Segala usaha manusia harus didahului dan diakhiri dengan pemikiran mengenai
makna dan cara aktivitasnya, apabila usahanya menyangkut orang lain. Demikian halnya
dengan pekabaran injil Yesus Kristus yang terarah kepada seluruh dunia dan segenap umat
manusia. Di dalam pengharapan Israel akan masa depan, pemegang kunci ialah Allah yang
dijanjikan selaku pembawa keselamatan bagi segenap umat manusia dan dunia. Yang
dipentingkan dalam gambaran tentang zaman yang akan datang itu ialah pemerintahan Tuhan
atas Israel dan bangsa-bangsa lainnya, dan pemerintahan itu akan dilakukan oleh oknum
mesias sebagai penyelamat.
Dengan demikian, kabar baik dan misiologi tentang keselamatan berkaitan dengan
kebiasaan atau agama tradisi Yahudi. Masyarakat Non-Yahudi yang ingin masuk dalam
persekutuan tradisi agama Yahudi harus melakukan syarat-syarat untuk menjadi seorang
proselit. proselit secara sederhana diartikan sebagai perpindahan keyakinan agama yang
dialami oleh orang non Yahudi menjadi penganut agama Yahudi atau Yudaisme. Dalam
bahasa Yunani menggunakan istilah proselutos, berasal dari kata πρός (pros), dan ἔρχομαι
(eksomai), yang memilki arti ‘masuk ke dalam.’ Proselit berkembang dengan suatu pola atau
tradisi yang kuat sejak mereka keluar dari pembuangan di Babilonia. Pada zaman Yudas
Makabe, seorang putra dari imam Yahudi, Matatias di tahun 167 SM, orang-orang Yahudi
melakukan pemberontakan melawan Seleukus Anthiokus IV Epifanes. 1 1 Yudas Makabe
dikenal dengan gigih mempertahankan keagaman Yahudi dan mempertahankan Yudea,
menyucikan Bait Suci di Yerusalem dari kecemaran yang dilakukan oleh pada tanggal 25
bulan Kislev tahun 164 SM, dan dimenegakkan hari raya Hanukah (festival Kenisah,
pentahbisan Bait Suci).
1
Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol. 10 No.1,
Juni 2021), 91.
PEMBAHASAN
2
David F. Hinson, Sejarah Israel pada zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), Hlm. 36
3
Andrew E Hill and John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Cetakan Pe. (Malang: Penerbit Gandum
Mas Malang, 1996), 157
4
Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja ( Jakarta BPK Gunung Mulia), Hlm. 148.
5
Ibid, hlm. 149.
C. Gerakan diaspora
Diaspora berasal dari kata Yunani yang berarti penyebaran, digunakan oleh umat
Yahudi yang tersebar diseluruh dunia, diluar daerah Palestina. Penyebaran ini dimulai
dengan deportasi dari Israel utara ke Asyur abad ke-8 sM, dan pembuangan Israel selatan
ke Babel abad ke-6 sM. Keluarga-keluarga yang telah hidup berkecukupan lebih banyak
memilih menetap di Babel, dimana mereka berhasil dibidang perdagangan, dalam
kekaisaran Persia, dan dengan Mesir, daripada ikut kembali ke Palestina dengan
persetujuan raja Koresy. Di kekaisaran Romawi orang-orang Yahudi tinggal disetiap kota
penting (Yohanes 7:35) sering menempati wilayah tersendiri (Aleksandria) dengan
pemerintahan lokal mereka sendiri yang berpusat di sinagoge, mereka berbahasa Yunani
6
(septuaginta LXX dikerjakan di aleksandria pada abad ke-3 sM). Orang-orang Yahudi
diaspora mempertahankan hubungannya kesetiaanya terhadap Yerusalem dan membayar
pajak setengah syikal dan jika memungkinkan mengunjungi Bait Allah (Kis. 2:9-11).
Setelah penghancuran Bait Allah tahun 70 sM, penguasa Romawi memerintahkan agar
pejak tersebut dikirmkan ke kuil Yupiter Kapitolinus dan percakapan dalam Mat. 17:24-
27.
D. Proselitisme
Kata Yunani proselit adalah προσήλυτ (Mat. 23:15 SCR), yang memiliki arti
masuk menjadi bagian. Berasal dari kata proshlutovj (proselutos) dengan akar katanya
prosercomai (proserchomai) yang berarti datang. Dirujuk dari kata prov pros yang artinya:
bersama-sama dengan; di, dekat, di sebelah atau terhubung. Barclay mengungkapkan
bahwa orang Farisi selalu ingin mengubah orang-orang yang takut akan Allah ini menjadi
proselit. Proselit adalah padanan kata dari kata Yunani proselutos, orang yang telah
mendekat atau sudah menghampiri. Proselit adalah orang yang sudah sepenuhnya
menerima hukum seremonial dan juga telah disunat, dan telah menjadi orang yang
Yudaisme.7 Dalam konteks Perjanjian Lama, proselit ini berasal dari istilah yang
dikenakan kepada orang-orang yang menjadi Proselit, menjadi penganut agama Yahudi
Rabinik. Dan istilah ini mengarah pada istilah ( – ֵּגר־ּתֹוָׁש בger toshav) – ֵּגר־ַׁשַׁער – ֵּגר־ֶצֶד ק
(ger tsedeq). Dalam bahasa Ibrani terdapat istilah dan dalam bahasa Yunani ada kata
‘proselutos’; kedua istilah tersebut mengacu pada orang non-Yahudi yang baru masuk
6
W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), Hlm. 81.
7
Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal
Teologi dan Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE (Vol 4, No 2, November 2020), 255.
menjadi menganut agama Yahudi.8 Dalam perkembangan sejarah, Proselit mengalami dua
kali perubahan makna. Porselit mula-mula berarti orang asing yang tinggal di suatu negeri,
orang kafir yang meninggalkan kepercayaannya sebagai penyembah berhala, dan
kemudian memeluk agama Israel (Yudaisme). Perubahan makna proselit, terjadi ketika
bangsa Israel dibuang ke luar negerinya. Dan negeri asing itulah mereka dengan giat
melakukan "penginjilan", terhadap masyarakat sekitarnya. 9 Dalam Perjanjian Lama,
proselit dimaksudkan untuk orang yang bukan suku bangsa Israel. Mereka mengenyam
hak tamu dan berada di bawah perlindungan undang-undang. Pada kemudian hari,
terutama pada zaman Helenisme, sekitar abad ke-3 sebelum masehi sampai abad ke-1
sesudah masehi, menjadi sebutan bagi orang yang bertobat dari kekafiran dan mau masuk
agama Yahudi.10 Makna Proselit secara sederhana adalah suatu golongan orang-orang non-
Yahudi yang memeluk agama Yahudi. Orang-orang/kaum Proselit adalah orang yang
berganti agama, yaitu menjadi penganut agama Yahudi (Yudaisme), dan menyunatkan diri
jika ia laki-laki (Mat. 23:15).
Selain itu, proselit juga memiliki dua jenis dalam Perjanjian Lama, yaitu, pertama:
gertzedek (memiliki arti proselit benar, proselit kebenaran, proselit religius, proselit taat)
dan ger toshav (proselit residen, proselit gerbang, proselit terbatas, proselit separuh). Yang
dimaksud dengan seorang "proselit yang benar" adalah seorang kafir yang telah masuk
Yudaisme, terikat pada semua doktrin dan ajaran agama Yahudi, dan dianggap sebagai
anggota penuh dari orang-orang Yahudi. Dalam hal ini maka para proselit disunat saat
dewasa (jika laki-laki), dan dibenamkan (baptis, mivkah) untuk secara resmi melaku-kan
pertobatan. Kedua adalah adalah ger toshav atau gate proselyte.11 Seorang "gate proselyte"
adalah orang kafir atau asing yang tinggal di Tanah Israel dan mengikuti beberapa
kebiasaan Yahudi. Mereka tidak diharuskan untuk disunat atau untuk mematuhi seluruh
Taurat. Mereka terikat hanya untuk mengikuti peraturandalam hukum Nuh, (jangan
menyembah berhala, jangan menghujat nama Tuhan, jangan membunuh, jangan
melakukan percabulan (perbuatan seksual tidak bermoral), jangan mencuri, jangan
8
Ibid.
9
M.D Wakkary, Gunawan Tjajadi, and A.S Kaawoan, Buku Pintar Alkitab (Pare: Departemen
Pendidikan dan Pengajaran MP GPdI, 2006), 24.
10
Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal
Teologi dan Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE ( Vol 4, No 2, November 2020) 254.
11
Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol.
10 No.1, Juni 2021), 96.
merobek dahan dari hewan yang hidup, dan jangan gagal untuk menegakkan supremasi
hukum) untuk diyakinkan akan suatu tempat di dunika yang akan datang.12
E. Syarat-syarat proselitisme
1. Disunat
Bila menilik penyunatan telah ada sejak zaman Abraham dimana Allah
berinisiasi dengan perjanjian tersebut, artinya ini bukanlah peristiwa biasa, namun
adalah sebuah peristiwa sakral yang dibangun oleh Allah dengan umat pilihanNya
(Kej. 17:10-17). Harun Hadiwijono menyebutkan demikian, arti sunat adalah
demikian bahwa, keturunan Abraham dimasukkan ke dalam perjanjian Tuhan
Allah, Tuhan Allah berkenan bukan hanya menjadi Allah Abraham melainkan
juga menjadi Allah para keturunannya dengan cara yang tampak yaitu dalam
bentuk sunat.13 7 Hal yang sangat penting adalah terdapat perbedaan antara umat
Allah dan bukan umat Allah, sebagaimana ditekankan dalam Kejadian 17:14,
bahwa barangsiapa dari keturunan Abraham tidak disunat orang itu harus
dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya. Para teolog tampaknya sepakat
bahwa sakramen selain sebagai tanda, juga sebagai meterai bagi orang percaya.
Sakramen sebagai meterai atau cap berfungsi untuk mengokohkan kepercayaan
kepada janji-janji Allah. Karena itu menurut Soedarmo meterai berdasarkan
Roma 4:11: “Dan tanda sunat itu diterimanya (Abraham) sebagai meterai
kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat.
Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat,
supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka.” Selanjutnya dalam praktik
keagamaan Yahudi pada masa intertestamental sampai masa Perjanjian Baru
menjadi isu yang sangat pokok. Peraturan mengenai sunat sendiri dimulai dari
penyunatan Ishak ketika berumum 8 hari ( Dan secara turun termurun
dilaksanakan oleh bangsa Yahudi, dan upacara sunat ini masuk dalam peraturan
dan adat istiadat Yahudi ataupun hukum Taurat (bandingkan dengan Yesus dalam
Luk 2:21). Di dalam peristiwan sunat bila memperhatikan di dalam Kejadian 17
maka terdapat tanda (sunat sebagai tanda) penting, yaitu bahwa seseorang secara
rohani sebagai umat Allah, dan secara kebangsaan sebagai bagian orang Israel.
Namun dalam hal ini secara rohani bahwa Allah memperhitungkan iman
Abraham sebagai kebenaran.
12
Ibid.
13
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm. 265.
2. Baptisan Proselit
Persyaratan ataupun ketentuan yang kedua dalam keagamaan orang
Yahudi dalah baptisan proselit, yang merupakan keharusan bagi orang kafir bila
menjadi pemeluk agama Yahudi. Dalam peristiwa ini maka, orang yang
menerima diri untuk menjadi proselit, membenamkan dirinya sendiri kedalam
air.14 Pembasuhan diri sebagai upacara pentahiran diri dengan menenggelamkan
diri dalam air bersih dan mengalir ini pada tradisi Yahudi ini merupakan upacara
yang dapat diulang-ulang. Selanjutnya, ritus pembersihan atau pembasuhan diri
dengan menenggelamkan diri kadalam air itu menjadi suatu ritus pembaptisan
untuk kelompok eseni. Dengan pembaptisan itu, mereka memandang diri sebagai
kelompok terpilih.15 Ritus pembaptisan dengan penenggelaman diri dalam air
(yang sejauh mungkin: air mengalir) juga menjadi “ritus inisiasi” bagi orang-
orang non Yahudi yang mau menjadi warga orang Yahudi (kelompok proselit).
Kita bisa sebut ritus inisiasi kaumproselit dengan baptisan proselit. Kaum proselit
ini menjalani ritus baptisan selain juga harus menjalani sunat yang menjadi syarat
pokok untuk masuk ledalam kalangan orang Yahudi. Hanya saja baptisan proselit
ini dilakukan untuk aptisan diri sendir, atau dengan kata lain orang membaptis
diri sendiri. baptisan proselit hanya dilakukan sekali dan tidak dapat diulangi.
Tentu saja dalam baptisan proselit itu sudah diandaikan bahwa orang itu telah
mengimani Allah YAHWE Israel. Para Rabbi telah mendasarkan keharusan
baptis proselit pada peristiwa penyiraman yang telah dialami bangsa Yahudi di
padang gurun, seperti diuraikan dalam keluaran 24:8. Dalam 1 Korintus 10:12
Paulus juga memberikan sindirannya mengenai hal itu apa yang telah
dilakukannya dalam “penyiraman” atau “baptisan di padang gurun” itu secara
kiasan, kini dilangsungkan secara nyata oleh Yohanes.
3. Persembahan korban
14
Emanuel Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjuan Teologis, Liturgis, Pastoral,
Yogyakarta, Kanisius, 2003, hlm. 118.
15
Ibid, hlm. 127.
Tindakan selanjutnya dalam ritual penganut Yahudi proselit adalah
memberikan persembahan kurban. Di dalam masa Perjanjian Lama ritual kurban
banyak dituliskan dan dilakukan oleh umat Allah sampai pada zaman Yesus. Di
Bait Suci Yerusalem umat Allah memberikan kurban kepada Allah. Syarat bahwa
proselit harus mempersembahkan kurban, sudah jelas berasal dari zaman bait suci
masih berdiri sudah jelas juga bahwa syarat yang demikian pastilah menjadi
keberatan bagi banyak orang dari segi lain tertarik menjadi proselit. Mereka
memang menjadi yang disebut “orang-orang yang takut akan Allah” (Kis.
10:2;12;13:16, 26 memakai istilah Phoboumenoi ton theon. Itu berarti bahwa
mereka turut serta dalam kebaktian sinagoge dan menyesuaikan cara hidup
mereka dengan prinsip-prinsip orang Yahudi.16
16
H. H Rowlei, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), hlm 196-197.
17
Ibid, hlm. 200.
lain. Sebuah interaksi yang relatif yang lama dapat menimbulkan simpati dan
orientasi yang luas. Hal ini mendorong terjadinya proses proselitisme.
Kesimpulan
David F. Hinson, Sejarah Israel pada zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), Hlm. 36.
Andrew E Hill and John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Cetakan Pe. (Malang: Penerbit Gandum Mas
Malang, 1996), 157
Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja ( Jakarta BPK Gunung Mulia), Hlm. 148.
W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), Hlm. 81.
Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal Teologi dan
Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE (Vol 4, No 2, November 2020), 255.
M.D Wakkary, Gunawan Tjajadi, and A.S Kaawoan, Buku Pintar Alkitab (Pare: Departemen Pendidikan dan
Pengajaran MP GPdI, 2006), 24.
Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal Teologi dan
Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE ( Vol 4, No 2, November 2020) 254.
Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol. 10 No.1,
Juni 2021), 96.
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm. 265.
Emanuel Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjuan Teologis, Liturgis, Pastoral, Yogyakarta, Kanisius,
2003, hlm. 118.
H. H Rowlei, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), hlm 196-197.