Anda di halaman 1dari 51

PENERAPAN METODE KETELADANAN GURU AGAMA TERHADAP

PENGEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN PADA SISWA DI SDN 1


PENGAJARAN BANDARLAMPUNG

PROPOSAL SKRIPSI

Annisa Shafa Shofura


NPM. 1941040179

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1446 H / 2024 M

PENERAPAN METODE KETELADANAN GURU AGAMA TERHADAP


PENGEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN PADA SISWA DI SDN 1
PENGAJARAN BANDARLAMPUNG
PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat- syarat


Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1
dalam Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi

Oleh

Annisa Shafa Shofura


NPM. 1941040179

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam

Pembimbing I : Prof.Dr.H.M.Bahri Ghazali,M.A


Pembimbing II : Dr.H. Rosidi, M.A.

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1446 H / 2024 M

KEMENTERIAN AGAMA
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
Alamat : Jl. Let.Kol. H. Endro Suratmin Sukarame 1 Bandar Lampung 35131 🕿 (0721) 703260

SURAT PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama Terhadap Pengembangan Sikap
Keagamaan Pada Siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung
Nama : Annisa Shafa Shofura
NPM : 1941040179
Jurusan : Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas : Dakwah dan Ilmu Komunikasi

MENYETUJUI

Untuk Diseminarkan Dan Dipertahankan Dalam Seminar Proposal Skripsi


Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Uin Raden Intan Lampung.

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.H.M.Bahri Dr.H. Rosidi, M.A.


Ghazali,M.A
NIP. 195611231985031002 NIP. 196503051994031005

Mengetahui
Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam

Dr. Hj. Sri Ilham Nasution,M.Pd


NIP. 196909151994032002

OUTLINE SEMENTARA

iii
HALAMAN JUDUL........................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Penegasan Judul.....................................................................................1
B. Latar Belakang Masalah........................................................................3
C. Fokus dan Sub-Fokus Penelitian...........................................................3
D. Rumusan Masalah..................................................................................3
E. Tujuan Penelitian...................................................................................4
F. Manfaat Penelitian.................................................................................4
G. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan...........................................4
H. Metode Penelitian..................................................................................5
I. Sistematika Penulisan............................................................................9

BAB II METODE KETELADANAN, GURU AGAMA, DAN


SIKAP KEAGAMAAN SISWA......................................................................11
A. Metode Keteladanan..............................................................................11
1. Pengertian Metode Keteladanan........................................................11
2. Kriteria-Kriteria Keteladanan............................................................13
3. Prinsip-Prinsip Keteladanan.............................................................. 14
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan.............................14
5. Bentuk-Bentuk Keteladanan..............................................................14
B. Guru Agama ..........................................................................................15
1. Pengertian Guru Agama....................................................................15
2. Syarat-Syarat Guru Agama................................................................16
3. Sifat Guru Agama..............................................................................17
4. Tugas Guru Agama............................................................................18
5. Peran Guru Agama............................................................................19
C. Sikap Keagamaan Siswa........................................................................20
1. Pengertian Sikap Keagamaan pada Siswa ........................................20
2. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Siswa..........................................21
3. Sifat-sifat Agama pada Siswa............................................................22
4. Struktur Sikap Keagamaan ...............................................................23
5. Strategi Pembentukan Sikap Keagamaan..........................................24

BAB III SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) 1


PENGAJARAN BANDARLAMPUNG DAN PENERAPAN
METODE KETELADANAN GURU AGAMA TERHADAP
PENGEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN PADA SISWA.......................
A. Profil SDN 1 Pengajaran BandarLampung............................................
1. Sejarah Singkat..................................................................................
2. Visi, Misi dan Tujuan........................................................................
3. Struktur Organisasi............................................................................
4. Jumlah Guru dan Siswa.....................................................................
5. Sarana dan Prasarana.........................................................................
B. Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama Terhadap
Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa .....................................

iv
1. Tujuan Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama
Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa.................
2. Pelaksanaan Metode Keteladanan Guru Agama
Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa.................
3. Sistem Pembelajaran Metode Keteladanan Guru Agama
Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa.................
4. Kendala Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama
Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa.................
5. Hasil Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama
Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa.................

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PENERAPAN


METODE KETELADANAN GURU AGAMA
TERHADAP PENGEMBANGAN SIKAP KEAGAMAAN
PADA SISWA DI SDN 1 PENGAJARAN BANDARLAMPUNG................
A. Analisis Pelaksanaan Metode Keteladanan Guru Agama
Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa......................
B. Analisis Output Pelaksanaan Metode Keteladanan
Guru Agama Terhadap Pengembangan Sikap
Keagamaan Pada Siswa ........................................................................

BAB V PENUTUP...........................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Rekomendasi..........................................................................................

DAFTAR RUJUKAN.....................................................................................
LAMPIRAN....................................................................................................

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul
Sebagai langkah awal untuk menghindari kesalahpahaman mengenai
judul proposal yang penulis maksud, maka penulis perlu menyampaikan
secara jelas tentang beberapa kata yang digunakan dalam judul proposal ini.
Judul Proposal yang dimaksu dkan oleh penulis adalah Penerapam Metode
Keteladanan Guru Agama Terhadap Pengembangan Sikap Keagamaan Pada
Siswa Di SDN 1 Pengajaran BandarLampung. Adapun Penjelasan mengenai
beberapa istilah yang terdapat dalam judul proposal ini, yaitu sebagai berikut:
1. Penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori,
metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu
kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok.1
Berdasarkan pengertian di atas maka penerapan merupakan sebuah
teori pada penulis untuk mencapai sebuah metode keteladanan guru agama
terhadap pengembangan sikap keagamaan pada siswa.
2. Metode Keteladanan ini senada dengan pendapat Al-Syaibany
menyatakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses
pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru
(modelling). Keteladanan dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam karena hakikat pendidikan Islam ialah mencapai
keridhoan kepada Allah dan mengangkat tahap akhlak dalam
bermasyarakat berdasarkan pada agama serta membimbing masyarakat
pada rancangan akhlak yang dibuat oleh Allah SWT, untuk manusia.2
Berdasarkan pengertian di atas maka metode keteladanan merupakan
suatu cara atau jalan yang ditempuh sesorang dalam proses pendidikan
melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).
3. Guru agama adalah seseorang yang mengajar dan mendidik agama
islam dengan membimbing, menuntun, memberi tauladan dan membantu
mengantarkan para siswanya ke arah kedewasaan. Hal ini sesuai dengan
tujuan pendidikan agama yang hendak di capai yaitu membimbing siswa
agar menjadi seorang muslim yang sejati, beriman, teguh, beramal sholeh
dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara.3
Berdasarkan pengertian di atas, maka guru agama adalah seorang
pendidik yang mengajarkan ajaran Islam dan membimbing siswa-siswi ke
arah pencapaian keteladanan serta membentuk sikap keagamaan muslim
yang baik, sehingga selalu menjadi kepercayaan orang tua ketika di
sekolah.
4. Pengembangan adalah menurut Abdul Majid itu usaha meningkatkan

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi
Keempat, 2008,) hal. 1045.
2
Syaepul Manan, Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan dan Pembiasaan, Jurnal Pendidikan
Agama Islam-Ta‟lim Vol. 15 No 1 2017, hal. 53.
3
Abdul Majid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Pustaka Setia,
2004), hal. 45.
1
kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan
kebutuhan melalui pendidikan dan latihan. Pengembangan itu proses
mendesain pembelajaran secara logis dan sistematis dalam rangka untuk
menetapkan segala sesuatu akan dilaksanakan dalam proses kegiatan
belajar dengan memperhatikan potensi peserta didik.4
Berdasarkan pengertian di atas, maka pengembangan adalah sebuah
proses yang dilakukan secara terarah dan terencana untuk membuat dan
memperbaiki, sehingga perkembangan menjadi bermanfaat dan menjadikan
lebih baik, Untuk pengembangan sikap keagamaan pada siswa.
5. Sikap Keagamaan adalah berasal dari 2 kata yakni sikap dan
keagamaan. Sikap adalah “kecenderungan yang relative menetap untuk
beraksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu”. 5
Sedangkan pengertian agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang
selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam
semesta. Dalam pandangan fungsionalisme, agama (religion atau religi)
adalah satu system yang kompleks yang terdiri dari kepercayaan,
keyakinan, sikapsikap dan upacara-upacara yang menghubungkan individu
dengan satu keberadaan wujud yang bersifat ketuhanan.6
Berdasarkan pengertian di atas, maka sikap keagamaan adalah sebuah
pencapaian seseorang yang dapat terbentuk dari hasil pemahaman dan
pengalaman sesorang dalam bergama.
6. Siswa adalah menurut tohirin anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.7
Berdasarkan pengertian di atas, maka siswa adalah satu komponen dalam
sistem belajar mengajar selain guru dan komite sekolah lainnya.
7. SDN 1 Pengajaran Bandar Lampung merupakan lembaga di
pendidikan dengan jenjang sekolah dasar negeri yang terletak di Gang
Cendrawasih, Nomor 6, Pengajaran, Kecamatan Teluk Betung Utara, Kota
Bandar Lampung, Provimsi Lampung.
8. Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama Terhadap
Pengembangan Sikap Keagamaan Pada Siswa Di Sdn 1 Pengajaran
Bandarlampung berdasarkan pengertian dari istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka yang dimaksud tentang keseluruhan
penegasan judul studi untuk mengkaji penerapan metode keteladanan guru
agama terhadap pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1
Pengajaran BandarLampung adalah memahami secara mendalam
bagaimana guru agama di SDN 1 Pengajaran Bandarlampung menerapkan
4
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 24.
5
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2010), hal. 118.
6
JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
hal. 428.
7
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidkan Agama Islam, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), hal. 89.

2
3

metode keteladanan dalam pengajaran agama dan bagaimana hal tersebut


memengaruhi sikap keagamaan siswa. Selain pertanyaan, penting juga
untuk memperhatikan respon dan tanggapan dari guru dan siswa selama
wawancara untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan akurat.
menerapkan metode keteladanan dalam pengajaran agama dan bagaimana
hal tersebut memengaruhi pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1
Pengajaran Bandarlampung. Dengan memperhatikan aspek-aspek yang
tercantum dalam tabel pedoman wawancara dan observasi ini, peneliti
dapat mencatat secara sistematis interaksi antara guru dan siswa serta
dinamika kelas terkait dengan kegiatan keagamaan.

