Disusun oleh :
Nama:Kirani Cahyani Datuamas
Stambuk:23777044
KATA PENGANTAR..............................................................................………………i
DAFTAR ISI.....................................................................................…………………. ii
BAB.I PENDAHULUAN
A. Definisi…………..........................................................................…………………..2
B. Epidemiologi penyakit.................................................................…………………. 3
C. Latar belakang.............................................................................………………… 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi..………............................................................................…………………. 5
B. Patofisiologi.…………………………............................................…………………..7
C. Diagnosis.....................................................................................………………… 8
BAB III. PENUTUP
A. Diskusi..……….........................................................................…………………… 9
B. Kesimpulan...........................................................................……………………… 9
C. Daftar pustaka......................................................................…………………….. 10
BAB l
PENDAHULUAN
Leptospirosis memiliki 2 fase yang berbeda, yaitu fase awal septikemi yang
diikuti dengan penurunan sementara demam dan dilanjutkan dengan fase imun
dimana munculnya gejala yang berat. Akan tetapi pada beberapa kasus, perbedaan
kedua fase ini tidak tampak dan hanya fase kedua yang akan muncul pada penyakit
ini. Pada fase akut septikemi diawali dengan tanda demam remiten yang tinggi (380
sampai 400 C) dan pusing, menggigil, kaku, dan myalgia; conjuncitival suffusion tanpa
discharge purulen; nyeri abdomen; anoreksia, mual dan muntah; diare; batuk dan
faringitis. Pada fase ini, leptospira dapat ditemukan di darah, cairan cerebrospinal dan
urin (pada 5 sampai 7 hari setelah munculnya gejala). Sedangkan pada fase imun,
leptospira tidak ditemukan di darah dan cairan cerebrospinal bertepatan dengan
munculnya antibodi IgM. Leptospira dapat dideteksi di hampir seluruh jaringan dan
organ, dan di urin pada beberapa minggu, tergantung dari tingkat keparahan penyakit.
Fase imun ditandai dengan beberapa atau seluruh dari gejala: ikterik, gagal ginjal,
aritmia kordis, gejala paru, meningitis aseptik, conjunctival suffusion dengan atau
tanpa perdarahan; fotofobia; nyeri pada mata; nyeri tekan; adenopathy dan
hepatosplenomegaly.
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Leptospira dapat masuk melalui luka di kulit atau menembus jaringan mukosa
seperti konjungtiva, nasofaring, dan vagina kemudian masuk ke dalam darah,
berkembang biak, dan menyebar ke jaringan tubuh. Leptospira juga dapat menembus
jaringan seperti ruang depan mata dan ruang subarakhnoid tanpa menimbulkan
reaksi peradangan yang berarti.Leptospira berkembang biak terutama di ginjal
(tubulus konvoluta), serta akan bertahan dan diekskresi melalui urin. Leptospira dapat
berada di urin sekitar 8 hari setelah infeksi hingga bertahun- tahun. Setelah fase
leptospiremia (4-7 hari), leptospira hanya dijumpai pada jaringan ginjal dan
mata. Pada fase ini, leptospira melepaskan toksin yang menyebabkan gangguan
pada beberapa organ.
Setelah leptospira menginvasi epitel, selanjutnya akanberproliferasi dan
menyebar ke organ sasaran. Setiap organ penting dapat terkena dan antigen
leptospira dapat dideteksi pada jaringan yang terkena. Gejala fase awal ditimbulkan
karena kerusakan jaringan akibat leptospira, tetapi gejala fase kedua timbul akibat
respons imun pejamu. Mediator yang dirangsang oleh leptospira ini diduga
menyebabkan manifestasi klinis yang beragam, meskipun secara pasti masih belum
jelas. Gejala patologis yang selalu ditemukan adalah vaskulitis pada pembuluh darah
kapiler berupa edem pada endotel, nekrosis, disertai invasi limfosit. Keadaan ini dapat
ditemukan pada semua organ yang terkena. Vaskulitis ini menimbulkan petekie,
perdarahan intraparenkim, dan perdarahan pada lapisan mukosa dan serosa. Pada
beberapa kasus dapat ditemukan trombositopenia namun tidak terjadi DIC
(disseminated intravascular coagulation). masa protrombin kadang-kadang
memanjang dan tidak dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin K.
Beberapa penemuan menegaskan bahwa leptospira yang lisis dapat
mengeluarkan enzim, toksin, atau metabolit lain yang dapat menimbulkan gejala-
gejala klinis. Hemolisis dapat terjadi karena hemolisin yang bersirkulasi diserap oleh
eritrosit sehingga eritrosit tersebut lisis, walaupun di dalam darah sudah terdapat
antibodi. Diatesis perdarahan umumnya terbatas pada kulit dan mukosa, tetapi pada
keadaan tertentu terjadi perdarahan saluran cerna atau organ vital yang dapat
menyebabkan kematian. Setiap organ penting dapat terkena dan antigen leptospira
dapat dideteksi pada jaringan yang terkena.
Leptospira juga ditemukan di antara sel-sel parenkim hati.Kerusakan hati yang
terjadi akan mengakibatkan timbulnya ikterus, meskipun ada beberapa ahli
mengemukakan ikterus antara lain disebabkan oleh hemolisis dan obstruksi
bilier. Edem intraalveolar dan intersisial dapat terlihat pada jaringan paru.Pada
vaskulitis berat dapat terjadi perdarahan paru. Keterlibatan ginjal menyebabkan
nekrosis tubuler dan nefritis intersisialis, sehingga terjadi gagal ginjal akut yang
memerlukan dialisis.Pada jantung dapat ditemukan petekie pada endokardium, edem
intersisiel miokard, dan arteritis koroner. Perdarahan, nekrosis fokal dan reaksi
inflamasi dapat ditemukan pada kelenjar adrenal, sehingga dapat memperberat
kolaps vaskuler yang berkaitan dengan kejadian leptospirosis yang fatal.
Differential Diagnosis
Diskusi
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, kecuali benua Antartika,dan terbanyak
di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan atau binatang
pengerat, yang mana tikus merupakan vektor yang utama penyebab leptospirosis
pada manusia, di mana dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, tanah, atau lumpur
yang telah terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi leptospira, perantara
luka/erosi pada kulit ataupun melalui selaput lendir.Leptospira masuk dan menyebar
secara luas ke jaringan tubuh, di mana fase leptospiremia, leptospira melepaskan
toksin yang menyebabkan kerusakan beberapa organ seperti, ginjal dan hati. Pada
kasus berat, terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi
hepatoselular dengan retensi bilier.Leptospira juga dapat bertahan pada otak dan
mata, masuk ke cairan serebrospinalis, dan dapat menyebabkan meningitis, serta
fase imun yang ditandai peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam, rasa sakit
menyeluruh pada tubuh, terutama betis, serta manifestasi perdarahan berupa
petechiae, epistaksis, ataupun perdarahan gusi.
Kesimpulan
Leptospirosis terjadi secara insidental dan umumnya ditularkan melalui kencing
tikus saat terjadi banjir. Manifestasi leptospirosis yaitu dari self limited, gejala ringan
hingga berat bahkan kematian bila terlambat mendapat pengobatan. Pemeriksaan
baku emas leptospirosis dengan microscopic agglutination test. Diagnosis dini dan
penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit yang berat. Terapi
diberikan medika-mentosa dengan antibiotik dan suportif. Prognosis umumnya baik
namun bisa terjadi gejala sisa. Pencegahan dini terhadap yang memiliki faktor resiko
terinfeksi, diharapkan dapat melindungi dari serangan leptospirosis.
Daftar Pustaka