Kartini adalah sosok pejuang pembela hak kaum perempuan. Terlepas dari
kontroversi kaum perempuan mana yang dia bela,karena pada saat itu masyarakat
terpecah berdasarkan struktur sosial dan ikatan primordialisme yang ketat. Sosok
Cut Nyak Dien juga merupakan salah satu sosok pendekar' perempuan yang
mampu membuktikan kesosokannya dengan turun ke medan perang. Selanjutnya,
Nyai Walidah (istri Kiai Dahlan) yang menjadi penggerak bagi kelompok
masyarakat perempuan dengan membangun Sapatresna, cikal bakal Aisyiyah.
Yang melakukan perkaderan perempuan, yang hingga kini eksis mewarnai
dakwah kemasyarakatan sebagai ortom Muhammadiyah. Mereka adalah tokoh
perempuan (yang juga pahlawan nasional) yang memiliki karakternya masing-
masing dalam memperjuangkan keadilan. RA Kartini bergerak dengan
kemampuan intelektualnya. Cut Nyak Dien dengan otot dan senjatanya. Dan Nyai
Walidah dengan kelompok atau organisasi perempuan yang dibentuknya.
Di ruang publik, peran perempuan dan laki-laki saat ini menempati posisi
yang setara. Artinya, tidak ada batasan bagi perempuan untuk menjalankan
tugasnya hanya di wilayah domestik, dalam paradigma masyarakat tradisional,
hanya mengurusi urusan dapur, sumur, dan kasur. Tak sedikit perempuan menjadi
pejabat publik, kaum muda perempuan yang menjadi volunteer/relawan, aktivis,
maupun pemimpin organisasi. Lihat saja susunan pemerintahan saat ini (Kabinet
Kerja) yang menampilkan banyak tokoh perempuan. Begitu pula di ranah sosial,
misalnya, dalam tanggap bencana ada peran perempuan. Atau, ada juga
perempuan yang bergerak menciptakan pusat belajar masyarakat, taman baca, dan
pembinaan di suatu daerah.
Saat ini, musuh kita (IMM) tak seperti apa yang dihadapi Cut Nyak Dien,
Nyai Walidah, dan Kartini dahulu. Tapi, lebih kepada pelurusan paradigma,
perkembangan pergaulan kaum muda, serta kekerdilan berpikir internal yang terus
diperlihara. Problematika yang terjadi saat ini, yang pertama adalah tren, yang
tercermin dari gaya hidup berbasis teknologi digital. Tidak jarang, kaum
perempuan menjadi objek sasaran dari adanya kejahatan digital. Dengan
maraknya media sosial, yang kadang digunakan tidak pada tempatnya. Misalnya,
mengumbar foto-foto yang bersifat pribadi, yang dapat mengundang berbagai
macam kejahatan/kemungkaran.
Selain itu, tren mengenai hijab atau jilbab pun tak pelak menjadi
persoalan. Apalagi, dengan adanya isu bahwa Indonesia akan menjadi pusat tren
hijab internasional, karena dinilai memiliki varian gaya yang dalam sudut pandang
modern disebut modis. Masalahnya, fokus dunia adalah kepada tren fashion-nya,
bukan kepada esensi hijab yang digunakan untuk menutup aurat. Hal ini pun akan
menjadi persepsi yang salah, ketika kita menjalankan sesuatu yang sebenarnya
bernilai ibadah tapi hanya dilakukan demi kebutuhan fashion yang kadang
menabrak ketentuan agama.
Kedua, yaitu pergaulan. Pergaulan di kalangan kaum muda saat ini tidak
hanya terbatas di ruang kelas dan lingkungan saja. Yaitu kelompok-kelompok
yang gemar jalan ke mal atau sekadar nongkrong di warung/kantin. Biasanya,
waktu hanya mereka habiskan dengan nongkrong dan jalan-jalan (berbelanja di
mal). Bagi sebagian dari mereka ada yang antipati terhadap organisasi, apalagi
organisasi dakwah.
Ketiga, yaitu cara berpikir kerdil. Menurut Nithzche, dikutip Eko Prasetyo,
lebih baik berbuat jahat daripada berpikiran kerdil (Bangkitlah Gerakan
Mahasiswa). Artinya, kebaikan itu harus dikerjakan, bukan hanya dipikirkan atau
didiskusikan. Jika hanya menjadi sebatas wacana maka kita akan kalah langkah
oleh kejahatan-kejahatan, meskipun sifatnya kecil. Apalagi, kejahatan yang besar.
Meskipun dalam Islam berniat baik sudah dicatat sebagai pahala.
Tren seperti yang sudah dijelaskan di atas merupakan suatu produk yang
tercipta dari kebutuhan zaman. Tren akan selalu berubah dan selalu dimonopoli
oleh kepentingan dan permintaan pasar. Siasat untuk melawannya adalah dengan
dakwah pencerahan. Atau dengan membuat tren tandingan.
Siasat dakwah yang mencerahkan harus dimulai dari pola pikir yang sesuai
atau melintasi zaman. Artinya, dengan ide-ide kreatif dakwah bisa dilancarkan.
Misalnya, menggunakan media sosial yang saat ini sangat digandrungi kaula
muda. Isinya bisa dengan unggahan yang berisi pelurusan terhadap tren-tren yang
berkembang. Soal hijab syar'i misalnya, atau tentang kewaspadaan mengunggah
foto.