B. Latar Belakang Masalah


Menurut Abudin Nata Keteladanan itu metode yang diterapkan dengan
cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik berupa perilaku nyata,
khususnya ibadah dan akhlak.8 Dengan adanya teladan yang baik, maka akan
menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru atau mengikutinya,
dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang baik dalam
hal apapun, maka hal itu merupakan amal yang penting bagi pendidikan para
siswa-siswi.9
Metode Keteladanan merupakan sesuatu yang baik bagi guru agama dan
penting dilaksanakan dalam pengembangan sikap keagamaan pada siswa
karena untuk kebaikan bagi siswa juga.
Guru adalah sumber keteladanan yang tiada henti, yaitu suatu pribadi
yang penuh dengan contoh teladan bagi peserta didiknya sampai akhir ayat. 10
Untuk, guru agama itu bukanlah hanya pengajar sekedar berdiri didepan kelas
untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswanya, tetapi juga harus bisa
menanamkan nilai-nilai keagamaan dari apa yang telah dipelajari kepada
siswanya.
Sikap Keagamaan siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri
bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan
mempengaruhi sikap siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan
para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap keagamaan, perbuatan dan
perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa
dapat meresap masuk begitu dalam ke alam hati sanubarinya dan dampaknya
terkadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap yang
ditampilkan guru pada dasarnya merupakan bagian dari metode keteladanan
upaya pembentukan karakter siswa.

C. Fokus dan Sub – Fokus Penelitian


1. Fokus
Penelitian ini difokuskan kepada penerapan metode keteladanan guru
8
Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 95.
9
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran. Remaja, (Bandung: Rosdakarya, 2012), hal. 150.

10
Aminatul Zahro, Membangun Kualitas Pembelajaran Melalui Dimensi Profesionalisme Guru,
(Bandung: Yrama Widya, 2015), hal. 3.
4

agama di SDN 1 Pengajaran BandarLampung terhadap pengembangan sikap


keagamaan siswa melalui metode keteladanan yang dberikan oleh guru
agama.
2. Sub-Fokus Penelitian
Dalam fokus penelitian ini terdiri atas satu subfokus yaitu mengenai cara
penerapan metode keteladanan guru agama terhadap pengembangan sikap
keagaaman siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas maka penulis
merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana penerapan
metode keteladanan guru agama terhadap pengembangan sikap keagamaan
siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara penerapan
metode keteladanan guru agama terhadap pengembangan sikap keagamaan
siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat memberikan manfaat ilmu pengetahuan kepada
mahasiswa-mahasiswi khususnya jurusan bimbingan dan konseling
islam dan dapat menambah wawasan tentang pentingnya
pengembangan sikap keagaamaan siswa.
b. Penelitian ini dapat memberikan pembelajaran bagi mahasiswa
mahasiswi bimbingan dan konseling islam mengenai penerapan
metode keteladanan guru agama terhadap pengenbangan sikap
keagamaan siswa.
c. Untuk mengembangkan dan berusaha merealisasikan ilmu metode
keteladanan yang telah diperoeh sebelumnya dalam kehidupan sehari-
hari.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi SDN 1 Pengajaran Bandar Lampung dapat menjadi masukan
bahwa metode keteladanan guru agama yang teratur dan terarah
terhadap siswa terhadap pengembangan sikap keagamaan sehingga
siswa memiliki sikap keagamaan yang baik dan penerapan
keteladanan dari guru agama serta menghindarkan mereka dari pikiran,
perkataan, maupun tindakan yang negatif.
b. Bagi masyarakat, hasil peneltian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penerapan metode
keteladanan guru agama terhadap pengembangan sikap keagamaan
siswa, serta dapat saling memahami, memberikan dukungan positif
pada guru agama untuk siswa tanpa membedakan sikap keagamaan
yang ada, dan dapat membantu mereka bersemangat dalam menjalani
5

aktivitas.
c. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam
pemahaman tentang penerapan metode keteladanan guru agama
terhadap pengembangan sikap keagamaan siswa dan juga sebagai
upaya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya.

G. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan


Kajian penelitian tedahulu yang relevan digunakan untuk menghindari
plagiat dalam penelitian skripsi berdasarkan fakta yang ada yaitu penelitian
tentang Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama terhadap
Pengembangan Sikap Keagamaan pada Siswa di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung. Oleh karena itu, penulis memperjelas beberapa penelitian
terdahulu yang dijadikan literatur dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Skripsi Oleh Riyanto Adi Kusumah Program Studi Manajemen
Pendidikan Islam UIN Raden Intan Lampung, yang berjudul Pengaruh
Keteladanan dan Kedisiplinan Guru Terhadap Pembentukan Karakter Santri
Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 7 Kalianda Lampung Selatan‖.
Dalam skripsi tersebut keteladanan dan kedisiplinan guru mempunyai
peranan penting dalam membentuk karakter siswa. Namun banyak sekali
permasalahan kedisiplinan pada guru seperti banyak guru baru yang memakai
pakaian yang tidak sesuai dengan alam pendidikan gontor (memakai pakain
yang mencolok), guru tidak memotong rambut dengan rapi, guru datang
terlambat. Hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan karakter santri
khususnya pada santri kelas 1.11
Persamaan dari skripsi ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu
keteladanan guru pada siswanya dalam pembentukan karakter agar menjadi
lebih baik sehingga memudahkan penulis untuk mengkaji skripsi tersebut.
Perbedaanya pada skripsi ini yaitu skrpsi ini menggunakan metode
kuantitatif sedangkan proposal penulis menggunakan metode kualitatif. Dan
terdapat pada penjudulan, pada skripsi tersebut ada dua yaitu keteladanan
guru dan kedisiplinan guru sedangkan penelitian yang dilakukan penulis yaitu
hanya menggunakan metode keteladanan melalui guru agama sebagai judul
besar dalam penelitian proposal skripsi.

2. Skripsi Oleh Milda Ana Asendi di Universitas Islam Negeri Maulana


Malik Ibrahim Malang tentang terhadap sikap keagamaan toleransi siswa.
menekankan pada pengaruh tidaknya pendidikan multikultural yang
diterapkan sekolah terhadap sikap keagamaan toleransi siswa. Toleransi yang
dimaksud dalam penelitian tersebut tidak hanya dalam ranah keagamaan
namun dalam ranah suku dan bahasa.12

11
Riyanto Adi Kusumah, Pengaruh Keteladanan dan Kedisiplinan Guru Terhadap Pembentukan Karakter
Santri Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 7 Kalianda Lampung Selatan, (Skripsi, UIN Raden Intan
Lampung, 2022)

12
Milda Ana Asendi, Pengaruh penerapan Pendidikan Multikultural terhadap Sikap Toleransi Siswa
SD Negeri Suwaru Kecamatan Pagelaran, (Skripsi Program Strata Sarjana 1, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2018)
6

Persamaan dari skripsi ini dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu
membahas tentang sikap keagamaan pada siswa saat pembelajaran agama islam
Perbedaanya pada skripsi ini yaitu dari pendidikan multiltural atau
kebudayaan suku dan toleransi umat beragama

H. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini, yakni sebagai
berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan ( field reseacrh )
yaitu Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan di suatu
tempat atau lokasi yang dipilih untuk meneliti atau menyelidiki
sesuatu yang terjadi di tempat tersebut.13
Penulis melakukan penelitian yang berkenaan dengan
penerapan metode keteladanan guru agama terhadap pengembangan
sikap keagam aan siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung.

b. Sifat Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analisis dengan
pendekatan kualitatif. Karena menurut Lexy J. Moeleong, adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
utuh.14
Melalui Metode ini, penulis berusaha mengungkapkan dari data
– data yang diperoleh dan menggambarkannya secara alamiah
mengenai cara penerapan metode keteladanan guru agama terhadap
pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung.

2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang didapat dari sumber
pertama baik dari individu atau perseorangan seperti wawancara
atau hasil pengisian kuesioner.15
b. Sumber Data Sekunder
Menurut Husein Umar Sumber data Sekunder adalah yang telah
diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data
primer atau oleh pihak lain. Data sekunder disajikan antara lain
dalam bentuk tabel-tabel dan diagram-diagram. Data sekunder yang
didapat dalam penyusunan skripsi ini berupa data yang diperoleh
dari berbagai sumber yang berkaitan dapat melalui buku-buku,
literatur, artikel yang didapat dari website, maupun sumber lain
13
Abdurahman Fathoni, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusun Skripsi, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006), hal. 96.
14
Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 3.
15
Husein Umar, Research Methods in Finance and Banking, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Cet ke-2, 2002,) hal. 82.
7

yang terkait dengan penelitian ini dan mampu untuk


dipertanggungjawabkan.16
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang
digunakan untuk memperkuat dan melengkapi informasi, yaitu
berupa dokumen tertulis maupun foto di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung.

3. Teknik Pengumpulan Data


Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi dapat dilakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Keuntungan yang
bisa diperoleh melalui cara observasi ini adalah adanya
pengalaman yang lebih mendalam, dimana peneliti langsung
berhubungna dengan subjek penelitian.17
Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menggunakan
observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan oleh peneliti
dengan berada di lokasi penelitian hanya pada saat pelaksanaan
kegiatan, yaitu mengamati penerapan metode keteladanan guru
agama terhadap pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1
Pengajaran BandarLampung.
b. Wawancara
Wawancara adalah menurut Ahmad Sonhaji itu sebuah
percakapan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang terjadi
sekarang tentang orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi
pengakuan dan sebagainya.18
Wawancara terbagi menjadi 2 , yaitu
1) Pedoman wawancara berstruktur,
Wawancara berstruktur dilakukan berdasarkan daftar
pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur
berbagai dimensi. Wawancara itu antara lain pertanyaan yang
diajukan telah ditentukan bahkan kadang-kadang juga
jawabannya, demikian pula lingkup masalah, sehingga benar-
benar dibatasi.19
2) Pedoman wawancara tidak terstruktur
Dalam wawancara ini daftar pertanyaan tidak
dipersiapkan sebelumnya. Pewawancara hanya menghadapi
suatu masalah secara umum, ia boleh menanyakan apa saja
yang dianggap perlu dalam situasi wawancara itu, pertanyaan
tidak diajukan dalam urutan yang sama. Namun ada baiknya
bila pewawancara sebagai pegangan mencatat pokok-pokok
16
Ibid. hal. 82.
17
Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2015), hal. 87-88.
18
Ahmad Sonhaji, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan, (Banjarmain: Universitas
Lambung Mangkurat, Program S2 Manajemen Pendidkan, 2003), hal.69.
19
Nasution, S, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1998), hal. 86.
8

penting yang akan dibicarakan sesuai dengan tujuan


wawancara.20
Berdasarkan pengertian di atas, penulis menggunakan
wawancara terstruktur yaitu penulis menyiapkan pertanyaan-
pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan informasi, namun
tidak menutup kemungkinan penulis juga dapat memberikan
pertanyaan baru kepada narasumber secara bebas sesuai keadaan
di tempat penelitian, yaitu mengenai penerapan metode
keteladanan guru agama terhadap pengembangan sikap
keagamaan siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung.
c. Dokumentasi
Menurut Dewi Sadiah dokumentasi merupakan menghimpun
dokumen, memilih-milih dokumen sesuai dengan tujauan dan
keperluan penelitian, menerangkan dan mencatat serta
menafsirkannya dan menghubung-hubungkannya dengan
fenomena lain. dokumentasi biasa juga dilengkapi dengan studi
pustaka guna mendapatkan teori-teori, konsep-konsep sebagai
bahan pembanding, penguat ataupun penolak terhadap temuan
penelitian untuk kemudian ditarik kesimpulan.21
Dokumentasi ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh
data, yaitu; sejarah singkat dan profil SDN 1 Pengajaran
BandarLampung, sarana dan prasarana, struktur organisasi, data –
data responden yang ditelitikan seperti guru agama, serta
penerapan metode keteladanan guru agama terhadap
pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung.

4. Teknis Analisis Data


Teknis Analisis data dalam Penelitian ini menggunakan analisis
deksritif kualitatif maksudnya Data yang diperoleh dalam penelitian
ini berupa data primer dan data sekunder disajikan dalam uraian yang
sesuai dengan hasil penelitian, kemudian disusun secara teratur. Data
yang disajikan mula- mula dalam bentuk gambaran, kemudian
dianalisis dan berakhir dengan penarikan kesimpulan. Dalam analisis
data yakni data yang diperoleh dari hasil penelitian, baik data dari hasil
wawancara, observasi maupun dari telah dokumen, disusun secara
sistematis, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode yaitu
defkriptif kualitatif.22
Adapun langkah–langkah dalam menganalisis data hasil
penelitian, yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi Data ( Data Reduction )
Menurut Sugiyono reduksi data adalah berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan pada hal hal yang
penting, serta mencari tema dan polanya. Data yang telah
20
Ibid. hal. 86
21
Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2015), hal. 87-88.
22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, vol. XXI, (Bandung: Alfabeta, 2015),
hal. 252.
9

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan


mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.23
Berdasarkan pengertian di atas, maka reduksi data adalah
menganalisis dari data–data yang telah diperoleh oleh di lapangan
baik dari hasil observasi, wawancara maupun dokumentasi
kemudian data itu disimpulkan dengan cara dianalisis secara
terstruktur sehingga penulis mendapatkan hasil kesimpulan akhir
yang akan diverifikasikan.
b. Penyajian Data ( Display Data )
Penyajian data yaitu yang dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah di pahami tersebut.24
Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam penelitian ini
penyajian data perlu dibuat sedemikian rupa sehingga informasi
yang telah diperoleh dan telah direduksi sebelumnya disajikan
dalam bentuk yang lebih tersusun rapi agar mudah dipaham yaitu
mengenai penerapan metode keteladanan guru agama terhadap
pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung.
c. Verifikasi ( Consclusion Drawing / Verification )
Langkah terakhir verifikasi adalah Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila
tidak tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dilakukan pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.25
Berdasarkan pengertian di atas, maka langkah verifikasi data
merupakan langkah terakhir dalam teknik menganalisis data.
Kesmpulan awal yang disamapaikan penulis hanya bersifat
sementara karena masih bisa berubah jika tidak didukung dengan
bukti kuat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis perlu
menyajikan data yang disertai dengan bukti–bukti dapat berupa
catatan, foto, atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan
penerapan metode keteladanan guru agama terhadap
pengembangan sikap keagamaan siswa di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung.

I. Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan, mencakup tentang penegasan judul, latar belakang
masalah, fokus dan sub – fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan
23
Ibid, hal. 255.
24
Ibid, hal. 255.
25
Ibid, hal. 276.
10

penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian yang terdahulu yang relevan,


metode penelitian, sistematika pembahasan.
Bab II Landasan Teori, mencakup uraian teori yang berkaitan dengan
judul penelitian yaitu penerapan metode keteladanan guru agama terhadap
pengembangan sikap keagamaan pada siswa. Pada bagian penerapan metode
keteladanan mencakup pengertian, kriteria–kriteria, prinsip–prinsip,
kelebihan dan kekurangan, bentuk–bentuk. Lalu, guru agama mencakup
pengertian, syarat-syarat, sifat, tugas, peran. Sedangkan pada bagian
pengembangan sikap keagamaan siswa mencakup pengertian, timbulnya jiwa,
sifat–sifat, struktur, strategi pembentukan
Bab III Deksripsi Objek Penelitian, memuat bagian Gambaran Umum
Objek mencakup profil dan sejarah singkat, visi, misi dan tujuan, struktur
organisasi, jumlah guru dan siswa, sarana dan prasarana, Dan bagian
Penyajian Fakta dan Data Penelitian meliputi tujuan, pelaksanaan, siste
pembelajaran, kendala, dan hasil
Bab IV Analisis Penelitian, memuat bagian Analisis Data Penelitian
mencakup Analisis Pelaksanaan Metode Keteladanan Guru Agama terhadap
Pengembangan Sikap Keagamaan pada Siswa di SDN 1 Pengajaran
BandarLampung. Dan bagian Temuan Penelitian mencakup Analisis Output
Pelaksanaan Metode Keteladanan Guru Agama terhadap Pengembangan
Sikap Keagamaan pada Siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung.
Bab V Penutup, memuat Simpulan dan Rekomendasi Penerapan
Metode Keteladanan Guru Agama terhadap Pengembangan Sikap
Keagamaan pada Siswa di SDN 1 Pengajaran BandarLampung.
BAB II
METODE KETELADANAN, GURU AGAMA, DAN
SIKAP KEAGAMAAN SISWA

A. Metode Keteladanan

1. Pengertian Metode Keteladanan


Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan.26
Menurut Naim yang dikutip oleh Sari Ayuning Wardhani,
keteladanan merupakan suatu upaya untuk memberikan contoh tingkah
laku yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.27Selanjutnya
keteladanan adalah memberikan contoh yang baik kepada peserta didik,
baik dalam ucapan maupun perbuatan.28
Sedangkan dalam bahasa Arab, keteladanan sinonim dengan tema
al-qudwah dan al-uswah. Al-qudwah atau al- qidwah secara literal
etimologis (lughatan), berarti sesuatu yang layak untuk diikuti atau
diteladani (li ma yuqtada bihi).29
Keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat di tiru
atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau
mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti tersebut disebut teladan.
Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat
dijadikan sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik. 30
Sehingga dapat didefinisikana bahwa metode keteladanan uswah adalah
metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh
teladan yang baik yang berupa perilaku nyata khususnya ibadah dan
akhlak.
Menurut Narvaez dan Lapsley yang dikutip oleh Umniyatul Azizah
keteladanan adalah peniruan, maka hasilnya adalah “sama dengan”, yakni
peniru sama dengan yang ditiru; perilaku baik siswa sama dengan perilaku
baik gurunya; tutur kata siswa yang sopan sama dengan tutur kata sopan
gurunya; perilaku baik anak sama dengan perilaku baik kedua orang
tuanya; ucap lembut anak sama dengan ucapan lembut kedua orang
tuanya.31
Sebagaimana yang di firmankan oleh Allah bahwa sifat-sifat yang
kita teladani adalah sifat budi pekerti yang baik

‫َوِإَّنَك َلَعَل ٰى ُخ ُلٍق َع ِظ يٍم‬

Artinya:
26
Yayat, Moch, Yasyakur, Wantono, Implementasi Metode Keteladanan Guru dalam Meningkatkan
Akhlak Al Karimah Siswa di SMP Islam, Jurnal Prosiding Al Hidayah Pendidikan Agama, 2013, hal. 115.
27
Sari Ayuning Wardhani, Hubungan Keteladanan Guru dengan Nilai Moral Anak Usia 5-6 Tahun di
Taman Kanak-Kanak Se-Gugu Sembodro, Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Edisi 1 Tahun ke-8 2019, hal.
2.
28
Ria Nurbayiti, Mahfud, Siti Maryam Munjiat, Pengaruh Keteladanan Guru Terhadap Perilaku
Sosial Siswa Sekolah Menengah Kejuruan, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 8 No. 1 2009, hal. 603.6
29
Iswandi, Efektivitas Pendekatan Keteladanan dalam pembinaan Akhlak, Jurnal Pendidikan Islam :
Vol 10 No. 1 2019, hal. 118.
30
Abdurrahman, Upaya Meningkatkan Perkembangan Niai Agama dan Moral Melalui Metode
Keteladanan pada Anak Usia Dini, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4 No. 2, 2018, hal. 104.
31
Umniyatul Azizah, Penerapan Metode Keteladanan Hubungannya Dengan Kesadaran Santri Dalam
Shalat Berjamaah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati 2019, hal. 6.
11
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang
luhur.” (Q.S. Al-Qalam Ayat: 4)
Menurut Azizah Munawwaroh mengutip pendapat Hidayat Metode
keteladanan merupakan satu metode yang menarik untuk dikaji lebih jauh.
Hal ini karena metode ini dianggap mampu memberikan semangat kepada
peserta didik untuk melakukan sesuatu perbuatan yang seharusnya
dilakukan dan meninggalkan perbuatan yang sudah semestinya
ditinggalkan, yang akhirnya mampu mencapai tujuan pendidikan islam,
yakni terbentuknya seseorang yang berakhlakul karimah dan mulia dan
memiliki nilai-nilai sikap keagamaan yang baik.32
Menurut Akmal Hawi mengutip pendapat Mahmud Yunus dalam
bukunya mengatakan bahwa keteladanan dalam bahasa Arab berarti
uswatun hasanah, uswatun sama dengan qudwah yang berarti ikutan,
sedangkan hasanah diartikan sebagai perbuatan baik.33
Menurut Purwadarmintha diambil dari jurnal Auffah Yumni dari
Keteladanan berasal dari kata dasar “teladan” yang berarti sesuatu atau
perbuatan yan g patut ditiru atau dicontohkan. Oleh karena itu keteladanan
adalah hal-hal yang dapat ditiru atau di contoh dalam bahasa Arab
diistilahkan dengan “uswah” dan “iswah” atau dengan kata “al- qudwah”
dan “al-qidwah” yang memiliki arti suatu keadaan ketika seseorang
manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan , dan kejelekan.
Jadi “keteladanan” adalah hal- hal yang ditiru atau dicontoh seseorang dari
orang lain.34
Menurut Nurchaili dalam jurnal Iswandi Keteladanan pada dasarnya
sikap yang dicerminkan oleh seseorang baik disengaja untuk ditiru oleh
orang lain maupun perilaku baik yang timbul tanpa sengaja karena sudah
menjadi kebiasaan sehingga di tiru oleh siswanya. Jadi dalam mendidik
nilai-nilai moral dan agama sangat dibutuhkan sosok yang menjadi model.
Model yang dapat ditemukan oleh peserta didik di lingkungan sekitarnya.35
Keteladanan dasar katanya teladan yaitu hal-hal yang dapat ditiru
atau dicontoh. Keteladanan guru dan orang tua adalah suatu perbuatan atau
tingkah laku yang baik, kemudian patut ditiru oleh siswanya dari apa
dilakukan oleh seorang guru dan orang tua didalam tugasnya sebagai
pendidik , baik tutur kata ataupun perbuatannya yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari- hari oleh siswanya, baik di lingkungan sekolah
maupun di lingkungan masyarakat. Pendidik itu besar dimata siswanya, apa
yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena siswa akan meniru dan
meneladani apa yang dilihat gurunya. Dalam menyampaikan keteladanan
kepada para siswa ada dua cara dalam penyampaiannya. Pertama secara
langsung, guru dan orang tua secara langsung menyampaikan atau
mencontohkan kepada siswanya berupa sikap, perbuatan, perkataan yang
32
Azizah Munawwaroh, Keteladanan Sebagai Metode Pendidikan Karakater, Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam Vol. 7, No. 2, 2019, hal. 5.
33
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015), hal. 93.
34
Auffah Yumni, Keteladanan Nilai Pendidikan Islam Yang Teraplikasikan, Nizhamiyah Vol. i No.1,
Januari-Juni 2019, hal. 1.
35
Iswandi, Efektivitas Pendekatan Keteladanan Dalam Pembinaan Akhlak Siswa di Min Bandar
Gadang, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.10. No.1 2019), hal. 116.

