Anda di halaman 1dari 24

EKSTRAKSI GIGI DENGAN METODE TERBUKA

(OPEN METHOD/SURGICAL EXTRACTION)

Oleh :
Ridha Aldina (04074881921012)

Pembimbing:

Drg. Irma Kusumawati, Sp. BM

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Pencabutan gigi adalah proses pengeluaran gigi dari tulang alveolar, dimana pada gigi tersebut

gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi dengan pembedahan

merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengeluarkan gigi dari soketnya. Jumlah dan

bentuk akar yang abnormal, hipersementosis akar, ankilosis, sclerosis tulang, mahkota gigi yang

rapuh terutama pasca perawatan endodontik merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan

kesulitan dalam pencabutan gigi. Untuk mengatasi kasus-kasus faktor penyulit tersebut dapat

dilakukan dengan cara open method extraction.

Untuk melaksanakan tindakan pencabutan gigi dengan kasus-kasus tertentu, dibutuhkan

peralatan penunjang yang lebih lengkap sesuai dengan standard operasional bedah minor.

Pemeriksaan Radiografi merupakan hal yang penting untuk merencanakan tindakan dan penjelasan

kepada pasien khususnya keadaan lokal yang menyulitkan tindakan pencabutan gigi, seperti bentuk

dan jumlah akar gigi yang abnormal, hipersementosis akar, ankilosis, sklerosis tulang, dan gigi yang

dirawat endodontik. Pencabutan gigi dengan penyulit ini jika dipaksakan dan menggunakan alat

serta teknik yang tidak tepat sering kali menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi yang biasa

menyertai tindakan ini diantaranya trauma jaringan sekitar yang luas, fraktur alveolar, perforasi

sinus maksilaris, perdarahan hebat dan parestesi karena terkenanya kanalis mandibularis. Untuk

dapat memperkirakan tingkat kesulitan pencabutan gigi maka perlu melakukan anamnesa yang

cermat, pemeriksan klinis yang teliti serta pemeriksaan radiografi. Riwayat kesulitan pencabutan

gigi sebelumnya dari pasien dapat dijadikan bahan penilaian kemungkinan timbulnya kesulitan

kembali pada pencabutan gigi selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Ekstraksi Gigi dengan Metode Terbuka (Open Method)

Merupakan metode pencabutan gigi dari soketnya, setelah membuat flap dan menghilangkan bagian

tulang yang mengelilingi gigi. Teknik ini relatif sederhana dan berada dalam lingkup dokter gigi umum

jika prinsip dasar teknik bedah diikuti.

2. Indikasi Ekstraksi Gigi dengan Metode Terbuka

Indikasi utama untuk melakukan ekstraksi gigi dengan metode terbuka (bedah) adalah:

- Gigi rahang atas atau rahang bawah yang mempunyai morfologi akar yang tidak biasa.

- Gigi dengan hipersementosis pada akar dan ujung akar, memperlihatkan akar bulat besar.

- Gigi dengan dilaserasi ujung akar.

- Gigi dengan akar ankylosis atau kelainan, misalnya dens in dente.

- Gigi impaksi dan sebagian impaksi. Pencabutan gigi-gigi ini dilakukan dengan teknik

bedah, tergantung pada jenis dan lokasi gigi impaksi tersebut.

- Gigi yang menyatu dengan gigi tetangganya atau gigi menyatu dengan gigi tetangga pada

daerah apikal.

- Ujung akar patah yang masih tertinggal di tulang alveolar dan menyebabkan lesi osteolitik,

atau berada dalam posisi sedemikian rupa sehingga, dalam kasus penempatan gigi tiruan, dapat

menimbulkan masalah di kemudian hari.

- Gigi posterior rahang atas, yang akarnya ,masuk kedalam sinus maksilaris.

- Akar dengan lesi periapikal, yang seluruh pencabutannya melalui soket gigi tidak dapat

dilakukan hanya dengan kuretase.


Gambar : Gigi dengan morfologi akar yang tidak normal

Gambar : Gigi molar RB dengan hipersementosis akar

Gambar : Gigi molar RB yang mengalami fusi

3. Kontraindikasi Ekstraksi Gigi dengan Metode Terbuka

Kontraindikasi untuk ekstraksi metode terbuka adalah sebagai berikut:

- Fraktur diujung akar tanpa gejala, pulpanya masih vital, terletak jauh di dalam soket. Ekstraksi

ujung akar tersebut tidak boleh dipertimbangkan, terutama pada pasien usia lanjut, ketika:

– Terdapat risiko komplikasi lokal yang serius, seperti tercabutnya ujung akar gigi ke dalam sinus

maksilaris atau cedera pada saraf alveolar inferior, saraf mental, atau saraf lingual.

– Sebagian besar proses alveolar harus diangkat.

– Memiliki masalah kesehatan yang serius. Apabila pasien yang mempunyai gangguan kesehatan

memerlukan tindakan pencabutan secara bedah, maka harus dilakukan dengan kerjasama dokter

yang merawat dan hanya jika keadaan umum pasien sudah membaik; tindakan pencegahan yang

diperlukan juga harus dilakukan.

4. Prosedur Ekstraksi Gigi dengan Metode Terbuka

1. Aseptik bagian yang akan dilakukan insisi menggunakan tampon yang diberi povidone

iodine.
2. Anestesi lokal dengan teknik blok mandibula dan infiltrasi pada mukosa bukal gigi molar

mandibula.

3. Setelah anestesi sudah berjalan, operator melakukan open flap dengan envelope flap pada satu

atau dua gigi, di luar akar yang akan dicabut.

4. bLakukan pembuangan sebagian tulang bukal dengan menggunakan bur bulat, hingga
bifurkasi akar terlihat.
5. Lakukan separasi pada akar dengan menggunakan bur fissure ke arah bukolingual

6. Kemudian luksasi dan ungkit akar gigi yang sudah terbelah dengan menggunakan bein.

7. Pastikan semua akar gigi keluar dari soket dan tidak ada bagian tulang yang tajam.

8. Flap dikembalikan ke posisi semula dan lakukan penjahitan dengan teknik simple interrupted

pada daerah soket gigi.

9. Edukasi pasca operasi kepada pasien


10. Meresepkan obat analgesik dan antibiotik
5. Jenis-jenis Flap Intraoral

Prinsip-prinsip prosedur flap yaitu :

- Insisi flap harus dilakukan secara continuous (bersambung) dan jangan terputus-putus. Prinsip

ini dilakukan dengan cara menggunakan scalpel yang konsisten menyentuh tulang

dibawahnya.

- Desain insisi diusahakan menghindari struktur anatomi yang penting seperti nervus.

- Insisi vertical diawali dari daerah vestibulum bukalis dan diakhiri pada bagian interdental dari

gingiva.

- Perluasan flap harus mempunyai lapangan pandang yang sesuai agara mempermudahkan akses

pembedahan atau ukuran harus lebih besar jangan terlalu kecil dan juga tidak boleh

menimbulkan tegangan dan trauma saat dimanipulasi.

- Insisi tambahan pada bukal harus serong.

- Insisi harus sejajar dengan pembuluh darah, guna mempertahankan suplai darah.

- Hindari retraksi flap yang terlalu lama.

Jenis- jenis flap yaitu :

a. Trapezoid Flap

 Bentuk trapesium ini dibentuk oleh insisi horizontal sepanjang tepi gingiva yang mengikuti

alur tepi gingiva, dan ditambah dua insisi vertikal yang menyerong pada bagian bukal.

• Ujung dari insisi vertikal berujung pada interdental gingiva tepi. Agar tidak merusak

cervikal gigi tetangga pada saat penyembuhan.

• Perluasan pada vertikal flap dipastikan meluas sekitar satu sampai dua gigi dari gigi yang

akan di ekstraksi. Dan dasar flap harus lebih besar agar suplai darah ke ujung gingiva tidak

kurang.

