PENDAHULUAN
Mengapa saya dilahirkan? Apakah makna hidup saya? Buat apa saya melanjutkan
hidup saat saya lelah, depresi, atau merasa terkalahkan? Apakah yang dapat
membuat semua itu berharga? Kita diarahkan, bahkan ditentukan oleh suatu
kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa
atau value, yaitu kecerdasan inti yang menempatkan perilaku dan hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas dan lebih kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain (Najati, 2002). Kecerdasan spiritual menjadi dorongan manusia dalam
Bahkan dalam Sukidi (2012), kecerdasan spiritual adalah temuan yang disebut-
dan kecerdasan emosional (EQ) dijelaskan oleh Shariati dalam Rohaliyah (2016)
penyelarasan kebutuhan akan kepentingan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu,
manusia harus memiliki konsep dunia atau kepekaan emosi dan intelligence yang
baik (EQ dan IQ) dan penting pula penguasaan ruhiyah vertikal atau kecerdasan
spiritual.
Sebab, manusia berpikir tidak hanya memakai otak, tetapi juga dengan emosi dan
tubuh (EQ), serta dengan semangat, visi, harapan, kesadaran akan makna dan nilai
(SQ) (Auliya, 2005). Sementara menurut Zohar dan Marshall (2012), kecerdasan
bertindak dan berperilaku dalam konteks situasional atau kerangka kerja yang
Dalam sebuah penelitian di Cina dan Taiwan oleh Yang (2013) dikatakan
bahwa spiritualitas penyedia layanan kesehatan menjadi isu penting dalam dunia
yang semakin sibuk dengan isu-isu material. Di dua Negara tersebut perawat
perawatan holistik untuk klien. Sistem sosial memiliki dampak pada kecerdasan
Mengel et al, 2004 dalam Mengel (2015) bahwa kecerdasan spiritual sangat
penting ketika memasuki sebuah organisasi atau profesi untuk berkomunikasi
dengan stakeholder dan menciptakan nilai jual berdasarkan pada visi dan nilai-
nilai bersama, dan untuk mengubah suatu profesi menjadi sesuatu yang baru dan
lebih bermakna dengan bijak dalam mengatasi tantangan perubahan, krisis dan
kerugian yang akan dihadapi sebagian besar lingkungan kita yang semakin
kompleks.
dapat mengambil keputusan yang tepat termasuk dalam berperilaku atau bersikap.
keperawatan, yang berperan sebagai first line manager di sebuah rumah sakit,
R & Panjaitan, 2013). Peran dan fungsi kepala ruangan diruang rawat dalam
merupakan satu siklus yang saling berkaitan satu sama lain (Marquis, B.L &
Huston, 2012)
spritual atau Spiritual Quotient (SQ). Kepala ruangan yang memiliki kemampuan
kecerdasan spiritual yang baik maka dapat mengambil keputusan yang tepat
ruangan, hal ini dapat tercermin dari kesempatan berinovasi dan berkreasi,
budaya organisasi dapat berfungsi dalam memberikan kepuasan kerja dan kinerja
yang berbeda, disebabkan mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda,
namun semua perbedaan itu akan dilebur menjadi satu di dalam sebuah budaya
sebelumnya, tetapi dalam proses tersebut tidak tertutup kemungkinan ada individu
yang bisa menerima dan juga yang tidak bisa menerimanya, yang mungkin
yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integritas internal yang sudah berjalan
dengan cukup baik sehingga perlu diajarkan dan diterapkan kepada anggota-
anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan
yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi
perilaku extra roll. Budaya organisasi memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan
perilaku sumber daya manusia yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas
kerja. Manfaat dari penerapan budaya organisasi yang baik adalah dapat
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat diperoleh data kerjasama
tim yang masih rendah, kurang aktif terhadap kontribusi ide dan saran untuk
Fenomena yang ditemukan bahwa kepala ruangan rawat inap belum dapat
sebagian besar kepala ruangan rawat inap serta kepemimpinan yang berbeda
masih menunjukkan adanya ketidak kondusipan dalam budaya organisasi, hal ini
2018?
1.4 Hipotesis
Rantauprapat.
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Rumah Sakit
2.1. KECERDASAN
2.1.1 Konsep Kecerdasan
Menurut Safaria (2014) mendefinisikan bahwa kecerdasan adalah sebagai
yang disaring dari observasi perilaku dalam bermacam-macam keadaan atau suatu
konstruksi hipotesis dan hanya dapat diduga dari tanda-tanda perilaku. Sehingga
bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan keadaan
di luar dirinya yang biasa maupun yang baru. Jadi, dengan kata lain perbuatan
(Saifullah, 2015).
oleh karakteristik biografi individu seperti jenis kelamin, status perkawinan, usia,
Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat atau sikap
yang mendasari tindakan manusia. Spirit sering juga diartikan sebagai ruh atau
jiwa yang merupakan sesuatu bentuk energi yang hidup dan nyata. Meskipun
tidak kelihatan oleh mata biasa dan tidak mempunyai badan fisik seperti manusia,
spirit itu ada dan hidup. Spirit bisa diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara
dengan manusia yang lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya
amal baik, tanggung jawab, tenggang rasa, integritas, rasa percaya, kebersihan
material atau kekuatan yang lebih tinggi. Kemudian O’Brien mengatakan bahwa
spiritual mencakup cinta, welas asih , hubungan dengan Tuhan, dan keterkaitan
antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Spiritual juga disebut sebagai keyakinan atau
hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan pencipta, Ilahiah, atau
Menurut Notoatmodjo (2013) bahwa spiritual yang sehat tercermin dari cara
terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa serta perbuatan baik yang sesuai dengan
hubungan dengan alam, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan Tuhan.
