Anda di halaman 1dari 26

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Oleh :
Desi Setiyaningsih
151100281 / semester 2
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta

Disahkan pada tanggal :


Mahasiswa

(Desi Setiyaningsih)

Pembimbing Lahan

Pembimbing Akademik

(Tina Hernayati, AMK)

(Firmina Theresia Kora S.Kep.,M.P.H)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

ASI adalah salah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Hubertin, 2003).
Menyusui merupakan suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia
berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Seiring
dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat sehingga pengetahuan lama yang mendasar seperti
menyusui justru kadang terlupakan, menyusui adalah suatu pengetahuan yang
selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam
mempertahankan kehidupan manusia (Roesli, 2000).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari
teknik menyusui yang buruk, merupakan penyebab penting terjadinya mastitis,
tetapi dalam benak banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap sama
dengan infeksi payudara. Mereka sering tidak mampu membantu wanita
penderita mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan mungkin
menyarankan wanita tersebut untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya tidak
perlu. Mastitis adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang
baru pertama kali menyusui bayinya.
Mastitis hampir selalu unilateral dan berkembang setelah terjadi aliran
susu. Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atau
tanpa kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit
sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya dibawah 10% (WHO, 2003).
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu
lecet/nyeri sekitar 57% dari ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita
kelecetan pada putingnya, payudara bengkak. Payudara bengkak sering terjadi
pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan
pada satu atau lebih duktus laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang
merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis yang disebabkan karena
meluasnya peradangan payudara. Sehingga dapat menyebabkan tidak
terlaksananya ASI ekslusif (Soetjiningsih, 1997).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Konsep Teori Mastitis ?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Mastitis?
C. Tujuan
1. Memahami Konsep Dasar Teori Mastitis.
2. Memahami Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Mastitis.
BAB II
PEMBAHASAN
I.

Konsep Dasar Penyakit Mastitis


A. Definisi
Peradangan payudara adalah suatu hal yang sangat biasa pada wania
yang pernah hamil, malahan dalam praktek sehari-hari yang tidak hamil pun
kadang-kadang kita temukan dengan mastitis. (Prawiroharjo, 1999).
Bilamana pembesaran payudara hampir terjadi pada semua wanita pada
dua sampai tiga hari pertama setelah kelahiran, tetapi jarang akan menetap dan
biasanya tidak disertai dengan peningkatan temperature yang lebih tinggi.
Kongesti cenderung terjadi menyeluruh dengan pembesaran vena superficial.
(Friedman, 1998).
Mastitis adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang
baru ertama kali menyusui bayinya. Mastitis hampir selalu unilateral dan
berkembang setelah terjadi aliran susu (Bobak, 2005). Mastitis adalah radang
pada payudara (Soetjiningsih, 1997). Mastitis adalah abses atau nanah pada
payudara atau radang payudara.
.
Gb. 1. Mastitis
Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Macam-macam mastitis dibedakan
berdasarkan tempatnya serta berdasarkan penyebab dan kondisinya. Mastitis
berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu.
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Sedangkan pembagian mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi
pula menjadi 3, yaitu :
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia
menjelang menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui.
Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia,
yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada
saluran di payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau
menyusui. Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang
menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui
kontak langsung.
3. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa
dari kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis.
Infeksi kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif.
Bila penanganannya tidak tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan
payudara/mastektomi.
B. Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak


ditemukan pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini
seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu
melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting susu. Mastitis biasanya
terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3
bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis
pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara
(Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi
mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi
payudara bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi
mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan
mempermudah terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting
susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan
penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang
tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi. Dua
penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menuju
infeksi. Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari pengamatan klinis
bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa
pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan tersebut. Ia
menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi diakibatkan oleh
stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.
Thomsen, dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang
pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI
dari payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi
berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang
sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Statis ASI
dapat membaik hanya dengan terus menyusui, tentunya dengan teknik
yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis non infeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut
: Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang
nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik
saja. Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI
setelah menyusui.
c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut
: lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat
celcius, ada luka pada puting payudara, kulit payudara tampak menjadi
kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara
membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan
kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang terasa
asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan
antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non
infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis
infeksiosa menjadi pembentukan abses.

C. Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus


(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka
terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas
jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan
tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke
jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya
respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus
ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus
(periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah).
Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli
dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis
yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

D. Pathway

Stasis
ASI
Jaringan
mammae
menjadi tegang
Lubang
duktus
laktiferus
lebih

Fisura
pada
puting
Terbukanya
port de
entry
Bakteri

MASTITI
S
Keteganga
n pada
jaringan
mammae

Laktasi
terganggu

Proses
infeksi
bakteri

Reaksi
imun
Ukuran
mamma
e
membes

Ganggu
an citra
tubuh

Penekanan
reseptor
nyeri

Nyeri akut

Menyusui
tidak
Muncul
pus
Kurang
pengetah
uan
Ansietas

Resik
o
tinggi
infeks

E. Tanda dan Gejala


1. Bengkak, nyeri seluruh payudara / nyeri local.
2. Kemerahan pada seluruh payuara / hanya local.
3. Payudara keras dan berbenjol-benjol (Soetjiningsih, 1997).
4. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
5.
6.
7.
8.
pecah-pecah.
Badan demam seperti terserang flu.
Menggigil, deman malaise. (Bobak, 2005).
Nyeri tekan pada payudara. (Bobak, 2005).
Bila sudah masuk tahap abses, gejalanya :
a. Nyeri bertambah hebat di payudara.
b. Kuli diatas abses mengkilap.
c. Suhu tubuh (39 - 40 C).
d. Bayi sendiri tidak mau minum pada payudara sakit, seolah bayi tahu

bahwa susu disebelah itu bercampur dengan nanah. (Prawiroharjo,


1999).
F. Komplikasi dan Prognosis
1. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya
terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat
daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah
diterapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses.
Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.
Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan
aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus
terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara
serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus
mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat
abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat,
banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri
biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh
jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah
ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis
berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan payudara terasa
gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan
bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah
mengoles nistatin krim yang juga mengandung kortison ke puting
dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi
nistatin oral pada saat yang sama.
2. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan
segera. Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau
dilakukan tindakan yang adekuat.
G. Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu
nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen
(Wiknjosastro, 2005). Namun World Health Organization (WHO)
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan
yaitu bila :
a. Pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik
dalam 2 hari.
b. Terjadi mastitis berulang.
c. Mastitis terjadi di rumah sakit.
d. Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit
yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan
tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
H. Pencegahan
Mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cukup banyak
istirahat dan bisa secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak
menjadi bengkak. Gunakan bra yang sesuai ukuran payudara, serta usahakan
untuk selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara membersihkan
dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah menyusui.
Hampir semua kasus mastitis akut dapat dihindari melalui upaya
menyusui dengan benar. Kebersihan harus dipraktekkan oleh semua yang
berkontak dengan bayi baru lahir dan ibu baru, juga mengurangi insiden
mastitis. Tindakan pencegahan termasuk usaha yang cermat untuk
menghindari kontaminasi tersebut dengan menyingkirkan individual yang
diketahui atau dicuigai sebagai karir dari tempat perawatan. Mencuci tangan
dengan baik adalah penting untuk mencegah terjadinya infeksi. (Fnedman,
1998)
I. Penatalaksanaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan
adalah pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan
diberi antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat
dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik.
Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu,
supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Apabila ada abses maka
nanah dikeluarkan, kemudian dipasang pipa ke tengah abses agar nanah
dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus,
sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus tersebut.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah :
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita
merasa sakit dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif
dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu
harus diyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk
diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih, baik bentuk
maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang
semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana
meneruskan menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien
akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus
menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan.
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai
menyusui dapat dimulai lagi.
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta
menunjukkan infeksi.
b. Gejala berat sejak awal.
c. Terlihat puting pecah-pecah.
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki maka laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri
antibiotik ditentukan.
Antibiotik

Dosis

Eritrimisin

250-500 mg setiap 6 jam

Flukloksasilin

250 mg setiap 6 jam

Dikloksasilin

125-250 mg setiap 6 jam per oral

Amoksasilin

250-500 mg setiap 8 jam

Sefaleksin

250.500 tiap 6 jam

Tabel 1.1 Dosis Antibiotik


e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain :
a) Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap

6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali


sehari selama 10 hari.
b) Bantulah ibu agar tetap menyusui.
c) Bebat/sangga payudara.
d) Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak
dan nyeri yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral
setiap 4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah
pada dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui,
selain itu bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas,
kemudian untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat
dikompres dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa
nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa
sakit, istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi
tubuh menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum
yang bergizi, minum banyak air putih juga akan membantu
menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang
dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas seperti
semula
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen
dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu
mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang
paling tepat. Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya
dapat meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki
pengeluaran susu. Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan
kompres hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan
membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.
Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4
kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan,
sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara
yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang/indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
b. Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya
tidak mendorong saluran ASI.

II.

Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari


tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan
pembuangan nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya
acetaminophen atau ibuprofen). Kedua obat tersebut aman untuk ibu
menyusui dan bayinya.
Fokus Pengkajian
a. Identitas klien :
- Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan
sehari-harinya agar tidak salah pasien ketika memberikan
perawatan.
- Umur : wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering
mengalami mastitis daripada wanita yang berumur dibawah 21
tahun dan di atas 35 tahun. Umur <21 tahun diperkirakan bahwa
alat-alat reproduksinya masih belum matang, mental dan
psikisnya juga belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal
tersebut akan memicu terjadinya mastitis ini.
- Suku
: berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari,
khususnya dalam hal teknik menyusui dan perawatan payudara.
- Agama
: untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga
dalam membimbing dan mengarahkannya lebih mudah.
- Pendidikan : biasanya wanita yang status pendidikannya rendah
akan banyak yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka
tidak mengetahui tentang penyakit serta pengobatan dan teknik
perawatan payudara yang benar untuk kesehatan. Selain itu aspek
pendidikan juga akan mempengaruhi dalam tindakan
keperawatan yang akan diberikan, sehingga perawat dapat
memberi asuhan keperawatan dan konseling yang sesuai dengan
kondisi pasien.
- Pekerjaan
: wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai
wanita karier) saat mempunyai kewajiban untuk menyusui
anaknya adalah termasuk kelompok yang berisiko tinggi
mengalami mastitis. Hal itu disebabkan oleh kesibukan kerjanya
ini akan menjadi penghambat pengeluaran ASI sehingga
menimbulkan terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah satu
pencetus penyakit mastitis ini. Selain itu juga aspek pekerjaan ini
untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi pasien,
karena hal itu dimungkinkan dapat mempengaruhi dalam
pemenuhan gizi pasien yang memungkinkan timbulnya penyakit
mastitis ini.
- Alamat: perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan
kunjungan rumah post perawatan
b. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya
faktor-faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah,
sehingga dapat dengan mudah mengalami infeksi utamanya pada
payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan lebih
banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu terjadinya
mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi
penyebab terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar
dan saluran susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab
yang pasti seperti stasis ASI karena bayi yang susah menyusu,
adanya luka lecet di area puting susu dan penggunaan bra yang tidak
tepat/teralalu ketat juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis,
dimana hal-hal tersebut kemungkinan besar adalah merupakan hal
yang sering sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada
kehamilan sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya
mastitis.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38
derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae,
bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul berbagai komplikasi
seperti abses payudara, infeksi berulang dan infeksi jamur. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, misalnya
memberikan info tentang perawatan payudara, teknik menyusui yang
benar, dsb.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
c. Pengkajian Keperawatan
a) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri
yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal,
dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan
badannya kurang terjaga terutama pada area payudara dan
lingkungan yang kurang bersih.
b) Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya
mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI,
sehingga bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang
terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI
dalam payudara (Stasis ASI) yang dapat memicu terjadinya mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu
akan memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan
nutrisi juga seringkali menurun akibat dari penurunan nafsu makan
karena nyeri dan peningkatan suhu tubuh.
c) Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang
spesifik akibat terjadinya mastitis.
1. Tidak ada nyeri saat berkemih
2. Konsistensi dan warna normal
3. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.
d) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi :
>38 derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan
mengalami penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang
muncul.
e) Pola Tidur dan Istirahat

Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh


nyeri. Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
f) Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya
nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang
mengetahui dapat terjadi penurunan harga diri.
g) Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
h) Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan
pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga
untuk pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi
prioritas.
i) Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
j) Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
k) Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung
pada masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih
rajin ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi
juga ada individu yang karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan
menjauh dari Tuhan.
d. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya
baik.
b. Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat
kesadarannya adalah compos mentis.
c. Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too
1) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam
keadaan normal 120/80 mmHg
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan
90-110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
-

Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi


pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana
normalnya 16-20x/menit.
Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi
peningkatan suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ C dan
pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami peningkatan
sampai 39,5ᵒ C.

2) Kulit

Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu


pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
3) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu
dengan mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
4) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
5) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
mastitis, karena seseorang dengan anemis akan mudah
mengalami infeksi.
6) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-).
Tidak ada gangguan pada area ini.
7) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
8) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan
ada area ini.
9) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
10) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau
perubahan fisik.
11) Kelenjar getah bening
Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi
pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi
yang sama dengan payudara yang terkena mastitis.
12) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat,
gambaran pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit,
terdapat lesi atau luka pada puting panyudara, panyudara teraba
keras dan tegang, panyudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan
saat di lakukan palpasi terdapat pus.
13) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris.
Tidak ada gangguan pada derah toraks.
 Cordis:
1. Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
2. Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
3. Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4. Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising
(-)
 Pulmo:
1. Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
2. Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara
tambahan: (-/-)
14) Abdomen
1. Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena
post partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
2. Auskultasi: bising usus (+) normal
3. Perkusi: tympani
4. Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
e. Pemeriksaan penunjang
Pada

ibu

nifas

dengan

mastitis

tidak

dilakukan

pemeriksaan

laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan


pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih
(SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada
pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab mastitis.
Dimana

pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan untuk

menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.


f.

Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan.
Kemungkinan dapat dibuktikan : kerusakan permukaan kulit. Hasil
yang diharapkan : meningkatnya waktu penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Kaji / balutan /luka untuk karakteristik drainase.
b. Awasi jumlah edema, kemerahan, dan nyeri pada insisi.
c. Awasi vital sign.
d. Tempatkan pada posisi semi fowler pada punggung / sisi yang
tak sakit dengan lengan tinggi dan disokong dengan bantal.
e. Catat jumlah dan karakteristik drainase.
f. Dorong untuk menggunakan pakaian yang tidak ketat.
g. Kolaborasi dengan team kesehatan.
2. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan trauma
jaringan. Kemungkinan dibuktikan : Nyeri, keluhan kekakuan,
perubahan tonus otot. Hasil yang diharapkan :Mengekspresikan
penurunan nyeri ketidakberdayaan.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas
(skala 0 – 10)
b. Perhatikan petunjuk verbal dan non verbal
c. Diskusikan sensasi masih adanya payudara normal
d. Bantu pasien menemukan posisi nyaman
e. Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas terapeutik
f. Dorong ambulasi dini dan penggunaan teknik relaksasi,
bimbingan, imaginasi, sentuhan terapeutik.
g. Tekan dada saat latihan betuk / nafas dalam
h. Kolaborasi pemberian analgesik
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan prosedur bedah yang
mengubah gambaran tubuh.
Kemungkinan dibuktikan : Perubahan aktual pada struktur tubuh,
selalu memikirkan perubahan dalam terapi kehilangan, tidak mau
melihat tubuh, tidak berpartisipasi dalam terapi.
Hasil yang diharapkan : Menujukkan gerakan ke arah penerimaan
diri dalam situasi.
Intervensi :
a. Dorong pertanyaan tentang situasi saat ini dan harapan yang
akan datang.
b. Berikan dukungan emosional bila balutan diangkat.
c. Identifikasikan masalah peran sebagai wanita, istri, ibu wanita
karir dan sebagainya.
d. Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan misalnya
marah, berumusuhan dan berduka.
e. Diskusikan tanda dan gejala depresi dengan orang terdekat.
f. Berikan penguatan positif untuk peningkatan / perbaikan dan
partisipasi perawatan diri / progam pengobatan.
g. Yakinkan perasaan / masalah pasangan sehubungan dengan
aspek seksual dan memberikan informasi dan dukungan.
h. Diskusikan dan rujuk ke kelompok pendukung untuk orang
terdekat.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, nyeri.
Kemungkinan dibuktikan : Menolak upaya untuk bergerak,
membatasi rentang gerak.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan teknik yang memampukan
aktivitas .
Intervensi :
a. Tinggikan lengan yang sakit sesuai indikasi, mulai melakukan
rentang gerak pasif sesegera mungkin.
b. Biarkan pasien menggerakkan jari, perhatikan sensasi dan
warna tangan yang sakit.
c. Dorong pasien untuk menggunakan lengan untuk kebersihan
diri.
d. Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
e. Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
pembedahan
Kemungkinan dibuktikan : -
Hasil yang diharapkan : Pertahankan lingkungan akseptik yang
aman, mengidentifikasi faktor-faktor resiko individu dan
intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
Intervensi :
a. Kaji balutan / luka untuk karakteristik drain
b. Awasi vital sign
c. Perhatikan prinsip septik, antiseptik setiap tindakan.
d. Ganti balutan / rawat luka tiap hari
e. Kaji dolor, color, rubor (tanda-tanda infeksi)
f. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
g. Kolaborasi, pemberian antibiotik
6. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Kemungkinan dibuktikan : Mengungkapkan kurang pengetahuan
atau ketrampilan / permintaan informasi.
Hasil yang diharapkan : Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk belajar
b. Beri Penkes tentang penyakitnya
c. Dorong klien / pasien untuk mengungkapkan masalah atau
ketakutan yang dihadapi
d. Anjurkan klien untuk menerangkan kembali tentang penkes
yang telah diberikan
e. Libatkan anggota keluarga
(Marlyn E. Doenges : 2000)
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan

Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai


infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu
pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan
gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi
kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama timbulnya
mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan pelekatan bayi
yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal penting dalam tata
laksana mastitis. Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi
medikasi analgesik dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu
diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi
disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan payudara. Berbagai
macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat menyebabkan
penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak dilakukan
pengobatan, maka akan menjadi abses.
2. Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk
selalu menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis.
Namun, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko mastitis
yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang tepat menekan
saluran susu danmenghambat aliran susu, menyusui sesering bayi
menginginkannya. Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu
lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman
tanpa menyusui. Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara
mendalam mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis mammae
sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwarz Richard
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.

H.,

dkk.

1997. Kedaruratan Obstetri, Edisi

III. Widya

Medika : Jakarta
Doenges M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta.
Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. EGC : Jakarta
Tapan. 2005. Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplement. Elex Media
Komputindo : Jakarta
Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
NANDA. 2010.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
YBP
Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai