Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PERPAJAKAN

“ KETENTUAN KETENTUAN DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI


INDONESIA “

DOSEN PENGAMPU : OK. SOFYAN HIDAYAT, S.E,M.SI,Ak,CA


MATA KULIAH PERPAJAKAN

DI SUSUN OLEH :

MHD ZAKI FAIZ ALBAR


7193520017
AKUNTANSI A

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT), yang memberikan berkat

dan rahmat dan kasihnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Perpajakan yang

berjudul ketentuan” ketentuan dan tata cara perpajakan di indonesia “ ini dengan tepat waktu ,

mata kuliah Perpajakan. Saya juga berterima kasih kepada Bapak dosen Perpajakan (Ok.Sofyan

Hidayat., S.E.M.Si,Ak,CA) selaku dosen mata kuliah Perpajakan.

Saya juga menyadari bahwa Makalah ini masih juga terdapat kesalahan seerta kekurangan

oleh karena itu saya berminta maaf jika terdapat kesalahan penulisan, serta saya berharap kritik

dan saran guna kesempurnaan tugas ini

Akhir kata saya ucapkan terima kasih, semoga dapat bermanfaat dan menambah

pengetahuan bagi para pembaca.

Medan, Mei 2020

Mhd Zaki Faiz Albar

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I Pendahuluan 4
1.2 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II Kajian Teoritis 5

2.1 Pengertian Pajak 5


2.2 Fungsi Pajak 6
2.3 Pengelompokan Pajak 7

BAB III Pembahasan 9


3.1 Sistem Perpajakan 9
3.2 Jenis Pajak 12
3.3 Tarif Pajak 17
3.4 NPWP 18
3.5 Surat Pemberitahuan 23
BAB IV Penutup 30
4.1 Kesimpulan 30
4.2 Saran 30
Daftar Pustaka 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar. Dari tahun
ke tahun pajak juga menjadi perbincangan dari pemerintah sendiri karena dari realisasi
penerimaan yang kurang dari target yang sudah direncanakan oleh Menteri Keuangan. Oleh
karena itu perlu adanya perhatian yang khusus dari semua kalangan baik dari Menteri
Keuangan, Direktorat Jendral Pajak, maupun masyarakat itu sendiri.
Pajak menempati posisi terpenting di sebagian besar negara berkembang karena pajak
merupakan sumber utama penerimaan negara.Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara
sulit untuk dapat dilaksanakan.Penggunaaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai
sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Uang pajak juga digunakan
untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat.Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia,
menikmati fasilitas dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari
pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara  menjadi
sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintah dan pembiayaan pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulian makalah ini adalah bagaimana kita mengetahui
tentang ketentuan ketentuan dan tata cara perpajakan di indonesia.

1.3 Tujuan

- Memberikan wawasan apa itu pajak?


- Memberikan wawasan bagaimana tata cara pelaksanaan perpajakan di indonesia

4
BAB II
KERANGKA TEORITIS

2.1 Pengertian Pajak


Terdapat berbagai penjelasan penjelasan dri pandangan beberapa ahli tentang maksud dari
pajak diantara nya adalah :

1. P. J. A. Adriani 
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.

2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH 


Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

3. Rifhi Siddiq 
Pajak adalah iuran yang dipaksakn pemerintahan suatu negara dalam periode tertentu kepada
wajib pajak yang bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara dan
bentuk balas jasanya tidak langsung.

5
2.2 Fungsi Pajak

Fungsi anggaran (budgetair)


Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara.Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak.Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti
belanja pegawai, belanja barang,pemeliharaan,dan lain sebagainya.

Fungsi mengatur (regulerend)


Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.Dengan fungsi
mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai
macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

Fungsi redistribusi pendapatan


Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

6
2.3 Pengelompokan Pajak

Penggolongan Pajak Dalam berbagai literatur llmu Keuangan Negara dan Pengantar
llmu Hukum Pajak terdapat pembedaan atau penggolongan pajak (classes of taxes, kind of
taxes) serta jenis-jenis pajak. Penggolongan pajak diatur menurut sifat dan sistem
pemungutannya, dan penggolongan-penggolongan tersebut semuanya dilakukan berdasarkan
wajib pajak. Aturan mengenai perpajakan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007. Pada umumnya pajak digolongkan atas beberapa bagian seperti
Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung, penggolongan pajak pusat dan pajak daerah,
menurut golongan pajak, pajak subjektif dan objektif serta menurut pajak pribadi atau
menurut pajak kebendaan. OECD juga membuat penggolongan tersendiri atas kriteria
tertentu.
Menurut golongannya:
1. Pajak langsung, pajak yang dikenakan pada wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan pada orang lain. Dalam arti ekonomis ialah pajak yang beban pembayarannya
harus dipikul sendiri oleh wajib pajak bersangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada
orang lain. Pajak angsung dalam arti administratif ialah pajak yang dipungut secara erkala.
Contoh: pajak penghasilan (Pph)
2. Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau ilimpahkan kepada
orang lain. Dalam pengertian ekonomis adalah ajak yang beban pembayarannya dapat
dilimpahkan kepada orang lain, ang menanggung beban pajak pada akhirnya adalah
konsumen. Dalam engertian administratif adalah pajak uang dipungut setiap terjadi eristiwa
yang menyebabkan terhutangnya pajak. Misal saat penyerahanpenjualan dari produsen pada
konsumen, saat pembuatan akta, suratpersetujuan (sewa menyewa, jual beli, pinjam
meminjam), pajak pertambahan nilai (Ppn), pajak bea materai (pajak atas dokumen), bea
balik nama, pajak tontonan dan sebagainya.
Menurut sifatnya
1. Pajak Subjektif (pajak perseorangan); ialah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Dalam pemungutannya
pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi pembayarnya (subyeknya). Status pembayar

7
pajak akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang akan dibayarkan. Misal status bujangan
atau perawan, status kawin, jumlah tanggungan keluarga dalam pajak penghasilan untuk
wajib pajak orang pribadi,
2. Pajak objektif. (pajak kebendaan); yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Dalam pemungutannya pertama-tama melihat
obyeknya baik berupa benda, keadaan perbuatan dan peristiwa yang menyebabkan kewajiban
membayar pajak. Besar kecilnya pajak tidak dipengaruhi oleh keadaan subyeknya, setelah
ketemu obyeknya baru dicari subyeknya (orang atau badan yang bersangkutan), contoh:
PPN, PKB dan PBB.
Menurut lembaganya pemungutnya
Pajak Pusat (Pajak Negara); adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya digunakan untuk
pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan
Bea Materai.
Pajak yang dipungut pemerintah pusat, adalah oleh Dirjen Pajak, yakni: PPh: Pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan pada tingkat
keberhasilan tertentu PPN (Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa) dan Ph.Bm. (pajak
penjualan atas barang mewah). Keduanya merupakan satu kesatuan sebagai pajak yang
dipungut atas konsumsi dalam negeri oleh karena itu terhadap penyerahan atau import barang
mewah selain dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenakan pajak penjualan atas barang
mewah PBB adalah pajak atas harta tidak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan
(property tax) Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen Bea Lelang adalah
pajak yang dikenakan atas barang yang penjualannya dengan cara penjualan lelang.

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sistem perpajakan

Dalam kegiatan belajar I ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai apa yang
dimaksud dengan iscal, iscal perpajakan. Apakah yang dimaksud dengan iscal? Menurut kamus
Webster’s kata iscal berasal dari bahasa Latin yaitu, Systema yang mempunyai beberapa
pengertian yaitu:
a. a set or arrangement of things so related or connected as form a unity or organic whole (a
solar system, school system, system of highways)
b. a set of facts, principles, rules etc. classified or arranged in a regular, orderly form so as
to show a logical plan linking the various parts..
c. a method or plan or classification or arrangement
a) an established way of doing something method: procedure
b) orderliness or methodical planning in one’s way of proceeding
d. a.) the body considered as afunctioning organism
b.) a number of bodily organs acting together to peform one of the imain bodily functions
(the digestive system)
e. 6 a related series of natural objects or elements, as cavepassages, river, etc.

Seorang pakar yang untuk pertama kali dianggap membahas secara akademik tentang
iscal adalah Ludwing Von Bertalanffy, seorang biosikologi bangsa Jerman yang menulis General
Sysiem Theory pada tahun 1950-an. Ia mengemukakan bahwa semua fenomena mempunyai
hubungan seperti dalam ilmu alam: ada organ, sel dan molekul. Begitu juga pada suatu
masyrakat yang terdiri dari suprasistem, iscal dan subsistem.
Ditinjau dari tingkatan iscal, maka iscal adalah suatu suprasistem, Keuangan Negara
adalah iscal dan perpajakan adalah subsistem. Dan bila ditinjau dari tingkatan perpajakan, maka
perpajakan di Indonesia adalah suprasistem, pajak penghasilan adalah iscal, dan pajak
penghasilan karyawan adalah subsistem, demikian setenusnya.
Norman Novak mengemukakan pada salah satu bukunya ะ “Tax Administration in
Theory and Practice, with Special Refererce to Chile (1970),” yaitu bahwa iscal perpajakan suatu
iscal terdiri dari tiga unsur yaitu Tax Policy, Tox Law dan Tax Administration. Tax
Adminisration selanjutya oleh Mansury dirinci menjadi The Instituion atau lermbaga, The
persons who work there atau para pegawai dan The procedure atau prosedur perpajakan.

9
Dengan merujuk baik pada pengertian dalam Webster, Bertalanffy dan Norman Novak,
maka iscal. Perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana.mengelola utang pajak
yang terutang olch wajib pajak dapat mengalir ke Kas Negara. Olch karena itu, dalam iscal
perpajakan dikenal beberapa iscal peungutan pajak yaitu ะ official assessment system, self
assessment system, dan with holding tax system.
a. Oficial Assessment System

Suatu iscal perpajakan yang memberikan kewenangan kepada aparatur perpajakan atau
fiskus untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Perpgjakan yang berlaku. Dalam iscal ini, inisiatif dan kegiatan
menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para fiskus tersebut, dengan ati
bahwa fiskuslah yang akif scjak dar mencari Wajib Pajak untuk diberikan NPWP sampai kepada
penetapan jumlah pijak yang teutang melalui penerbitan SKP. Dengan demikian, berhasil atau
tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak bergantung banyak pada para fiskus (peranan dominan
ada pada para fiskus tersebut.).
Dalam UU KUP 2009 juga dikenal beberapa macam SKP yakni SKPKB (Surat
Ketetapan Pajak Kurang bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar Tambahan),
SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lcbih Bayar), dan SKP Nihil. Wajib pajak yang menerima SKP-
SKP tersebut adalah wajib pajak yang telah melalui proses pemeriksaan.
b. SelfAssessment System

Self Assessment terdiri dari 2 (dua) kata bahasa Inggris yaitu self yang artinya sendiri,
dan to assess yang artinya menilai, menghitung, menaksir. Dengan demikian maka pengertian
Self Assessment adalah menghitung atau menilai sendiri. Jadi, Self Assessment System adalah
suatu iscal perpajakan yang memberi kepercayaan dan wewenang kepada wajib pajak untuk
memenuhi dan menentukan sendini jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dalam hal ini dikenal 5 M yaitu
mendaftarkan din di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok
Wajib Pajak), menghitung atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang, menyetor
pajak tersebut ke Bank Persepsi/Kantor Giro Pos dan melaporkan penyetoran tersebut kepada
Direktur Jenderal Pajak, serta terutama menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui
pengisian SPT (Surat Pemberitahuan ) dengan baik dan benar.
Hal ini berarti bahwa Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu
memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi
serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya
pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan
ada pada Wajib Pajak).
Dalam sejarah perkembangan self assessment system di Indonesia, dikenal 2 (dua)
macam self iscalent yakni, Seni Self Assessment dan Full Self Assessment. Dalam semi self
assessment dikenal dengan nama MPS (Menghitung Pajak Sendiri) yakni: mendaftarkan diri,
menghitung dan memperhitungkan, menyetor dan melaporkan , sedangkan proses dan hak

10
menetapkan jumlah pajak masih tetap berada pada fiskus melalui penerbitan SKP (Surat
Ketetapan Pajak).
Dalam full self assessment, proses dan hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib
pajak. Proses dan hak menetapkan ini diwwjudkan dalam mengisi SPT secara baik dan benar dan
menyampaikanya kepada fiskus. Pengisian SPT secara baik dan benar oleh Wajib Pajak dijamin
oleh Undang-Undang seperti diatur dalam pasal 12 ayat (2) UU No.16 Tahun 2009 yang
meriyatakan: “Jumlah pajak yang terulang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh
wajib pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan?
c. With Holding Tax System

Suatu iscal. Perpajakan dimana pihak tertentu (pihak ketiga) mendapat tugas dan
kepercayaan dari Undang-Undang perpajakan untuk memotong atau memungut suatu persentase
tertentu (misalnya: 20%, 15%, 5%) terhadap jumlah pembayaran atau transaksi yang
dilakukannya dengan penerima penghasilan, yaitu wajib pajak. Jumlah pajak yang dipotong
diteruskan ke Kas Negara dalam jangka waktu tertentu, jumlah tersebut dapat menjadi kredit
pajak bagi wajib pajak yang bersangkutan. Pada iscal-Pajak Penghasilan (Income Tax) yang
berlaku di Indonesia selama ini, atas jasa memungut/memotong pajak ini, pemotong/pemungut
pajak (lax withholder) tidak memperoleh imbalan apapun dari fiskus, malahan sebaliknya
mendapat sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari pajak yang tidak atau kurang
dipotong atau dipotongdipungut tapi tidak atau kurang disetor bila pemotong/pemungut dengan
lasan apapun gagal mel aksanakan tugasnya.
Bagi si terpotong/ terpungut, jumlah yang telah dipotong dipungut tersebut dapat bersifat
final atau tidak bersifat final, artinya sebagai kredit pajak yang dapat diperhitungkan pada pajak
yang terutang dalam tabun pajak yang bersangkutan. Misalnya, Perseroan Terbatas (PT) Indah
Jaya membayarkan dividen sebesar Rp. 20.000.000,- kepada pemegang saham yakni wajib pajak
orang pribadi yang bernama pak Ali Azhar yang berdomisili di Indonesia. Dalam pembayaran
dividen ini, PT. Indah Jaya diwajibkan oleh UU PPh tahun 2008 untuk memotong sebesar 15% x
Rp.20.000.000,- = Rp3.000.000,-. Dalam iscal Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia, ketentuan
tersebut diatur dalam pasal 23 UU PPh tahun 2008, sehingga disebut PPh Pasal 23. Besaya
potongan sebesar 15% dari jumlah dividen bruto yang diterima oleh pak Ali Azhar dapat
dikredikan atau diperhitungkan dengan pajak terutang atas seluruh penghasilan iscal dalam tabun
yang bersangkutan. Mekanisme pengkreditan dilakukan dalam pengisian SPT PPh
Tahunannya.
Berikut disajikan model Official Assessment, Self Assessment dan With Holding Tax
System dalam sebuah bagan berikut ini. Pihak pertama adalah fiskus, sebab fiskuslah yang
mempunyai wewenang untuk memungut pajak dalam rangka pelaksanaan fungsi budgetemya,
kemudian Wajib Pajak adalah pibak kedua, yakni pihak yang berhadapan dengan fiskus dalam
memenuhi kewajiban pepajakannya. Pemberi/Pembayar Penghasilan sebagai pihak ketiga
mendapat empowerment (pemberdayaan public, dalam hal ini pemberdayaan wajib pajak).

11
3.2 Jenis pajak

Dalam modul iniakan diuraikan secara lebih rinci mengenai jenis-jenis pajak. Terdapat
berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya dan menurut lembaga pemungutnya.
1. Menurut Golongannya

Menurut penggolongan pajak yang paling terkenal adalah antara pajak langsung (direct
tax) dan pajak tidak langgsung (indirect tax).
a. Pajak Langsung
Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain dan dipungut secara
periodik yaitu sekali dalam setahun. Pajak harus menjadi beban sendin oleh wajib pajak
yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau
ditanggung olch pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut dan teruang
sekali dalam satu tahun. Demikian juga dengan Pajak Pendapatan dan Pajak Kekayaan
yang pemah berlaku di Indonesia, terutang satu kali satu tahun.
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pada akhimya dapat dibebankan atau dilimpahkan baik seluruhnya maupun
sebagiannya kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung ini terjadi jilka
terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak dan
tidak mengenal periodisasi dalam pemungutan pajak tersebut, misalnya terjadi
penyerahan barang atau jasa. Penyerahan barang atau jasa dapat dilakukan setiap saat, hal
tersebut merupakan suatu kegiatan, peristiwa yang menyebabkan terutangnya pajak,
sehingga pajak tersebut dapat dipungut. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. Pajak
Pertambahan Nilai terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa.
Setiap kali anda melakukan transaksi pembelian Barang Kena Pajak atau penggunaan
Jasa Kena Pajak, maka anda membayar Pajak Pertambaban Nilai. Pajak ini dibayarkan
oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen
baik secara eksplisit maupun secara implisit (dimasukkan dalam harga jual barang atau
jasa).
Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam arti
ekonomis, dilakukan dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban
pemenuhan perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas:
 Penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara fommal yunidis diharuskan melunasi
pajak.
 Penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul dahulu beban pajakmya.

12
 Pemikul pajak, adalah orang yang menurut maksud pembuat Undang-Undang harus
dibebani pajak.

jika ketiga usur di alas ditemukan pada sescorang, maka pajaknya disebut pajak langsung dan
sebaliknya jika ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari. satu orang. maka
disebut pajak tidak langsung
2. Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya, pajak dapat dikelopokkan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Subjektif dan Pajak
Objcktif.
a. Pajak Subjektif

Pajak yang penggunaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau penggunaan
pajak yang memperhatikan keadaan Subjeknya. Setelah subjeknya ditemukan barulah dicari
objcknya. Contoh: Pajak Penghasilan. Dalam Pajak Penghasilan terdapat Subjck Pajak (Wajib
Pajak) orang pribadi. Pengenaan Pajak Penghasilan untuk orang pribadi tersebut memperhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya).
Keadaan pribadi wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya
penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
b. Pajak Objektif

Pajak yang penggunaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan,
perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Setelah
objeknya ditemukan barulah dicari subjeknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3. Menurut Lembaga Pemungutnya

Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu: Pajak


Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Dacrah. Perbedaan ini didasarkan pada kriteria lembaga mana
alau instansi mana yang memungut pijak. Jjika yang mengadministrasikan dan yang memungut
pajak adalah Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Keuangan yakni Direktorat Jenderal
Pajak dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, pada umumnya, maka disebut
sebagai Pajak Pusat atau Pajak Negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan dan Bea Materai.
Sebaliknya, jika yang memungut dan mengadministrasikan pajak adalah Pemerintah
Daerah baik Daereh tingkat I maupun Daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah masing-masing, maka disebut Pajak Daerah. Pajak Daerah dibedakan antara
Pajak-Propinsi (Daerah Tingkat I) dan Pajak Kabupater/Kota (IDaerah Tingkat I), Contoh Pajak
Daerah Tingkat I (Propinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Pengambilan dan

13
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dan Pajak Izin Penangkapan Ikan di
wilayahnya. Sedangkan, contoh Pajak Daerah Tingkat II (KabupatenKota): Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Kiburan, Paak Rcklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan
Pengolahan Bahan Galian Golongan C dan lain-lain
Ada pajak-pajak yang diadministrasilkan olch Pemerintah Pusat akan tetapi diperntukkan
bagi Daerah, baik propinsi maupun kabupaten yaitu: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea
Perolchan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Selanjutnya ada pula pajak yang diadmninistrasikan olch Pemenintah Pusat, tapi hasilnya
dibagi dengan Pemerintah Daerah yaitu Pajak Penghasilan Orang Prbadi dan Pajak Penghasilan
Pasal 21 (Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap Penghasilan yang berasal dari pekerjaan
seperri gaji, bouorarum dan upah).
Adapun jenis dan tarif pajak dacrah menuut Undang-Undang Pajak Daerah No,28 talun 20046
dan Peraturan Pemenintah Republik Indonesia No 5S Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, ditetapkan setinggi-tingginya sebesar.
a. Pajak Kendaraan Bermotor prbadi untuk kepemilikan pertama paling rendah 1% dan
paling tinggi 2%, sedangkan untuk kepemilikan kedua dan seterusnya dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah 2% dan paling tinggi 10%.
 Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran , lembaga
sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNIPOLRI, Pemerintah Daerah, dan
kendaraan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah ditetapkan paling
rendah 0,5% dan paling tinggi 1%
 Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah
0,1% dan paling tinggi 0,2%
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi untuk penyerahan pertama
20%, penyerahan kedua dan seterusnya 1%, khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat
berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan
paling tinggi masing-masing untuk penyerahan pertama sebesar 0,75% dan penyerhan
kedua dan seterusnya 0,075%
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor paling tinggi sebesar 10%, khusus untuk
kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif pajak Bahan
bakar kendaraan pribadi
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10%
e. Pajak Rokok ditetapkan 10% dari cukai rokok
f. Pajak Hotel paling tinggi 10%
g. Pajak Restoran paling tinggi 10%
h. Pajak Hiburan paling tinggi 35%
i. Pajak Reklame paling tinggi 25%
j. Pajak Penerangan Jalan paling tinggi 10%
k. Pajak Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan paling tinggi sebesar 25%

14
l. Pajak Parkir paling tinggi 30%

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, maka
dapat diperoleh beberapa penjelasan dan ketentuan retribusi sebagai berikut:
a. Retribusi adalah pungutan yang dilakukan sehubungan' dengan sesuatu jasa atau fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah dalam hal ini daerah yang secara langsung dan nyata
kepada pembayar. '
b. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan. Objek Retribusi Jasa Umum ini adalah pelayanan yang disediakan atau
diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum. Adapun jenis-jenis Retribusi
Jasa Umum adalah:

1. Pelayanan Kesehatan
2. Pelayanan Persampahal/Kebersihan
3. Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil
4. Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5. Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
6. Pelayanan Pasar.
7. Pergujian Kendaraan Bermotor
8. Pemeriksaan Alat Pemadam Kcbakaran
9. Penggantian Biaya Cetak Peta
10. Pengujian Kapal Perikanan

Sedangkan, Subjek Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
c. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta. Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial, sedangkan Subjek Retribusi Jasa
Usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan
jasa usaha yang bersangkutan.
Adapun jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
1) Pemakaian Kekayaan Daerah
2) Pasar Grosir/Pertokoan
3) Tempat Pelelangan
4) Terminal
5) Tempat Khusus Parkir
6) Tempat Penginapan/ Pesanggrahan /Villa
7) Penyedotan Kakus
8) Rumah Potong Hewan

15
9) Pelayanan Pelabuhan Kapal
10) Tempat Rekreasi dan Olah Raga
11) Penyeberangan di Atas Air
12) Pengolahan Limbah Cair
13) Penjualan Produksi Usaha daerah

d. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Objek Retrbusi
Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk kegiatan yang telah
disebutkan di atas. Sedangkan, Suljek Retrilbusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi
atau badan yang memperoleh izin tertentu dar Pemerintah Daerah. Jenis-jenis Retribusi
Perijinan Tertentu adalah retribusi izin:
1. Mendinkan bangunan
2. Tempat penjualan minuman beralkohol
3. Gangguan
4. Trayek
Sedangkan, Subjck Retribusi Perizinan tertenti adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu dari Pemenintah Daerah

16
3.3 Tarif Pajak

a. Tarif Tetap (Fixed Rate)

Tarif tetap adalah ariff berupa jumlah atau angka yang tetap, berapapun besarnya dasar
pengenaan pajak. Di Indonesia, ariff tetap diteapkan pada bea materai. Pembayaran dengan
menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapapun jumlahnya dikenakan ariff pajak sebesar
Rp.6.000,-.
b. Tarif Proporsionalsebanding (Proportional Rate)

Tarif proporsional adalah ariff berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap
berapapun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak, maka akan semakin
besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan yang sebanding atau proporsional. Di
Indonesia, ariff proporsional diterapkan pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan ariff 10%,
Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan ariff 20%, dan lain-lain.
c. Tarif Progresif/meningkat (Progressive Rate)

Tarif progresif adalah ariff pajak berupa persentase tertentu yang semakin meningkatnya
dasar pengenaan pajak. Tarf progresif ini diatur dalam Pasal 17 UU No.36 PPh Tahun 2008 yang
terbagi dalam 2 (dua) macam yaitu : ariff pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi
dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dan ariff pajak penghasilan
untuk wajib pajak..badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebagaimana diatur dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf b.
d. Tarif Degresif Menurun (Degresive Rate)

Tarif degresif adalah ariff pajak berupa persentase tertentu yang semakin menurun
dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

17
3.4 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

A. Dasar Hukum

Dalam pasal 2 ayat (I) UU KUP Tahun 2009 disebutkan bahwa : "Setiap Wajib Pajak
wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pejak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak".
Kewajiban mendafarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan
pajak sccara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Adapun pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal din atau identitas Wajilb Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya. Oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok
Wajib Pajak.
Berdasarkan pengertian NPWP tersebut, maka Nomor Pokok Wajib Pajak berfungsi
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan :
1. sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak;
2. sebagai pemenuhan kewajiban perpajakan (pembayaran pajak);
3. menjaga ketertiban dan pengawasan administrasi perpajakan;
4. mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu.

Nomor Pokok Wajib Pajak ini wajib dicantumkan dalam setiap dokumen yang
berhubungan dengan perpajakan, NPWP terdiri dari 15 digit yaitu 9 digit pertama merupakan
Kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Formatnya
adalah sebagai berikut : XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX. Mulai tahun 1998, NPWP ini otomatis
sama dengan Nomor Pengukuhan Pergusaha Kena Pajak (NPPKP).
B. Tata Cara Memperoleh NPWP

Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self assessment wajb mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jendcal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan
Nomor Pokok wajib Pajak. Bagi wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk
mendaftarkan dini maka dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi peraturan perundang-
undangan perpajakan tertentu tetapi tidak menda ftarkan din untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak akan dikenakan sanksi.

18
Wajib Pajak-orang pribadi yang-menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan, wajib mendafarkan dir untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1
(satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Adapun tempat pendaftaran untuk memperoleh
NPWP adalah ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan Wajib Pajak. Sementara jika Wajib Pajak orang pribadi tersebut melakukan kegiatan
usaha di beberapa tempat, maka yang bersangkutan juga wajib mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.
Sedangkan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas,tetapi apabila dalan satu buian Wajit Pajak memperoleh penghasilan yang jumlahnya
melebih Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, maka wajib mendaftarkan dini untuk
memperoleh NPWP paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
Dan Wajlb Pajak orang priladi selain dengan kategori di atas yang memertukan NPWP
dapat mengajukan pemohonan untuk memperolch NPWP, Jika tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajilb Pajak berada dalam dua atau lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak,
maka Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi tertentu yaitu Wajib Pajak yang mempunyai tempat
usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di
beberapa pusat perbelanjaan, disamping wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan
diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah keganya meliputi tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak dilakukan.
Terhadap Wajib Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan Kantor
Direktorat Jenderal Pajak sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh NPWP. Formulir yang
harus dilampirkan pada saat pendaftaran untuk memperoleh NPWP bagi Wajib Pajak orang
pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha adalah fotokopi Kartu Penduduk bagi penduduk
Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang
sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.
Formulir yang harus dilampirkan pada saat pendaftaran untuk memperoleh NPWP bagi
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha adalah :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau
kepala desa bagi orang asing,
b. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang
berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.

Sedangkan formulir yang harus dilampirkan pada saat pendaftaran untuk memperoleh
NPWP bagi Wajib Pajak badan adalah :

19
a. Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dai
Kantor Pusat bagi Bentuk Usaha Tetap,
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau
kepala desa bagi orang asing, atau dari salah seorang pengurus yang masih aktif,
c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dar instansi yang berwenang sekurang-kurangnya
lurah atau kepala desa.

C. Penghapusan NPWP

Penghapusan NPWP adalah tindakan menighapuskan NPWP dari tata usaha Kantor
Pelayanan Pajak. Penghapusan NPWP dapat dilakukan bila terjadi kondisi sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Wanita, kawin tidak dengan pegianjian pemisahan harta dan penghasilan;
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan scbagai Subjek Pajak sudah sclesai dibagi;
d. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resi berdasarkan ketentua peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha
tetap;
f. Wajib Pajak onang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang
tidak memenuhi syarat lagi scbagai Wajib Pajak,

Penghapusan tersebut dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk
melakukan penagihan telah daluarsa. Namun demikian NPWP dapat pula dapat dihapuskan jika
berdasarkan hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tidak dapat atau tidak
mungkin ditagih lagi disebabkan karena :
a. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai
ahli waris.
b. Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi.
c. Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang di maksud di atas yang tidak memenuhi
syarat lagi sebagai Wajib Pajak.

D. Fungsi NPPKP

Telah disinggung di atas bahwa NPWP ini otomatis sama dengan Nomor Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), Setiap Wajib Pajak scbagai Perigusaha yang dikcnakan Pajak
Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan
penubahannya, wajlb melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi yarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai

20
peraturan perundang-undangan perpjakan. Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak selanjutnya akan memperoleh Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP).
Fungsi NPPKP adalah :
a. Untuk mengetahui identitas Pengusaha. Kena Pajak yang sebenarnya.
b. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
c. Untuk Pengawasan terhadap administrasi perpajakan.

E. Tempat dan Jangka Waktu Pelaporan Usaha

Tempat untuk melaporkan usaha dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dibagi
dalam beberapa bagian yaitu :
1. Bagi Pengusaha orang pribadi, kewajiban melaporkan usahanya adalah pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha
tersebut dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
2. Bagi Pengusaha badan, kewajiban melaporkan usahanya adalah pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha tersebut dan
tempat kegiatan usaha dilakukan.
3. Bagi Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai, tempat kegiatan usaha di
beberapa wilayah kantor Direktorat Jenderal Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah baik di kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusal
tersebut maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha dilakukan.
4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu (yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang
mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik
yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan), berkewajiban melaporkan
usahanya disamping pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
5. Bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor
Direktorat Jenderal Pajak sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.

21
Wajib Pajak yang merupakan Pengusaha Kecil yang memilih sebagai Pengusaha Kena
Pajak wajib mengajukan pemyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
sedangkan pengusaha kecil yang tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi sampai
dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui
batasan yang ditetapkan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kene Pajak paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
F. Pencabutan PPKP

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak adalah tindakan mencabut Pengukuhan


Pengusaha Kena Pajak (PPKP) dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak. Pencabutan Pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan karena dalam beberapa hal
yaitu sebagai berikut: ㆍ
a. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
lain;
b. Suatu badan yang dimiliki oleh Pengusaha Kena Pajak telah dibubarkan;
c. Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP) dan atau permohonan


penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) harus diselesaikan dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan tersebut secara lengkap, kecuali
permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak karena PKP pindah atau peredaran
bruto tidak melebihi jumlah peredaran bruto untuk pengusaha kecil.
Dalam hal jumlah peredaran bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah
peredaran buto untuk Pengusaha Kecil, maka Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan
permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu)
bulan setelah berakimya tahun buku yang bersangkutan. Setelah melakukan pemeriksan Direktur
Jenderal Pajak harus memberikan keputusan paling lama 2 (dua) bulan sejak permohonan
diterima. Apabila jangka waktu 2 (dua) bulan telah lewat, Direkur Jenderal Pajak tidak memberi
suatu keputusan, maka pemohonan pencabutan pengukuhan, sebagai Pengusaha Kena Pajak
dianggap dikabulkan dan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diterbitkan
dalam waktu paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. Pencabutan PPKP dan
atau penghapusan NPWP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan tanpa
menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan.

22
3.5 Surat Pemberitahuan

A. Dasar Hukum
Dalam UU KUP Pasal 3 ayat (1) dan (1b) yang merupakan dasar hukum bagi Surat
Pemberitahuan yang menyebutkan bahwa :
"Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan- huruf Latin, angka Arab, satuanmata uang Rupiah, dan menandatangani serta.
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaiar atau
dikukuhkan", dan 'Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukian dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah,
waijib menyampailkan Surat Pemberilahuan dalam bahasa. Indonesia dan mata uang selain
Rupiah yang dizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan".
Adapun pengertian Surat Pemberitahuan adalah surat yang. oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek
pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Menurut penjelasan pasal 3 ayat 1 UU No. 16 tahun 2009, fungsi SPT adalah :
a. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan, SPT berfungsi sebagai sarana untuk :
 Melaporkan dan mempertanggungawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang;
 Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan
atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak;
 Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objck pajak;
 Melaporkan harta dan kewajiban;
 Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satw) Masa Pajak yang
ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
b. Bagi Pengusaha Kena Pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk :
 Melaporkan dan mempertanggungawabkan penghitungan jumlah. Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang;

23
 Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan teihadap Pajak Keluaran;
 Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha. Kena Pajak atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang
ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Surat Perberiatuan (SPTY ini terdir dari beberapa jenis etapi pada umumnya dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: Surat Pemberitahuan. Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan.
1. Surat Pemberitahuan Masa adaah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, yang
terdiri dari:
a) Surat Pembenitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasai 26;
b) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;
c) Surat Pemberitahuan Masa Dajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26;
d) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 2S;
e) Surat Pembenitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
f) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15;
g) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
h) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut;
i) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak
Pedagang Eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
j) Surat Pembentahuan Masa. Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak yang terdiri dari :
a) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;
b) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang
diizinkan .menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang
Dollar Amerika Serikat;
c) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
d) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Bila Wajib Pajak telah mengambil dan atau memperoleh Surat Pemberitahuan (SPT)
tersebut dari fiskus Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Paak terdaftar, maka Wajib
Pajak itu dapat menyelesaikannya dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas,
dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Pengisian SPT yang tidak benar, jelas, dan lengkap yang
mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Selanjutnya Wajib Pajak harus menandatangani serta menyampaikannya kembali ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan. Apabila SPT

24
disampaikan melalui Pos secara tercatat atau dengan cara lain melalui perusahaan jasa ekspedisi
atau jasa kurir yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, maka tanda bukti dan
tanggal pengiriman SPT yang telah lengkap dapat dianggap sebagai tanda bukti bahwa SPT
Wajilb Pajak torsebut telah disi dengan benar, jelas dan iengkap yang disertai dengan tanggal
penerimaan.

B. Jangka Waktu Penyamnpaian SPT;


Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan SPT mempunyai jangka waktu yang terbatas.
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) diatur sebagai berikut :
a) Untuk SPT Masa, harus disampaikan pating lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
b) Untuk SPT Tahunan, barus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian


Surat Pemberiahuan Tahunan dalam jangka waktu paling latna 6 (enam) bulan. Permoionan
perpanjangan SPT tersebut disampaikan secara tertulis disertai Surat Pemyataan mengenai
penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak terutang . Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktunya
atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, akan diterbitkan Surat Teguran.
Apabila Surat Pembenitahuan terlambat atau tidak disampaikan dalam jangka waktuyang
telah ditetapkan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT tersebut, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
sebesar Rp. 50.00,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN, sebesar Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Badan dan sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk
SPT Tahunan PPh Orang pribadi. Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan 'SPT atau
menyapaikan SPT tetapi isinya tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada Negara yang
dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai Sanksi administrsi beupa
kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar. Sanksi pidana juga dikenakan terhadap
setiap orang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling
sedikit 1 (satu) kalijumlah pajak tentang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Setiap orang yang dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan
dapat merugikan negara, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun

25
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Disamping Surat Pemberitahuan (SPT) yang diterima oleh Wajib Pajak untuk melakukan
pembayaran pajak yang terutang, dikenal juga Surat Setoran Pajak (SSP) yang artinya adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau
Bank Badan Usaha Miik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan. Surat Setoran Pajak (SSP) berfungsi sebagai sarana untuk membayar pajak dan
sebagai bukti atau laporan pembayaran pajak. SSP dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
1. SSP Standar.
Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau benfungsi untuk melakukan pembayaran
atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penecima Pembayaran dan digunaka
sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan Menteri Keuangan. SSP Standar ini digunakan untuk peimbayaran semua jenis
pajak, baik yang bersifat final maupun tidak final, kecuali setoran Pajak Bumi dan
Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, SSP Standar dibuat rangkap
4 (empat) yang diperuntukkan sebagai berikut :
 Lembar ke-1: untuk arsip Wajib Pajak
 Lembar ke-2: untuk Kantor Pelayanan melalui Kantor . pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN)
 Lembar ke-3: untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP
 Lembar ke-4: untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran
 Lembar ke-5: untuk arsip wajib pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan
perundangan perpajakan yang berlaku.

2. SPP Khusus

Bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang
dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat
lain yang isinya sesuai dengan yang ditctapkan dalam Kesputusan Direktur Jenderal Pajak. SSP
Khusus mempunyai fungsi sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan. SSP
Khusus paling sedikit hanus memuat keterangan sebagai benikt: NPWP, Nama Wajib Pajak,
Identias Kantor Penerima Pembayaran, Mata Anggaran Penerimaan (MAP) Kode Jenis Pajak
dan Kod Jenis Setoran, Masa Pajak dan atau Tahun Pajak, Nomor Ketetapan (untuk
pembayaran : STP, SKPKB atau SKPKBT), Jumlah dan Tanggal Pembayaran, Nomor
Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB).
Wajb Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui
Kantor Pos (PT.Pos Indonesia), Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran, Bank-bank
Badan Usaha. Milik Negara, Bank-bank Badan Usaha Milik.Daerah atau tempat pembayaran lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Jatuh tempo dalam melakukan pembayaran pajak dapat
dibagi berdasarkan jenis pembayaran pajak yaitu :

26
a) Pembayaran Masa
Dalam pembayaran masa, batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang
untuk suatu saat atau Masa Pajak adalah tidak boleh melebihi IS (lima belas) hari setelah
saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
b) Pembayaran Kekurangan Pajak
Pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh Pasal 29)
harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan-ketiga setelah Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT itu disampaikan.
c) Pembayaran karena Ketetapan Pajak
Pembayaran karena Ketetapan Pajak (seperti Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding) yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan surat ketetapan.
Atas pengajuan permohonan tertulis Wajib Pajak, Dircktur Jenderal Pajak dapat
memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang
dalam STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah, dan Pajak
Penghasilan Pasal 29 kepada Dirjen Pajak dalam hal ini Kepala KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalacni kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar
kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya tepat pada waktunya.
C. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda yang mempunyai fungsi sebagai korcksi atas julah pajak yang terutang dalam SPT Wajib
Pajak, sebagai sarana mengenakan sanksi admninistrasi berupa bunga dan atau denda, dan
sebagai alat untuk menagih pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum sama
dengan Surat Kctetapan Pajak, sehingga dalam hal penagihanya dapat juga dilakukan dengan
Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur tersendini dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000 sebagai perbahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997. Surat
Tagihan Pajak dapat diterbitkan olch Dirjen Pajak apabila :
a) Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurantg dibayar,
b) Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah
tulis dan atau salah hitung;
c) Wajil Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d) Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahanya ictepi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
e) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat faktur
pajak;

27
f) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atat
memibuat faktur pajik telapi tidk tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur
pajak.

Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap Wajitb Pajak yang jumlah kekurangan
pajak yang teutang dalam Stp karena. tidak atau kurang bayar dan kesalahan tulis atau hitung
berupa bunga scbesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP dan
terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan
Pajak.

D. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


Surat ketelapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
yang masih harus dibayar, yang berfuingsi sebagai koreksi atas jumlah yang terutang menurut
SPT-nya, sebagai sarana untuk mengenakan sanksi, dan sebagai alat untuk menagih pajak.
Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa
pajak, Bagian Talun Pajak atau Tahut Pajak, Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal-
hal sebagai berikut :
a) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang bayer;
b) Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah
ditegur secara. tertulis tidak juga disampaikan dalam batas waktu sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran;
c) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaanmengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak scharusnya dikenakan tarif 0%
(nol persen);
d) Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (Pasal 28 dan Pasal 29 UU KUP) tidak
dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

Atas terbitnya SKPKB tersebut, penerapan sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi :
a) Jika SKPKB dikeluarkan karena alasan a di atas, maka sanksi administrasi berupa jumlah
kekurangan pajak terutang ditambah bunga sebesar 2% sebulan maksimum 24 bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirya Masa Pajak, Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya SKPKB.
b) Jika SKPKB dikeluarkan karena alasan b, c,d di alas, maka sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar :
 50% dari pajak penghasilan yang tidak tau atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.

28
 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan yang dipotong/dipungut tetapi tidak atau kurang
disetor.
 1005 dari PPN dan PPn BM yang tidak tau atau kurang dibayar.

Apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan, maka SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah dengan saksi
administrasi berupe bunga sebesar 48% dar jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

E. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. Dirjen pajak berwenang untuk menerbikan SKPKBT dalam jangka waktu l0 tahun
sesudah saat terutangnya pajak, berakhimnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan
penambahan jumlah pjak yang terutang SKPKBT juga merupakan koreksi atas ketetapan pajak
sebelumnya, oleh karena itu, SKPKBT baru diterbikan apabila telah pernah diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak. SKPKBT dapat diterbitkan apabila berdasarkan data baru dan atau data yang
semula belum terungkap, menyebabkan penam bahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan
Pajak sebelumnya dan ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan
SKPKB.
G. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang dimaksud dengan jumlah pajak yang
terutang adalah jumlah pajk keluaran (PK) setelah dikurangi dengan junlah pajak masukan yang
dipungut oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

H. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

Surat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengenai pajak
terutang yang harus dibayar dalam satu tahun pajak. SPPT diterbitkan berdasarkan SPOP.
Pelunasannya paling lambat 6 bulan sejak diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Jjika terlambat
dikenakan sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari semua uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:

1. Pajak merupakan iuran wajib yang harus di bayar oleh setiap warga Negara Indonesia
berdasarkan jenisnya masing-masing.
2. Apabila terjadinya pelanggaran seperti tidak membayar iuran wajib pajak tersebut maka
akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3. Di dalam pembayaran iuran perpajakan tidak adanya toleransi.
4. Ketentuan pembayaran pajak sesuai menurut jenisnya masing-masing.

4.2 Saran

Makalah yang berjudul perpajakan ini merupakan karya tulis berdasarkan himpunan
material yang di ambil dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan
dan dalam penyajian bahan penulis sangat mengharpakan kritik dan saran dari para pembaca
demi terwujudnya kebenaran yang kita kehendaki semua dan demi kesempurnaan penyelesaian
makalah pajak ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Modul, Perpajakan, Universitas Negeri Medan, 2020


https://googleschoolar//com

31

Anda mungkin juga menyukai