Anda di halaman 1dari 4

DISTORSI KOGNITIF

Ini adalah 10 distorsi kognitif umum yang dapat menyebabkan emosi negatif dan memicu pola
berpikir yang sangat merugikan. Temukan pemikiran mana yang familiar bagi Anda.

1. All-or-Nothing Thinking (Semua atau tidak sama sekali):


Melihat sesuatu dalam kategori hitam-putih. Suatu situasi yang tidak
sempurna, diihat sebagai kegagalan total.
Contoh
• Ketika seseorang yang sedang diet makan sesendok es krim, dan
berkata pada dirinya sendiri, "Aku sudah menghancurkan dietku."
• Seorang siswa yang gagal dalam 1 ujian, berkata “aku memang
orang yang gagal dan tidak bisa sukses”

2. Over generalization (Generalisasi berlebihan):


Melihat satu peristiwa negatif, (contoh: penolakan cinta atau
kegagalan karier) sebagai pola kekalahan yang tidak pernah
berakhir. Ditandai dengan banyak menggunakan kata-kata "selalu"
atau "tidak pernah"
Contoh:
• ketika seseorang melihat kotoran burung di kaca depan mobilnya.
Dia berkata pada dirinya sendiri, “Memang nasib saya buruk! Burung
selalu mengotori mobil saya!”
• ketika seseorang tidak bisa mengerti salah satu pelajaran yang
sulit, ia berkata “saya memang tidak bisa mengerti semua hal”

3. Mental Filter:
Memilih suatu detail yang negatif dan memikirkannya itu saja secara
terus menerus, sehingga visi Anda tentang hidup menjadi gelap,
seperti setetes tinta yang menghitamkan gelas air.
Contoh:
• Anda menerima banyak pujian tentang presentasi Anda di depan
kelas, tetapi salah satunya mengatakan sesuatu yang agak kritis.
Anda sangat fokus dengan komentar kritis itu sampai mengabaikan
semua komentar positif.

4. Discounting the Positive (Meremehkan yang Positif):


Tidak menerima pengalaman positif dengan bersikeras bahwa itu
"tidak masuk hitungan". Jika Anda melakukan pekerjaan dengan
baik, Anda mungkin mengatakan pada diri sendiri bahwa itu tidak
cukup baik atau siapa pun bisa melakukannya juga. Pemikiran jenis
ini dapat menghilangkan kegembiraan hidup dan membuat Anda
merasa tidak mampu dan tidak dihargai.
5. Jumping to Conclusions (Melompat ke Kesimpulan):
Menafsirkan hal-hal secara negatif padahal tidak ada fakta yang
mendukung kesimpulan Anda. Terdapat 2 jenis:
• Mind Reading (Membaca Pikiran): Tanpa memeriksanya, Anda
secara sewenang-wenang menyimpulkan bahwa seseorang
bereaksi negatif terhadap Anda.
Contoh: Ketika teman Anda sedang tidak fokus dan main hp
ketika Anda mengajaknya berbicara, Anda berpikir “Dia pasti
sudah tidak ingin berteman denganku lagi”

• Fortune-telling (meramal): Memprediksi bahwa segala sesuatunya akan menjadi buruk.


Contoh: Sebelum ujian, Anda mungkin berkata pada diri sendiri, “Saya benar-benar akan
gagal. Bagaimana jika aku gagal?” Jika Anda mengalami depresi, Anda mungkin berkata pada
diri sendiri, "Saya tidak akan pernah menjadi lebih baik."

6. Magnification and Minimization (Membesar-besarkan, atau


mengecilkan):
Melebih-lebihkan atau meminimalkan pentingnya suatu peristiwa.
• Magnification: Hanya melihat kemungkinan terburuk dari suatu
situasi.
• Minimization: Merasa pencapaian mereka sendiri tidak penting,
atau bahwa kesalahan mereka terlalu penting.

7. Emotional Reasoning (Penalaran Emosional):


Berasumsi bahwa emosi negatif Anda mencerminkan keadaan
sebenarnya:
• “Saya merasa takut naik pesawat. Jadi pasti sangat berbahaya
untuk terbang.”
• “Saya merasa bersalah. Aku pasti orang yang buruk.”
• “Saya merasa sangat rendah diri. Ini berarti aku orang rendahan.”
• “Saya merasa putus asa. Hidupku pasti tidak ada harapan.”
8. “Should Statements (“harus”):
Mengatakan pada diri sendiri bahwa segala sesuatunya harus seperti yang Anda harapkan.

Contoh:
• Setelah memainkan bagian yang sulit pada piano, seorang
pianis berbakat berkata pada dirinya sendiri, "Saya
harusnya tidak membuat begitu banyak kesalahan." Hal
tersebut membuatnya sangat kesal pada dirinya sehingga
ia berhenti berlatih selama beberapa hari.
• “Saya seharusnya menjadi anak yang rajin”
• Terlalu banyak mengatakan kata "Harus", “Seharusnya”

Pemikiran dan perkataan seperti ini yang ditujukan terhadap diri sendiri dapat menyebabkan rasa
bersalah dan frustrasi. Sedangkan jika ditujukan terhadap orang lain, hal ini dapat menyebabkan
kemarahan dan frustrasi: "Dia seharusnya tidak begitu keras kepala dan argumentatif."

9. Pelabelan:
Pelabelan adalah bentuk ekstrim dari pemikiran nomor 1 (semua-
atau-tidak sama sekali). Alih-alih mengatakan "Saya membuat
kesalahan" Anda menempelkan label negatif pada diri sendiri: "Saya
pecundang." "Saya bodoh" atau "Saya gagal" atau "Saya brengsek."
Pelabelan cukup tidak rasional karena Anda tidak sama dengan apa
yang Anda lakukan. Manusia ada, tetapi "bodoh", "pecundang", dan
"brengsek" tidak ada. Label-label ini hanyalah abstraksi yang tidak
berguna yang mengarah pada kemarahan, kecemasan, frustrasi,
dan harga diri yang rendah.

Selain diri sendiri, Anda juga dapat melabeli orang lain. Ketika seseorang melakukan sesuatu yang
mengganggu Anda dengan cara yang salah, Anda mungkin mengatakan pada diri sendiri: "Dia
adalah seorang yang brengsek”. Kemudian Anda merasa bahwa masalahnya ada pada “karakter”
atau “esensi” dari orang tersebut, bukan pada pikiran atau perilakunya. Anda melihat mereka
benar-benar buruk. Ini membuat Anda merasa bermusuhan dan putus asa untuk memperbaiki
keadaan dan menyisakan sedikit ruang untuk komunikasi yang membangun.
10. Personalization and Blame (Menyalahkan Diri atau Orang Lain):

Personalisasi terjadi ketika Anda menyalahkan diri sendiri atau


menganggap Anda lah yang bertanggung jawab atas suatu
peristiwa yang tidak sepenuhnya berada di bawah kendali Anda.
Personalisasi menyebabkan rasa bersalah, malu, dan perasaan
tidak mampu.

Contoh:
• Ketika seorang ibu mendengar bahwa anaknya mengalami kesulitan di sekolah, dia
berkata pada dirinya sendiri, "Ini menunjukkan kalau saya adalah ibu yang buruk" alih-alih
mencoba menunjukkan penyebab masalahnya sehingga dia bisa membantu anaknya.
• Ketika seorang suami memukuli istrinya, istri tsb berkata pada dirinya sendiri, “Dia
memukuli saya karena saya istri yang kurang baik”

Namun beberapa orang melakukan sebaliknya. Mereka menyalahkan orang lain atau keadaan
atas kesalahan mereka, dan tidak mau menghadapi masalah.
Contoh:
• "Alasan pernikahan berakhir sangat buruk adalah karena pasangan saya sangat
menyebalkan"
• Saya hidup seperti ini karena orang tua saya tidak peduli pada saya
Menyalahkan biasanya tidak bekerja dengan baik karena orang lain akan membenci
dikambinghitamkan dan mereka hanya akan melemparkan kesalahan kembali pada Anda.

Tips Praktis untuk Reframing (Membingkai Ulang Pikiran):

• Selidiki apa yang membuat Anda stres: Lihat situasi Anda dengan pandangan positif.
• Temukan apa yang dapat Anda ubah: Jika Anda bisa, bagian mana dari situasi Anda yang
paling ingin Anda ubah? Dengan pembingkaian ulang secara positif, Anda mungkin
melihat kemungkinan yang tidak Anda sadari sebelumnya.
• Menemukan manfaat: Temukan manfaat dari situasi yang Anda hadapi.
• Temukan humornya: Temukan aspek situasi Anda yang begitu absurd sehingga Anda
tidak bisa menahan tawa.

Anda mungkin juga menyukai