. Nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan tidur dan istirahat.
2. Selain itu, perubahan kondisi 19
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
menjadi lingkungan rumah sakit yang banyak orang gaduh, berisik, dll.
k. Pemeriksaan Fisik Klien
1. Status Kesehatan Umum
Perlunya pengkajian untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien, penampilan umum
pasien, ekspresi wajah pasien pada saat anamnesa, sikap pasien terhadap petugas,
suasana hati pasien, tingkat kecemasan dan ketegangan.
2. Sistem Respirasi Pemeriksaan pasien dengan efusi pleura, hemitoraks mencembung,
tulang rusuk rata, ruang iga melebar, gerakan pernapasan menurun. Dilihat dari
posisi trakea dan ictus cordis, mediastinum meluas ke arah hemithorax kontra lateral.
Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya sesak napas.
a. Fremitus tokal menurun, terutama pada efusi pleura, dimana jumlah cairan > 250
cc.
b. Suara perkusi redup sampai pekak tergantung banyaknya cairan. Jika cairan tidak
sepenuhnya mengisi rongga pleura, akan ada batas atas cairan, berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas. Garis ini paling menonjol di depan dada,
kurang jelas di belakang.
c. Auskultasi nafas menurun sampai menghilang. Dalam posisi duduk, cairan
menipis dan di baliknya ada kompresi atelektasis dari parenkim paru, tanda
auskultasi atelektasis kompresi ditemukan di sekitar batas atas cairan.
3. Sistem Kardiovaskular
a. Pada pemeriksaan Inspeksi harus diperhatikan letak ictus cordis yang biasanya
terletak di sebelah kiri ICS-5 selebar 1 cm pada garis midclavicula. Tujuan dari tes
ini adalah untuk menentukan apakah itu pembesaran jantung.
b. Palpasi, untuk menghitung denyut jantung,harus memperhatikan kedalaman dan
keteraturan detak jantung, dan periksa apakah ada thrill, yaitu getaran ictus cordis,
harus diperiksa.
c. Perkusi untuk menentukan batas jantung, dimana jantung terdengar tumpul. Ini
dilakukan untuk menentukan apakah itu jantung yang membesar atau ventrikel kiri
yang membesar.
d. Auskultasi untuk mengidentifikasi bunyi jantung I dan II tunggal dan apakah
terdapat bunyi murmur yang menandakan peningkatan aliran arus turbulensi darah.
4. Sistem Pencernaan
a. Pada saat inspeksi perlu diperhatikan apakah perut membuncit atau rata, tepi perut
menonjol atau tidak, pusar menonjol atau tidak dan periksa apakah ada massa.
b. Auskultasi untuk mendengarkan bunyi peristaltik usus,untuk nilai normalnya adalah
5-35 kali per menit. 20

c. Palpasi harus diperhatikan, apakah ada nyeri tekan di daerah perut, apakah ada massa
(tumor, faces), apakah hepar teraba.
d. Perkusi Abdomen normal, adanya massa padat atau cair menyebabkan suara pekak
(hati, asites, hidrosefalus, tumor).
e. Sistem Neurologis Pemeriksaan harus memeriksa tingkat kesadaran, selain itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS untuk melihat apakah pasien compomentis, somnolen,
atau koma. dan juga perlu diperiksa, fungsi sensorik seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecapan serta perabaan.
f. Sistem muskuloskeletal
Pemeriksaan inspeksi harus memperhatikan apakah terdapat pembengkakan peritibial, dan
palpasi ekstremitas untuk mengetahui perfusi perifer dan memeriksa waktu capillary
refiltime. Kemudian bandingkan pemeriksaan kekuatan otot kiri dan kanan.
g. Sistem integumen Inspeksi keadaan umum kebersihan kulit, ada tidaknya lesi kulit, tampak
sianosis pada pasien dengan efusi pleura, palpasi diperlukan untuk memeriksa suhu kulit
(dingin, panas, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lembut-kasar) dan turgor kulit agar
dapat mengetahui tingkat hidrasi.
2.8.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis dari respon pasien terhadap masalah
kesehatan dan memiliki karakteristik positif dan negatif, diagnosis negatif dibagi menjadi
diagnosis berisiko dan diagnosis aktual, diagnosis positif sering disebut diagnosis promosi
kesehatan. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respons individu,
komunitas dan keluarga terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan. Dalam
metode perumusa Diagnosis aktual, yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2019).
Diagnosis Keperawatan yang bisa muncul pada pasien dengan Hemothorax yaitu: (Nurarif
& Kusuma: Umara et al., 2021), (PPNI,2016) :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran napas
(D.0001).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus – kapiler
(D.0003).
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (penumpukan
cairan pada rongga pleura) (D.0005)
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019).
5. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik(penatalaksanaan prosedur drain)
(D.0077) 6. Resiko Infeksi ditandai dengan prosedur invasif (D.0142).
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056). 21

7. Ketidakberdayaan berhubungan dengan program perawatab/pengobatan yang kompleks


atau jangka panjang (D.0092)

2.8.3 Perencanaan Keperawatan


Menurut PPNI (2019), perencanaan keperawatan mencakup semua jenis terapi yang
dilakukan oleh seorang perawat yang didasari oleh pengetahuan serta penilaian klinis
untuk mencegah dan memulihkan kesehatan individu, keluarga dan komunitas

No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi


Keperawatan Keperawatan
1 Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Manajemen Jalan
Tidak Efektif b.d Napas (L.01001) Nafas (L.01011)
hipersekresi jalan napas
(D.0001) Setelah Observasi
1.1 Monitor pola napas
Gejala & Tanda Mayor dilakukan tindakan (frekuensi, kedalaman,
Subjektif keperawatan selama usaha napas)
(Tidak 3x8 jam diharapkan 1.2 Monitor bunyi napas
tersedia) bersihan jalan napas tambahan
Objektif : meningkat atau (mis.
1. Batuk tidak efektif/tidak dengan kriteria hasil: Gurgling,mengi,wheez
mampu batuk. 1. Batuk ing,r onkhi kering)
2. Sputum efektif 1.3 Monitor sputum
berlebih/obstruksi di meningkat(5) (jumlah, warna,
jalan napas/mekonium 2. Produksi aroma)
di jalan napas (pada sputum
neonatus) menurun(5) Terapeutik
3. Mengi,wheezing, 3. Wheezing 1.4 Pertahankan
dan/atau ronkhi kering menurun(5) kepatenan jalan napas
dengan head- tilt dan
Gejala & Tanda Minor chin-lift (jaw thrust
Subjektif : jika curiga trauma
1. Dispnea cervical)
2. Sulit berbicara 1.5 Posisikan semi-
3. Ortopnea Fowler atau Fowler
22 1.6 Berikan minuman
Objektif : hangat
1. Gelisah 1.7 Lakukan
2. Sianosis fisioterapi dada,jika
3. Bunyi napas menurun perlu
4. Frekuensi napas menuurn 1.8 Lakukan penghisapan
5. Pola napas berubah lendir kurang dari 15
detik
1.9 Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
1.10 Keluarkan sumbatan
benda dengan forcep
Mc Gill
1.1 Berikan oksigen, jika
perlu
1.2 Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
1.13 Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari,jika tidak
kontraindikasi.
1.14 Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
1.15 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukoliitk,

23
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
No jika perlu
2 Gangguan pertukaran Pertukaran Terapi Oksigen ( I.01026)
Gas b.d perubahan
membran alveolus- kapiler Gas (L.10003) Observasi
(D.0003) 2.1 Monitor kecepatan
Setelah aliran oksigen
Gejala & Tanda Mayor 2.2 Monitor posisi alat
Subjektif: dilakukan tindakan terapi oksigen
1. Dispnea keperawatan selama 2.3 Monitor aliran
Objektif : 3x8 jam diharapkan oksigen secara
1. PCO2 bersihan pertukaran periodic dan pastikan
meningkat/menurun gas meningkat atau fraksi yang diberikan
2. P02 menurun dengan kriteria hasil: cukup
3. Bunyi napas tambahan 1. Dispnea 2.4 Monitor efektifitas
menurun(5) terapi oksigen
Gejala & Tanda Minor 2. Bunyi (mis.oksimetri,analisa
Subjektif: napas tambahan gas darah) jika perlu
1. Pusing menurun(5) 2.5 Monitor kemampuan
2. Penglihtan 3. PCO2 membaik(5) melepaskan oksigen
kabur Objektif: 4. PO2 membaik(5) saat makan
1. Sianosis 5. Takikardi 2.6 Monitor tanda tanda
2. Diaforesis membaik(5) hipoventilasi
3. Gelisah 6. Ph arteri 2.7 Monitor tanda tanda
4. Napas cuping hidup membaik(5) dan gejala toksikasi
5. Pola napas oksigen dengan
abnormal(cepat/lambat, atelaktasis
reguler/ireguller, 2.8 Monitor
dalam/dangkal) tingkat kecemasan
6. Warna kulit akibat terapi oksigen
24
abnormal (mis.pucat, 2.9 Monitor
kebiruan) intergritas mukosa
7. Kesadaran menurun hidung akibat
pemasangan oksigen

Terapeutik
2.10 Bersihkan secret
pada mulut,
hidung dan
trachea, jika perlu
2.11 Pertahankan
kepatenan jalan
napas
2.12 Siapkan dan atur
peralatan
pemberian
oksigen
2.13 Berikan oksigen
tambahan jika
perlu
2.14 Tetap berikan
oksigen saat pasien
di transportasi
2.15 Gunakan
perangkat
oksigen yang
sesuai dengan
tingkat
mobilisasi
pasien

Edukasi
2.16 Ajarkan pasien
dan keluarga
cara

25
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
menggunakan

oksigen dirumah

Kolaborasi
2.17 Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2.18 Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktifitas dan/atau
tidur
3 Pola Napas Tidak efektif Pola Napas (L.01004) Pemantauan
b.d
hambatan upaya napas Respirasi (I.01014)
(D.005)

26
Setelah
Gejala & Tanda Mayor Observasi
Subjektif : dilakukan tindakan 3.1 Monitor
1. Dispnea keperawatan selama frekuensi,irama,kedala
Objektif : 3x8 jam diharapkan ma n,dan upaya napas
1. Penggunaan otot pola napas membaik 3.2 Monitor pola
bantu napas atau dengan kriteria napas (seperti
2. Fase ekspirasi hasil : bradipnea, takipnea,
memanjang hiperventilasi,
3. Pola napas 1. Dispnea menurun kussmaul,cheyne-
abnormal(mis. (5) stokes, Biot, ataksik
Takipnea,bradipnea.hi 2. Penggunaan 3.3 Monitor
perve otot bantu kemampuan batuk
ntilasi,kussmaul,cheyn napas efektif
e- stokes) menurun(5) 3.4 Monitor adanya
3. Pemanjangan produksi sputum
Gejala & Tanda fase ekspirasi 3.5 Monitor adanya
Minor Subjektif : menurun(5) sumbatan jalan napas
1. 4. Frekuensi 3.6 Palpasi
napas membaik kesimetrisan ekspansi
Ortopnea (5) paru
Objektif : 5. Kedalaman 3.7 Auskultasi bunyi napas
1. Pernapasan pursed-lip napas membaik 3.8 Monitor saturasi
2. Pernapasan cuping (5) oksigen
hidung 3.9 Monitor nilai AGD
3. Diameter thoraks 3.10 Monitor hasil x-
anterior- posterior ray toraks
meningkat Terapeutik
4. Ventilasi semenit 3.11 Atur interval waktu
menurun pemantauan respirasi
5. Kapasitas vital menurun sesuai kondisi pasien
6. Tekanan ekspirasi 3.12 Dokmentasikan hasil
menurun pemantauan
7. Tekanan inspirasi 3.13 Jelaskan tujuan dan
menurun 27 prosedur pemantauan
8. Ekskrusi dada berubah 3.14 Informasikan
hasil pemantauan,
jika perlu

Perawatan Selang
Dada
(I.01022)

Observasi
3.15 Identifikasi
indikasi dilakukan
pemasangan selang
dada
3.16 Identifikasi

indikasi

28
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
dilakukan
pemasangan selang
dada
3.17 Monitor kebocoran
udara dari selang
dada
3.18 Monitor fungsi,posisi
dan kepatenan
aliran selang(undulasi
cairan pada selang)
3.19 Monitor tanda dan
gejala pneumothoraks
3.20 Monitor
penurunan
produksi gelembung,
undulasi, dan
gelombang pada
tabung penampung
cairan
3.21 Monitor jumlah
cairan pada
tabung(seal)
3.22 Monitor posisi selang
dengan sinar X
3.23 Monitor krepitasi di
sekitar selang dada
3.24 Monitor tanda tanda
akumulasi
cairan intrapleura
29 3.25 Monitor
volume,warna dan
konsistensi drianase
dari paru-paru
3.26 Monitor tanda-
tanda infeksi
3.27 Lakukan
kebersihan tangan
sebelum dan setelah
pemasangan atau
perawatan selang
dada
3.28 Pastikan
sambungan selang
tertutup sempurna
3.29 Klem selang saat
pergantian tabung
3.30 Berikan selang yang
cukup panjang untuk
mempermudah
gerakan
3.31 Lakukan kultur cairan
dari selang dad,jika
perlu
3.32 Fasilitasi batuk,napas
dalam dan ubah posisi
setiap 2 jam
3.33 Lakukan perawatan
di area pemasangan
selang setiap 48-72
jam atau sesuai
kebutuhan
3.34 Lakukan
pergantian
tabung(seal)secara
berkala
30 3.35 Lakukan pelepasan
selang dada,sesuai
indikasi