12
13

menjadi nilai sebagai motivasi untuk belajar siswaa. Kedua disampaikan


seorang tokoh yang memiliki sifat atau perilaku yang baik, dan
menyampaikan kisah ataupun cerita-cerita tentang seseorang yang jujur,
adil, bijaksana, bekerja keras, dan pantang menyerah dalam memperoleh
tujuan yang akan dicapai sehingga anak akan termotivasi.
Dari beberapa definisi di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
metode keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh
seorang dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang
patut ditiru.

2. Kriteria-Kriteria Keteladanan
Menurut Al-Ghazali yang dikutip oleh Akmal Hawi bahwa kriteria
keteladanan guru antara lain:
1) sabar;
2) bersifat kasih dan tidak pilih kasih;
3) sikap dan pembicaranya tidak main-main;
4) Menyantuni serta tidak membentak orang yang bodoh; dan
5) Membimbing dan mendidik murid- murid yang bodoh dengan
sebaik-baiknya.36
Sedangkan orang yang tidak boleh dijadikan sebagai teladan
memiliki tiga kreteria, yang disebutkan dalam Al-Quran Surah Al-Kahfi
ayat 28

ُ‫َو اْص ِبْر َنْف َسَك َمَع اَّلِذْيَن َيْدُع ْو َن َرَّبُهْم ِباْلَغٰد وِة َو اْل َعِش ِّي ُيِرْيُد ْو َن َو ْج َهٗه َو اَل َتْعد‬
‫َعْيٰن َك َع ْن ُهْۚم ُتِرْيُد ِزْيَنَة اْل َح ٰي وِة الُّد ْن َيۚا َو اَل ُتِطْع َمْن َاْغ َفْل َنا َقْل َبٗه َعْن ِذْك ِرَنا َو اَّتَبَع‬
‫۝‬٢٨ ‫َهٰو ىُه َو َك اَن َاْم ُرٗه ُف ُر ًط ا‬
Artinya:
“Dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan
keadaannya sudah melewati batas.” (Q.S. Al-Kahfi | Ayat: 18.28)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa seseorang yang tidak dapat
dijadikan teladan adalah orang yang memiliki sifat:
a. Lalai dalam mengingat Allah (shalat dan ibadah lain);
b. Menuruti keinginannya atau hawa nafsu sehingga segala cara ia
lakukan untuk memenuhi hawa nafsunya; dan
c. Melewati batas yaitu orang yang membuang waktu, boros dan
melakukan hal sia-sia.

Berdasarkan pendapat diatas dapat kriteria-kriteria keteladanan


dapat disimpulkan dan diuraikan sebagai berikut:
1. Bersikap adil terhadap sesama siswa, seorang guru harus
memperlakukan para siswanya dengan cara yang sama antara yang
satu dengan yang lainnya.
2. Dalam hal ini guru harus memerhatikan semua siswanya, tidak
boleh bersifat pilih kasih.
3. Bersikap sabar perlu dimiliki guru, karena pekerjaan guru dalam
36
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015), hal. 93.
14

mendidik siswa tidak dapat ditunjukan dan tidak bisa dilihat


hasilnya secara cepat tapi perlahan.

3. Prinsip-Prinsip Keteladanan
Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar. Asas adalah kebenaran
yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak dan sebagainya. Dalam
hubungannya dengan keteladanan berarti prinsip yang dimaksud disini
adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan
keteladanan dalam Agama Islam. Dalam hal ini Muhaimin dan Abdul
Mujib Mengklasifikasikan prinsip penggunaan keteladanan sejalan dengan
prinsip pendidikan islam adalah:
a. At-Taswassu „Fil Maqashid la fi yaitu Alat Memperdalam tujuan
bukan alat
b. Min al-Mahsus lla al-Ma‟qul yaitu Karakteristik pendidikan
keteladanan
Keteladanan merupakan cara paling efektif yang sangat berpengaruh
terhadap anak, baik secara pribadi maupun dalam sosial kemasyarakatan.
Hal itu karena seorang pendidik merupakan contoh nyata dalam pandangan
anak.37

4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan


a. Kelebihan Metode Keteladanan
1) Akan memudahkan para siswa dalam menerapkan ilmu yang
dipelajarinya disekolah.
2) Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajar.
3) Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik
4) Bila keteladanan dalam lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
5) Tercipta hubungan harmonis
6) Secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang
diajarkan

b. Kelemahan Metode Keteladanan


Jika figure yang mereka contoh tidak baik, maka mereka
cenderung mengikuti yang tidak baik dan Jika teori tanpa praktek
dan menimbulkan verbalisme.38

5. Bentuk-Bentuk Keteladanan
Secara umum keteladanan yang bisa diberikan guru ada dua bentuk,
yakni keteladanan yang disengaja dan keteladanan yang tidak disengaja.
a. Keteladanan yang di Sengaja
Keteladanan yang disengaja adalah keteladanan yang memang
disertai penjelasan atau perintah agar meneladani atau melakukan.
Seperti guru memberikan contoh sikap yang baik, guru mengerjakan

37
Suhono, Ferdian Utama, Keteladanan Orang Tua dan Guru dalam Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak Usia Dini, Elementtary Vol. 3 Edisi Juli – Desember 2017, hal. 108.
38
Rahendra Maya, Revitalisasi Keteladanan dalam Pendidikan Islam, Edukasi Islami, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 05 Januari, 2016, hal. 1180-11.
15

sholat yang benar. Misalnya guru sengaja membaca do’a sebelum


belajar ketika akan memulai pelajaran, guru memberikan contoh
membaca yang baik agar murid dapat menirunya.
b. Keteladanan Yang Tidak di Sengaja
Keteladanan yang tidak disengaja adalah keteladanan dalam
keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan, dan sebangainya. Guru
tidak sengaja melakukan perbuatan tertentu, akan tetapi seluruh
pribadiya sesuai dengan norma- norma agama Islam yang dapat
dijadikan teladan bagi para siswa. Dalam hal ini, pendidik tampil
sebagai figur yang dapat memberikan contoh-contoh yang baik
dalam kehidupan sehari- hari. Pengaruh teladan berjalan secara
langsung tanpa disengaja.
Jadi bentuk keteladanan itu ada dua , antara lain keteladanan
disengaja dan keteladanan tidak disengaja. Keteladanan yang
disengaja ini berarti guru dengan sengaja memberikan contoh yang
baik kepada siswanya supaya mereka menirunya. Seperti berpakaian
rapih ketika berada disekolah, masuk mengajar tepat waktu, menjadi
imam dalam shalat dzuhur berjamaah, mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan yang ada di sekolah. Sedangkan untuk keteladanan yang
tidak disengaja memang setiap orang yang menjadi guru yang
notabennya menjadi teladan bagi peserta didiknya hendaknya
memlihara tingkah lakunya serta tanggung jawab kepada Allah
SWT.39

B. Guru Agama

1. Pengertian Guru Agama


Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Guru dan Siswa
dalam Interaksi Edukatif menyatakan, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada siswa. “guru dalam pandangan masyarakat
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu,
tidak selalu di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa di masjid, di rumah
dan sebagainya.”40
Menurut Sudarman Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru
menyatakan, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat
profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran,
kecakapan, atau ketrampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik
tertentu.”41
Sedangkan Guru dalam agama sering disebut dengan istilah
“murabby”, mu’allim dan mu’adib”. Jadi tugas dari murabby adalah
39
Muhammad Akbar, Mendidik Siswa dengan Prinsip Keteladanan, Jurnal Tenologi Pendidikan
Madrasah 2019, hal. 92-93.
40
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2005), hal. 931.
41
Sudarman Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi , Guru (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 17.
16

mendiidk, mengasuh, dari kecil sampai dewasa, menyampaikan sesuatu


sedikit demi sedikit sehingga sempurna.42
Pengertian guru agama Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
guru biasanya, yang membedakan adalah penyampaian materi pelajaran,
dalam pelajaran agama Islam diharapkan siswa-siswi kelak mampu
memahami makna yang terkandung dalam ajaran Islam secara menyeluruh,
menghayati makna serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwasanya guru agama adalah seseorang yang memberikan ilmu agama
islam kepada siswa agar kelak setelah lulus sekolah mampu memahami apa
yang terkandung dalam ajaran agama Islam secara menyeluruh,
menghayati makna dan maksud tujuan sehingga dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari serta dapat mendatangkan kemaslahatan dunia
dan akhirat.

2. Syarat-Syarat Guru Agama


Menurut Mukhtar syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk
di dalamnya guru agama tersebut. dicantumkan dalam undang-undang
pendidikan dan pengajaran no.4 tahun 1950 bab X pasal 15, berbunyi:
Syarat utama menjadi guru, “selain ijazah dan syarat-syarat lain
yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu
untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran”, sehingga bisa
disimpulkan seorang guru harus memiliki syarat: mempunyai ijazah
formal, sehat jasmani dan rohani dan berakhlak yang baik.43
Sementara menurut Zakiah Daradjat, sebagaimana yang dikutip oleh
Zainuddin:
Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya, dan
kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan
Pembina yang baik bagi para siswanya, atau menjadi perusak dan
penghancur bagi masa depan para siswanya, terutama bagi siswa anak
yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang mengalami
keguncangan jiwa (tingkat menengah).44
Jadi ini termasuk untuk syarat guru agama jika kepribadian baik
maka akan baik pula sifat teladan pada para siswanya jika tidak maka
perilaku apa yang terjadi pada para siswanya kelak.
Selain itu menurut Oemar Hamalik dalam jurnalnya proses belajar
mengajar guru harus memiki persyaratan yaitu:
1. Harus memiliki bakat sebagai guru
2. Harus memiliki keahlian sebagai guru
3. Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi
4. Memiliki mental yang sehat
5. Berbadan sehat
6. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas

42
Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Terj. Hery Noor Ali
(Bandung: CV. Diponegoro, 1992), hal. 32.
43
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), hal. 93.
44
Zainuddin, et, al., Seluk-beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 56.
17

7. Guru adalah manusia berjiwa pancasila


8. Guru adalah seorang warga Negara yang baik.45

Dari kesimpulan diatas syarat-syarat menjadi guru agama yaitu:


1) Memiliki kelayakan akademik seperti gelar dan ijazah serta
didukung oleh kualifikasi diri yang unggul dan professional
2) Memiliki kesehatan jasmani dan rohani
3) Mampu menciptakan suasana pendidikan yang menyenangkan,
kreatif, dinamis, dan dialogis.
4) Memiliki kepribadian yang tinggi yang dihiasi dengan akhlak
mulia dalam segala perilakunya
5) Menjadi seseorang harus memberikan metode teladan dan
menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

3. Sifat Guru Agama


Menurut Al-Ghazali, sebagaimana Samsul Nizar telah mengutipnya,
sifat guru adalah sebagai berikut:
1) Sabar dalam menanggapi pertanyaan murid
2) Senantiasa bersifat kasih tanpa pilih kasih (objektif)
3) Duduk dengan sopan, tidak riya’ atau pamer
4) Tidak takabur, kecuali dengan orang dzalim dengan maksud
mencegah tindakannya
5) Bersifat tawadhu’ dalam pertemuan ilmiah
6) Sikap dan tindakannya hendaknya tertuju pada topic persoalan
7) Memiliki sifat bersahabat dengan murid-murid
8) Menyantuni dan tidak membentak orang-orang bodoh
9) Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara
yang sebaik-baiknya
10) Berani untuk berkata tidak tahu terhadap masalah yang anda
persoalkan
11) Menyampaikan hujjah yang benar.46

Pendapat Athiyah al-Abrasy, sifat-sifat guru adalah sebagai berikut:


1. Zuhud, dalam artian guru agama Islam tidak boleh
berpandangan materialistik, tetapi harus mempunyai rasa ikhlas
mencari keridhoan Allah
2. Bersih jiwa dan raganya
3. Ikhlas dalam pekerjaan dalam artian guru harus sesuai dengan
apa yang dikatakan diucapkan dan tidak malu mengatakan aku
tidak tahu, apabila ada yang tidak diketahuinya
4. Bersifat pemaaf
5. Bersifat orangtua
6. Mengerti tentang kebiasaan siswa

45
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 118.
46
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Histori, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), hal. 88.
18

7. Menguasai materi pelajaran.47


Jadi dapat diuraikan bahwa guru agama harus mempunyai sifat-sifat
yaitu: ikhlas, tawadhu’, jujur, adil, senantiasa bersifat kasih sayang tanpa
pilih kasih, pemaaf serta menguasai materi pelajaran. Apabila sifat-sifat
tersebut dilaksanakan dan dijalankan dengan baik, maka proses belajar
mengajar akan berjalan dengan baik pula.

4. Tugas Guru Agama


Seorang yang telah menerima jabatan guru berarti ia telah menerima
sebuah tanggung jawab yang besar, apalagi sebagai guru agama yang
selalu menjadi contoh bagi para siswanya, baik disekolah maupun
dirumah.
Muhammad Uzer Utsman mengelompokkan tugas guru menjadi tiga
kelompok yaitu dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas
kemasyarakatan.
a. Tugas bidang profesi
Guru merupakan suatu profesi, artinya suatu jabatan atau
pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru, oleh
karena itu profesi guru tidak dilakukan oleh sembarang orang,
mereka harus memiliki syarat-syarat tertentu agar bisa menjadi guru.
Tugas guru dalam bidang profesi ini meliputi: mendidik,
mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan
melatih adalah mengembangkan ketrampilan kepada siswa.
b. Tugas bidang kemanusiaan
Dalam hal ini guru dalam sekolah dapat menjadikan dirinya
sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga
ia menjadi idola para siswa. sehingga ia menjadi idola para siswa.
c. Tugas bidang kemasyarakatan
Masyarakat menempatkan guru pada tempat terhormat
dilingkungan, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat
dapat memperoleh pengetahuan.48

Selain itu Zuhairini berpendapat, tugas Guru Agama ialah:


1. Mengajarkan ilmu pendidikan agama Islam,
2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak,
3. Mendidik anak agar taat menjalankan agama,
4. Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.49

Sedangkan menurut Abu Ahmadi, tugas guru agama meliputi:


a. Guru agama sebagai pengajar
b. Guru agama sebagai pendidik Pendidik agama berbeda dengan
pengajar agama. Kalau seorang pengajar agama hanya berusaha
47
Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj Bustani A.Ghani dan
Djohar Bahri, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), hal. 139.
48
Moh. Uzer Utsman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 6-7.
49
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Islam, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel Malang, 1983), hal. 35.
19

bagaimana ilmu pengetahuan agama memenuhi otak siswa.


Maka guru agama berusaha untuk membentuk batin dan jiwa
sehingga para siswa melaksanakan apa yang telah diajarkan
guru agama
c. Guru agama sebagai seorang Da’i yang mana guru agama
hendaknya dapat memberikan pengertian yang positif kepada
guru lain yang mengajar pada sekolah tersebut
d. Guru agama sebagai konsultan
e. Guru agama sebagai pemimin pramuka maksudnya tempat
mendidik anak diluar sekolah.
f. Guru agama sebagai seorang pemimpin informal, yang mana
mereka harus bisa member contoh yang baik kepada
masyarakat.50
Dari penjabaran tadi menunjukkan bahwa tugas guru agama tidak
hanya di sekolah saja, tetapi mereka harus bisa menjadi panutan
dimana pun mereka berada, didalam keluarga hingga masyarakat.
Maka tugas guru agama sangatlah penting, lebih-lebih pada zaman
sekarang yang mana banyak orang yang sudah melupakan moralitas
dan kewajibannya sebagai panutan keteladanan.

5. Peran Guru Agama


Peran guru adalah tercapainya serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan
dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa
menjadi tujuan. Sedangkan pandangan Mukhtar, peran Guru Agama.51
1) Peran pendidik sebagai pembimbing
Peran pendidik sebagai pembimbing sangat berkaitan erat
dengan praktik keseharian. Untuk dapat menjadi seorang
pembimbing, seorang pembimbing, seorang pendidik harus
memperlakukan para siswa dengan menghormati dan menyayangi.
Dan seorang pendidik tidak boleh merendahkan siswa,
Memperlakukan siswa secara tidak adil dan sebagian membenci
siswa sendiri.
2) Peran pendidik sebagai contoh
Peranan pendidik sebagai model pembelajaran sangat penting
dalam rangka membentuk dan meningkatkan akhlak mulia bagi
siswa yang diajar. Karena setiap apa yang guru lakukan selalu
diperhatikan oleh siswa, mulai kedisiplinan, kejujuran, keadilan,
kebersihan, kesopanan, ketulusan, ketekunan, kehati-hatiannya
dalam pembelajaran. Semuanya akan menjadi contoh bagi siswanya.
Guru juga menjadi figure secara tidak langsung dalam
meningkatkan akhlak siswa dengan memberikan bimbingan tentang
cara berpenampilan, bergaul dan berperilaku yang sopan.
3) Peran pendidik sebagai penasehat
Seorang pendidik memiliki jalinan ikatan batin atau

50
Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: ARMICO, 1985), hal. 99.
51
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: CV. Misika Anak Galiza, 2003),
hal. 93-94.
20

emosional dengan para siswa yang diajarnya. Dalam hubungan ini


pendidik berperan aktif sebagai penasehat yang mana guru mampu
memberi nasihat kepada siswanya yang lagi membutuhkannya.

C. Sikap Keagamaan Siswa

1. Pengertian Sikap Keagamaan pada Siswa


Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri
seseorang yang medorong sisi orang untuk bertingkah laku yang berkaitan
dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi
antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif perasaan
terhadap agama sebagai komponen efektif dan perilaku terhadap agama
sebagai komponen kognitif.52 Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi
secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak
keagamaan dalam diri seseorang.
Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama, sikap
keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk bertingkah laku, serta integrasi secara kompleks
antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam
diri seseorang yang berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.53
Menurut pendapat lain sikap keagamaan bukan merupakan bawaan
melainkan perolehan atau bentuk setelah lahir. Sikap keagamaan terbentuk
melalui pengalaman langsung melalui interaksi dengan berbagai unsur
lingkungan sosial, misalnya hasil kebudayaan, orang tua, guru, teman
sebaya, masyarakat dan sebagainya.54 Jadi lingkungan tempat anak tinggal
sangat mempengaruhi sikap keagamaan anak tersebut, apabila anak tinggal
di lingkungan yang baik maka anak tersebut akan menjadi baik begitupun
sebaliknya.
Sikap keagamaan dapat diartikan sebagai suatau kesiapan bertindak
dengan cara tertentu yang berkaitan dengan masalah agama. Misalnya
berlaku baik kepada setiap orang, menghayati nilai-nilai agama yang
dicerminkan dalam tingkah laku dan perbuatan, dan melaksanakan
kewajiban terhadap agama.
Tentunya tiap orang mempunyai sikap agama yang berbeda-beda
terhadap suatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada
pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat,
pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan juga situasi lingkungan.
Jadi yang dimaksud dengan perkembangan sikap keagamaan adalah
perubahan sikap dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama menuju
kehidupan yang lebih baik. sikap agamis tersebut terwujud oleh adanya
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif,
perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan
sebagai unusr konatif. Jadi sikap agamis merupakan integrasi secara
kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak
52
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 97-98.
53
Jalaluddin, *Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 257.
54
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2002), hal. 72.
21

keagamaan dalam diri seseorang.


Keberagamaan atau religius diwujudkan dalam berbagai sisi
kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika
seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika
melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Ada
lima macam dimensi keberagamaan, yaitu:
a. Dimensi Keyakinan (Ideologis)
b. Dimensi Peribadatan atau Praktik Agama (Ritualistik)
c. Dimensi Penghayatan (Eksperiensial)
d. Dimensi Pengalaman (Konsekuensial)
e. Dimensi Pengetahuan Agama (Intelektual)55
Beberapa upaya untuk membiasakan anak agar memiliki sikap
keagamaan dari kecil, maka diperlukan sebuah metode pendidikan yang
memiliki koherensi dan kolerasi dengan hal itu, antara lain:
1. Mengajari anak melaksanakan ibadah;
2. Mengajarkan Al-Qur’an, Al-Hadis serta do’a dan zikir yang
ringan kepada anak-anak;
3. Mendidik anak dengan berbagai adab dan akhlak yang mulia;
4. Mendidik anak dari berbagai perbuatan yang diharamkan;
5. Membiasakan anak dengan pakaian yang syar’i.56

2. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Siswa


Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis.
Walaupun dalam keadaan yang demikian anak telah memiliki kemampuan
bawaan yang bersifat laten (tersembunyi). Potensi bawaan ini memerlukan
pengembangan melalui bimbingan dan pemiliharaan yang mantap lebih-
lebih pada usia dini. Pendidikan agama yang bersifat dressur dan
mengunggah akal seta perasaan memegang peranan penting dalam
pembentukan sikap.
Menurut Zakiyah Darajat bahwa sikap keagamaan merupakan
perolehan dan bukan bawaan. Ia terbentuk melalui pengalaman langsung
yang terjadi dalam hubungannya dengan unsur-unsur lingkungan materi
dan sosial, misalnya rumah tenteram, orang tertentu, teman, orang tua,
jama’ah dan sebagainya.
Walaupun sikap terbentuk karena pengaruh lingkungan, namun
faktor individu itu sendiri ikut pula menentukan. Menurut pendapat lain
pembentukan dan perubahan sikap di pengaruhi oleh dua faktor yaitu;57
1) Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan mengolah
atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar, termasuk
disini minat dan perhatian.
2) Faktor Eksternal, berupa faktor di luar diri individu yaitu
pengaruh lingkungan yang diterima.
Berdasarkan pemaparan diatas, dengan demikian walaupun sikap
keagamaan bukan merupakan bawaan akan tetapi dalam pembentukan dan
55
Djamaludin Ancok, Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Cet
Ke-VII, hal. 77.
56
Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam, (Bandung: CV. Pusataka Setia,
2013), hal. 70.
57
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 98.
22

perubahannya ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal individu.