2.1.3 Kecerdasan Spiritual
Quotient). Namun pada saat ini, anggapan bahwa kecerdasan manusia hanya
tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah tidak relevan lagi. Selain kecerdasan
(Saifullah, 2015).
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara
dimensi nonmaterial manusia atau ruh manusia. Demikian pula seperti yang
Tuhan. Asumsinya adalah jika seseorang hubungan dengan Tuhannya baik maka
bisa dipastikan hubungan dengan sesama manusia pun akan baik pula (Yosef,
2015).
spiritual tertinggi hanya bisa dilihat jika individu telah mampu mewujudkannya
mendalam, sesuai dengan jalan suci menuju pada Sang Pencipta (Safaria, 2007).
merenungi keterkaitan antara segala sesuatu atau makna dibalik peristiwa yang
dialami, lebih bertanggung jawab terhadap segala tindakan, lebih menyadari akan
diri sendiri, lebih jujur pada diri sendiri, dan lebih berani (Zohar & Marshall,
2012).
menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran yang integralistik
serta didasari karena Tuhan. Menurut Gunawan (2014) manusia dapat merasa
memiliki makna dari berbagai hal, agama mengarahkan manusia untuk mencari
makna dengan pandangan yang lebih jauh. Bermakna di hadapan Tuhan. Inilah
makna sejati yang diarahkan oleh agama, karena sumber makna selain Tuhan
tidaklah kekal.
1. Memiliki kesadaran diri yang mendalam dan intuisi yang tajam. Ciri utama
emosinya yang muncul, sehingga mampu berempati dengan apa yang terjadi
pada orang lain. Selain itu seseorang juga memiliki intuisi yang tajam
2. Disamping itu seseorang juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan
kemauan yang keras untuk mencapai tujuannya serta memiliki keyakinan dan
prinsip-prinsip hidup.
3. Memiliki pandangan yang luas terhadap dunia dan alam. Seseorang melihat
dirinya dan orang lain saling terkait, menyadari bahwa bagaimanapun kosmos
ini hidup dan bersinar sehingga seseorang dapat melihat bahwa alam adalah
sekitar, dan mau perduli dengan kesulitan orang lain (Safaria, 2007).
kehidupannya.
menyadari bahwa ada dunia lain di luar dunia kesadaran yang ditemuinya
sehari-hari sehingga ia meyakini bahwa Tuhan pasti akan membantunya
ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung dan mulia.
5. Memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan. Seseorang
tidak akan kehilangan pijakan kakinya di bumi realitas, hal ini ditunjukkan
menghadapi dan melampaui rasa sakit, memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh
visi dan nilai-nilai, selalu berusaha untuk tidak menyebabkan kerugian bagi diri
sendiri, orang lain dan alam sekitar; berpandangan holistik dalam menghadapi
Masih menurut Zohar & Marshal (2012), ada tiga sebab yang membuat
bagian dari dirinya sendiri sama sekali, telah mengembangkan beberapa bagian
bagian-bagian.
pada teori Emmons dikutip oleh Saifullah yang menjelaskan bahwa karakteristik
orang yang cerdas secara spiritual adalah yang memiliki kemampuan untuk
memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan (Saifullah, 2015).
2. Keterbukaan.
3. Pengetahuan Diri.
dibantu oleh orang-orang yang bekerja di tingkat manajer pemula antara lain
wakil kepala ruangan dan ketua tim serta perawat pelaksana. Depkes (2000)
keperawatan yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengatur dan
pemula adalah seorang perawat yang bertugas sebagai kepala di unit pelayanan
keperawatan, yang berperan sebagai first line manager di sebuah rumah sakit,
yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus,
Peran dan fungsi kepala ruangan diruang rawat dalam fungsi manajemen
yang saling berkaitan satu sama lain (Marquis, B.L & Huston, 2012).
fungsi manajerial untuk mengarahkan staf dalam melaksanakan tugas yang telah
profesional berdasarkan kaidah ilmiah dan etika profesi agar bisa dirasakan
material kesehatan).
kesehatan lain, membuat jadwal dinas, melakukan orientasi tenaga baru atau
2012).