31
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan

Edukasi
3.36 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
selang
3.37 Ajarkan cara
perawatan selang
3.38 Ajarkan mengenali
tanda
– tanda infeksi

32
4 Defisit Nutrisi b.d Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
peningkatan kebutuhan (L.03030) (I.03119)

metabolisme (D.0019) Setelah Observasi


4.1 Identifikasi status nutrisi
Gejala & Tanda Mayor dilakukan tindakan 4.2 Identifikasi alergi
Subjektif: keperawatan selama dan intoleransi
(Tidak 3x8 makanan
Tersedia) jam 4.3 Identifikasi makanan
Objektif diharapkan status yang disukai
1. Berat badan menurun nutrisi membaik atau 4.4 Identifikasi
minimal 10% di bawah dengan kriteria hasil: kebutuhan kalori dan
rentang ideal 1. Porsi makan yang jenis nutrien
dihabiskan 4.5 Identifikasi

Gejala & Tanda Minor meningkat


Subjektif : 2. Berat badan perlunya
1. Cepat kenyang setelah membaik penanganan
makan 3. Indeks massa
2. Kram/nyeri abdomen tubuh (IMT) selang nasogastrik
3. Nafsu makan 4.6 Monitor asupan
menurun Objektif : makanan
1. Bising usus hiperaktif 4.7 Monitor berat badan
2. Otot pengunyah lemha 4.8 Monitor hasil
3. Otot menelan lemah pemeriksaan
4. Membran mukosa pucat laboratorium
5. Sariawan
6. Serum albumin turun Terapeutik
7. Rambut rontok 4.9 Lakukan oral hygiene
berlebihan sebelum makan,jika
8. Diare perlu
4.10 Fasilitasi
menentukan pedoman
diet(mis. Piramida
makanan)
33 4.11 Sajikan
makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4.12 Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4.13 Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
4.14 Berikan suplemen
makanan jika perlu
4.15 Hentikan
pemberian makan
melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi
4.16 Anjurkan posisi

34
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
duduk,jika mampu
4.17 Anjurkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
4.18 Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan(mis.
pereda nyeri
antiematik), jika
perlu
4.19 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan junlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

35
me Nyeri Akut b.d pencedera Tingkat Nyeri Manajemen
mba fisik (L.08066) Nyeri(I.08238)
ik 5 (D.0077)
Setelah Observasi
Gejala & Tanda Mayor 5.1 Identifikasi
Subjektif: dilakukan tindakan lokasi,karakterisik,
1. Mengeluh keperawatan selama durasi, frekuensi,
nyeri Objektif: 3x8 jam dihapkan kualitas, intensitas
1. Tampak meringis tingkat nyeri nyeri
2. Bersikap protektif menurun atau dengan 5.2 Identifikasi skala nyeri
(mis waspada,posisi kriteria hasil: 5.3 Identifikasi respon
menghindari nyeri) 1. Keluhan nyeri non verbal
3. Gelisah nyeri menurun 5.4 Identifikasi faktor
4. Frekuensi nadi 2. Meringis yang memperberat
meningkat menurun dan memperingan
5. Sulit tidur 3. Sikap protektif nyeri
menrun 5.5 Identifikasi
Gejala & Tanda 4. Gelisah menurun pengetahuan
Mayor Subjektif : 5. Kesulitan tidur keyakinan tentang
(tidak tersedia) menurun nyeri
6. Frekuensi 5.6 Identifikasi pengaruh
Objektif : nadi nyeri pada kualitas
1. Tekanan darah hidup
meningkat 5.7 Monitor keberhasilan
2. Pola napas berubah terapi komplementer
3. Nafsu makan berubah yang sudah diberikan
4. Proses berpikir 5.8 Monitor efek samping
terganggu penggunaan anlgetik
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri Terapeutik
sendiri Diaforesis 5.9 Berikan teknik non
farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.TENS.
36 hypnosis, akupresur,
terapi musi,
biofeedback,
terapi pijataroma
terapi,teknik
imajinasi, terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
5.10 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis suhu
ruangan, pencahyaan,
kebisingan)
5.11 Fasilitasi isirahat
dan

37
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
tidur

Edukasi
5.12 Jelaskan

penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
6 Resiko infeksi d.d Tingkat Pencegahan Infeksi
prosedur invasif (D.0142) (L.14539)
infeksi (L.14137)
Observasi
Setelah 6.1 Monitor tanda dan
dilakukan gejala infeksi lokal
tindakan dan sistemik
keperawatan Selama
3x8 terapeutik
jam 6.2 Batasi jumlah
diharapkan tingkat pengunjung
infeksi menurun 6.3 Berikan perawatan
atau kulit pada area edema
dengan 6.4 Cuci tangan sebelum
kriteria hasill: dan sesudah kontak
1. Demam dengan pasien
menurun(5)
2. Kemerahan(5) Edukasi
3. Nyeri(5) 6.5 Jelaskan tanda dan
4. Bengkak(5) gejala infeksi
5. Kadar sel darah 6.6 Ajarkan cara
putih mencuci tangan
38
membaik(5) dengan benar
6.7 Ajarkan etika batuk
6.8 Ajarkan cara
memeriksa luka
operasi
6.9 Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
7 Intoleransi aktifitas b.d Toleransi Manajemen
ketidakseimbangan antara aktiiftas Energi
suplai dan kebutuuhan (l.05047) (I.05178)
cairan oksigen (D.0056)
Setelah Observasi
Gejala & Tanda 7.1 Identifikasi ganggguan
Mayor Subjektif : melakukan tindakan fungsi tubuh yang
1. Mengeluh lelah keperawatan selama mengakibatkan
Objektif : 3x 8 jam diharpkan kelelahan
1. Frekuensi jantung toleransi 7.2 Monitor kelelahan fisik
meningkat aktivitas meningkat dan emosional
>20% dari kondisi sehat atau dengan kriteria 7.3 Monitor pola dan jam
hasil : tidur
Gejala & Tanda 1. Frekuensi 7.4 Monitor lokasi dan
Minor Subjektif : nadi meningkat ketidaknyamanann
1. Dispnea saat/setelah menurun(5) selama melakukan
aktivitas 2. Keluhan aktifitas
2. Merasa tidak nyaman kelelehaan
setelah beraktifitas menurun(5) Terapeutik
3. Merasa lemah 3. Dispnea 7.5 Sediakan

saat aktifitas lingkungan nyaman


Objektif : menurun(5) dan rendah stimulus
1. Tekanan darah 4. Dispnea (mis.cahaya, suara,
berubah setelah aktivitas kunjungan)
>20% dari kondisi (5) 7.6 Lakukan rentang gerak
istirahat pasif atau dan aktif
2. Gambaran 7.7 Berikan aktivitas
EKG menunjukkan distraksi yang
aritmia 39 menyenangkan
7.8 Fasilitas duduuk di
sisi

