Dalam kultur mikrobiologi, pH merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme mikroorganisme. pH dapat memengaruhi aktivitas enzim, permeabilitas membran sel, serta ketersediaan nutrisi dalam lingkungan kultur. Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengaruh pH dalam kultur mikroba menjadi krusial dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam bidang industri, pertanian, dan kesehatan. Pengaruh pH dalam kultur Artemia adalah penting karena pH mempengaruhi tingkat keaktifan dan tingkat keberhasilan pemutaran yang diperlukan untuk membantu Artemia untuk berpindah ke kondisi luar air. Artemia adalah organisme yang umumnya tingkatnya dalam air laut atau kawasan yang bebas oksigen. Ketika Artemia ditimbun dengan air yang tidak sesuai dengan pH yang diperlukan, maka kemungkinan pemutaran yang berhasil akan lebih rendah, dan kemungkinan kekal yang tidak sesuai dengan tingkat yang diperlukan akan lebih tinggi (Aliyas dan Samsia., 2019). Pada umumnya, pH yang sesuai untuk Artemia adalah pH 7.5-8.5. Jika pH lebih rendah dari 7.5, maka Artemia akan lebih susah untuk berpindah ke kondisi luar air, dan jika pH lebih tinggi dari 8.5, maka Artemia akan lebih susah untuk berpindah ke kondisi air. Ketika pH tidak sesuai, maka Artemia akan lebih susah untuk berkembang, dan kemungkinan kekal yang tidak sesuai dengan tingkat yang diperlukan akan lebih tinggi. Selain pH, kondisi lain yang penting untuk Artemia adalah kadar garam, temperatur, dan kadar oksigen. Kondisi ini harus diatur sesuai dengan standar yang diperlukan untuk memastikan kemungkinan pemutaran yang berhasil dan kemungkinan kekal yang sesuai dengan tingkat yang diperlukan.Dalam kultur mikrobiologi, pH merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme mikroorganisme. pH dapat memengaruhi aktivitas enzim, permeabilitas membran sel, serta ketersediaan nutrisi dalam lingkungan kultur. Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengaruh pH dalam kultur mikroba menjadi krusial dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam bidang industri, pertanian, dan kesehatan. Pengaruh pH terhadap mikroorganisme dapat bervariasi tergantung pada jenisnya. Beberapa mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang pada rentang pH yang luas, sementara yang lainnya lebih sensitif terhadap perubahan pH. Pada kondisi pH ekstrem, mikroorganisme dapat mengalami stres dan mengalami penurunan aktivitas metaboliknya (Shofy etal., 2023). Pada pH tertentu, beberapa mikroorganisme dapat menghasilkan senyawa- senyawa metabolit yang berpotensi memiliki nilai ekonomi atau klinis, seperti asam amino, antibiotik, atau enzim. Oleh karena itu, pengaturan pH dalam kultur mikroba dapat menjadi strategi untuk meningkatkan produksi senyawa-senyawa tersebut. Selain itu, pengaruh pH juga dapat memengaruhi interaksi antara mikroorganisme dalam suatu kultur. Perubahan pH dapat mempengaruhi komposisi dan keberagaman mikrobiota, yang pada gilirannya dapat memengaruhi fungsi ekosistem mikrobiologi tersebut. Dalam penelitian dan aplikasi praktis, pemahaman terhadap pengaruh pH dalam kultur mikroorganisme menjadi penting untuk memaksimalkan hasil produksi, menjaga keseimbangan ekosistem mikrobiologi, serta memanfaatkan potensi senyawa-senyawa metabolit yang dihasilkan. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut dan pengembangan teknologi dalam pengaturan pH dalam kultur mikroba akan terus menjadi topik yang menarik dan relevan dalam ilmu mikrobiologi (Melianti etal., 2023). Artemia merupakan zooplankton yang umumnya tinggal di laut dan sungai. Artemia digunakan sebagai pakan alami untuk ikan dan hewan peliharaan lainnya. Budidaya artemia dapat dilakukan di lahan yang tidak terlalu besar. Telur artemia yang sudah diawetkan dalam kaleng pun bisa digunakan sebagai bibit. Telur ini kemudian ditetaskan hingga muncul bibit-bibit artemia yang bisa dibesarkan. Cara menetaskan telur ini adalah dengan menggunakan wadah khusus yang terbuat dari plastik. Wadah haruslah berbentuk kerucut, dan kapasitas wadah berkisar antara 3-75 liter tergantung banyaknya artemia yang ingin ditetaskan. Sebelum dimasukkan ke wadah penetasan, telur direndam dalam air tawar selama 1 jam. Kemudian, saring telur dan tiriskan sampai airnya tuntas. Masukkan ke wadah penetasan, dan atur agar suhu tempat penetasan berkisar 25-30 derajat Celcius. Kadar oksigen yang dibutuhkan untuk menetaskan dan membudidayakan artemia berkisar 2 milimeter per liter. Cara menyeimbangkan kadar oksigen adalah dengan aerator ataupun blower. Penyinaran diperlukan dengan sinar lampu neon dengan daya 60 watt di samping wadah sejauh 20 cm. Telur artemia yang sudah diletakkan dalam wadah penetasan dan lingkungannya diatur sedemikian rupa akan menetas dalam kurun waktu 35 jam. Telur menetas menjadi naupilus yang harus segera diambil. Pembesaran: Naupilus adalah larva stadium pertama dari artemia. Embrio artemia masih terbungkus selaput penetasan. Perkembangan menjadi artemia ditandai dengan pecahnya selaput embrio ini. Naupilus yang sudah diambil ini diambil dengan cara mematikan pengudaraan. Bagian atas wadah penetasan ditutup dengan kain, sedangkan bagian bawahnya disinari selama 5-10 menit. Anak artemia kemudian akan terpisah dari cangkang telur. Anakan artemia ini kemudian dipindahkan untuk dibudidayakan secara massal. Pemanenan: Setelah perawatan kurang lebih 3 minggu, artemia siap dipanen dan menjadi pakan alami ikan (Shofy etal., 2023) DAFTAR PUSTAKA
Aliyas & Samsia. (2019). Pengaruh salinitas yang berbeda terhadap penetasan artemia sp di balai benih udang desa sabang kecamatan galang. Jurnal Tolis Ilmiah, 1(1), 7-12.
Melianti, N.F., Fanchry, C.L., dan Nicodemus, D. 2023. Pengaruh Penggunaan
Limbah Air Garam Terhadap Gaya tetas Kista Artemia Salina. Jurnal Aquatik, G(2): 65-70. Shofy, A.M., Laksmis, S., dan Daffa, M.A.R., (2023). Pengaruh konsentrasi Protein yang Suspensi Dedak Sebagai peran Terhadap Artemia Salina. Journal OF Aquaculture Science, Vol 8(1): 57-66.