Oleh:
Nama : Derry Mipa Salam
Notar : 2101089
Kelas : TD 3.4
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
BAB 2 METODE & PEMBAHASAN...........................................................................4
2.1 Metode Penelitian..........................................................................................4
2.2 Pembahasan...................................................................................................4
BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................7
3.1. Kesimpulan....................................................................................................7
3.2 Saran...............................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................8
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kompleksitas proses transportasi ternak lewat
laut yang melibatkan berbagai faktor. Mulai dari jarak tempuh yang jauh, biaya yang
harus dikeluarkan, hingga masalah kesehatan ternak akibat perjalanan yang panjang.
Peneliti merujuk pada pemikiran Tjeppy et al. (1995) yang mengidentifikasi beragam
biaya yang terlibat dalam transportasi ternak potong antar pelabuhan, seperti biaya
pemuatan di pelabuhan asal, stasiun karantina, jasa karantina termasuk biaya pakan
dan minum ternak, serta biaya transportasi laut antar pelabuhan tertentu. Selain itu,
menurut kutipan penelitian Ilham (2009) juga menyoroti bahwa semakin panjang jarak
pengangkutan ternak dari pusat produksi ke konsumsi, semakin besar infrastruktur yang
diperlukan, yang pada akhirnya meningkatkan biaya transportasi. Terdapat juga masalah
terkait jumlah sapi yang semakin sedikit, memaksa pedagang untuk mengumpulkan
ternak hingga jumlah tertentu sebelum pengangkutan dilakukan. Permasalahan lainnya
yang diungkapkan oleh Ilham dan Yusdja (2012) bahwa, proses pemeriksaan karantina
sebelum muatan dimuat ke kapal, serta kebutuhan akan desain kandang ternak darurat
juga menambah biaya akibat kurangnya kapal khusus untuk ternak.
Terdapat beberapa hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu efisiensi
dan efektivitas pengangkutan ternak melalui laut serta dampaknya terhadap biaya dan
kesehatan ternak, serta fakta bahwa pengangkutan ternak jarak jauh melalui laut dapat
meningkatkan biaya pengangkutan dan risiko kesehatan ternak. Adapun tujuan dari
penelitian mengenai transportasi ternak melalui laut ini adalah untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transportasi pengangkutan ternak melalui laut,
mengevaluasi dampak jarak tempuh terhadap biaya dan kesehatan ternak, serta
memberikan saran strategi atau solusi untuk meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan
ternak selama proses pengiriman ternak melalui laut. Penelitian ini juga ditujukan untuk
memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait untuk memperbaiki sistem
transportasi pengangkutan ternak melalui laut secara keseluruhan.
3
BAB 2
METODE & PEMBAHASAN
2.2 Pembahasan
Studi yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III
mengungkapkan bahwa arus hewan ternak di Indonesia mengalami fluktuasi
yang signifikan. Pada tahun 2009, terjadi penurunan dalam pengiriman hewan
ternak dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terutama dalam pengiriman sapi
bibit melalui pelabuhan Tenau-Kupang dan Bima ke Kalimantan. Data tahun
2012 menunjukkan adanya penurunan jumlah sapi impor yang dibongkar di
pelabuhan, menurun dari 22,99 ribu ekor pada tahun 2011 menjadi 18,08 ribu
ekor pada tahun 2012. Selain itu, aktivitas bongkar muat ternak sapi potong juga
menunjukkan penurunan dari 70,797 ribu ekor pada tahun 2011 menjadi 58,64
ribu ekor pada tahun 2012. Wilayah Nusa Tenggara Timor (NTT) merupakan
salah satu daerah lumbung ternak di Indonesia, dengan populasi sapi potong,
kerbau, dan kuda yang signifikan. Kebijakan alokasi pengeluaran ternak besar
potong di NTT, yang diatur melalui sistem kuota oleh pemerintah daerah
setempat, mempengaruhi kinerja perdagangan sapi potong antar pulau.
Penelitian juga menyoroti bahwa sistem kuota ini dapat memperburuk prospek
usaha angkutan ternak sapi potong melalui laut, karena adanya batasan
pengeluaran ternak. Darmaga Tenau di NTT melayani pengangkutan ternak sapi
potong hidup serta daging beku dengan menggunakan container dingin.
Pengiriman ternak sapi umumnya menuju Samarinda (Kalimantan Timur) dan
Surabaya (Jawa Timur) dengan waktu pelayaran sekitar 4 hari dari NTT ke
Samarinda.
6
Metode Stuffing & Metode Staple
Stufffing merupakan proses memasukkan dan menata barang
ekspor yang telah di packing ke dalam truk Dalam memaksimalisasi
pengisian barang dalam kontainer membutuhkan suatu penerapan metode
untuk mendapatkan suatu pola penyusunan barang yang paling optimal.