40
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
saat/setelah aktivitas tempat tidur,jika tidak
3. Gambaran dapat dapat berjalan
EKG menunjukkan atau berpindah
iskemia
4. Sianosis Edukasi
7.9 Anjurkan tirah baring
7.10Anjurkan

melakukan
aktivitas secara
bertahap 7.11Anjurkan

menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
7.12 Anjurkan startegi
koping untuk

mengurangi kelelahan

41
8 Ketidakberdayaan b.d Keberdayaan Manajemen
program perawatan atau (L.09071)
pengobatan yang kompleks Prilaku (L.12463)
atau jangka panjang Setelah
(D.0092) Observasi
dilakuakan tindakan 8.1 Identifikasi harapan
Gejala & Tanda Mayor keperawatan selma untuk mengendalikan
Subjektif: 3x 8 jam diharapkan perilaku
1. Menyatakan frustasi keberdayaan
atau tidak mampu meningkat Teraputik
melaksanakan aktivitas dengan 8.2 Diskusikan
sebelumnya kriteria hasil : tanggung jawab
1. Pernyataan terhadap perilaku
Objektif: mampu 8.3 Jadwalkan
1. Bergantung pada orang melaksanakan kegiatan terstruktur
lain meningkat(5) 8.4 Ciptakan dan
2. Pernyataan pertahankan
Gejala & Tanda Minor frustasi lingkungan dan
Objektif: menurun(5) kegiatan perawatan
1. Merasa diasingkan 3. Ketergantungan konsisten setiap dinas
2. Menyatakan pad aorang lain 8.5 Tingkatkan aktivitas
keragaun tentang menurun (5) fisik sesuai
kinerja peran 4. Perasaan kemampuan
3. Menyatakan diasingkan 8.6 Batasi jumlah
kurangnya konrrol menurun (5) pengunjung
4. Menyatakan rasa malu 8.7 Bicara dengan nada
5. Merasa rendah dan tenang
tertekan(depresi) 8.8 Lakukan
Objektif: kegiatan pengalhan
1. Tidak berpartisipasi terhadap sumber
dalam perawatan agitasi
2. Pengasingan 8.9 Cegah perilaku pasif
dan agresif
8.10 Beri penguatan positif
42 terhadap keberhasilan
mengendalikan
perilaku
8.11 Lakukan pengekangan
fisik sesuai indikasi
8.12 Hindari

sikap menyudutkan
dan menghentikan
pembicaraan 8.13Hindari
sikap mengancam
dan berdebat
8.14 Hindari berdebat
atau

43
No Diagnosis Keperawatan Luaran Intervensi
Keperawatan Keperawatan
menawar batas
perilaku
yang telah ditetapkan

Edukasi
8.15 Informasikan
keluarga bahwa
keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif

2.8.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan merupakan perilaku atau tindakan
tertentu yang dilakukan oleh seorang perawat untuk melaksanakan perencanaan
keperawatan. Tindakan perencanaan keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik,
edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2019). Implementasi meliputi
pelaksanaan rencana asuhan keperawatan yang didapat selama tahap perencanaan.
implementasi perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan dan supervisi
oleh perawat lain untuk melakukan perencanaan berdasar intervensi keperawatan yang
berguna untuk membantu klien mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan (Siregar, et
al., 2021).
Tindakan Keperawatan untuk mengatasi masalah pasien antara lain:
a. Tindakan Keperawatan Independen
Tindakan keperawatan yang dilakukan secara mandiri atas dasar ilmiah termasuk
pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan kegiatan sehari hari dan konseling.
Tindakan keperawatan independen ini tidak memerlukan pengarahan dari pihak lain
b. Tindakan Keperawatan Dependen
Tindakan perawat tergantung pada tim medis yang dilakukan dibawah pengawasan
44
dokter atau perawat dalam melakukan instruksi tertulis atau lisan dokter. Contohnya
tindakan pemberian obat.
c. Tindakan Keperawatan Kolaboratif
Tindakan yang membutuhkan tim gabungan pengetahuan dan keterampilan dan
keahlian dari berbagai profesional medis. rencana perawatan dibentuk berdasarkan
hasil kesepakatan.
2.8.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatau penilaian hasil dan proses. Evaluasi hasil juga akan
menentukan keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi proses
ini menentukan apakah ada kesalahan dalam keperawatan (Ali: Kurniati, 2019).
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk mengevaluasi dampak dari tindakan
keperawatan pada pasien. Setelah setiap intervensi, evaluasi proses atau promosi
dilakukan. Evaluasi dilakukan menggunakan SOAP (Suprajitno: Kurniati, 2019).
S = merupakan ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah penerapan asuhan keperawatan.
O = adalah kondisi objektif yang dapat dikenali oleh perawat melalui observasi objektif.
A = merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P = adalah rencana selanjutnya setelah analisis perawat.

45
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A. Airway : Terdapat sumbatan berupa sputum purulen,terpasang
ETT on ventilator VCSIMV TV 380, RR 12 x/menit,
FiO2 90 %, PEEP + 10, PS 8

B. Breathing : Pasien sesak, penggunaan otot-otot pernafasan,RR


29x/mnt, pergerakan dada saat inspirai tidak simetris
(paru kiri tertinggal)

C. Circulation : TTV TD 133/71,Nadi 122x/mnt, denyut nadi teraba


kuat,akral hangat, CRT < 2 dtk

D. Disability : Penurunan kesadaran, kesadaran sopor Gcs 4 (E2,M2,Vett)

E. Exposure : Terdapat fraktur costae 2-5, terdapat fraktur komplit


pada 1/3 tengah os humerus kiri, deformitas elbow

46
2. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis
a) Identitas klien
Nama : Ny S
Umur : 56 tahun
Alamat : Malang
Agama : Islam
Bahasa Indonesia
Status perkawinan :
Menikah
Pendidikan :
S1 keperawatan
Pekerjaan : Perawat
Golongan darah :
No. register : 01181588
Tanggal MRS : 21 Maret 2024

Diagnosa medis :
b) Identitas penanggung jawab :
Nama : Ny.
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Malang
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Anak
c) Keluhan utama
Pasien sesak

d) Riwayat kesehatan

1. Riwayat penyakit sekarang

Ny S kesadaran sedasi terpasang ETT on ventilator, post


kecelakaan rujukan dari RS Pelabuhan Ratu.Terdapat hematom
kepala sebelah kiri, terdapat papil edema mata kiri,fraktur costae
2-5, fraktur 1/3 tengah os humerus kiri, deformitas elbow joint
kiri.
47
2. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat
penyakit apapun

3.2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak


Kesadaran : Sopor
TTV :
Tekanan Darah :144/89 mmHg
Frekuensi Nadi : 116x/menit
Pernapasan : 29x/menit
Suhu : 38,5oC
a). Kepala
Inspeksi : tampak hematom kepala sebelah kiri
Palpasi : teraba hematom kepala sebelah kiri
b). Mata
Inspeksi : tampak papil edema mata kiri
Palpasi : terdapat nyeri tekan

c). Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris

48
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d). Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat
perdarahan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e). Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan lendir

f). Leher
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g). Toraks

Inspeksi : Bentuk tidak simetris, pergerakan dinding dada tidak


simetris, terdapat otot bantu pernapasan.