• Flap ini digunakan untuk prosedur pencabutan yang luas, terutama ketika flap triangular

tidak memungkinkan untuk mendapatkan akses yang cukup.

Keuntungan jenis trapezoid:

 Perluasan akses yang sempurna

 Memungkinkan untuk melakukan pencabutan satu atau dua gigi

 Tidak menghasilkan tegangan jaringan

 Penutupan kembali lebih mudah ke posisi awal, yang akan membantu penyembuhan yang

cepat
Kerugian jenis trapezoid:

 Dapat menyebabkan resesi gingiva

Gambar : Trapezoid Flap

b. Triangular Flap

 Dibentuk dengan membuat insisi bentuk L dan insisi horizontal sepanjang gingival

 Bentuk flap jenis ini lebih dikenal sebagai flap bentuk L.

 Flap ini mirip dengan jenis trapesium, tetapi perbedaannya terletak pada insisi vertikal pada

bagian bukalnya.

 Pada tipe triangular ini insisi vertikalnya hanya membutuhkan satu insisi saja, yaitu bisa

berbentuk bidang vertikal lurus dan juga bisa bentuk serong.

 Tipe ini digunakan pada bagian bukal dan labial pada kedua rahang.

 Indikasi tipe ini adalah pembedahan pada sisa akar yang terpendam, kista kecil, dan

apikoektomi.

Keuntungan flap triangular :

 Persediaan darah yang cukup

 Visualisasi yang baik

 Penyembuhan dan stabilitas sangat baik

 Mudah dimodifikasi bila memerlukan insisi vertikal tambahan

Kerugian flap triangular :

 Akses yang terbatas untuk melihat akar yangpanjang.

 Menimbulkan ketegangan yang berlebih padasaat aplikasi flap retractor Sehingga

menyebakan kecacatan pada gingiva pada saat penyembuhan.


Gambar : Triangular Flap

c. Envelope Flap

 Flap tipe ini adalah hasil perluasan insisi horizontal sepanjang garis servikal gigi

 Insisi pada flap envelope ini dibuat pada bagian sulcus gingiva yang diperluas sepanjang 4

–5 gigi.

 Indikasi dari flap jenis ini adalah untuk bedah gigi insisivus, premolar, dan molar, di

permukaan labial atau bukal dan palatal atau lingual, dan juga diindikasikan pada perawatan

apikoektomi, kista, dan gigi impaksi

Keuntungan

 Untuk menghindari pembuatan flap vertikal, dan juga meningkatkan prognosis pada

pengembaliandan penyembuhan flapnya dengan baik

Kerugian flap envelope :

 Ksusahan pada saat merefleksikan flapnya, khususnya pada palatum

 Tegangan flap baik tetapi memiliki resiko akhirrobek pada flapnya

 Visualisasi yang terbatas pada apikoektomi

 Akses yang terbatas

 Memungkinkan untuk terjadinya kerusakan pembuluh darah dan saraf pada bagian palatal

mengalami kerusakan pada gingiva cekat

Gambar : Envelope Flap


d. Semilunar Flap

 Insisi flap berbentuk kurva

 Memberikan fasilitas jalan masuk ke apical

 Melindungi terkoyaknya tepi gingival

 Flap jenis ini merupakan hasil dari insisi yang membengkok.

 Insisi ini dimulai dari lipatan vestibular dan membentukseperti busur dengan bagian yang

cembung mengarah kegingiva cekat.

 Penjahitan akan lebih baik apabila tepi bawah dari flap iniberada pada 2-3 mm di atas

pertemuan mukosa bergerakdan cekat.

 Akhir dari masing-masing sisi yang diinsisi ini harus meluasminimal satu gigi dari area

pengurangan tulang. Flapsemilunar digunakan untuk apikoektomi, penghilangan

kistaberukuran kecil, dan sisa ujung akar

Keuntungan flap semilunar :

 Insisi yang kecil

 Refleksi yang mudah

 Tidak menyebabkan resesi gingiva

 Tidak mengintervensi jaringan periodontal

 Oral higiene yang tinggi bila dibandingkan dengantipe flap lainnya

Kerugian flap semilunar :

• Kemungkinan salah perhitungan lokasi flapnyatinggi, karena flap diawali pada bagian yang

menjauhi tepi gingiva

• Akses dan visualisasi yang terbatas

• Pengembalian flap yang susah

Gambar : Semilunar Flap


e. Pedikel Flap

- Flap pedikel dibuat baik dibukal, lingual atau palatal

- Digunakan untuk migrasi atau transposisi untuk memperbaiki suatu cacat (contoh : fistula

oroantral atau nasoalveolar).

f. Flap insisi Y dan X

 Insisi dibuat sepanjang midline palatum,ditambah dua insisi anterolateral, dimanakedua

cabang flap diinsisi mengarah ke gigikaninus kanan dan kiri.

 Prosedur flap ini diindikasikan untukperawatan pembedahan eksositosis yang kecil pada

palatum.

Gambar : Insisi X dan Y Flap

6. Suturing

Tindakan pembedahan mengakibatkan adanya suatu perlukaan, sehingga penutupan luka yang

tepat dari luka biasanya dibutuhkan untuk memepercepat penyembuhan yang optimal. Dasar

penjahitan luka adalah membuat tekanan yang adekuat pada luka agar tertutup tanpa jarak

namun juga cukup longgar untuk menghindari iskemia dan nekrosis.

- Merawat hemostasis atau perdarahan yang terjadi.

- Dapat menjadi tindakan untuk pertolongan pertama.

- Mengurangi rasa sakit post operatif.

- Merupakan pembuat batasan ikatan pada jaringan sampai dengan sembuh dan tidak lagi

dibutuhkan.

- Mencegah tulang yang mungkin terekspos pada penyembuhan luka yang lama dan resorpsi

yang tidak diperlukan.


Teknik-teknik suturing yaitu :

1. Simple Interrupted

Teknik simple interrupted merupakan teknik yang sering dipakai pada bedah dentoalveolar.

Benang mulai masuk dari salah satu lapisan luka terluar masuk ke dalam dan jarum

menembus kulit/mukos dari dalam menuju keluar ke lapisan luka lainnya dari bawah,

kemudian simpul diikat dan sisa benang dipotong. Benang diikat pada sisi kanan dari garis

insisi. Jahitan yang dibuat melintasi garis insisi. Simpul yang dibuat harus pada salah satu

sisi dan tidak pada garis insisi. Titik penusukkan jarum pada lapisan luka biasanya 1 sampai

8 inci (2 hingga 3mm) dari garis insisi.

Gambar : Simple Interrupted suture

2. Mattress Interrupted

Suatu modifikasi dari teknik interrupted adalah teknik mattress baik vertikal maupun

horizontal. Teknik mattress menghasilkan eversi dari tepi luka, yang pada kondisi tertentu

diharapkan karena permukaan penyembuhan dapat memiliki kontak yang luas. Teknik ini

digunakan pada luka yang terdapat ketegangan, sehingga ketegangan tersebut dapat

dikurangi.

Terdapat dua macam teknik mattress interrupted yaitu:

a. Teknik Horizontal Mattress Interrupted

Indikasi:

a. Penutupan rongga kista

b. Penjahitan luka pasca pencabutan gigi

c. Penjahitan luka membran mukosa pada penutupan fistula

d. Pengangkatan fibroma

e. Kasus bedah palatoplasty


Jahitan mattress horizontal dapat dibuat dengan menggandengkan dua jahitan terputus

yang berdampingan, yang terletak pada dataran yang sama dengan simpul tunggal.

Gambar : Horizontal Mattress Interrupted suture

 Teknik Vertikal Mattress Interrupted

Indikasi:

Untuk penutupan luka yang lebih lebar dan membutuhkan tarikan sedikit lebih besar.

