Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kricecilia Tampubolon

NIM : 26040122140154
Kelas : Ilmu Kelautan D

Pengaruh pH Dalam Kultur Artemia


Dalam kultur mikrobiologi, pH merupakan faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme mikroorganisme. pH
dapat memengaruhi aktivitas enzim, permeabilitas membran sel, serta ketersediaan
nutrisi dalam lingkungan kultur. Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengaruh pH
dalam kultur mikroba menjadi krusial dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam
bidang industri, pertanian, dan kesehatan. Pengaruh pH dalam kultur Artemia adalah
penting karena pH mempengaruhi tingkat keaktifan dan tingkat keberhasilan
pemutaran yang diperlukan untuk membantu Artemia untuk berpindah ke kondisi luar
air. Artemia adalah organisme yang umumnya tingkatnya dalam air laut atau kawasan
yang bebas oksigen. Ketika Artemia ditimbun dengan air yang tidak sesuai dengan
pH yang diperlukan, maka kemungkinan pemutaran yang berhasil akan lebih rendah,
dan kemungkinan kekal yang tidak sesuai dengan tingkat yang diperlukan akan lebih
tinggi (Aliyas dan Samsia., 2019).
Pada umumnya, pH yang sesuai untuk Artemia adalah pH 7.5-8.5. Jika pH
lebih rendah dari 7.5, maka Artemia akan lebih susah untuk berpindah ke kondisi luar
air, dan jika pH lebih tinggi dari 8.5, maka Artemia akan lebih susah untuk berpindah
ke kondisi air. Ketika pH tidak sesuai, maka Artemia akan lebih susah untuk
berkembang, dan kemungkinan kekal yang tidak sesuai dengan tingkat yang
diperlukan akan lebih tinggi. Selain pH, kondisi lain yang penting untuk Artemia
adalah kadar garam, temperatur, dan kadar oksigen. Kondisi ini harus diatur sesuai
dengan standar yang diperlukan untuk memastikan kemungkinan pemutaran yang
berhasil dan kemungkinan kekal yang sesuai dengan tingkat yang diperlukan.Dalam
kultur mikrobiologi, pH merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan, dan metabolisme mikroorganisme. pH dapat memengaruhi aktivitas
enzim, permeabilitas membran sel, serta ketersediaan nutrisi dalam lingkungan kultur.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengaruh pH dalam kultur mikroba menjadi
krusial dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam bidang industri, pertanian, dan
kesehatan. Pengaruh pH terhadap mikroorganisme dapat bervariasi tergantung pada
jenisnya. Beberapa mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang pada rentang pH
yang luas, sementara yang lainnya lebih sensitif terhadap perubahan pH. Pada kondisi
pH ekstrem, mikroorganisme dapat mengalami stres dan mengalami penurunan
aktivitas metaboliknya (Shofy etal., 2023).
Pada pH tertentu, beberapa mikroorganisme dapat menghasilkan senyawa-
senyawa metabolit yang berpotensi memiliki nilai ekonomi atau klinis, seperti asam
amino, antibiotik, atau enzim. Oleh karena itu, pengaturan pH dalam kultur mikroba
dapat menjadi strategi untuk meningkatkan produksi senyawa-senyawa tersebut.
Selain itu, pengaruh pH juga dapat memengaruhi interaksi antara mikroorganisme
dalam suatu kultur. Perubahan pH dapat mempengaruhi komposisi dan keberagaman
mikrobiota, yang pada gilirannya dapat memengaruhi fungsi ekosistem mikrobiologi
tersebut. Dalam penelitian dan aplikasi praktis, pemahaman terhadap pengaruh pH
dalam kultur mikroorganisme menjadi penting untuk memaksimalkan hasil produksi,
menjaga keseimbangan ekosistem mikrobiologi, serta memanfaatkan potensi
senyawa-senyawa metabolit yang dihasilkan. Dengan demikian, penelitian lebih
lanjut dan pengembangan teknologi dalam pengaturan pH dalam kultur mikroba akan
terus menjadi topik yang menarik dan relevan dalam ilmu mikrobiologi (Melianti
etal., 2023).
Artemia merupakan zooplankton yang umumnya tinggal di laut dan sungai.
Artemia digunakan sebagai pakan alami untuk ikan dan hewan peliharaan lainnya.
Budidaya artemia dapat dilakukan di lahan yang tidak terlalu besar. Telur artemia
yang sudah diawetkan dalam kaleng pun bisa digunakan sebagai bibit. Telur ini
kemudian ditetaskan hingga muncul bibit-bibit artemia yang bisa dibesarkan. Cara
menetaskan telur ini adalah dengan menggunakan wadah khusus yang terbuat dari
plastik. Wadah haruslah berbentuk kerucut, dan kapasitas wadah berkisar antara 3-75
liter tergantung banyaknya artemia yang ingin ditetaskan. Sebelum dimasukkan ke
wadah penetasan, telur direndam dalam air tawar selama 1 jam. Kemudian, saring
telur dan tiriskan sampai airnya tuntas. Masukkan ke wadah penetasan, dan atur agar
suhu tempat penetasan berkisar 25-30 derajat Celcius. Kadar oksigen yang
dibutuhkan untuk menetaskan dan membudidayakan artemia berkisar 2 milimeter per
liter. Cara menyeimbangkan kadar oksigen adalah dengan aerator ataupun blower.
Penyinaran diperlukan dengan sinar lampu neon dengan daya 60 watt di samping
wadah sejauh 20 cm. Telur artemia yang sudah diletakkan dalam wadah penetasan
dan lingkungannya diatur sedemikian rupa akan menetas dalam kurun waktu 35 jam.
Telur menetas menjadi naupilus yang harus segera diambil. Pembesaran: Naupilus
adalah larva stadium pertama dari artemia. Embrio artemia masih terbungkus selaput
penetasan. Perkembangan menjadi artemia ditandai dengan pecahnya selaput embrio
ini. Naupilus yang sudah diambil ini diambil dengan cara mematikan pengudaraan.
Bagian atas wadah penetasan ditutup dengan kain, sedangkan bagian bawahnya
disinari selama 5-10 menit. Anak artemia kemudian akan terpisah dari cangkang telur.
Anakan artemia ini kemudian dipindahkan untuk dibudidayakan secara massal.
Pemanenan: Setelah perawatan kurang lebih 3 minggu, artemia siap dipanen dan
menjadi pakan alami ikan (Shofy etal., 2023)
DAFTAR PUSTAKA

Aliyas & Samsia. (2019). Pengaruh salinitas yang berbeda terhadap penetasan
artemia sp di balai benih udang desa sabang kecamatan galang. Jurnal Tolis
Ilmiah, 1(1), 7-12.

Melianti, N.F., Fanchry, C.L., dan Nicodemus, D. 2023. Pengaruh Penggunaan


Limbah Air Garam Terhadap Gaya tetas Kista Artemia Salina. Jurnal
Aquatik, G(2): 65-70.
Shofy, A.M., Laksmis, S., dan Daffa, M.A.R., (2023). Pengaruh konsentrasi Protein
yang Suspensi Dedak Sebagai peran Terhadap Artemia Salina. Journal OF
Aquaculture Science, Vol 8(1): 57-66.

Anda mungkin juga menyukai