Semakin banyak barang yang masuk atau semakin sedikit sisa ruang di
dalam kontainer, maka dapat dikatakan optimal.Penggunaan metode
staple merupakan metode yang menitikberatkan pada pola penataan agar
tumpukan barang yang disimpan di gudang cukup kuat dan tidak mudah
roboh serta dapat dihitung, jenis stapel ada berbagai macam pola susunan
dengan menggunakan tipe kunci 5, kunci 7 dan tipe kuncian dalam
penyusunannya bisa disesuaikan dengan penyusunan dalam gudang atau
kontainer dan dengan metode ini kita dapat menghitung jumlah barang
dalamgudang atau kontainer dengan mudah.
Dalam konteks pengangkutan ternak sapi potong melalui laut,
penerapan metode stuffing maupun staple menjadi krusial untuk
memastikan pengisian kontainer yang optimal. Proses stuffing & stapel ,
yang melibatkan penataan barang ekspor di dalam truk atau kontainer,
memiliki peran penting dalam memaksimalkan penggunaan ruang
kontainer. Dengan semakin optimalnya penyusunan barang di dalam
kontainer, maka efisiensi pengangkutan ternak sapi potong dapat tercapai.
Misalnya, dalam studi yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia III,
ditemukan bahwa arus hewan ternak di Indonesia mengalami fluktuasi
signifikan, terutama terkait pengiriman sapi bibit melalui pelabuhan Tenau-
Kupang dan Bima ke Kalimantan. Penggunaan metode stuffing & stapel
yang tepat dapat membantu mengatasi tantangan pengurangan jumlah
sapi impor yang dibongkar di pelabuhan, serta menangani penurunan
aktivitas bongkar muat ternak sapi potong. Dengan demikian,
implementasi metode stuffing & stapel yang efektif menjadi faktor kunci
dalam memperbaiki proses pengangkutan ternak sapi potong melalui laut,
terutama dalam konteks pengiriman dari Nusa Tenggara Timor ke wilayah
konsumen seperti Samarinda dan Surabaya
7
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penelitian ini secara signifikan mengungkap korelasi antara
pengangkutan barang dan penggunaan angkutan laut dalam distribusi ternak
sapi potong di Indonesia. Kawasan produsen utama seperti Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara Timor, dan Sulawesi Selatan menjadi sumber utama pasokan
untuk wilayah konsumen seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan daerah lainnya.
Tantangan utama yang muncul adalah jarak yang jauh antara wilayah
produsen dan konsumen, menyebabkan keterlambatan dalam distribusi.
Meskipun angkutan laut diidentifikasi sebagai solusi yang efektif, namun
terhambat oleh fasilitas yang kurang memadai, baik dari segi kapal angkut
maupun infrastruktur pelabuhan. Dampak dari jarak yang jauh tidak hanya
terasa pada biaya distribusi, tetapi juga berpotensi memengaruhi kesehatan
ternak. Meskipun angkutan laut menawarkan potensi solusi yang besar, namun
belum sepenuhnya dioptimalkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengangkutan barang melalui laut guna
mengoptimalkan bisnis distribusi ternak sapi potong di Indonesia
Dalam penelitian ini, ditemukan adanya peranan penting dari Metode
Stuffing dan Metode Staple dalam optimalisasi isian kontainer untuk distribusi
sapi potong di Indonesia. Metode Stuffing melibatkan proses penataan barang
ekspor dalam truk serta kontainer untuk memaksimalkan ruang yang tersedia.
Semakin efisien pengisian kontainer, semakin optimal pula distribusi barang.
Sementara itu, Metode Staple menitikberatkan pada pola penataan barang
agar tumpukan di gudang tetap kuat dan terstruktur, yang dapat membantu
menghitung jumlah barang dengan lebih mudah
3.2 Saran
Pertama, penelitian mendatang dapat fokus pada analisis lebih
mendalam terkait pengaruh faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah
terkait perdagangan ternak sapi potong, kondisi ekonomi, serta perubahan
iklim yang dapat memengaruhi distribusi dan kesehatan ternak selama
perjalanan. Hal ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif
mengenai dinamika transportasi laut dalam industri ternak.Selain itu, penelitian
yang mendatang juga sebaiknya memberikan solusi konkret terkait
peningkatan fasilitas pelabuhan dan infrastruktur yang diperlukan untuk
mendukung distribusi ternak sapi potong melalui laut. Peningkatan infrastruktur
yang memadai akan membantu meminimalkan risiko dan mempercepat proses
pengiriman, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam distribusi ternak
sapi potong di Indonesia. Disisi lain perlu adanya kajian lebih lanjut untuk
memberikan solusi konkrit terkait peningkatan penerapan Metode Stuffing dan
Metode Staple dalam distribusi sapi potong melalui jalur laut. Dengan
demikian, penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar dalam pengembangan dan optimalisasi sistem pengangkutan
barang dengan angkutan laut, khususnya dalam konteks distribusi ternak sapi
potong di Indonesia
8
DAFTAR PUSTAKA