Pada teknik mattress vertikal, jahitan yang kecil dan dangkal diikuti dengan jahitan yang

lebih lebar dan dalam yang ditempatkan pada dataran yang sama. Pada teknik ini, terdapat

dua lapisan jahitan, satu jahitan untuk membantu memberikan pendukung yang cukup pada

permukaan luka,sedangkan jahitan yg lainnya untuk membantu merapatkan tepi luka hingga

sejajar.

Gambar : Vertikal Mattress Interrupted suture

3. Simple Continous

Teknik ini dimulai seperti halnya pada teknik simple interrupted dan jahitan yang

dibuat diteruskan menggunakan benang yang sama sampai pada simpul terakhir

kemudian diikat. Benang jahit diteruskan ke jaringan sudut kanan lapisan dan bagian

yang terluar dari jahitan terbentuk diagonal dari garis insisi.


Gambar : Simple continuous suture

4. Continous Lock Stich

Pada teknik jahitan terkunci/ continous lock stich jahitan yang dibuat sebelumnya akan

tetap kencang, walaupun tidak ditarik. Lock/penguncian dilakukan dengan cara jarum dan

benang melewati tiap lingkaran pola jahitan simple continous sebelum diikatkan.

Teknik ini menghasilkan adaptasi yang baik pada penutupan margin gingiva setelah

alveolektomi dan juga pada pembedahan dengan insisi panjang. Keistimewaan teknik ini

merupakan jahitan bersambung yang mengunci,sehingga selain memberi adaptasi yang

rapat pada jaringan, juga jahitan ini akan lebih kuat.

Gambar : Continous Lock Stich suture

5. Figure Eight

Teknik figure eight digunakan pada penjahitan luka pasca pencabutan gigi untuk

memberikan perlindungan pada daerah operasi. Jahitan ditempatkan di atas alveolus

untuk menahan dressing atau pack.

Gambar : Figure of eight suture


7. Komplikasi Ekstraksi Gigi

Situasi yang tidak diinginkan sering ditemui dalam praktik perawatan gigi yang

disebabkan oleh kesalahan dokter gigi, kesalahan pasien, atau faktor tidak stabil lainnya.

Komplikasi perioperatif adalah komplikasi yang terjadi pada saat prosedur pembedahan,

sedangkan komplikasi pasca operasi terjadi pada masa pasca operasi.

Komplikasi Perioperatif. Ini terutama meliputi:

- Fraktur mahkota gigi yang berdekatan atau keseleo gigi yang berdekatan

- Cedera jaringan lunak

- Fraktur tuberositas rahang atas

- Fraktur mandibula

- Dislokasi sendi temporomandibular

- Emfisema subkutan atau submucosa

- Pendarahan

- Perpindahan akar atau ujung akar ke dalam jaringan lunak

- Perpindahan gigi, akar, atau ujung akar yang impaksi ke dalam sinus maksilaris

- Oroantral Communication

- Cedera saraf

Komplikasi Pasca Operasi. Ini termasuk:

- Trismus

- Hematoma

- Ekimosis

- Edema

- Granuloma pasca pencabutan

- Soket pasca pencabutan terasa nyeri

- Alveolitis fibrinolitik (soket kering)

- Infeksi pada luka

- Gangguan penyembuhan luka pasca operasi

1. Fraktur.
- Fraktur mahkota gigi.
Fraktur mahkota gigi selama pencabutan mungkin sulit dihindarkan pada gigi dengan
karies besar sekali atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga disebabkan oleh tidak

tepatnya aplikasi tang pada gigi, bila tang diaplikasikan pada mahkota gigi bukan pada

akar atau masa akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang tidak sejajar dengan sumbu

panjang gigi. Juga bisa disebabkan oleh pemilihan tang dengan ujung yang terlalu

lebar dan hanya memberi kontak satu titik sehingga gigi dapat pecah bila ditekan.

Dapat pula disebabkan karena tangkai tang tidak dipegang dengan kuat sehingga

ujung tang mungkin terlepas/bergeser dan mematahkan mahkota gigi. Selain itu juga

fraktur mahkota gigi bisa disebabkan oleh pemberian tekanan yang berlebihan dalam

upaya mengatasi perlawanan dari gigi. Untuk itulah operator harus bekerja sesuai

dengan metode yang benar dalam melakukan pencabutan gigi. Tindakan

penanggulangannya dapat dilakukan dengan memberitahukan kepada pasien bahwa ada

gigi yang tertinggal kemudian dicari penyebabnya secara klinis dengan melalui bantuan

radiografi. Pemeriksaan dengan radiografi dilakukan untuk memperoleh petunjuk yang

berguna untuk mengidentifikasi ukuran dan posisi fraktur gigi yang tertinggal.

Selanjutnya operator mempersiapkan alat yang diperlukan untuk menyelesaikan

pencabutan dan menginformasikan perkiraan waktu yang diperlukan untuk tindakan

tersebut. Sedangkan metode yang digunakan bisa dengan cara membelah bifurkasi

(metode tertutup) atau dengan dengan pembedahan melalui pembukaan flap (metode

terbuka).

- Fraktur akar gigi.

Fraktur yang menyebabkan fraktur mahkota mungkin juga menyebabkan fraktur akar.

Meskipun idealnya semua fragmen akar harus dikeluarkan, tetapi alangkah bijaksana

untuk meninggalkannya pada keadaan-keadaan/kasus-kasus tertentu. Akar gigi dapat

dianggap sebagai fragmen akar gigi bila kurang dari 5 mm dalam dimensi terbesarnya.

Pada pasien yang sehat sisa akar dari gigi sehat jarang menimbulkan masalah dan dalam

kebanyakan kasus fragmen akar tersebut boleh ditinggalkan kecuali bila posisinya

memungkinkan untuk terlihat secara jelas. Pencabutan dari 1/3 apikal akar palatal molar

atas bila harus mengikut sertakan pembuangan sejumlah besar tulang alveolar dan

mungkin dipersulit dengan terdorongnya fragmen kedalam sinus maxlillaris atau

menyebabkan terbentuknya fistula oro antral pada kebanyakan kasus lebih baik

dipertimbangkan untuk ditinggalkan dan tidak diganggu. Dan jika diindikasikan untuk
dikeluarkan sebaiknya didahului dengan pemeriksaan radiografi dan dilakukan oleh

operator yang berpengalaman dengan menggunakan teknik pembuatan flap.

- Fraktur tulang alveolar.

Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar secara tidak

sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu sendiri, bisa

pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau adanya perubahan patologis dari tulang itu

sendiri. Penanggulangannya dengan cara membuang fragmen alveolar yang telah

kehilangan sebagian besar perlekatan periosteal dengan menjepitnya dengan arteri klem dan

melepaskannya dari jaringan lunak. Selanjutnya bagian yang tajam bisa dihaluskan dengan

bone file dan dapat dipertimbangkan apakah diperlukan penjahitan untuk mencegah

perdarahan.

- Fraktur mandibula.

Fraktur mandibula dapat terjadi bila digunakan tekanan yang berlebihan dalam mencabut

gigi. Bila tidak dapat dicabut dengan tekanan sedang maka harus dicari penyebabnya dan

diatasi. Selain itu juga bisa disebabkan oleh adanya hal-hal patologis yang melemahkan

misalnya, adanya osteoporosis senile,atrofi, osteomyelitis, post terapi radiasi atau osteo

distrofi seperti osteitis deforman, fibrous displasia, atau fragile oseum. Fraktur mandibula

pada saat pencabutan gigi bisa pula disebabkan oleh gigi yang tidak erupsi, kista atau

tumor. Pada keadaan tersebut pencabutan gigi hanya boleh dilakukan setelah pemeriksaan

radiografis yang cermat serta dibuat splint sebelum operasi. Pasien harus diberitahu

sebelum operasi tentang kemungkinan fraktur mandibula dan bila komplikasi ini terjadi

penanganannya harus sesegera mungkin. Untuk alasan-alasan tersebut sebagian besar dapat

ditangani dengan baik oleh ahli bedah mulut. Bila fraktur terjadi pada praktek dokter gigi

maka dilakukan fiksasi ekstra oral dan pasien dirujuk secepatnya ke Rumah Sakit terdekat

yang ada fasilitas perawatan bedah mulut.

2. Dislokasi.

 Dislokasi dari gigi yang berdekatan. Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama pencabutan

ini dapat dihindari dengan menggunakan elevator yang tepat dan sebagian besar tekanan

dititik beratkan pada septum interdental. Selama penggunaan elevator jari harus diletakkan
pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut untuk mendeteksi adanya

kegoyangan pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut.

 Dislokasi dari sendi temporo mandibula.

Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren tidak boleh dikesampingkan.

Komplikasi ini pada pencabutan dapat dicegah bila pembukaan rahang bawah tidak sampai

maksimal dan bila rahang bawah dipegang (fiksasi) dengan baik oleh operator selama

pencabutan. Dislokasi dapat pula disebabkan oleh penggunaan mouth gags yang ceroboh.

Jika terjadi dislokasi maka mouth gags harus dikurangi regangannya. Cara penanggulangan

dislokasi temporo mandibular joint operator berdiri didepan pasien dan menempatkan ibu

jarinya kedalam mulut pada Krista oblique eksterna, dilateral gigi molar bawah yang ada, dan

jari-jari lainnya berada ditepi bawah mandibula secara ekstra oral, tekan kebawah dari kedua

ibu jari, kemudian dorong ke posterior, kemudian lepaskan sehingga rahang oklusi

selanjutnya dilakukan fiksasi dengan elastic verban (fiksasi ekstra oral). Kemudian pasien

diingatkan agar tidak membuka mulut terlalu lebar atau menguap terlalu sering selama

beberapa hari pasca operasi. Perawatan dislokasi temporo mandibular joint tidak boleh

terlambat karena dapat menyebabkan spasme otot akibatnya mempersulit pengembalian sendi

temporo mandibular joint pada tempatnya kecuali dibawah anastesi umum.

3. Berpindahnya akar gigi.

 Masuknya akar gigi ke dalam jaringan lunak.

Berpindahnya akar gigi masuk kedalam jaringan lunak merupakan komplikasi yang biasanya

terjadi karena akar gigi tidak dipegang secara efektif pada keadaan lapang pandang yang

terbatas. Komplikasi ini dapat dihindari bila operator mencoba untuk memegang akar dengan

pandangan langsung

 Masuknya akar gigi ke dalam sinus maxillaris.

Komplikasi ini biasanya pada pencabutan gigi premolar/molar rahang atas dan yang lebih

sering akar palatal. Adanya sinus yang besar adalah faktor predisposisi tapi insiden ini dapat

dikurangi bila petunjuk sederhana ini diperhatikan :


a. Jangan menggunakan tang pada akar gigi posterior atas kecuali bila panjang gigi atau akar

gigi terlihat cukup besar baik dalam arah palatal dan bukal, sehingga ujung tang dapat

mencengkram akar gigi dan operator dapat melihatnya dengan jelas.

b. Tinggalkan 1/3 ujung akar palatal molar atas bila tertinggal selama pencabutan dengan

tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.

c. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan memasukkan instrument

kedalam soket. Bila di indikasikan untuk pencabutan sebaiknya dibuat flap muko periosteal

yang luas dan buang tulang secukupnya sehingga elevator dapat dimasukkan diatas

permukaan akar yang patah sehingga semua tekanan dapat dialihkan pada akar gigi yang

tertinggal dan cenderung menggerakkannya kebawah jauh dari sinus. Adanya riwayat

perforasi sinus dari riwayat pencabutan sebelumnya tidak boleh diabaikan, karena

kemungkinan pasien memiliki sinus maxillaris yang besar. Bila akar masuk ke sinus

maxillaris maka pasien harus dirujuk ke ahli bedah mulut atau ahli THT dan tindakan

pencabutan gigi serta penutupan fistula oro antral dilakukan dengan anastesi umum.

4. Perdarahan berlebihan.

Perdarahan yang lebih parah dapat diatasi dengan pemberian tampon yang diberi larutan

adrenalin : aqua bidest 1 : 1000 dan dibiarkan selama 2 menit dalam soket. Perdarahan yang

disebabkan pembuluh darah besar jarang terjadi dan bila ini terjadi maka pembuluh darah

tersebut harus ditarik dan dijepit dengan arteri klem kemudian dijahit/cauter. Perdarahan

pasca operasi dapat terjadi karena pasien tidak mematuhi instruksi atau sebab lain yang harus

segera ditemukan. Cara penanggulangan komplikasi seperti pada kebanyakan kasus

disarankan untuk melakukan penjahitan pada muko periosteal, jahitan horizontal terputus

paling cocok dan untuk tujuan ini harus diletakkan pada soket sesegera mungkin. Tujuan dari

penjahitan ini adalah bukan untuk menutup soket tetapi untuk mendekatkan jaringan lunak

diatas soket untuk mengencangkan muko perioteal yang menutupi tulang sehingga menjadi

iakemik. Karena pada kebanyakan kasus perdarahan tidak timbul dari soket tetapi berasal

dari jaringan lunak yang berada disekitarnya, selanjutnya pasien diinstruksikan untuk

menggigit tampon selama 5 menit setelah penjahitan. Bila perdarahan belum teratasi maka

kedalam soket gigi dapat dimasukkan preparat foam gelatin atau fibrin (surgicel, kalsium

alginat) setelah itu pasien disuruh menggigit tampon dan kemudian dievaluasi kembali dan

bila tetap tidak dapat diatasi sebaiknya segera dirujuk ke Rumah sakit terdekat untuk

memperoleh perawatan lebih intensif lagi.


4. Trismus.

Trismus dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan membuka mulut akibat spasme otot.

Keadaan ini dapat disebabkan edema pasca operasi, pembentukan hematoma atau peradangan

jaringan lunak. Pasien dengan arthritia traumatik sendi temporo mandibular joint juga dapat

memiliki keterbatasan membuka mulut (gerakan mandibula). Terapi trismus bervariasi

tergantung penyebabnya. Kompres panas/penyinaran dengan solux atau kumur-kumur

dengan normal saline hangat dapat mengurangi rasa sakit pada kasus ringan, tapi pada kasus

lain kadang-kadang diperlukan pemberian antibiotika, anti inflamasi atau analgetika yang

mengandung muscle relaxan, neurotropik vitamin atau dirujuk kepada spesialis bedah mulut

ahli temporo mandibular joint untuk mengurangi gejalanya.

5. Terjadinya fistula oro antral. Bila terjadi komplikasi tersebut maka harus segera dilakukan

penutupan dengan flap muko periosteal (merujuk ke ahli bedah mulut/THT).


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pencabutan gigi dengan penyulit dapat dilakukan dengan teknik ekstraksi metode terbuka. Teknik ini

jika dilakukan dengan benar dapat merupakan solusi yang baik untuk tindakan pencabutan gigi

dengan kasus-kasus penyulit dan dapat menghindari resiko yang tidak diinginkan baik bagi pasien

maupun dokter giginya. Teknik pencabutan ini membutuhkan peralatan penunjang bedah yang

sesuai disamping kemampuan dari operator yang terlatih.


Daftar Pustaka

1. Fragiskos, D. 2007. Oral Surgery. Berlin : Springer.

2. Luke Cascarini et all. 2018. Oxford Handbook of Oral and Maxillofacial Surgery 2th Edition.

Oxford : London.

3. Balaji. 2009. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. India : Elsevier

4. Peterson LJ. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. St Louis :Mosby

Anda mungkin juga menyukai