Anda di halaman 1dari 11

ISRAEL DAN PROSELITISME

(MEMAHAMI GERAKAN DIASPORA DAN PROSELITISME)

Nama : > Boy Wildarling Telaumbanua


> Isthon
Tingkat/Semester : 3/5
Prodi : Teologi Kependetaan
Mata Kuliah : Misiologi

SEMESTER GANJIL 2022/2023


PENDAHULUAN

Segala usaha manusia harus didahului dan diakhiri dengan pemikiran mengenai
makna dan cara aktivitasnya, apabila usahanya menyangkut orang lain. Demikian halnya
dengan pekabaran injil Yesus Kristus yang terarah kepada seluruh dunia dan segenap umat
manusia. Di dalam pengharapan Israel akan masa depan, pemegang kunci ialah Allah yang
dijanjikan selaku pembawa keselamatan bagi segenap umat manusia dan dunia. Yang
dipentingkan dalam gambaran tentang zaman yang akan datang itu ialah pemerintahan Tuhan
atas Israel dan bangsa-bangsa lainnya, dan pemerintahan itu akan dilakukan oleh oknum
mesias sebagai penyelamat.

Dengan demikian, kabar baik dan misiologi tentang keselamatan berkaitan dengan
kebiasaan atau agama tradisi Yahudi. Masyarakat Non-Yahudi yang ingin masuk dalam
persekutuan tradisi agama Yahudi harus melakukan syarat-syarat untuk menjadi seorang
proselit. proselit secara sederhana diartikan sebagai perpindahan keyakinan agama yang
dialami oleh orang non Yahudi menjadi penganut agama Yahudi atau Yudaisme. Dalam
bahasa Yunani menggunakan istilah proselutos, berasal dari kata πρός (pros), dan ἔρχομαι
(eksomai), yang memilki arti ‘masuk ke dalam.’ Proselit berkembang dengan suatu pola atau
tradisi yang kuat sejak mereka keluar dari pembuangan di Babilonia. Pada zaman Yudas
Makabe, seorang putra dari imam Yahudi, Matatias di tahun 167 SM, orang-orang Yahudi
melakukan pemberontakan melawan Seleukus Anthiokus IV Epifanes. 1 1 Yudas Makabe
dikenal dengan gigih mempertahankan keagaman Yahudi dan mempertahankan Yudea,
menyucikan Bait Suci di Yerusalem dari kecemaran yang dilakukan oleh pada tanggal 25
bulan Kislev tahun 164 SM, dan dimenegakkan hari raya Hanukah (festival Kenisah,
pentahbisan Bait Suci).

1
Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol. 10 No.1,
Juni 2021), 91.
PEMBAHASAN

A. Pemilihan bangsa Israel


Israel adalah bangsa yang sangat besar yang dipilih Allah oleh karena perjanjian-Nya
dengan Abraham, bahwa Allah akan menjanjikan keturunan bagi Abraham. Abraham adalah
nenek moyang dari bangsa Israel dari keturunan Ishak dan Yakub. Orang-orang Israel juga
tidak pernah ragu bahwa Allah telah memilih Abraham dan telah menyatakan diri-Nya
kepada mereka dan menetapkan perjanjian-Nya kepada bangsa Israel. Meskipun para ahli
arkeologi tidak dapat memberikan kepada kita suatu kepastian waktu dalam sejarah dunia
tentang kapan hal-hal tersebut terjadi dikalangan orang Israel. 2 Dalam Perjanjian Lama Allah
memilih Israel sebagai alat penyampai misi Allah, Allah menyatakan diri-Nya melalui Israel. 3
Hal itu Nampak dalam sejarah bangsa Isarel, di mana ada orang-orang yang meninggalkan
kebangsaannya dan bergabung menjadi bagian dari umat Israel. Seperti yang dilakukan oleh Rut.
Di sisi lain Allah telah berfirman kepada Abraham, bahwa oleh Abraham semua kaum di bumi
akan mendapat ber-kat, dan kepada Yesaya, bahwa keselamatan yang dari Allah akan sampai ke
ujung-ujung bumi melalui Israel.

B. Pembuangan bangsa Israel


Pada zaman pembuangan ke Babilonia, orang-orang Yahudi hidup diaspora dan hidup
diantara orang-orang kafir dari berbagai bangsa. Pada masa pembuangan, orang-orang
Yahudi beribadah dan mempelajari kitab Musa didalam sinagoge. Dalam
perkembangannya banyak orang-orang non Yahudi yang kemudian tertarik menjadi
penganut Yudaisme, khususnya menyangkut cara hidup saleh dan penyembahan
monoteisme.4 Sebagian dari mereka kemudian menyatakan diri bersedia menganut agama
Yahudi. Mereka inilah yang disebut dengan proselit. Mereka diharuskan menjalankan
semua kewajiban Taurat, terutama sunat, menaati hari Sabat, pantang terhadap makanan
tertentu, dan mengakui Yahweh sebagai Allah satu-satunya. 5

2
David F. Hinson, Sejarah Israel pada zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), Hlm. 36
3
Andrew E Hill and John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Cetakan Pe. (Malang: Penerbit Gandum
Mas Malang, 1996), 157

4
Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja ( Jakarta BPK Gunung Mulia), Hlm. 148.
5
Ibid, hlm. 149.
C. Gerakan diaspora
Diaspora berasal dari kata Yunani yang berarti penyebaran, digunakan oleh umat
Yahudi yang tersebar diseluruh dunia, diluar daerah Palestina. Penyebaran ini dimulai
dengan deportasi dari Israel utara ke Asyur abad ke-8 sM, dan pembuangan Israel selatan
ke Babel abad ke-6 sM. Keluarga-keluarga yang telah hidup berkecukupan lebih banyak
memilih menetap di Babel, dimana mereka berhasil dibidang perdagangan, dalam
kekaisaran Persia, dan dengan Mesir, daripada ikut kembali ke Palestina dengan
persetujuan raja Koresy. Di kekaisaran Romawi orang-orang Yahudi tinggal disetiap kota
penting (Yohanes 7:35) sering menempati wilayah tersendiri (Aleksandria) dengan
pemerintahan lokal mereka sendiri yang berpusat di sinagoge, mereka berbahasa Yunani
6
(septuaginta LXX dikerjakan di aleksandria pada abad ke-3 sM). Orang-orang Yahudi
diaspora mempertahankan hubungannya kesetiaanya terhadap Yerusalem dan membayar
pajak setengah syikal dan jika memungkinkan mengunjungi Bait Allah (Kis. 2:9-11).
Setelah penghancuran Bait Allah tahun 70 sM, penguasa Romawi memerintahkan agar
pejak tersebut dikirmkan ke kuil Yupiter Kapitolinus dan percakapan dalam Mat. 17:24-
27.

D. Proselitisme

Kata Yunani proselit adalah προσήλυτ (Mat. 23:15 SCR), yang memiliki arti
masuk menjadi bagian. Berasal dari kata proshlutovj (proselutos) dengan akar katanya
prosercomai (proserchomai) yang berarti datang. Dirujuk dari kata prov pros yang artinya:
bersama-sama dengan; di, dekat, di sebelah atau terhubung. Barclay mengungkapkan
bahwa orang Farisi selalu ingin mengubah orang-orang yang takut akan Allah ini menjadi
proselit. Proselit adalah padanan kata dari kata Yunani proselutos, orang yang telah
mendekat atau sudah menghampiri. Proselit adalah orang yang sudah sepenuhnya
menerima hukum seremonial dan juga telah disunat, dan telah menjadi orang yang
Yudaisme.7 Dalam konteks Perjanjian Lama, proselit ini berasal dari istilah yang
dikenakan kepada orang-orang yang menjadi Proselit, menjadi penganut agama Yahudi
Rabinik. Dan istilah ini mengarah pada istilah ‫( – ֵּגר־ּתֹוָׁש ב‬ger toshav) ‫– ֵּגר־ַׁשַׁער – ֵּגר־ֶצֶד ק‬
(ger tsedeq). Dalam bahasa Ibrani terdapat istilah dan dalam bahasa Yunani ada kata
‘proselutos’; kedua istilah tersebut mengacu pada orang non-Yahudi yang baru masuk

6
W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), Hlm. 81.
7
Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal
Teologi dan Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE (Vol 4, No 2, November 2020), 255.
menjadi menganut agama Yahudi.8 Dalam perkembangan sejarah, Proselit mengalami dua
kali perubahan makna. Porselit mula-mula berarti orang asing yang tinggal di suatu negeri,
orang kafir yang meninggalkan kepercayaannya sebagai penyembah berhala, dan
kemudian memeluk agama Israel (Yudaisme). Perubahan makna proselit, terjadi ketika
bangsa Israel dibuang ke luar negerinya. Dan negeri asing itulah mereka dengan giat
melakukan "penginjilan", terhadap masyarakat sekitarnya. 9 Dalam Perjanjian Lama,
proselit dimaksudkan untuk orang yang bukan suku bangsa Israel. Mereka mengenyam
hak tamu dan berada di bawah perlindungan undang-undang. Pada kemudian hari,
terutama pada zaman Helenisme, sekitar abad ke-3 sebelum masehi sampai abad ke-1
sesudah masehi, menjadi sebutan bagi orang yang bertobat dari kekafiran dan mau masuk
agama Yahudi.10 Makna Proselit secara sederhana adalah suatu golongan orang-orang non-
Yahudi yang memeluk agama Yahudi. Orang-orang/kaum Proselit adalah orang yang
berganti agama, yaitu menjadi penganut agama Yahudi (Yudaisme), dan menyunatkan diri
jika ia laki-laki (Mat. 23:15).

Selain itu, proselit juga memiliki dua jenis dalam Perjanjian Lama, yaitu, pertama:
gertzedek (memiliki arti proselit benar, proselit kebenaran, proselit religius, proselit taat)
dan ger toshav (proselit residen, proselit gerbang, proselit terbatas, proselit separuh). Yang
dimaksud dengan seorang "proselit yang benar" adalah seorang kafir yang telah masuk
Yudaisme, terikat pada semua doktrin dan ajaran agama Yahudi, dan dianggap sebagai
anggota penuh dari orang-orang Yahudi. Dalam hal ini maka para proselit disunat saat
dewasa (jika laki-laki), dan dibenamkan (baptis, mivkah) untuk secara resmi melaku-kan
pertobatan. Kedua adalah adalah ger toshav atau gate proselyte.11 Seorang "gate proselyte"
adalah orang kafir atau asing yang tinggal di Tanah Israel dan mengikuti beberapa
kebiasaan Yahudi. Mereka tidak diharuskan untuk disunat atau untuk mematuhi seluruh
Taurat. Mereka terikat hanya untuk mengikuti peraturandalam hukum Nuh, (jangan
menyembah berhala, jangan menghujat nama Tuhan, jangan membunuh, jangan
melakukan percabulan (perbuatan seksual tidak bermoral), jangan mencuri, jangan

8
Ibid.
9
M.D Wakkary, Gunawan Tjajadi, and A.S Kaawoan, Buku Pintar Alkitab (Pare: Departemen
Pendidikan dan Pengajaran MP GPdI, 2006), 24.
10
Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal
Teologi dan Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE ( Vol 4, No 2, November 2020) 254.
11
Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol.
10 No.1, Juni 2021), 96.
merobek dahan dari hewan yang hidup, dan jangan gagal untuk menegakkan supremasi
hukum) untuk diyakinkan akan suatu tempat di dunika yang akan datang.12

E. Syarat-syarat proselitisme
1. Disunat
Bila menilik penyunatan telah ada sejak zaman Abraham dimana Allah
berinisiasi dengan perjanjian tersebut, artinya ini bukanlah peristiwa biasa, namun
adalah sebuah peristiwa sakral yang dibangun oleh Allah dengan umat pilihanNya
(Kej. 17:10-17). Harun Hadiwijono menyebutkan demikian, arti sunat adalah
demikian bahwa, keturunan Abraham dimasukkan ke dalam perjanjian Tuhan
Allah, Tuhan Allah berkenan bukan hanya menjadi Allah Abraham melainkan
juga menjadi Allah para keturunannya dengan cara yang tampak yaitu dalam
bentuk sunat.13 7 Hal yang sangat penting adalah terdapat perbedaan antara umat
Allah dan bukan umat Allah, sebagaimana ditekankan dalam Kejadian 17:14,
bahwa barangsiapa dari keturunan Abraham tidak disunat orang itu harus
dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya. Para teolog tampaknya sepakat
bahwa sakramen selain sebagai tanda, juga sebagai meterai bagi orang percaya.
Sakramen sebagai meterai atau cap berfungsi untuk mengokohkan kepercayaan
kepada janji-janji Allah. Karena itu menurut Soedarmo meterai berdasarkan
Roma 4:11: “Dan tanda sunat itu diterimanya (Abraham) sebagai meterai
kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat.
Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat,
supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka.” Selanjutnya dalam praktik
keagamaan Yahudi pada masa intertestamental sampai masa Perjanjian Baru
menjadi isu yang sangat pokok. Peraturan mengenai sunat sendiri dimulai dari
penyunatan Ishak ketika berumum 8 hari ( Dan secara turun termurun
dilaksanakan oleh bangsa Yahudi, dan upacara sunat ini masuk dalam peraturan
dan adat istiadat Yahudi ataupun hukum Taurat (bandingkan dengan Yesus dalam
Luk 2:21). Di dalam peristiwan sunat bila memperhatikan di dalam Kejadian 17
maka terdapat tanda (sunat sebagai tanda) penting, yaitu bahwa seseorang secara
rohani sebagai umat Allah, dan secara kebangsaan sebagai bagian orang Israel.
Namun dalam hal ini secara rohani bahwa Allah memperhitungkan iman
Abraham sebagai kebenaran.
12
Ibid.
13
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm. 265.
2. Baptisan Proselit
Persyaratan ataupun ketentuan yang kedua dalam keagamaan orang
Yahudi dalah baptisan proselit, yang merupakan keharusan bagi orang kafir bila
menjadi pemeluk agama Yahudi. Dalam peristiwa ini maka, orang yang
menerima diri untuk menjadi proselit, membenamkan dirinya sendiri kedalam
air.14 Pembasuhan diri sebagai upacara pentahiran diri dengan menenggelamkan
diri dalam air bersih dan mengalir ini pada tradisi Yahudi ini merupakan upacara
yang dapat diulang-ulang. Selanjutnya, ritus pembersihan atau pembasuhan diri
dengan menenggelamkan diri kadalam air itu menjadi suatu ritus pembaptisan
untuk kelompok eseni. Dengan pembaptisan itu, mereka memandang diri sebagai
kelompok terpilih.15 Ritus pembaptisan dengan penenggelaman diri dalam air
(yang sejauh mungkin: air mengalir) juga menjadi “ritus inisiasi” bagi orang-
orang non Yahudi yang mau menjadi warga orang Yahudi (kelompok proselit).
Kita bisa sebut ritus inisiasi kaumproselit dengan baptisan proselit. Kaum proselit
ini menjalani ritus baptisan selain juga harus menjalani sunat yang menjadi syarat
pokok untuk masuk ledalam kalangan orang Yahudi. Hanya saja baptisan proselit
ini dilakukan untuk aptisan diri sendir, atau dengan kata lain orang membaptis
diri sendiri. baptisan proselit hanya dilakukan sekali dan tidak dapat diulangi.
Tentu saja dalam baptisan proselit itu sudah diandaikan bahwa orang itu telah
mengimani Allah YAHWE Israel. Para Rabbi telah mendasarkan keharusan
baptis proselit pada peristiwa penyiraman yang telah dialami bangsa Yahudi di
padang gurun, seperti diuraikan dalam keluaran 24:8. Dalam 1 Korintus 10:12
Paulus juga memberikan sindirannya mengenai hal itu apa yang telah
dilakukannya dalam “penyiraman” atau “baptisan di padang gurun” itu secara
kiasan, kini dilangsungkan secara nyata oleh Yohanes.

3. Persembahan korban

14
Emanuel Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjuan Teologis, Liturgis, Pastoral,
Yogyakarta, Kanisius, 2003, hlm. 118.
15
Ibid, hlm. 127.
Tindakan selanjutnya dalam ritual penganut Yahudi proselit adalah
memberikan persembahan kurban. Di dalam masa Perjanjian Lama ritual kurban
banyak dituliskan dan dilakukan oleh umat Allah sampai pada zaman Yesus. Di
Bait Suci Yerusalem umat Allah memberikan kurban kepada Allah. Syarat bahwa
proselit harus mempersembahkan kurban, sudah jelas berasal dari zaman bait suci
masih berdiri sudah jelas juga bahwa syarat yang demikian pastilah menjadi
keberatan bagi banyak orang dari segi lain tertarik menjadi proselit. Mereka
memang menjadi yang disebut “orang-orang yang takut akan Allah” (Kis.
10:2;12;13:16, 26 memakai istilah Phoboumenoi ton theon. Itu berarti bahwa
mereka turut serta dalam kebaktian sinagoge dan menyesuaikan cara hidup
mereka dengan prinsip-prinsip orang Yahudi.16

4. Proselitisme bagi misi Gereja


Kata gereja berasal dari bahasa Yunani ekklesia artinya mereka yang
dipanggil keluar. Dengan pengertian ini, maka gereja adalah persekutuan orang-
orang pilihan yang sudah dipanggil keluar dari lingkungan yang gelap. Pada
waktu yang sama mereka juga memiliki panggilan spiritual yang biasa disebut
sebagai amanat agung untuk menjadi garam dan terang di sekitarnya (Mat. 5:13-
14) Dengan kerangka berpikir tersebut, sudah seharusnya gereja memiliki
antusiasme bukan percaya sepenuhnya kepada Kristus, namun juga memiliki
semangat yang penuh untuk membritakannya kepada orang lain yang masih
tinggal dalam kegelapan.17 Selanjutnya, pertanyaanya adalah bagaimana makna
proselit dimasa intertestamental tersebut bagi misi gereja? Proses ini dilakukan
oleh orang Yahudi, baik yang fanatik terhadap ke-Yahudian-nya dan bersifat
tertutup.
Era intertestamental yang kurang menyenangkan bagi orangYahudi yang
berada dibawah dominasi Persia, Romawi dan Yunani membuka jalan masuk
bagi misi gereja di masa perjanjian baru. Sebaliknya, orang Israel yakin
perserakan terjadi supaya proselit ditambahkan kepada Allah. tanpa terjadinya
diaspora, umat Israel hanya terkurung dalam wilayah dan nasionalismenya.
Interaksi dengan bangsa-bangsa lain pun akan terbatas. Keterbatasan interaksi
akan melahirkan kurangnya orientasi yang luas dan simpati bagi bangsa-bangsa

16
H. H Rowlei, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), hlm 196-197.
17
Ibid, hlm. 200.
lain. Sebuah interaksi yang relatif yang lama dapat menimbulkan simpati dan
orientasi yang luas. Hal ini mendorong terjadinya proses proselitisme.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa proselit dilakukan oleh


umat non-Yahudi untuk bisa ikut masuk dalam persekutuan agama Yahudi atau tradisi
Yahudi. Dalam melaksanakan proselit umat non-Yahudi harus taat di bawah hukum
taurat. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh umat non-Yahudi yang ingin proselit di
antaranya ialah disunat, babtisan proselit dan mempersembahkan korban. Ketiga syarat
ini sangatlah penting bagi umat yang ingin proselit untuk masuk dalam persekutuan
agama Yahudi. Dengan demikian, Proselit ini merupakan bentuk dari misi dari agama
Yahudi dalam Perjanjian Lama. Selain itu, Proselit yang dilakukan oleh umat non-
Yahudi juga sangat berkaitan dengan misi kekristenan, hubungan keduanya penting
dalam ilmu misiologi tentang dunia penginjilan.
Daftar pustaka
Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol. 10 No.1,
Juni 2021), 91.

David F. Hinson, Sejarah Israel pada zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), Hlm. 36.

Andrew E Hill and John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Cetakan Pe. (Malang: Penerbit Gandum Mas
Malang, 1996), 157

Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja ( Jakarta BPK Gunung Mulia), Hlm. 148.

W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), Hlm. 81.

Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal Teologi dan
Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE (Vol 4, No 2, November 2020), 255.

M.D Wakkary, Gunawan Tjajadi, and A.S Kaawoan, Buku Pintar Alkitab (Pare: Departemen Pendidikan dan
Pengajaran MP GPdI, 2006), 24.

Paulus Purwoto, Makna Proselitisasi di Masa Intertestamental bagi Misi Gereja Masa Kini, Jurnal Teologi dan
Pelayanan Kristiani EPIGRAPHE ( Vol 4, No 2, November 2020) 254.

Adi Chandra & Sariyanto, Proselit Pada Masa Perjanjian Lama Sampai Perjanjian Baru, Siap (Vol. 10 No.1,
Juni 2021), 96.

Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hlm. 265.

Emanuel Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja: Tinjuan Teologis, Liturgis, Pastoral, Yogyakarta, Kanisius,
2003, hlm. 118.

H. H Rowlei, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), hlm 196-197.

Anda mungkin juga menyukai