Palpasi : Terdapat nyeri tekan

Auskultasi : Bunyi napas ronchi kanan kiri, frekuensi napas 29x/menit

Perkusi : Snoring

h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit


Perkusi : Tympani
i). Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang folley kateter
j). Ekstremitas
- Atas : terdapat fraktur komplit pada 1/3 tengah os humerus sinistra,
deformitas elbow
- Bawah : Simetris, tidak ada pembengkakan,tidak ada nyeri tekan

k). Data tambahan pasien

1. Data psikologi
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses keperawatan
2. Data social
49
Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang selalu
menunggu klien.
3. Data spiritual
Keluarga selalu mendoakan kesembuhan pasien

Penilaian nyeri dengan comfort scale


N Aspek yang dinilai Hasil Skor
o
1 Alertness/kesiagaan Mengantuk 3
2 Calmness/ketenangan sedikit cemas 1
3 Respiratory distress/gangguan batuk sesekali atau resisten pada ventilasi 3
pernafasan
4 Crying/tangis nafas hening 1
5 Physical movement/gerakan sesekali gerakan ringan 1
fisik
6 Muscle tone/kekuatan otot: Otot secara total rileks; tidak ada kekuatan 1
kekuatan tonus otot berkurang tonus otot
7 Facial tension/ketegangan ketegangan jelas dibeberapa otot muka 3
wajah: tonus otot muka normal
nada
8 Blood pressure/tekanan darah tekanan darah secara konsisten di baseline 2
(MAP) baseline
9 Heart rate baseline/detak tekanan darah secara konsisten di baseline 1
jantung baseline
Total skore 16

a. Skrining gizi
Pasien dilakukan pengkajian lanjut oleh Tim Gizi tanggal 22 Maret 2024, terkait
pasien dengan diagnosa CKB,ICH,SAH,HEMATOTHORAX,DM tipe 2 , sehingga
pasien mendapat diit enteral via NGT yaitu susu peptiren 3x100 dan diit mixer
3x100ml per hari ditambah putih telur 3x/hari
b. Data Penunjang
1. Foto Thorax

50
Foto Thorax tgl 20/3/24 Foto Thorax tgl 23/3/24

Foto Thorax tgl 21/3/24

2. EKG

51
3. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
c. Tanggal
25/3/24 Magnesium 2,24 1,8-3,0
Calsium total 8,5 8,6-10,3
Analisa gas darah
PH 7,612 7,37-7,45
PCO2 25,6 33-44
PO2 165,6 71-104
HCO3 26,0 22-29
BE 5,8 (-2)-(3)
Saturasi O2 98,4 94-98
Paket elektrolit
Natrium 143 135-147
Kalium 4,3 3,5-5,0
Clorida 103 95-105
Imunoserologi
Procalsitonin 0,48 0,02-0,5

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


26/3/24 Magnesium 2,16 1,8-3,0
Calsium total 8,4 8,6-10,3
Analisa gas darah
PH 7,525 7,37-7,45
PCO2 33,1 33-44
PO2 172,8 71-104
HCO3 27,6 22-29
BE 5,2 (-2)-(3)
Saturasi O2 94,7 94-98
Paket elektrolit
Natrium 144 135-147
Kalium 4,4 3,5-5,0
Clorida 105 95-105

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


27/3/24 Analisa gas darah
PH 7,447 7,37-7,45
PCO2 48,5 33-44
PO2 42,0 71-104
HCO3 33,8 22-29
BE 9,7 (-2)-(3)
52
Saturasi O2 74,0 94-98
Paket elektrolit
Natrium 145 135-147
Kalium 5,1 3,5-5,0
Clorida 104 95-105

4. Therapy
1. Infus Ringer Fundin 40cc/jam
2. Precedex 200/50 0,5 mcq/kgbb/jam
3. Fentanyl 300/30 5cc/jam
4. Resfar 1x12.5 mg (habis dalam 4 jam)
5. Meropenem 3x1gr
6. Levofloxacin 1x750mg
7. Asam tranexamat 3x500mg
8. Vit K 3x10mg
9. Methilprednisolon 2x62,5mg
10. Mecobalamin 3x500mg
11. Citicolin 3x100mg
12. Phenitoin 3x100mg
13. Paracetamol 3x1gr
14. Sucralfat 4x1cth
15. Nimotop 4x60mg
16. Inhalasi Ventolin:1 3x1
Discharge Planning
Komponen penilaian Ya Tidak Keterangan
Perlu pelayanan home care √
Perlu pemasangan inplant √
Penggunaan alat bantu √
Telah dilakukan pemasangan √
alat
Dirujuk ke komunitas tertentu √
Dirujuk ke tim terapis √
Dirujuk ke ahli gizi √
Perlu edukasi pasien/keluarga √
Perlu adanya inform concent √

53
3.3 Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 DS: tidak dapat dikaji Hipersekresi jalan Bersihan jala
DO: - Kesadaran sedasi nafas n nafas tidak
- GCS E2M2Vett efektif
berhubunga
- Suara nafas: ronchi di kedua lapang
dengan
paru
hipersekresi
- Terpasang ventilator mode VC-SIM
V PS 8, peep 10, VT 380 RR 12 Fio
2 90%

- Terdapat sekret warna kuning, konsi


stensi kental, jumlah banyak

- TTV:

TD: 133/71 mmhg, HR: 122 x/meni


t, Sh: 38,5 , RR: 29x/mnt, SaO2: 95
%

2 Ds : - Trauma thorak Gangguan


pertukaran
Do : - Suara napas kanan dan kiri tidak
sama Reabsorsi darah gas
- Pasien bernapas menggunakan berhubung
otot-otot bantu pernapasan Hemathorak an dengn
- Frekuensi napas 30x/menit ketidaksei
- Pergerakan dada tidak simetris
Ekspensi paru mbangan
saat inspirasi
- Hasil agd tgl 25/03/2024 ventilasi
PH: 7,612
Gangguan perfusi
PCO2: 25,6
PO2 : 165,6 ventilasi
HCO3 : 26,0
BE: 5,8
Saturasi O2: 98,4

54
3. Ds: Tidak dapat dikaji Trauma Thorax Gangguan mobilitas fisik
Do : berhubungan dengan
- Hasil foto thorax terdapat fraktur kerusakan integritas struktur
costae 2-7 tulang
- Bentuk dada tidak simetris Fraktur costae 2-7
- Gerakan terbatas tidak bisa miring
kiri
Kerusakan
jaringan

Gangguan
mobilitas fisik

4. Ds: Tidak dapat dikaji Hipertermi berhubungan


Do : dengan proses penyakit
- Suhu tubuh diatas normal, suhu (respon trauma)
38,5
- HR meningkat
- Takipnea
- Kulit terasa hangat

3.4 Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret yang


berlebih,
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (respon trauma)
3.5 Intervensi Keperwatan
NO Diagnosa Keperwatan Kriteria hasil Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif berhubungan tindakan perawatan
selama 3X24 jam - Monitor pola napas
dengan hipersekresi bersihan jalan nafas
meningkat, dengan (frekuensi, kedalaman,
sekresi jalan nafas
kriteria hasil: usaha napas)

 RR dalam batas - Monitor bunyi napas


normal (16-24 tambahan (misal gurgling,
x/mnt) mengi, wheezing, ronkhi
 Tidak ada kering)
penumpukan sekret - Monitor sputum (jumlah,
55
 Kepatenan jalan
warna, aroma)
napas dipelihara
Paru bersih pada Terapeutik
saat auskultasi
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Posisikan semi fowler atau
fowler
- Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
- Lakukan pengisapan lender
dengan menggunakan sistem
close suction
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik jika
diperlukan
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

Edukasi

- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan dokter


dalam weaning ventilator
- Kolaborasi dalam pemberian
bronkodilator,ekspektoran,muk
olitik jika perlu suction
- Monitor respirasi dan status
oksigen
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Observasi
tindakan perawatan
gas berhubungan - Monitor frekuensi, irama,
selama 3X24 jam,
dengan diharapkan gangguan kedalaman dan upaya nafas
pertukaran gas dapat
ketidakseimbangan - Monitor pola nafas seperti
teratasi dengan kriteria
ventilasi dan perfusi hasil: bradipnea, takipnea,
 Tingkat hiperventilasi, ataksis
kesadaran - Monitor kemampuan batuk
meningkat efektif
56 Terapeutik
 Dipsnea
- Pertahankan kepatenan jalan
menurun
nafas
 Bunyi suara
- Gunakan perangkat oksiegen
nafas tambahan
yang sesuaidengan tingkat
menuru
mobilitas pasien
 Hasil analisa gas
Edukasi
darah membaik - Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
Penentuan dosis oksigen
Penggunaan oksigen saat aktivitas
atau tidur
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan perawatan - Identifikasi toleransi fisik
kerusakan integritas selama 3X24 jam
struktur tulang saat melakukan pergerakan
mobilitas fisik
meningkat, dengan - Monitor frekuensi jantung
kriteria hasil:
 Pergerakan dan tekanan darah sebelum
ekstremitas melakukan atau memulai
meningkat (Skala
mobilisasi
5)
 Kekuatan otot - Monitor kondisi umum
meningkat
selama melakukan
(Skala 5)
 Rentang gerak mobilisasi
ROM meningkat
Terapeutik
(Skala 5)
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika ada
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
57
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakuan ( misalnya, duduk
di tempat tidur, duduk disisi
tempat tidur)
4. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan proses penyakit tindakan perawatan
- Identifikasi penyebab
selama 3X24 jam
(respon trauma) termoregulasi membaik, hipertemi
dengan kriteria hasil:
 Suhu tubuh - Monitor suhu tubuh
membaik - Monitor komplikasi akibat
 Suhu kulit
membaik hipertermi
 Takikardi Terapeutik
menurun
 Takipnea - Sediakan lingkungan yang
menurun dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Berikan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Pemberian cairan dan
elektrolit intravena
- Pemberian antipiretik

58

3.6 Implementasi
Tangga Diagnosis Implementasi Hasil Evaluasi
l&
Waktu
25/3/24 Bersihan - Timbang terima dengan yang S: Pasien
(Shift dinas malam - TTV: TD: tidak
jalan napas
1) - Memonitoring pola napas 150/80 mmHg, dapat
08.00 tidak efektif (frekuensi, kedalaman, usaha N: 110/m, dikaji
napas) RR:33 X/m, secara
berhubunga
S:38, 5 °C, verbal
n dengan SpO2 92 %, O: K/U
- Memonitoring bunyi napas - Suara ronchi (+) tampak
hipersekresi
tambahan (misal gurgling, di kedua lapang sakit
sekresi jalan paru berat
mengi, wheezing, ronkhi
Kes:
nafas kering) Sedasi
GCS:
- Melakukan suctioning dan - Sputum warna E:2 M: 2
kuning purulen V: ETT
memonitoring produksi
sputum (jumlah, warna, Ronchi
aroma) +/+
Slym
- Memberikan posisi semi fowler - Pasien masih
warn
sesak SpO2
a
- 92%
kunin
g
- Berkolaborasi dalam pemberian - Memberikan
purul
bronkodilator,ekspektoran,muk terapi nebulizer
en
olitik jika perlu suction ventolyn 1 resp
A:
- Masalah
- Memonitoring respirasi dan status - TTV: TD: bersihan
oksigen atas advis dokter FiO2 150/80 mmHg, jalan
naik 90 % N: 110/m, nafas
RR:33 X/m, belum
S:38, 5 °C, teratasi
SpO2 92 %, P:
Lanjutka
n
Intervensi
25/3/24 Bersihan - Timbang terima dengan yang - TTV: TD: S: Pasien
14.30 dinas pagi 150/80 mmHg, tidak
jalan napas
N: 110/m, dapat
tidak efektif RR:33 X/m, dikaji
S:38,2°C, SpO2 secara
berhubunga
95% verbal
n dengan O: K/U
- Memonitoring pola napas - Suara ronchi (+) tampak
hipersekresi
(frekuensi, kedalaman, usaha di kedua lapang sakit
sekresi jalan paru berat
napas)
nafas

- Memonitoring bunyi napas Kes:


- Sputum warna Sedasi
tambahan (misal gurgling,
kuning purulen GCS:
mengi, wheezing, ronkhi E:2 M: 2
kering) V: ETT
59
- Melakukan suctioning dan - Pasien sesak
berkurang Ronchi
memonitoring produksi +/+
sputum (jumlah, warna, SpO2 95% Slym
aroma) warn
a
kunin
- Memberikan posisi semi fowler g
purul
en
- Berkolaborasi dalam pemberian - Memberikan A:
bronkodilator,ekspektoran,muk terapi nebulizer Masalah
olitik jika perlu suction ventolyn 1 resp bersihan
- jalan
nafas
- Memonitoring respirasi dan status - TTV: TD: belum
oksigen 115/90 mmHg, teratasi
N: 129x/m, P:
RR:33 X/m, Lanjutka
S:38, 9 °C, n
SpO2 97 %, Intervensi

25/3/24 Bersihan - Timbang terima dengan yang - TTV: TD: S: Pasien


20:30 dinas malam 140/70 mmHg, tidak
jalan napas
N: 120/m, dapat
tidak efektif RR:33 X/m, dikaji
S:38, 9 °C, secara
berhubunga
SpO2 96 %, verbal
n dengan O: K/U
- Memonitoring pola napas tampak
hipersekresi
(frekuensi, kedalaman, usaha - Suara ronchi (+) sakit
sekresi jalan di kedua lapang berat
napas)
nafas paru

- Memonitoring bunyi napas - Sputum warna Kes:


kuning purulen Sedasi
tambahan (misal gurgling,
GCS:
mengi, wheezing, ronkhi E:2 M: 2
kering) V: ETT

- Pasien sesak Ronchi


- Melakukan suctioning dan berkurang +/+
memonitoring produksi SpO2 96% Slym
sputum (jumlah, warna, warn
a
aroma)
kunin
g
purul
- Memberikan
- Berkolaborasi dalam pemberian en
terapi nebulizer
bronkodilator,ekspektoran,muk A:
ventolyn 1 resp
olitik jika perlu suction Masalah
bersihan

60
- Memonitoring respirasi dan status - TTV: TD: jalan
oksigen 150/80 mmHg, nafas
N: 110/m, belum
RR:33 X/m, teratasi
S:37,8 °C, SpO2 P:
97 %, Lanjutka
n
Intervensi

27/03/202 Bersihan jalan - Timbang terima S: Pasien tidak


4 dengan yang dinas - TTV: dapat dikaji
napas tidak efektif
07.00 malam TD: O: HR tidak
berhubungan - Memonitoring pola 129/63 teraba, Tensi tidak
napas (frekuensi, mmHg, terbaca, gambaran
dengan hipersekresi
kedalaman, usaha N: EKG flat pupil
sekresi jalan nafas 112/m, midriasis total
napas)
RR:33 A:
X/m, Masalahkeperawa
S:40 °C, tan tidak teratasi
SpO2 69 P: Intervensi
%, dihentikan, pasien
08.00 - Memonitoring bunyi - Suara dinyatakan
napas tambahan ronchi meninggal
(misal gurgling, (+) di
mengi, wheezing, kedua
ronkhi kering) lapang
07.30 paru

08.00 - Melakukan - Sputum


suctioning dan warna
memonitoring kuning
08.00 purulen
produksi sputum
(jumlah, warna,
aroma)
08.00
- Memberikan posisi - Pasien
semi fowler masih
sesak
- SpO2
69%

Monitoring TTV Pasien bradikardi


HR 43x/menit
TD : 110/80
mmHg
S : 38 oC
Melakukan RJP 2 siklus dan Nadi 0 tidak
kolaborasi pemberin teraba, TD tidak
Therapy adrenalin 2 amp 2x terbaca, keluarga
pemberian meminta DNR
61
07.00 Gangguan - Memonitoring RR 28 x/mnt
Pergerakan dada
pertukaran gas frekuensi, irama,
berhubungan kedalaman dan tidak simetris
Terdapat
dengan upaya nafas penggunaan otot
ketidakseimbang otot bantu nafas

an ventilasi dan
perfusi

08.00 - Memonitoring Nafas pasien


dangkal dan
pola nafas seperti dalam
bradipnea,
takipnea,
07.00
hiperventilasi,
07.30 - Memonitor Pasien masih ada
reflek batuk saat
kemampuan dilakukan
07.00 batuk efektif suction

- Mempertahankan Suctioning
berkala sesuai
kepatenan jalan kebutuhan
nafas
- Kolaborasi - Setting
ventilator PC
dengan tim medis SIMV TV
dalam 273 PEEP
+10 RR 12
menentukan FiO2 90 %
setting vntilator PS 12

dan pemberian
obat relaksan
07.45 Gangguan Membantu Adl pasien Pasien saat
dilakukan adl
mobilitas (meliputi : mandi, oral mengalami
fisik hygiene, Vulva hygiene) bradikardi

berhubun
gan
dengan
kerusakan
integritas
struktur
tulang

07.00 Hipertermi - 62 suhu


Monitor - TTV: TD:
129/63
tubuh pasien mmHg, N:
112/m,
RR:33 X/m,
S:40 °C,
SpO2 69 %,
07.15 - Memberikan - Setting
ventilato
oksigen sesuai r PC
kebutuhan SIMV
TV 273
PEEP
+10 RR
12 FiO2
90 % PS
12

BAB IV
63
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan melakukan pembahasan mengenai “ Asuhan Keperawatan pada Ny. S
dengan diagnosa Hematothorax di Ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSPAD Gatot Soebroto”
yang dilakukan selama 3 hari mulai dari tanggal 25 Maret 2024 sampai dengan 27 Maret 2024.
Pembahasan akan dilakukan berdasarkan tahapan proses keperawatan yang dimulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
I. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian keperawatan, penulis melakukan pengkajian sesuai data yang
ditemukan di hari pertama dinas tanggal 25 Maret 2024. Pengkajian berfokus pada prioritas
masalah airway, breathing, circulation, disability, setelah itu dilanjutkan dengan sistem yang
terkait secara komprehensif. Data didapat dengan menggunakan teknik observasi,
pemeriksaan fisik, wawancara, dan menggunakan catatan medis, sehingga dihasilkan data
fokus berupa data subjektif dan data objektif untuk kemudian dianalisa sehingga dapat
menegakkan diagnosa keperawatan.
Beberapa kesenjangan data yang kami peroleh antara teori dan praktek diantaranya:
 Pada teori disebutkan tauma toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima
jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling
(Sudoyo, 2010). Saat dilakukan pengkajian dilapangan penyebab pasien karena kecelakaan
bermotor dan terjadi benturan yang diakibatkan oleh benturan benda tumpul sehingga pasien
mengalami fraktur coste 2 sampai 7 kiri.
 Pada teori untuk pengkajian awal dilakukan dengan Manajemen awal pasien trauma toraks
meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B: Breathing adequacy,
C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
(Nugroho, 2015). Saat dilakukan dilapangan pengkajian awal yang dilakukan menggunakan
pengkajian ABCD dan juga melakukan pengkajian pemeriksaan fisik (Head to toe).

II. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis dari respon pasien terhadap masalah kesehatan
dan memiliki karakteristik positif dan negatif, diagnosis negatif dibagi menjadi diagnosis
berisiko dan diagnosis aktual, diagnosis positif sering disebut diagnosis promosi kesehatan.
Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respons individu,

64
komunitas dan keluarga terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan. Dalam
metode perumusa Diagnosis aktual, yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2019).
Diagnosis Keperawatan yang bisa muncul pada pasien dengan h e m a t o t h o r a x yaitu:
(Nurarif & Kusuma: Umara et al., 2021), (PPNI,2016) Bersihan jalan napas tidak efektif,
Gangguan pertukaran gas alveolus – kapiler, Pola napas tidak efektif, Defisit nutrisi,
Nyeri akut, Resiko Infeksi, Intoleransi aktifitas ,

Sedangkan pada kasus Ny. S, diagnosa keperawatan yang ditemukan di


lapangan yaitu Bersihan jalan nafas, gangguang pertukaran gas, gangguan
mobilitas fisik dan hipertemi
Diagnosa yang ada pada teori namun tidak muncul pada kasus Ny. S diantaranya:
1. Pola napas tidak efektif, K a r e n a p a s i e n t e r p a s a n g v e n t i l a s i
mekanik
2. Defisit nutrisi, Ini karena kebutuhan nutrisi sudah didapat melalui enteral
feeding dan terapi IV. Pada Ny S juga tidak ditemukan residu dari NGT yang
menunjukkan adanya gangguan di sistem gastrointestinal. Selain itu, ada tim
gizi klinik yang rutin memantau kondisi nutrisi Tn. S.
3. Nyeri akut, pengkajian nyeri melalui skala comfort dan hasil yang didapatkan
16 (nyeri terkontrol). Karena pasien mendapatkan terapy analgetik drip dan
sedasi, Sehingga penulis memutuskan nyeri tidak diangkat sebagai diagnosa.
4. Resiko Infeksi tidak diangkat karena pasien sudah mengalami sepsis yang ditandai
dengan adanya suhu tubuh meningkat, Nadi meningkat, PCT 0,48
5. Intoleransi Aktifitas karena pasien sudah bedrest total dan semua adl dibantu
oleh perawat.

Sedangkan pada kasus Ny. S diagnosa yang tidak ada pada teori namun muncul
pada kasus kasus Ny. S diantaranya :
1. Gangguan mobilitas fisik karena pasien mengalami multiple fraktur sehingan
semua aktifitas adl dibantu oleh perawat.
2. Hipertermi diagnosa muncul pada Ny. S karena saat praktek dilapangan pasien
mengalami kenaikan suhu dalam 3 hari berturut-turut cenderung hipertermi
dengan therapy antipiretik namun suhu tetap tinggi.
III. Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi keperawatan disusun berdasarkan prioritas
masalah/diagnostik, tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Dari kasus Ny. S ini
65
kelompok melakukan asuhan keperawatan berdasarkan 4 diagnosa keperawatan
prioritas, yaitu diagnosa Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan
nafas, Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang, Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (respon trauma)
Untuk intervensi yang dilakukan mengacu pada SDKI, namun memang ada
beberapa intervensi yang tidak dapat dilaksanakan karena satu dan lain hal. Hal
tersebut akan dijelaskan lebih detail pada bagian implementasi.
IV. Implementasi Keperawatan
Pada tahap implementasi keperawatan, yang dilakukan selama 3 hari yang dimulai dari
tanggal 25 Maret 2024 sampai 27 Maret 2024, kelompok melakukan implementasi
berdasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan, rencana yang telah dibuat, serta disesuaikan
dengan kondisi yang dialami pasien dan fasilitas yang ada di ruangan. Selain itu, kelompok
melakukan implementasi berdasarkan jurnal yang kelompok dapat mengenai penghisapan
lendir melalui teknik closed suction.
Beberapa perbedaan antara implementasi secara teori dan praktik di lapangan yang
dilakukan oleh kelompok diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif, ditambahkan implementasi mengenai
jurnal yang kelompok dapatkan tentang teknik closed suction. Jika mengacu pada hasil
jurnal, jika pasien terpasang closed suction, suction dapat dilakukan tiap 3 jam sekali
atau frekuensi yang lebih sering sesuai kebutuhan. Dan sudah sesuai dengan dilapangan.
2. Pada dioagnosa hypertermi, pada implementasi untuk menurunkan demam dapat
dilakukan dengan pemberian therapi non farmakologi, salah satunya adalah metode
kompres dan aliran udara dingin yaitu dengan cooling blanket sebuah selinut yang
dialiri air dingin serta mampu menurunkan suhu sekitar 1 sampai 20C setelah dilakukan
tindakan selama 5 sampai 7 jam. Namun pada kasus Ny S hal tersebut tidak dilakukan
karena belum tersediamya alat tersebut di lapangan.

V. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap ini penulis mengevaluasi terhadap asukan keperawatan yang dilakukan
pada Ny. S dengan Hematothorax di Ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSPAD
Gatot Soebroto” selama 3 hari. Evaluasi keperawatan dilakukan pada tanggal 27
Maret 2023 jam 10.00 hasilnya
Dari diagnosa Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. Hipersekresi jalan nafas
Hasilnya belum teratasi secret masih banyak, pasien masih dilakukan close suction

66
setiap 4jam sekali. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi, hasil belum teratasi karena respirasi masih on
ventilator. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang, hasil belum teratasi karena adl masih dibantu penuh. Hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (respon trauma). Hasilnya belum teratasi pasien
masih mengalami kenaikan suhu, Dari keseluruhan diagnosa diatas hasil evaluasi
belum teratasi namun intervensi harus dihentikan karena pasien meninngal.

67
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga


thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi
dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma tumpul merupakan
luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu (Sudoyo, 2010)

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3


kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus
kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di
amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15% penderita
trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar
hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman
kematian (Sudoyo, 2010).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan


oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).

4.2. Saran

Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna


sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari
pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para
pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan
makalah ini.

68
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
- VIII Jakarta: EGC

Kurniati, D. (2017). Kdk 7.

Kurniati, D. (2019). Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book

Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta :
penerbit buka Mediaction.

Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-


keperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses
pada tanggal 02 Januari 2019

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


TindakanKeperawatan (1 ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit
dalam . yogjakarta : Nuha medika

Siregar, D., Pakpahan, M., Togatorop, L. B., Manurung, E. I., Sitanggang, Y.


F., Umara, A. F., Sihombing, R. M., Florensa, M. V. A., Peranginangin,
M. A., & Mukhoirotin. (2021). Pengantar Proses Keperawatan: Konsep,
Teori dan Aplikasi. Yayasan Kita Menulis.

Siregar., (2021). Pengantar proses keperawatan konsep, teori, dan aplikasi.


Medan: Yayasan kita menulis Siti, Setiati. (2015). Buku Ajar
IlmuPenyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta :Interna Publishing

69
70
71

View publication stats


72

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai