Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM PAJAK

PEMUNGUTAN PAJAK TERHADAP KONTEN KREATOR TIKTOK DI INDONESIA

Disusun Oleh :
1. Hana Intan Gloria (232022023)
2. Septania Damanik (232022093)
3. Widiya Irna Sari (232022117)
4. Aulia Nur Is Barokah (232022122)
5. Afridatul Aulia (232022150)

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
KATA PENGANTAR 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4
3.1 Resiko Pendapatan Pajak Negatif 4
3.1.1 Maksud dari pendapatan pajak negatif 4
3.1.2 Resiko yang akan dihadapi dari pendapatan pajak yang negatif 5
3.1.3 Cara pemerintah agar bisa menangani permasalahan dari pajak yang negatif 5
3.2 Penyebab Pendapatan Pajak Menjadi Negatif 6
3.2.1 Pandemi covid-19 6
3.3 Kaitan Undang-undang Perpajakan dengan Pendapatan atau penerimaan Pajak Negatif 7
3.3.1 Undang-undang mengatur pendapatan pajak 7
BAB III 8
PENUTUP 8
DAFTAR PUSTAKA 9

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena sudah membimbing
kami dalam proses pembuatan makalah Hukum Pajak ini yang membahas, “Pemungutan Pajak
Terhadap Konten Kreator Tiktok di Indonesia” yang merupakan tugas akhir dari mata kuliah
Hukum Pajak.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami yang terhormat, yaitu Ibu
Theresia Woro Damayanti dan Kak Jean Stevany Matitaputty selaku dosen pengampu mata
kuliah Hukum Pajak karena sudah menjelaskan materi, sehingga kami bisa mengerjakan tugas
akhir di mata kuliah Hukum Pajak. Kami pun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
oleh karena itu kami memohon untuk memberikan kritik dan saran yang dapat membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
Indonesia agar dapat lebih memahami pentingnya pajak bagi pendapatan negara.

Salatiga, 8 November 2023

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia menjalankan proses kekuasaan berdasarkan hukum yang telah


ditetapkan oleh DPR dan presiden. Bukti dari Indonesia telah menjalankan peraturan hukum
tersebut mengakibatkan negara Indonesia sebagai negara hukum dapat dilihat dengan UUD 1945
sebagai landasan hukum. Sebagai tindakan aktivitas negara yang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia yang berdasarkan hukum yang berlaku untuk menyelesaikan segala permasalahan.
Pada tahun 2020, wabah virus Covid-19 menyerang Indonesia yang mengakibatkan tingkat
perekonomian menurun dan mengakibatkan kejadian dimana ekonomi di indonesia mengalami
kontraksi. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan untuk memerangi wabah dengan
Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas melaksanakan pemilihan kebijakan perpajakan di era
penyebaran wabah yang memaksakan aktivitas dari luring menjadi daring sehingga aktivitas
yang dihasilkan akan menurun. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia semakin menurun dengan
penerimaan sektor pajak yang diperkirakan mengalami kemerosotan. Pemerintah berusaha untuk
menemukan alternatif untuk melakukan penerimaan pajak dengan mengubah pasal dari
Undang-undang perpajakan. Covid-19 juga menyebabkan intensif pajak yang banyak yang
diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa resiko yang terjadi dari pendapatan pajak yang negatif?
1.2.2 Bagaimana pendapatan pajak menjadi negatif?
1.2.3 Apa kaitan undang-undang pajak dengan pendapatan pajak negatif?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui resiko pendapatan pajak negatif.
1.3.2 Mengetahui penyebab pendapatan pajak negatif.
1.3.3 Mengetahui kaitan Undang-undang pendapatan pajak dengan pendapatan pajak
negatif.

4
BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Resiko Pendapatan Pajak Negatif


3.1.1 Maksud dari pendapatan pajak negatif
Pendapatan negatif pajak itu merupakan permasalahan yang terjadi di dunia
perpajakan yang mengakibatkan pendapatan tersebut negatif. Pendapatan pajak
negatif berarti negara mengalami rugi atau loss yaitu (KERUGIAN), jumlah pajak
tertagih lebih besar dibandingkan dengan jumlah pajak yang diterima.Sebenarnya
pendapatan negara ini yang negatif sehingga mengakibatkan penurunan penerimaan
pajak,hal tersebut disebabkan karena adanya kontraksi ekonomi. Pendapatan pajak
negatif dalam hal ini diakibatkan pandemi covid-19 yang mempengaruhi kondisi
ekonomi masyarakat di Indonesia. Semakin banyak masyarakat yang tidak
membayar pajak karena pandemi yang mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat.
Semakin banyak masyarakat yang tidak mampu membayar pajak karena jatuh
dalam kemiskinan akibat pandemi.

3.1.2 Resiko yang akan dihadapi dari pendapatan pajak yang negatif
Resiko dari pajak yang negatif ini bisa menyebabkan kenaikan jumlah pajak
yang harus dibayarkan.Dari kenaikan jumlah pajak yang dinaikkan itu juga seiring
dengan perkembangan pendapatan wajib pajak. Kenaikan jumlah pajak yang harus
dibayarkan juga akan menyebabkan ekonomi di negara indonesia kacau karena dari
kenaikan jumlah pajak tersebut akan memakan pendapatan yang diraih oleh wajib
pajak,sehingga bisa berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat. Resiko
dari pajak negatif juga bisa menyebabkan pendapatan negara menjadi defisit, karena
pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang menyumbang 68,6% dari
pendapatan negara dalam 3 tahun terakhir. Jika pajak negatif maka APBN negara
akan mengalami defisit, yang dimana defisit ini akan mengakibatkan tingkat suku
bunga naik, inflasi, penurunan tingkat menabung serta dampak lainnya.

3.1.3 Cara pemerintah agar bisa menangani permasalahan dari pajak yang negatif
Omnibus law adalah kebijakan yang direkomendasikan pemerintah supaya
perkembangan ekonomi di negara Indonesia itu meningkat melalui investasi yang
mudah.”Omnibus Law” merupakan peraturan atau kebijakan dari pemerintah yang
diciptakan untuk menyederhanakan atau mengubah serta menyatukan beberapa
Undang-Undang yang sudah ada dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dengan sasaran Undang-Undang Perpajakan, pemberdayaan UMKM dan
cipta lapangan kerja. Undang-undang Perpajakan yang akan disederhanakan atau

5
yang diubah menjadi omnibus law adalah Undang-Undang tentang Ketentuan
Umum Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang
tentang Retribusi Daerah, Undang-Undang tentang Pajak Daerah, dan
Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah yang terpengaruh akibat dibuatnya
Undang-Undang Omnibus Law ini.
Pada akhir Januari 2020 lalu, Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan
Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian yang lebih familiar didengar
oleh masyarakat sebagai omnibus law perpajakan telah diserahkan Pemerintah
kepada DPR RI. Beberapa ketentuan yang diatur dalam omnibus law perpajakan ini
antara lain penurunan tarif pajak PPh Badan yang diatur dalam Pasal 17
Undang-Undang Pajak Penghasilan sebesar 25% diturunkan secara bertahap
menjadi 22 persen untuk tahun pajak 2021 dan 2022, kemudian menjadi 20 persen
mulai tahun pajak 2023, sementara tarif PPh Badan yang go public menjadi 3
persen lebih rendah dari tarif umum mulai tahun pajak 2021. Pada saat Rancangan
Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan
Perekonomian masuk dalam agenda pembahasan menjadi Undang-Undang,
muncullah pandemi Covid- 19 pada bulan Maret 2020 atau 2 bulan setelah RUU
tersebut diserahkan kepada DPR RI, dimana Covid-19 ini telah melemahkan
sendi-sendi perekonomian hampir di seluruh sektor usaha sehingga berdampak
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan stabilitas sistem keuangan.
Supaya hal tersebut terselesaikan, pemerintah membuat kebijakan dan langkah
luar biasa untuk menyelamatkan perekonomian dan stabilitas nasional sistem
keuangan, maka Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang atau “PERPPU Nomor 1 Tahun 2020” tentang “Kebijakan
Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi
Covid- 19 Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan
Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan yang berlaku mulai
tanggal 31 Maret 2020”.

3.2 Penyebab Pendapatan Pajak Menjadi Negatif


3.2.1 Pandemi covid-19
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan bahwa Covid-19 ini
menjadi kendala dalam melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan
pajak. Covid-19 ini juga memberikan dampak ke aktivitas perdagangan di indonesia
Covid-19 juga memberikan dampak yang sangat signifikan dari semua bidang di
indonesia,seperti di industri pariwisata dan ekonomi(Buku Perkembangan
Perekonomian Indonesia Saat Serangan Pandemi Covid 19).
Adanya kebijakan pemerintah yang memberlakukannya Social Distancing,
PPKM dan work from home membuat pihak Fiskus dan DJP mengalami kesulitan
dalam melakukan pemeriksaan pajak dan penurunan ekonomi di indonesia ini

6
membuat indonesia hanya bisa mengandalkan kepada penerimaan pajak sehingga
penerimaan pajak mengakibatkan pendapatan pajak menurun atau negatif. Jadi dari
covid 19 ini yang sangat terdampak adalah pada penerimaan PPh badan. Salah satu
peneliti di institusi pajak berbasis riset mengatakan bahwa “pada kuartal
pertama,akhir maret sudah negatif 2,5% dan memiliki potensi untuk menurun 5,9%
dibandingkan tahun 2019.
Pajak yang digunakan untuk menangani covid 19, sehingga menyebabkan
pendapatan penerimaan pajak minus adalah dari Pajak penghasilan dari badan atau
PPh badan yang didalamnya ada beberapa jenis diantaranya adalah PPh pasal 22
impor, PPh pasal 22 ekspor, pajak pertambahan nilai(PPn) impor dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

3.3 Kaitan Undang-undang Perpajakan dengan Pendapatan atau penerimaan Pajak Negatif
3.3.1 Undang-undang mengatur pendapatan pajak
1. UU No.16 Tahun 2009 pasal 1 dan 2
Dalam Undang-undang tersebut menimbangkan “bahwa dalam rangka
menghadapi dampak krisis keuangan global,sangat mendesak untuk
memperkuat basis perpajakan nasional guna mendukung penerimaan
negara dari sektor perpajakan yang lebih stabil.”
Di dalam UU No.16 Tahun 2009 pasal 1 dan 2 tersebut sudah dijelaskan
bahwa pemerintah akan berusaha untuk memperkuat basis perpajakan
nasional dan hal tersebut menjadi kebijakan pemerintah supaya bisa
mengurangi dampak negatif yang diberikan oleh pemerintah.

2. UU No.7 Tahun 2021 pasal 20A


“Pelaksanaan bantuan penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang meliputi pemberian
bantuan penagihan pajak dan permintaan bantuan penagihan pajak kepada
negara mitra atau yurisdiksi mitra.”
Dari hal tersebut,kami menyimpulkan bahwa itu merupakan kebijakan
yang bagus dari pemerintah untuk membantu meningkatkan pertumbuhan
perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan
ekonomi,karena adanya bantuan untuk menagih pajak yang dilakukan
berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal.

3. UU No.36 Tahun 2008 pasal 6

7
“Besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi
biaya untuk mendapatkan,menagih,dan memelihara penghasilan.”
Dalam pasal 6 tersebut sudah menjelaskan pendapatan pajak dari pajak
penghasilan. Dari situ, kami menyimpulkan bahwa UU No.36 2008 pasal
6 memiliki kaitan dan menjelaskan tentang hal-hal apa saja yang termasuk
ke dalam pajak penghasilan kena pajak. Karena adanya kontraksi ekonomi
jadi sebagian besar penghasilan menurun jadi penerimaan pajak juga turut
ikut menurun.

4. UU No.28 Tahun 2007 pasal 3


“Setiap Wajib pajak mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap
dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.”
Karena pada UU No.28 Tahun 2007 pasal 3 ini mewajibkan Wajib Pajak
untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak, karena adanya pandemi
COVID-19, sehingga Wajib Pajak mengalami kendala untuk datang ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak karena adanya program dari pemerintah
yaitu Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, dimana hal ini itu
membatasi adanya kerumunan.

8
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pajak merupakan salah satu hal yang penting bagi negara, lebih khusus dalam
penerimaan pendapatan negara. Pada tahun 2020 dengan adanya COVID-19, Fiskus dan DJP
mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemeriksaan pajak. Kejadian ini juga mempengaruhi
PPh dan PPN yang diterima negara, yang dimana penurunan terjadi sebesar 5,3% di PPh Badan
dan 2,71% bagi PPN. Penurunan yang terjadi mengakibatkan APBN negara mengalami defisit.
Oleh karena itu dalam rangka mengatasi hal tersebut, pemerintah mengambil tindakan yaitu
dibuatnya PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan yang berlaku pada tanggal 31 Maret 2020.

9
DAFTAR PUSTAKA

Laucereno,Sylke Febriana 2020. Sri Mulyani: Pendapatan Pajak Negatif 10,8%.Diakses


pada
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5055243/sri-mulyani-pendapatan-pajak
-negatif-108 pada 29 Oktober pukul 21.00 WIB

Badarussama 2020. Omnibus Law,Covid 19,dan PERPU Nomor 1 Tahun 2020.Diakses


pada
https://www.pajak.go.id/id/artikel/omnibus-law-covid-19-dan-perppu-nomor-1-tahun-202
0 pada 29 November pukul 01.00 WIB.

DJP 2008. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.Diakses pada


https://www.pajak.go.id/index.php/id/undang-undang-nomor-36-tahun-2008 pada 24
November 2022 pukul 10.40 WIB

DJP 2007. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.Diakses pada


https://www.pajak.go.id/index.php/id/undang-undang-nomor-28-tahun-2007 pada
24 November pukul 11.00 WIB

DJP 2009. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.Diaskses pada


https://www.pajak.go.id/index.php/id/undang-undang-nomor-16-tahun-2009 pada
24 November Pukul 08.34 WIB

Novika,Soraya 2020. Begini Dampak Corona Buat Penerimaan Pajak.Diakses pada


https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4985175/begini-dampak-corona-buat-p
enerimaan-pajak pada 24 November pukul 06.50 WIB.

Cheisviyanny,Charoline 2020. “Memulihkan Penerimaan Pajak Pasca


Pandemi Covid-19”.Jurnal Pajak Indonesia : 4(1),21-28

10
11

Anda mungkin juga menyukai