artinya budaya berakar pada sejarah organisasi, diyakini bersama-sama dan tidak
(culture) merupakan gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos,
metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti
bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu
kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan
untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya
adalah suatu sistem nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan
pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang
digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan
organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah
dengan :
2. Menciptakan sejarah baru, simbol dan kebiasaan serta keyakinan sesuai dengan
6. Menggantikan norma ynag tidak tertulis dengan aturan formal atau tertulis,
1. Inovasi,
2. Pengambilan risiko,
3. Kepemimpinan
4. Integritas,
5. Dukungan manajemen,
6. Desain pekerjaan,
7. Identitas manajemen,
8. Sistem rewards,
Budaya organisasi akan berorientasi pada hasil jika kriteria balas jasa
penghargaan kepada kepala ruangan yang telah menunjukkan kinerja yang baik,
seperti kenaikan gaji dan promosi berdasarkan layanan terhadap pasien yang luar
biasa. Pendapat ini didukung oleh hasil riset Muzaputri dan Aminudin (2016)
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
korelasi yang bermakna antara budaya organisasi dengan kinerja kepala ruangan.
Faktor budaya organisasi menurut Robbins (2014) terdapat sepuluh variable yang
penelitian ini juga didukung oleh Guntur (2012) menunjukkan bahwa komitmen
organisasi terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena
ingin melakukannya. Hal ini bisa mempengaruhi kepala ruangan untuk tetap
Budaya organisasi yang kuat dapat menciptakan kesamaan tujuan, motivasi dan
merupakan sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
dalam Riani, 2013) menyatakan pemikiran yang sama bahwa budaya organisasi
merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi
yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan
Menurut Robbins & Judge (2014) ada 3 hal yang memainkan peranan yang
berorientasi pada hasil jika kriteria balas jasa berorientasi pada target pencapaian
mengingat sebagian besar tenaga kerja di rumah sakit adalah tenaga profesional
faktor penting dalam manajemen kinerja (Mutia, 2014), dengan harapan kinerja
untuk menjadi lebih baik kinerjanya, kedua kompensasi juga sebagai media
menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah penting dan yang
sehingga rumah sakit sebagai penyedia layanan keperawatan dituntut untuk selalu
meningkatkan mutu pelayanannya. Ada tiga area tanggung jawab mutu dalam
signifikan dari faktor organisasi dengan kinerja kepala ruangan, didukung juga
baik agar dapat meningkatkan kinerja seorang perawat, dengan ini faktor individu
Kualitas kerja dapat terjaga dengan baik jika terdapat dukungan individu
dan lingkungan kerja dalam hal ini adalah budaya organisasi yang kondusif,
yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja dan pengabdiannya
menjadi hal penting bagi karyawan sebagai pencerminan atau ukuran nilai
tujuan organisasi.
2.4. KERANGKA TEORI
BUDAYA ORGANISASI
Kecerdasan Spritual
1. Kejujuran
2. Keterbukaan
Budaya Organisasi
3. Pengetahuan diri
4. Fokus pada kontribusi
5. Spritual Non Dogmatis
BAB III
METODE PENELITIAN
tentang situasi dan fenomena sosial secara detail. Dalam penelitian ini, peneliti
memulai penelitian dengan desain penelitian yang terumuskan secara baik dengan
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
total sampling yaitu dengan mengambil seluruh responden yang ada atau tersedia
disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. Setelah dilakukan penelitian,
sampel yang terkumpul dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 188 orang.
A. Kriteria Inklusi
subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti.
populasi yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menentukan sampel dalam
meliputi :
3) Kooperatif
B. Kriteria Eksklusi
Adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel,
antara lain :
1. Jenis data
a. Data primer
b. Data sekunder
dikumpulkan oleh pihak lain dari berbagai cara dan metode baik
memenuhi kriteria.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut :
7. Peneliti memeriksa kelengkapan jawaban dari kuesioner yang telah di isi oleh
responden.
F. Teknik pengolahan dan analisis data
dilakukan.
diberi kode (1), dan untuk pengetahuan kurang baik jika persentase
jawaban ≤50% diberi kode (0). Untuk memudahkan peneliti dalam master
table untuk kode (1) yaitu baik “B” dan untuk kode (0) yaitu kurang baik
“KB”.
c. Memasukkan data ( Data Entry ) atau Processing
2. Analisis data
Analisis Univariat
sajikan dalam distribusi frekuensi sesuai dengan sub variabel yang akan
diteliti.
Variabel pengetahuan
f
P = n x 100%
Keterangan :
P = persentase
f = frekuensi
n = jumlah responden
17
Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 50 %.
3.4
3.5
3.6
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul Nugraha. (2014). Pengaruh Spiritualitas, Intelektualitas, Dan
Profesionalisme Terhadap Kinerja Dosen Stain Salatiga.Jurnal Penelitian
Sosial Keagamaan Vol. 8. No. 2
Lampiran 10
NIM : 1714201184B
Tanda
Materi
No Tanggal Komentar/Saran Tangan
Pembimbing
Pembimbing
HUBUNGAN KECERDASAN SPRITUAL KEPALA RUANGAN
DENGAN BUDAYA ORGANISASI DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RANTAUPRAPAT
TAHUN 2018
PROPOSAL
Oleh
IRMA NASUTION
1714201184B