Pendidikan agama dalam keluarga sebelum si anak masuk sekolah,
terjadi secara tidak formal. Pendidikam agama pada umur ini melalui
semua pengalaman anak, baik berupa ucapan yang didengarnya, tindakan,
perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang dirasanya.
Hendaknya guru agama mendekatkan ajaran agama itu kedalam
kehidupan sehari-hari. Dekatkanlah para siswa dengan menonjolkan sifat
kash sayangnya. Setiap siswa hendaknya dapat merasakan bahwa dia
termasuk yang disayangi. Guru sendiri harus menampakkan sikap kasih
sayang itu dan melatih para siswa untuk saling menyayangi satu sama lain,
melalui tindakan-tindakan yang dirasakan dan dilakukan langsung oleh
para siswa, seperti tolong menolong sesama teman dan sebagainya.
Selain itu perlu diingat bahwa anak-anak sampai umur 12
tahun,belum mampu berpikir abstrak (maknawi) oleh karena itu agama
harus diberikan dalam jangkauannya, yaitu dalam kehidupan nyata. Di
sinilah letak pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendi/dikan pada
umumnya dan pendidikan agama khususnya.58

3. Sifat-sifat Agama pada Siswa


Sesuai dengan ciri yang dimiliki, maka sifat agama pada siswa
tumbuh mengikuti pola Ideas concept on author. Ide keagamaan hampir
sepenuhnya autoritas, maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka.
Hal tersebut Mulyono mengatakan anak sejak usia muda, telah
melihat, mempelajari hal-hal yang ada diluar diri mereka. Mereka telah
melihat dan mengikuti apa-apa yang diajarkan oleh orang dewasa dan
orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan
agama. Kembali lagi bahwa orang tua memiliki pengaruh sesuai dengan
prinsip eksplorasi yang mereka miliki.59
Pada umumnya, orangtua mengharapkan anak-anaknya tumbuh
menjadi seseorang yang memiliki sikap yang baik dalam berhubungan
dengan orang lain. Sikap dapat diartikan sebagai status mental seseorang.
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu
komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kogitif merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen
afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen
konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuia dengan
sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Sesuai Penjabaran diatas, komponen kognitif berisi kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau yang kita
ketahui. Komponen afektif menyangkut masalah emosional seseorang
terhadap suatu objek sikap. Pada umumnya reaksi emosional dipengaruhi
oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku
bagi objek termaksud.

58
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jak arta: PT. Bulan Bintang, 2002), hal. 72
59
Baharuddin, Mulyono, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-Malang Press,
2008), hal. 111.
23

Sebagai struktur sikap, komponen konatif menunjukkan bagaimana


perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh
asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku,
bagaimana orang berperilaku terhadap stimulus tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaanya terhadap stimulus
tersebut.60

4. Struktur Sikap Keagamaan


Struktur sikap terdiri 3 komponen yaitu komponen kognitif berupa
keyakinan seseorang, komponen afektif menyangkut emosional dan
komponen konatif merupakan aspek kecenderungan bertindak sesuai
dengan sikapnya.61
a. Komponen Kognitif
Perkembangan kognitif, berisi presepsi, kepercayaan yang
dimiliki mengenai sesuatu. Dipandang sebagai aqidah sesorang
dalam beragama. Aqidah secara bahasa berasal dari bahasa arab
yaitu aqadahu ya’qiduhu yang memiliki makna ikatan atau
sangkutan. Sedangkan secara istilah aqidah adalah iman keyakinan
yang dijadikan pedoman hidup bagi pemeluk agama Islam yang
tercantum di rukun iman atau disebut dengan Arkanul Iman yang
merupakan asas bagi setiap agama Islam.62
Dalam Al-qur’an ada ayat yang menyatakan tentang beriman,
diantaranya sebagai berikut:

‫ٰٓي َاُّيَها اَّلِذْيَن ٰا َمُنْٓو ا ٰا ِم ُنْو ا ِباِهّٰلل َو َرُسْوِلٖه َو اْل ِكٰت ِب اَّلِذْي َنَّز َل َع ٰل ى َرُسْوِلٖه َو اْل ِكٰت ِب اَّلِذْٓي َاْن َز َل‬
‫ِم ْن َق ْبُۗل َو َمْن َّيْك ُفْر ِباِهّٰلل َو ٰۤلَم ِٕىَك ِتٖه َو ُكُتِبٖه َو ُرُسِلٖه َو اْل َيْوِم اٰاْل ِخ ِر َف َقْد َض َّل َض ٰل اًل ۢ َبِعْيًدا‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.” (QS: An-Nisaa | Ayat: 136. 27)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa seorang muslim pasti
beriman kepada hal-hal yang telah ditetapkan oleh Allah swt, keyakinan
tersebutlah yang dikatakan dengan keyakinan seperti yang sudah diperintah
Allah melalui ajaran rukun Iman ada enam: Iman kepada Allah, Iman
kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada Kitab, Iman kepada
hari akhir dan Iman kepada Qada dan qadar.
b. Komponen Afeksi
Komponen yang melibatkan perasaan dan emosi, ini
membentuk sikap positif atau negatif terhadap suatu objek. Bisa
dilihat dari sesorang merasakan senang atau tidak senang dalam
60
Iskandarwassid, Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014), Cet, IV, hal. 111-112.
61
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 260.
62
Mohamad Iwan Fitriani, Pola Pengembangan Program Suasana Religius Melalui Aktualisasi Nilai-
Aktivitas Dan Simbol-Simbol Islami di Madrasah, jurnal El-HiKMAH, Vol. 9, No. 1, Juni 2015, hal. 18.
24

melakukan Ibadah. Syariah (Ibadah), merupakan penerapan dari


aqidah yang mana bahwa ibadah itu berawal dari keimanan yang
sudah tertanam pada dirinya. Berusaha melakukan perintah dari
Allah dengan sepenuh hati disertai keimanan yang kokoh
diwujudkan dengan praktik ibadah yang dilakukan pada waktu
tertentu seperti syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji bagi yang
mampu ini termasuk dalam rukun Islam.
Pengakuan dan berserah diri itu diwujudkan dengan perilaku
nyata, baik rohani maupun jasmani dalam melakukan rukun Islam.
Sehingga menjadi suatu sistem yang saling bekerja sama yang akan
diwujudkan dalam sikap seseorang tersebut.
c. Komponen Konatif
Perkembangan konatif, kecenderungan bertindak dengan
kesediaan atau kesiapan dalam diri seseorang berkaitan dengan
objek sikap. Dalam istilah Islamnya yaitu Akhlak. Akhlak, menurut
bahasa berasal dai bahasa arab yaitu jama’ dari kata “khuluqun”
yang mempunyai arti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat
tata krama, sopan santun, adab, dan tindakan. Sedangkan menurut
istilah yaitu pranata perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan
dalam bahasa umumnya dapat disebut dengan etika atau nilai
moral.63

5. Strategi Pembentukan Sikap Keagamaan


Strategi pembentukan sikap keagamaan di satuan pendidikan atau
sekolah merupakan kesatuan dari program peningkatan mutu berbasis
sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan, dan
evaluasi kurikulum. Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran
aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remediasi
dan pengayaan. Adapun strategi atau metode pembentukan sikap religius
dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui cara berikut:
a. Keteladanan/Contoh
Kegiatan pemberian contoh/teladan ini bisa dilakukan oleh pengawas,
kepala sekolah, guru, dan staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan
model bagi peserta didik seperti:
1) Religius; sikap perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianut
2) Jujur; perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan
3) Tekun; sikap berkeras hati teguh pada pendirian, rajin, giat,
sungguh-sungguh terus dalam bekerja meskipun mengalami
kesulitan, hambatan dan rintangan
4) Disiplin; tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Peduli tanggung jawab; sikap dan perilaku seseorang yang
selalu ingin melaksanakan tugas dan kewajiban, yang dilakukan,
63
Arif, Mohammad, Pesantren Salaf Basic Pendidikan Karakter, (Kediri: STAIN Press, 2012), hal. 3-
4
25

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan


budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Kegiatan Spontan Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilaksanakan
secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada
saat guru mengetahui sikap/ tingkah laku siswa yang kurang baik, seperti
meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, dll.
c. Teguran Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku
buruk dan meningkatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik
sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d. Pengondisian Lingkungan Suasana sekolah dikondisikan sedemikian
rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contoh: penyediaan tempat sampah,
jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh
peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat
yang strategi sehingga setiap siswa sehingga mudah membacanya.
e. Kegiatan rutin Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan
peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat. Contoh
kegiatan rutin yang sering dilakukan seperti membersihkan kelas dan
belajar.64

64
Masnur Muslich, Pendidikan Kar+akter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), hal. 176.
DAFTAR RUJUKAN

1. Buku:

Ahmadi, Abu. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: ARMICO. 1985.


Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam , (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2015), hal. 93.
al-Abrasy, Muhammad Athiyah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj
Bustani A.Ghani dan Djohar Bahri, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993.
An Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
Terj. Hery Noor Ali
Chaplin, JP. Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2004.
Danim, Sudarman. Profesionalisasi dan Etika Profesi, Guru.Bandung: Alfabeta,
2010.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jak arta: PT. Bulan Bintang, 2002.
Djamaludin Ancok, Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008. Cet Ke-VII.
Fathoni, Abdurahman. Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusun Skripsi,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Husein Umar, Research Methods in Finance and Banking, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, Cet ke-2. 2002.
Iskandarwassid, Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2014 Cet, IV.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Jamaluddin, Dindin. Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam, Bandung: CV.
Pusataka Setia, 2013.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Remaja, Bandung: Rosdakarya.
2012.
Majid, Abdul. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
Bandung: Pustaka Setia. 2004.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.
2005.
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Jakarta: CV. Misika
Anak Galiza, 2003.
Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensial, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Nata, Abudin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 2001.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Histori, Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Ciputat Press. 2002.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, vol. XXI,
Bandung: Alfabeta. 2015

26
27

Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.


Remaja Rosda Karya. 2010.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidkan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2005

2. Jurnal:

Azizah Munawwaroh, Keteladanan Sebagai Metode Pendidikan Karakater,


Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Vol. 7, No. 2, 2019, hal. 5.
Iswandi, Efektivitas Pendekatan Keteladanan dalam pembinaan Akhlak, Jurnal
Pendidikan Islam : Vol 10 No. 1 2019, hal. 118.
Iswandi, Efektivitas Pendekatan Keteladanan Dalam Pembinaan Akhlak Siswa
di Min Bandar Gadang, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.10.
No.1 2019), hal. 116.
Manan, Syaepul. Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan dan
Pembiasaan, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta‟lim Vol. 15 No 1 2017.
Mohamad Iwan Fitriani, Pola Pengembangan Program Suasana Religius
Melalui Aktualisasi Nilai-Aktivitas Dan Simbol-Simbol Islami di Madrasah,
jurnal El-HiKMAH, Vol. 9, No. 1, Juni 2015, hal. 18.
Moleong, Lexy. J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1991.
Muhammad Akbar, Mendidik Siswa dengan Prinsip Keteladanan, Jurnal
Tenologi Pendidikan Madrasah 2019, hal. 92-93.
Rahendra Maya, Revitalisasi Keteladanan dalam Pendidikan Islam, Edukasi
Islami, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 05 Januari, 2016, hal. 1180-11.
Ria Nurbayiti, Mahfud, Siti Maryam Munjiat, Pengaruh Keteladanan Guru
Terhadap Perilaku Sosial Siswa Sekolah Menengah Kejuruan, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 8 No. 1 2009.hal. 603.
Suhono, Ferdian Utama, Keteladanan Orang Tua dan Guru dalam Pertumbuhan
dan Perkembangan Anak Usia Dini, Elementtary Vol. 3 Edisi Juli –
Desember 2017, hal. 108.
Wantono, Yayat, Moch, Yasyakur. Implementasi Metode Keteladanan Guru
dalam Meningkatkan Akhlak Al Karimah Siswa di SMP Islam, Jurnal
Prosiding Al Hidayah Pendidikan Agama, 2013. hal. 115.
Wardhani, Sari Ayuning. Hubungan Keteladanan Guru dengan Nilai Moral
Anak Usia 5-6 tahun di Taman Kanak-Kanak Se-Gugu Sembodro, Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, Edisi 1 Tahun ke-8 2019. hal. 2.
Yumni, Auffah. Keteladanan Nilai Pendidikan Islam Yang Teraplikasikan,
Nizhamiyah Vol. i No.1, Januari-Juni 2019.

3. Skripsi:

Arif, Mohammad, Pesantren Salaf Basic Pendidikan Karakter, (Kediri: STAIN


Press, 2012), hal. 3-4
Asendi, Milda Ana . Pengaruh penerapan Pendidikan Multikultural terhadap
Sikap Toleransi Siswa SD Negeri Suwaru Kecamatan Pagelaran, Skripsi
28

Program Strata Sarjana 1, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim


Malang, 2018.
Baharuddin, Mulyono, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, (Malang:
UIN-Malang Press, 2008), hal. 111.
Kusumah, Riyanto Adi. Pengaruh Keteladanan dan Kedisiplinan Guru
Terhadap Pembentukan Karakter Santri Pondok Modern Darussalam Gontor
Kampus 7 Kalianda Lampung Selatan, Skripsi, UIN Raden Intan Lampung,
2022.
Sonhaji, Ahmad . Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan, Banjarmain:
Universitas Lambung Mangkurat, Program S2 Manajemen Pendidkan. 2003.
Umniyatul Azizah, Penerapan Metode Keteladanan Hubungannya Dengan
Kesadaran Santri Dalam Shalat Berjamaah, Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati 2019, hal. 6.
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Islam, Malang: Biro Ilmiah Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang. 1983.

4. Wawancara:

5. Internet:

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:


Balai Pustaka. Edisi Keempat. 2008.
S, Nasution. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Bandung: Tarsito, 1998.
Sadiah, Dewi. Metode Penelitian Dakwah Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2015.
Utsman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992.
Zahro, Aminatu. Membangun Kualitas Pembelajaran Melalui Dimensi
Profesionalisme Guru, Bandung: Yrama Widya, 2015.
Zainuddin, et, al., Seluk-beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991.
29

LAMPIRAN

A. Pedoman Wawancara

Penerapan Metode Keteladanan Guru Agama dalam Membentuk Sikap

Keagamaan Siswa di SDN 1 Pengajaran Bandarlampung fokus penelitian terpusat

pada penerapan metode keteladanan yang dilakukan oleh guru agama dalam

membentuk sikap keagamaan siswa di SDN 1 Pengajaran Bandarlampung.

No Aspek Indikator Pertanyaan

1 Pengetahuan Pemahaman 1. Bagaimana guru agama

menjelaskan konsep-konsep

keagamaan kepada siswa?

2. Apakah guru agama sering

memberikan contoh nyata tentang

praktek keagamaan?

3. Bagaimana guru memastikan

pemahaman siswa terhadap ajaran

agama?

2. Perilaku Tindakan 1. Apakah guru agama

menunjukkan perilaku yang sesuai

dengan ajaran agama?

2. Bagaimana guru menanggapi

pertanyaan atau kebingungan

siswa mengenai agama?


30

3. Apakah guru agama

memberikan penilaian positif

terhadap praktik keagamaan

siswa?

3 Interaksi Sosial Keterlibatan 1. Bagaimana guru agama

mengintegrasikan nilai-nilai

keagamaan dalam kegiatan sosial

di kelas?

2. Apakah guru agama melibatkan

siswa dalam diskusi atau kegiatan

berkelompok tentang agama?

3. Bagaimana guru agama

mempromosikan kerjasama dan

toleransi antar siswa beragama?

Pedoman Wawancara

B. Panduan Observasi

Peneliti melakukan pengamatan (observasi) Pengamatan Penerapan Metode

Keteladanan Guru Agama dalam Pembentukan Sikap Keagamaan Siswa di SDN 1

Pengajaran Bandarlampung.Dengan ini, fokus pengamatan terpusat pada penerapan

metode keteladanan oleh guru agama dalam pembentukan sikap keagamaan siswa

di SDN 1 Pengajaran Bandarlampung.

No Aspek Indikator Pertanyaan

1 Interaksi Guru Demonstrasi 1. Bagaimana guru agama


31

Keteladanan menunjukkan keteladanan dalam

praktik keagamaan?

2. Apakah guru agama secara

konsisten menerapkan nilai-nilai

agama dalam tindakan sehari-hari?

3. Bagaimana reaksi siswa

terhadap keteladanan yang

ditunjukkan oleh guru agama?

2 Partisipasi Keterlibatan 1. Seberapa aktif siswa

Siswa Aktif berpartisipasi dalam kegiatan

keagamaan di kelas?

2. Bagaimana tingkat keterlibatan

siswa dalam diskusi atau kegiatan

berbasis agama?

3. Apakah siswa menunjukkan

peningkatan partisipasi setelah

diperlihatkan contoh keteladanan

oleh guru?

3 Atmosfer Kelas Keberagaman 1. Bagaimana atmosfer

Toleransi keberagaman agama ditangani di

kelas?

2. Apakah ada tindakan konkret

untuk mempromosikan toleransi


32

antar siswa beragama?

3. Bagaimana reaksi siswa

terhadap keberagaman agama di

lingkungan kelas?

Pedoman Observasi

Wawancara dengan 5 Siswa

wawancara terstruktur ini dilakukan dengan 5 subjek siswa dari SDN 1

Pengajaran Bandarlampung terkait penerapan metode keteladanan guru agama

terhadap pengembangan sikap keagamaan.

1. Subjek (Ani Kelas 4)

Tanggal Wawancara: 10 Februari 2024

Waktu: 10:00 WIB

No Keterangan Dialog

1 P Selamat pagi, Ani. Bagaimana keadaanmu hari

ini?

S Selamat pagi, Kak. Saya baik-baik saja, terima

kasih.

P Baik, Ani. Bagaimana menurutmu peran guru

agama dalam membentuk sikap keagamaan di

sekolah?
33

S Menurut saya, guru agama sangat penting karena

mereka memberikan contoh dan mengajarkan

nilai-nilai keagamaan kepada kami.

P Apakah kamu memiliki contoh konkret tentang

bagaimana guru agama memberikan contoh atau

keteladanan kepada siswa?

S Ya, misalnya ketika guru agama selalu datang

tepat waktu ke kelas dan dengan sabar

menjelaskan pelajaran agama kepada kami.

P Bagaimana menurutmu sikap keagamaan teman-

teman sekelasmu setelah mendapat pengajaran dari

guru agama?

S Saya melihat teman-teman lebih rajin beribadah

dan lebih menghargai perbedaan agama setelah

belajar dengan guru agama.

P Terima kasih, Ani, atas jawaban-jawabanmu yang

sangat berharga. Apakah ada hal lain yang ingin

kamu tambahkan?
34

S Tidak ada, kak. Terima kasih juga sudah

mewawancarai saya.

Hasil Waawancara dengan subjek 1

2. Subjek ( Budi Kelas 4)

Tanggal Wawancara :11 Februari 2024

Waktu: 09:00 WIB

No Keterangan Dialog

2 P Selamat pagi, Budi. Bagaimana keadaanmu hari ini?

S Selamat pagi, Kak. Saya baik-baik saja, terima kasih.

P Bagaimana menurutmu peran guru agama dalam

membentuk sikap keagamaan di sekolah?

S Saya pikir guru agama membantu kami untuk lebih

mengenal agama dan mengajarkan kami untuk menjadi

lebih baik dalam praktek keagamaan.

P Apakah kamu memiliki contoh konkret tentang

bagaimana guru agama memberikan contoh atau

keteladanan kepada siswa?

S Ya, guru agama kami selalu memberikan contoh tentang

bagaimana bersikap baik, sopan, dan menghormati

sesama.
35

P Bagaimana menurutmu sikap keagamaan teman-teman

sekelasmu setelah mendapat pengajaran dari guru

agama?

S Saya melihat teman-teman lebih rajin beribadah dan

lebih menghargai agama masing-masing setelah belajar

dengan guru agama.

P Terima kasih, Budi, atas jawaban-jawabanmu. Apakah

ada hal lain yang ingin kamu tambahkan?

S Tidak ada, Kak. Terima kasih sudah mewawancarai

saya.

3. Subjek (Cinta Kelas 5)

Tanggal Wawancara : 12 Februari 2024

Waktu 10:30 WIB

No Keterangan Dialog

P Selamat pagi, Cinta. Bagaimana kabarmu hari ini?

S Selamat pagi, Kak. Saya baik-baik saja, terima kasih.

P Bagaimana menurutmu peran guru agama dalam

membentuk sikap keagamaan di sekolah?

S Menurut saya, guru agama memiliki peran yang sangat

penting karena mereka adalah teladan bagi kami dalam

praktek keagamaan.

P Apakah kamu memiliki contoh konkret tentang bagaimana


36

guru agama memberikan contoh atau keteladanan kepada

siswa?

S Ya, misalnya guru agama kami selalu menunjukkan sikap

toleransi dan kasih sayang kepada siswa-siswa yang

berbeda agama.

P Bagaimana menurutmu sikap keagamaan teman-teman

sekelasmu setelah mendapat pengajaran dari guru agama?

S Saya melihat teman-teman lebih memahami dan

menghargai agama masing-masing setelah belajar dengan

guru agama.

P Terima kasih, Cinta, atas waktu dan jawaban-jawabanmu.

Apakah ada hal lain yang ingin kamu tambahkan?

S Tidak ada, Kak. Terima kasih sudah mewawancarai saya.

Hasil Wawancara dengan Subjek 3

4. Subjek (Deni Kelas 5)

Tanggal Wawancara: 13 Februari 2024

Waktu: 09:30 WIB

No Keterangan Dialog

4 P Selamat pagi, Deni. Bagaimana keadaanmu hari ini?

S Selamat pagi, Kak. Saya baik-baik saja, terima kasih.

P Bagaimana menurutmu peran guru agama dalam

membentuk sikap keagamaan di sekolah?

S Saya pikir guru agama memiliki peran yang sangat


37

penting karena mereka memberikan pemahaman dan

contoh tentang ajaran agama kepada kami.

P Apakah kamu memiliki contoh konkret tentang

bagaimana guru agama memberikan contoh atau

keteladanan kepada siswa?

S Ya, misalnya ketika guru agama kami selalu

memberikan waktu untuk sholat bersama di kelas dan

menunjukkan sikap saling menghormati antar sesama

siswa.

P Bagaimana menurutmu sikap keagamaan teman-teman

sekelasmu setelah mendapat pengajaran dari guru

agama?

S Saya melihat teman-teman lebih bertoleransi dan

menghargai agama masing-masing setelah belajar dengan

guru agama.

P Terima kasih, Deni, atas jawaban-jawabanmu. Apakah

ada hal lain yang ingin kamu tambahkan?

S Tidak ada, Kak. Terima kasih sudah mewawancarai

saya.

Hasil Wawancara dengan Subjek 4

5. Subjek Eka (Kelas 6)

Tanggal Wawancara: 14 Februari 2024

Waktu: 11:00 WIB


38

No Keterangan Dialog

5 P Selamat pagi, Adi. Terima kasih telah bersedia

berpartisipasi dalam wawancara ini. Bagaimana

kabarmu hari ini?

S Selamat pagi, Kak. Saya baik-baik saja, terima kasih.

P Bagaimana menurutmu guru agama di sekolahmu

memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-

hari?

S Guru agama kami memberikan contoh yang sangat baik

dalam bertindak sesuai dengan ajaran agama.

P Bagaimana menurutmu contoh-contoh tersebut

memengaruhi sikap keagamaanmu dan bagaimana kamu

mencoba menerapkan nilai-nilai tersebut dalam

kehidupan sehari-hari?

S Contoh-contoh dari guru agama membuat saya lebih

memahami dan menghargai ajaran agama. Saya

berusaha untuk mengikuti contohnya dengan lebih baik,

seperti selalu berdoa dan membantu sesama.

Hasil Wawancara Subjek 5

Wawancara Dengan Guru Agama Laki-Laki

Transkrip wawancara dengan seorang guru agama laki-laki terkait

penerapan metode keteladanan guru agama terhadap pengembangan sikap


39

keagamaan pada siswa di SDN 1 Pengajaran Bandarlampung

Tanggal Wawancara 28 Maret 2024

Subjek (Satya 45 Thn Guru Agama)

Waktu:10:00 WIB

Tempat: Ruang Guru SDN 1 Pengajaran Bandarlampung

No Keteranga Dialog

6 P: Selamat pagi, Pak Guru. Terima kasih telah

menyediakan waktu untuk wawancara ini.

G: Selamat pagi, ya. Tentu, saya senang bisa

berpartisipasi dalam penelitian ini.

P: Baik, pertama-tama saya ingin bertanya mengenai

bagaimana pendapat Bapak tentang pentingnya peran

guru agama dalam membentuk sikap keagamaan siswa di

sekolah?

G: Menurut saya, peran guru agama sangat penting dalam

membentuk sikap keagamaan siswa. Kami memiliki

tanggung jawab besar untuk memberikan contoh yang

baik dalam perilaku sehari-hari sesuai dengan ajaran

agama yang kami ajarkan.

P: Bagaimana Bapak menerapkan metode keteladanan

dalam mengajar agama kepada siswa-siswa?


40

G: Saya berusaha untuk menjadi contoh yang baik bagi

siswa-siswa saya. Saya berusaha untuk menunjukkan

kesabaran, kebaikan, dan ketulusan dalam tindakan

sehari-hari, serta selalu mengaitkannya dengan ajaran

agama yang kami pelajari bersama.

P: Apakah Bapak melihat adanya perubahan atau

peningkatan dalam sikap keagamaan siswa setelah

menerapkan metode keteladanan ini?

G: Ya, saya melihat beberapa siswa mulai menunjukkan

sikap yang lebih menghargai ajaran agama setelah

melihat contoh dari saya dan guru agama lainnya. Mereka

menjadi lebih rajin beribadah, lebih toleran terhadap

perbedaan, dan lebih peduli terhadap sesama.

P: Terima kasih atas waktunya, Pak Guru. Apakah ada

pesan atau saran yang ingin Bapak sampaikan terkait

dengan penerapan metode keteladanan dalam

pembentukan sikap keagamaan siswa?

G: Sama-sama. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa

menjadi guru agama bukan hanya tentang mengajar

materi agama, tetapi juga menjadi teladan bagi siswa.


41

Mari kita terus berusaha menjadi contoh yang baik bagi

mereka sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu

yang beriman dan bertakwa.

P: Baiklah, terima kasih atas wawancaranya, Pak Guru.

G: Terima kasih juga, semoga penelitian ini bermanfaat

untuk pengembangan pendidikan keagamaan di sekolah

kita.

Hasil Wawancara Subjek 6

Wawancara dengan Kepala Sekolah SD N 1 Pengajaran Bandarlampung.

Transkrip wawancara dengan Kepala Sekolah SD N 1 Pengajaran

Bandarlampung terkait dengan penerapan metode keteladanan guru agama

terhadap pengembangan sikap keagamaan pada siswa

Tanggal Wawancara: 20 Maret 2024

Waktu:09:00 WIB

Tempat: Ruang Kepala Sekolah SD N 1 Pengajaran Bandarlampung

No Keterangan Dialog

7 P Selamat pagi, Bapak Kepala Sekolah. Terima kasih

telah menyediakan waktu untuk wawancara ini.

KS Selamat pagi juga. Tentu, saya senang bisa

berpartisipasi dalam penelitian ini.

P Pertama-tama, saya ingin bertanya mengenai

bagaimana pendapat Bapak tentang pentingnya peran


42

guru agama dalam pembentukan sikap keagamaan siswa

di sekolah?

KS Menurut saya, peran guru agama sangat penting dalam

membentuk sikap keagamaan siswa di sekolah. Mereka

memiliki pengaruh yang besar sebagai teladan bagi

siswa dalam mengamalkan ajaran agama dalam

kehidupan sehari-hari.

P Bagaimana Bapak memastikan bahwa guru agama di

sekolah menerapkan metode keteladanan dalam

pembentukan sikap keagamaan siswa?

KS Kami memiliki monitoring dan evaluasi yang terjadwal

secara berkala untuk melihat implementasi metode

keteladanan yang dilakukan oleh guru agama. Selain itu,

kami juga sering melakukan diskusi dan pertemuan

dengan guru agama untuk membahas strategi pengajaran

dan pengembangan karakter keagamaan siswa.

P Apakah Bapak melihat adanya perubahan atau

peningkatan dalam sikap keagamaan siswa setelah

menerapkan metode keteladanan oleh guru agama?

KS Ya, saya melihat adanya peningkatan dalam sikap

keagamaan siswa setelah menerapkan metode

keteladanan oleh guru agama. Siswa-siswa menjadi

lebih peduli terhadap nilai-nilai agama, lebih rajin


43

beribadah, dan lebih toleran terhadap perbedaan agama.

P Terima kasih atas penjelasannya, Bapak Kepala

Sekolah. Apakah ada pesan atau saran yang ingin Bapak

sampaikan terkait dengan penerapan metode

keteladanan dalam pembentukan sikap keagamaan

siswa?

KS Saya hanya ingin mengingatkan kepada seluruh guru

agama untuk terus menjadi teladan yang baik bagi

siswa. Sikap dan perilaku mereka akan menjadi

cerminan dari ajaran agama yang mereka sampaikan

kepada siswa. Terima kasih.

P Baiklah, terima kasih atas waktunya, Bapak Kepala

Sekolah.

KS Sama-sama, semoga penelitian ini dapat memberikan

kontribusi positif bagi pengembangan pendidikan

keagamaan di sekolah kita.

Hasil Wawancara Subjek 7


44

Laporan Hasil Observasi

laporan observasi mengenai penerapan metode keteladanan guru agama terhadap

pengembangan sikap keagamaan pada siswa di SDN 1 Pengajaran Bandarlampung

No Aspek Indikator Pernyataan Keterangan

1 Interaksi Guru Demonstrasi Guru agama secara V

Keteladanan rutin memberikan

contoh nyata tentang

praktek keagamaan.

Siswa menunjukkan V

respon positif

terhadap keteladanan

yang ditunjukkan oleh

guru agama

2 Partisipasi Siswa Keterlibatan Siswa aktif V

Aktif berpartisipasi dalam


45

kegiatan keagamaan

di kelas

Terdapat diskusi yang V

aktif antara siswa

mengenai isu-isu

agama.

3 Atmosfer Kelas Keberagaman Guru agama V

Toleransi mempromosikan

penghargaan terhadap

keberagaman agama

di kelas.

Siswa menunjukkan V

toleransi dan

kerjasama dalam

kegiatan yang

melibatkan

keagamaan.

Hasil Observasi

Aspek interaksi guru menunjukkan validitas (V) karena guru agama secara

konsisten memberikan contoh nyata tentang praktek keagamaan dan siswa

merespons dengan positif.Partisipasi siswa menunjukkan validitas (V) karena

siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan di kelas dan terdapat diskusi

yang aktif mengenai isu-isu agama.Atmosfer kelas menunjukkan validitas (V)

karena guru agama mempromosikan penghargaan terhadap keberagaman agama


46

dan siswa menunjukkan toleransi serta kerjasama dalam kegiatan yang melibatkan

keagamaan

Anda mungkin juga menyukai