Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

EVALUASI KURIKULUM

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran

Dosen Pengampu: Dra. Titim Fatimah, M.Ag., & Dr. Nano Nurdiansah, M.Pd.

Disusun Oleh :

Sinta Putri Nursifa 1222090169


Siti Nurhamidah 1222090179
Siti Nurhasanah Sabila 1222090182
Siti Nurjamilah 1222090186

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Evaluasi Kurikulum”. Dalam penyusunan
makalah ini kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dari awal hingga
makalah ini terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Dra. Titim
Fatimah, M.Ag., & Dr. Nano Nurdiansah, M.Pd. yang telah memberikan tugas makalah ini
kepada kami. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Kurikulum dan pembelajaran. Dalam makalah ini membahas evaluasi kurikulum yang di
dalamnya terdapat informasi yang penting mengenai materi tersebut.

Kami menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran seluruh pihak senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan makalah kami. Dengan makalah ini semoga dapat membawa
pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.

Bandung, Maret 2024


Penulis

Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
n1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2
2.1 Pengertian Evaluasi Kurikulum.............................................................................................2
2.2 Tujuan Evaluasi Kurikulum...................................................................................................3
2.3 Model Evaluasi Kurikulum....................................................................................................4
2.4 Tinjauan masing-masing Model.............................................................................................8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evaluasi kurikulum merupakan proses penting untuk memastikan bahwa pendidikan yang
diberikan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, efektif, dan relevan dengan perkembangan
zaman. Dengan perubahan sosial, teknologi, ekonomi, dan budaya yang terjadi secara terus-
menerus, kurikulum haruslah dinamis dan mampu menyesuaikan diri agar tetap relevan dan
efektif.

Penggunaan teknologi dalam pembelajaran, perubahan paradigma pendidikan, serta


kebutuhan akan kemampuan dan keterampilan baru dalam dunia kerja menjadi faktor-faktor
yang mendorong perlunya evaluasi kurikulum secara terus-menerus. Evaluasi kurikulum
membantu mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam kurikulum yang ada, sehingga
memungkinkan untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian yang diperlukan guna
meningkatkan kualitas pendidikan yang diselenggarakan.

Selain itu, evaluasi kurikulum juga berperan dalam memastikan bahwa pendidikan yang
diselenggarakan inklusif, menyeluruh, dan mengakomodasi kebutuhan serta potensi setiap
individu. Dengan melakukan evaluasi secara terencana dan sistematis, institusi pendidikan dapat
mengidentifikasi apakah kurikulum yang ada sudah mampu mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan dan memberikan dampak positif bagi peserta didik.

Dalam konteks globalisasi, kompetisi antarbangsa dalam bidang pendidikan juga semakin
ketat. Oleh karena itu, evaluasi kurikulum menjadi krusial dalam menjaga agar pendidikan yang
diselenggarakan mampu bersaing secara global, mempersiapkan peserta didik untuk tantangan
dunia nyata, serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat secara
keseluruhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kurikulum?
2. Apa saja tujuan evaluasi kurikulum?
3. Apa saja model evaluasi kurikulum?
4. Bagaimana tinjauan masing-masing model?
5. Model apa saja yang disarankan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian evaluasi kurikulum
2. Mengetahui tujuan evaluasi kurikulum
3. Mengetahui model evaluasi kurikulum
4. Mengetahui tinjauan masing-masing model
5. Mengetahui model-model yang disarankan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Evaluasi Kurikulum


Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai dari
sesuatu. Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dalam usaha untuk
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem pembelajaran sesuai dengan
tujuan yang akan ditetapkan.

Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan


pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu
dapat kita jabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga
lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.

a. Joint Committee, 1981: evaluasi ialah penelitian yang sistematik atau yang
teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
b. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan
prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat
keputusan tentang suatu program.
c. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode
ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk
proses membuat keputusan.
d. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilairancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.

Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah
penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan
efektifitas suatu program. Sedangkan pengertian kurikulum adalah:

1. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
2. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta
metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan).
3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang

2
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa).
4. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (out-comes) yang diharapkan dari suatu
pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang
studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan
strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik
agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat
tercapai;
5. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan
yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau
jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang
dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk
seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan

Lebih jauh kurikulum sebagaimana Sulistiyorini, “dalam bahasa Arab, istilah


kurikulumdikenal dengan istilah manhajyakni jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui
manusia dalam bidang kehidupannya.”Sebagaimana dalam Wina Sanjaya, istilah kurikulum
digunakan pertama kali pada dunia olah raga pada zaman Yunani kuno yang berasal dari
kata curir dan curere. Pada waktu itu kurikulum diartikan jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari. Orang mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari
mulai startdan finish. Namun selanjutnya istilah itu digunakan dalam dunia pendidikan.

Sebagaimana Muhaimin, para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda


tentang kurikulum. Walau terdapat penafsiran yangberbeda itu, terdapat benangmerah.
Bahwa disatu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran, dan dilain pihak lebih
menekankanpada proses atau pengalaman belajar.Menurut Khoiron Rosyadi, “kurikulum
merupakan suatu instrumen untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu hasilnya harus dapat
memenuhi tujuan yang dikehendaki.”.

Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka dapat kita simpulkan
bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat,
kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum
adalah proses penerapan prosedur lmiah yang sistematis untuk menilai rancangan,
implementasi, dan efektivitas suatu program.

2.2 Tujuan Evaluasi Kurikulum


Tujuan evaluasi kurikulum yaitu mengungkapkan proses pelaksanaan kurikulum secara
keseluruhan, ditinjau dari berbagai aspek. Adapun indikator kinerja yang dievaluasi adalah
evektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan program. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
acuan dan gambaran program kedepan.
Sementara itu, menurut ibrahim diadakanya evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk keperluan
berikut:

1. Perbaikan Program

Peranan evaluasi, yaitu lebih bersifat kontruktif, informasi hasil evaluasi dijadikan
masukan perbaikan yang diperlukan di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan.
Evaluasi kurikulum dipandang sebagai proses dan hasil yang relevan untuk dijadikan acuan
pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan.

2. Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak

Evaluasi kurikulum menjadi bentuk laporan yang harus dipertanggung jawaban dari
pengembang kurikulum kepada pihak-pihak yang bersangkutan, diantaranya: Pemerintah, orang
tua, pelaksana satuan pendidikan, masyarakat, dan semua pihak yang secara langsung maupun
tidak langsung ikut serta dalam pengembangan kurikulum yang bersangkutan.

3. Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan

Temuan tindak lanjut pengembang kurikulum dapat mengambil bentuk tanggapan


terhadap dua pertanyaan yang berbeda. Pertama, apakah kurikulum baru akan diimplementasikan
ke dalam sistem yang sekarang, atau tidak? Kedua, bagaimana dan dalam keadaan apa kurikulum
baru akan dimasukkan ke dalam sistem saat Ini?

2.3 Model Evaluasi Kurikulum


1. Model Diskrepansi Provus

Kata discrepancy berarti kesenjangan, discrepancy evaluation model dikembangkan oleh


Malcolm Provus (1971) merupakan model yang menonjolkan gap implementasi program,
sehingga evaluasi yang dilakukan oleh evaluator terhadap program dapat mengukur besarnya
gap yang ada pada masing-masing komponen. Evaluasi model discrepancy sebagai proses
untuk menyetujui standar program, menentukan apakah terdapat perbedaan antara beberapa
aspek program dan standarnya, dan menggunakan informasi kesenjangan untuk
mengidentifikasi kelemahan program.

Evaluasi kesenjangan (discrepancy evaluation) berfungsi untuk mengetahui tingkat


kesesuaian antara standard (kriteria) yang sudah ditetapkan dengan penampilan aktual
program yang bersangkutan. Evaluasi kesenjangan adalah suatu metode untuk
mengidentifikasikan; perbedaan atau kesenjangan antara tujuan khusus yang ditetapkan
dengan penampilan actual. evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) adalah untuk
mengetahui tingkat keselarasan antara baku (standar atau kriteria yang ditetapkan) yang

4
sudah ditetapkan dalam program dengan kinerja (performance / hasil pelaksanaan program)
semestinya dari program tersebut. Karakteristik evaluasi model discrepancy yaitu:

(1) menyetujui standar (yang digunakan untuk tujuan)


(2) menentukan apakah ada perbedaan antara kinerja dari beberapa aspek program
dan standar yang ditetapkan untuk kinerja
(3) menggunakan informasi tentang perbedaan untuk memutuskan apakah akan
memperbaiki, mempertahankan, atau menghentikan program atau beberapa
aspeknya

Tujuan evaluasi kesenjangan adalah untuk menentukan apakah akan memperbaiki,


mempertahankan, atau menghentikan sebuah program. (Mustafa, 2021) Jadi dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi model discrepancy adalah evaluasi yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat kesenjangan dari standar yang ditetapkan dengan
penerapan pelaksanaan program tersebut. Selanjutnya informasi dari yang didapatkan
digunakan untuk pengambilan keputusan yang meliputi: mempertahankan, memperbaiki,
atau menghentikan program tersebut.
2. Model Contigency-Congruence
Stake (1967) mengajukan model Contingency-Congruence sebagai penyiapan
kerangka kerja (framework) bagi pengembangan rancangan evaluasi. Perhatian utamanya
ialah tujuan evaluasi dan keputusan berikutnya tentang hakikat data yang terkumpul.
Stake melihat ada diskrepansi antara harapan evaluator dan harapan guru. Berdasarkan
itu, model ini didesain untuk mengumpulkan semua data yang relevan dan diberikan
kepada yang memerlukan data untuk evaluasi. Data tersebut, antara lain, tentang
deskripsi lengkap seperti data hasil belajar siswa, deskripsi proses instruksional dan
hubungan antara kedua data tersebut. Selain itu, data pertimbangan harus pula terkumpul,
yaitu opini grup-grup masyarakat, dan pakar mata pelajaran. Dari opini orang-orang
inilah muncul standar evaluasi.
Model Countenance Stake fokus pada evaluasi proses pembelajaran di dalam
kelas yang berorientasi transaksi. Hasil transaksi, menurut Stake (1967), tidak harus
berupa keluaran tingkah laku, tetapi dapat berupa keluaran apa saja, termasuk yang
taksonomik dan humanistic. Semenjak Stake mengembangkan model ini, lanjut Miller &
Seller, dia juga mengeksplorasi pendekatan yang tidak biasa terhadap evaluasi. Misalnya,
dia menganjurkan agar beberapa evaluasi ditampilkan dengan bantuan media artistik
untuk menunjukkan keunikan kurikulum yang sedang dievaluasi.
3. Model CIPP
Evaluasi model CIPP (Contex, Input, Prosess and Product) pertama kali
ditawarkan oleh Stufflebeam. Kemudian Sutfflebeam mengembangkan model evaluasi
CIPP pada tahun 1966. Stufflebeam yang dikutip oleh Wirawan, menyatakan model
evaluasi CIPP merupakan kerangka yang komperhensif untuk mengarahkan pelaksanaan
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif terhadap objek program, proyek, personalia,
produk, institusi, dan sistem. Stufflebeam, dalam bukunya Education Evaluation and
Decision Making, yang dikutip Daryanto, menggolongkan sistem pendidikan atas empat
ruang lingkup yaitu context, input, process, and product atau disebut juga dengan model
CIPP.
Adapun jenisnya dijelaskan oleh Stufflebeam sebagai berikut:
1. Evaluasi context: evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan
yang mendasari disusunnya suatu program. Evaluasi konteks utamanya mengarah
pada identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi dan pada pemberian
masukan untuk memperbaiki organisasi. Tujuan pokok dari evaluasi konteks
adalah menilai seluruh keadaan organisasi, mengidentifikasi segala bentuk
kelemahannya, menginventarisasi kekuatannya yang bisa dimanfaatkan untuk
menutupi kelemahannya, mendiagnosis masalah-masalah yang dihadapi
organisasi, dan mencari solusisolusinya. Evaluasi konteks juga bertujuan untuk
menilai apakah tujuan-tujuan dan prioritasprioritas yang telah ditetapkan
memenuhi kebutuhan- kebutuhan pihak-pihak yang menjadi sasaran organisasi.
2. Evaluasi input: evaluasi ini mengidentifikasi problem, aset, dan peluang untuk
membantu para pengambil keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas- prioritas,
dan membantuk kelompokkelompok pemakai untuk lebih luas menilai tujuan,
prioritas, dan manfaat dari program, menilai pendekatan alternatif, rencana
tindakan, rencana staf, dan anggran untuk fasibilitas dan potensi untuk memenuhi
kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan. Evaluasi input terpenting dimaksudkan
untuk membantu menentukan program guna melakukan perubahan-perubahan
yang dibutuhkan. Evaluasi input mencari hambatan dan potensi sumber daya yang
tersedia. Tujuan utamanya ialah membantu klien mengkaji alternatif-alternatif
yang berkenaan dengan kebutuhan- kebutuhan organisasi dan sasaran organisasi.
Dengan perkataan lain, evaluasi input berfungsi untuk membantu klien
menghindari inovasi-inovasi yang sia-sia dan diperkirakan akan gagal atau
sekurang-kurangnya menghambur-hamburkan sumber daya.
3. Evaluasi process: evaluasi ini berupaya mengakses pelaksanaan dari rencana
untuk membantu staf program dan menginterpretasikanmanfaat. Evaluasi proses
dapat meninjau kembali rencana organisasi dan evaluasi-evaluasi terdahulu untuk
mengidentifikasi aspek-aspek penting dari organisasi yang harus dimonitor. Di
sini yang mesti diingat adalah bahwa evaluasi proses terutama bertujuan untuk
memastikan prosesnya. Penyimpangan-penyimpangan dari rencana semula
dijelaskan. Fungsi utama dari evaluasi proses ialah memberikan masukan yang
dapat membantu staf organisasi menjalankan program sesuai dengan rencana, atau
mungkin memodifikasi rencana yang ternyata buruk. Pada gilirannya, evaluasi
proses menjadi sumber informasi yang vital untuk menafsirkan hasil-hasil
evaluasi produk.

6
4. Evaluasi product: evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran
dan manfaat, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan, baik jangka
pendek maupun jangkapanjang. Lebih jelasnya, evaluasi produk bertujuan untuk
menilai keberhasilan program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sasaran
program. Penilaian-penilaian tentang keberhasilan program atau organisasi ini
dikumpulkan dari orang-orang yang terlibat secara individual atau kolektif, dan
kemudian dianalisis. Artinya, keberhasilan atau kegagalan program dianalisis dari
berbagai sudut pandang.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi model CIPP yang
dikemukakan oleh Sufflebeam tidak hanya mengevaluasi hasil saja, melainkan dari
seluruh aspek antara lain aspek context, input, process dan product (prodak yang
dihasilkan). Sehingga penilaian yang dilakukan bersifat komplek atau menyeluruh.

4. Model Riset Tindakan Kelas


Model evaluasi tindakan kelas (action research model) menggabungkan
pendekatan saintifik dan humanistik. Model ini, menurut Greene (1995), terkait dengan
modifikasi terus-menerus pengalaman pendidikan sehingga tiap even pengalaman selalu
segar. Karena itu, model ini mengutamakan partisipasi dalam kurikulum, karena menurut
Parker Palmer (1998), satu-satunya cara untuk mengevaluasi proses pembelajaran adalah
keberadaan peneliti dalam lingkungan pendidikan. Ini berarti, guru merupakan pemain
kunci dalam model evaluasi ini sehingga dia, bukan saja mengevaluasi kurikulum, tetapi
juga implementasi, dalam proses pembelajaran di kelas.
5. Model Studi Kasus Stake
Model evaluasi tindakan kelas memiliki persamaan dengan model studi kasus
yang hasilnya bukan untuk digeneralisasi. Stakes Case Study Model yang diajukan Stake
(1976) fokus pada situasi penelitian spesifik dengan ciri-ciri:
a. Deskripsi beberapa variabel yang tidak selalu bisa diisolasi
b. Data berasal dari hasil observasi personal
c. Komparasi yang mungkin implisit daripada eksplisit,
d. Pentingnya pemahaman tentang kasus studi itu sendiri (daripada
membentuk hipotesis)
e. Generalisasi sebagai hasil pengalaman evaluator itu sendiri yang
berasal dari pengetahuannya tentang hal terkait apa, mengapa, dan
bagaimana semua yang dialami peneliti selama proses penelitian
berlangsung
f. Gaya laporan penelitian bernada informal
Model evaluasi studi kasus, menurut Brady & Kennedy (2007) dikritik sebagai
suatu model yang penuh subjektivitas dan tidak bisa digeneralisasi hasilnya, karena
sampelnya unik dan kecil. Tetapi, model ini sangat sesuai dengan orang awam, terutama
sekali bagi warga sekolah yang terlibat proses pendidikan pada semua tingkat sekolah.
Stake percaya pentingnya studi kasus dalam evaluasi kurikulum, karena menurut Stake,
studi ini melibatkan semua variabel yang ada dalam konteks dan even pendidikan yang
biasanya diisolasi pada penelitian kuantitatif. Apalagi, menurut Stake, hasil studi kasus
bisa digeneralisasi asalkan ada persamaan antara kasus yang diteliti dengan konteks
pendidikan yang akan digeneralisasi. Dapat disimpulkan bahwa model evaluasi studi
kasus (dan juga model tindakan kelas) bisa menghasilkan temuan kurikuler yang
bermanfaat bagi pendidik atau guru dalam melakukan perbaikan kurikulum dan
pembelajaran berdasarkan temuan evaluasi model tersebut.

2.4 Tinjauan masing-masing Model


1. Model Diskrepansi Provus

Evaluasi model discrepancy adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesenjangan dari standar yang ditetapkan dengan penerapan pelaksanaan program tersebut.
Selanjutnya informasi dari yang didapatkan digunakan untuk pengambilan keputusan yang
meliputi: mempertahankan, memperbaiki, atau menghentikan program tersebut.

Adapun kesenjangan dapat terjadi antara dua atau lebih elemen (variabel), berikut ini
adalah penjabarannya:

1) Kesenjangan antara perencanaan dan implementasi program atau material program


yang aktual (actual program operations).
2) Kesenjangan antara predicted (diprediksi) and obtained (diperoleh) program
outcomes.
3) Kesenjangan antara posisi siswa dengan standar kompetensi yang ingin dicapai.
4) Kesenjangan antara tujuan yang ditetapkan dengan hasil yang dicapai.
5) Kesenjangan apa yang dihipotesiskan dengan perubahan program (pendidikan dan
atau pelatihan).
6) Kesenjangan antar sistem.

Adapun kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi: (1)
kesenjangan antara rencana dengan implementasi program, (2) kesenjangan antara yang
diduga atau doprediksi akan didapat dengan yang sesungguhnya direalisasikan, (3)
kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditetapkan, (4)
kesenjangan tujuan, (5) kesenjangan tentang komponen program yang dapat diganti, dan (6)
kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.

Dapat disimpulkan bahwa kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam model discrepancy
meliputi: (1) kesenjangan perencanaan dengan pelaksanaan program, (2) kesenjangan
prediksi dan perolehan yang didapat dalam program, (3) kesenjangan antara kemampuan
dengan kemampuan yang standar, (4) kesenjangan tujuan dan hasil yang dicapai, (5)

8
kesenjangan hipotesis dengan perubahan program, dan (6) kesenjangan sistem yang berubah-
ubah.

Provus seorang yang mencetuskan evaluasi model discrepancy menentukan ketika


sebuah program dikembangkan terdapat empat tahap perkembangan, kemudian dia
menambahkan sebuah tahap kelima yang bersifat opsional, lima tahap tersebut meliputi: (1)
definisi, (2) instalasi, (3) proses (produk sementara), (4) produk, (5) analisa biaya dan
manfaat (opsional)

Menurut Qomari (2008:179) Model evaluasi kesenjangan mencakup empat dimensi, yaitu
design, operation program, interim products, dan terminal products. Sedangkan menurut
David Nevo . Model evaluasi kesenjangan mengajukan lima langkah proses evaluasi
termasuk: (1) klarifikasi dari rancangan program, (2) menilai pelaksanaan program, (3)
menilai hasilnya dalam jangka pendek, (4) menilai hasil jangka panjangnya, dan (5) menilai
biaya dan manfaat. Selanjutnya Mbulu (1995) menjabarkan langkah-langkah model evaluasi
kesenjangan meliputi: (1) tahap penyusunan desain, (2) tahap pemasangan instalasi
(installation), (3) tahap proses (pengumpulan data), (4) tahap pengukuran tujuan (product),
dan (5) tahap pembandingan (program comparison). Adapun pendapat Muryadi (2017)
Model evaluasi discrepancy memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk, dan
membandingkan.

Jadi dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah evaluasi
model discrepancy meliputi: (1) definisi atau desain, (2) instalasi atau pemasangan, (3)
proses, (4) produk, dan (5) pembandingan atau yang kelima berupa biaya dan manfaat jika
diperlukan.

 Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Model Discrepancy

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan model evaluasi kesenjangan meliputi: (1)


tahap penyusunan desain, (2) tahap pemasangan instalasi (installation), (3) tahap proses
(pengumpulan data), (4) tahap pengukuran tujuan (product), dan (5) tahap pembandingan
(program comparison) . Tahapan dalam evaluasi model discrepancy meliputi: (1) definisi
program, (2) instalasi program, (3) proses program, (4) produk program, dan (5)
membandingkan standar dengan kinerja program aktual. Adapun penjelasan dari masing-
masing tahap tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap penyusunan desain atau definisi program adalah menilai perancangan program
dengan menentukan terlebih dahulu input, proses, dan output yang diperlukan, dan
kemudian dengan mengevaluasi kelengkapan dan konsistensi internal rancangan.
Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a) Merumuskan tujuan program
b) Menyiapkan audiens, personil, dan kelengkapan lain
c) Menentukan kriteria (standard) dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada
sesuatu yang dapat di ukur
2. Tahap pemasangan instalasi (installation) adalah untuk menilai tingkat pemasangan
program terhadap standar program tahap 1 apakah sesuai dengan rancangan atau
didefinisikan. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a) Menilai kembali penetapan kriteria (standard) yang telah ditetapkan pada tahap
penyusunan desain
b) Meninjau/memonitor program yang sedang dilaksanakan
c) Meneliti kesenjangan antara apa yang telah direncanakan dengan apa yang telah
dicapai
3. Tahap proses (pengumpulan data) adalah menilai hubungan antara variabel yang akan
diubah dan proses yang digunakan untuk mempengaruhi perubahan. Kegiatan yang
dilakukan antara lain: mengadakan evaluasi terhadap tujuan-tujuan manakah yang
telah dan akan dicapai.
4. Tahap pengukuran tujuan (product) adalah menilai apakah rancangan program
mencapai tujuan utamanya yaitu mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat
output yang diperoleh.
5. Tahap pembandingan (program comparison), yaitu membandingkan hasil yang telah
dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada masing-masing dari
empat tahap standar yang ditetapkan dibandingkan dengan kinerja program aktual
untuk menentukan apakah ada perbedaan. Dalam tahap ini evaluator menulis semua
penemuan tentang kesenjangan. Selanjutnya, disajikan kepada pengambil
kebijakan/pembuat keputusan, agar mereka dapat memutuskan kelanjutan dari
program tersebut. Kemungkinan hasil keputusan yang ditetapkan adalah (a)
menghentikan program, (b) mengganti atau merevisi program, (c) meneruskan
program yang telah didesain atau, (d) memodifikasi dan menyempurnakan tujuannya.

 Ketepatan Evaluasi Model Discrepancy

Model evaluasi kesenjangan dapat diterapkan untuk mengevaluasi program


pemrosesan yaitu program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input)
menjadi bahan jadi sebagai hasil atau keluaran (output). Misalnya program pemrosesan
yaitu pembelajaran dan program kepramukaan. Selain itu, model kesenjangan tepat dan
sesuai sekali digunakan untuk mengevaluasi program layanan yaitu sebuah serangkaian
kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu sehingga merasa puas
sesuai dengan tujuan program. Misalnya program layanan yaitu program perpustakaan
dan program koperasi. Selanjutnya model evaluasi kesenjangan cocok dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi semua program umum yaitu program yang tidak memiliki
ciri utama. Misalnya program makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) dan Program
peringatan lustrum sekolah (PPLS).

10
Model discrepancy paling efektif dalam situasi berikut :

1) Ketika jenis evaluasi yang diinginkan bersifat formal, dan programnya dalam
tahap formatif, bukan sumatif.
2) Ketika evaluasi didefinisikan sebagai manajemen informasi yang
berkesinambungan yang menangani perbaikan dan penilaian program, dan
dimana evaluasi merupakan komponen pengembangan program.
3) Dimana tujuan evaluasi adalah memperbaiki, mempertahankan atau
menghentikan suatu program.
4) Dimana penekanan utama evaluasi adalah definisi program dan penginstalan
program.
5) Dimana peran evaluator adalah fasilitator, pemeriksa standar, pengamat
perilaku aktual, dan ahli desain.
6) Ketika pada setiap tahap kinerja program evaluasi dibandingkan dengan
tujuan program (standar) untuk mengetahui perbedaan.
7) Dimana prosedur evaluasi program dirancang untuk mengidentifikasi
kelemahan dan membuat keputusan mengenai koreksi atau penghentian.
8) Dimana konstruk teoritis adalah bahwa semua tahapan program terus
memberikan umpan balik satu sama lain.
9) Jika kriteria untuk menilai program mencakup evaluasi dengan cermat
apakah:
a) Program ini memenuhi kriteria program yang telah ditetapkan
b) Tindakan yang sebenarnya diambil dapat diidentifikasi, dan
c) Suatu tindakan dapat diambil untuk menyelesaikan semua perbedaan
 Keuntungan dan Keterbatasan Evaluasi Model Discrepancy

Evaluasi model discrepancy memiliki keuntungan menggunakan konsep langsung


yang mendasar untuk evaluasi. Berikut ini adalah penjabarannya.

1) Dengan jelas mengidentifikasi apa yang akan dievaluasi dengan


berkonsentrasi pada penentuan tujuan,
2) Keseimbangan evaluasi kemudian difokuskan pada perbandingan hasil aktual
dengan tujuan yang dinyatakan,
3) Konsep yang sangat bersih yang mudah diikuti dan harus menghasilkan hasil
yang pasti,
4) Gambaran ini menyederhanakan model sebenarnya, namun menangkap esensi
dari keuntungan utama model ini.

Evaluasi model discrepancy memiliki keterbatasan karena fokusnya terlalu sempit


dengan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Berikut ini adalah keterbatasan dari
evaluasi model discrepancy.
1) Tidak memiliki komponen evaluatif yang nyata (memfasilitasi pengukuran
dan penilaian tujuan daripada menghasilkan penilaian eksplisit atas jasa atau
nilai),
2) Tidak memiliki standar untuk menilai pentingnya perbedaan yang diamati
antara sasaran dan tingkat kinerja,
3) Mengabaikan nilai dari tujuan itu sendiri,
4) Mengabaikan alternatif penting yang harus diperhatikan dalam merencanakan
program pendidikan,
5) Mengabaikan transaksi yang terjadi dalam program atau kegiatan yang sedang
dievaluasi,
6) Mengabaikan konteks dalam evaluasi yang berlangsung,
7) Mengabaikan hasil penting selain yang tercakup dalam tujuan (hasil kegiatan
yang tidak diinginkan),
8) Menghilangkan bukti nilai program yang tidak tercermin dalam tujuannya
sendiri,
9) Mempromosikan pendekatan evaluasi yang linier dan tidak fleksibel. Evaluasi
model discrepancy dipertimbangkan dari perspektif aplikasinya, mungkin
memiliki keuntungan praktis apabila digunakan di lingkungan dimana fokus
pada umumnya mencapai pencapaian yang obyektif.

2. Model Contigency-Congruence

Model evaluasi kurikulum kongruensi-kontingensi merupakan pendekatan


evaluasi kualitatif yang dikembangkan oleh Robert Stake pada tahun 1975. Model
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa evaluasi kurikulum harus difokuskan pada
penentuan sejauh mana kurikulum tersebut selaras dengan kebutuhan. siswa dan konteks
di mana hal itu diterapkan.
Menurut dia, prosedur formal akan membantu meningkatkan objektivitas
evaluasi. Tujuannya adalah untuk melengkapi data, kita dapat membuat deskripsi dan
penilaian terhadap kurikulum yang sedang dievaluasi. Stake berpendapat bahwa untuk
tujuan evaluasi, kita tidak boleh hanya mengandalkan pernyataan tujuan. Kita harus
mengizinkan semua pihak yang 'terkena dampak' kurikulum untuk berpartisipasi secara
luas dalam menilai kurikulum.

1) Anteseden (masukan): Ini adalah kondisi apa pun yang ada sebelum pengajaran
dan pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil. Misalnya, pengetahuan
sebelumnya, bakat, profil psikologis siswa, dll., pengalaman guru selama
bertahun-tahun, perilaku guru, dll.
2) Transaksi (proses) : Transaksi pembelajaran yang terjadi antara guru dengan siswa,
siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan narasumber.

12
3) Hasil: Ini adalah konsekuensi pendidikan – langsung dan jangka panjang, kognitif dan
konatif, pribadi dan masyarakat luas. Misalnya, kinerja siswa, prestasi, dan lain-lain.
Namun, Stake menekankan pada hasil seperti dampak program baru terhadap persepsi
guru mengenai kompetensi mereka.

Istilah kontinjensi di sini mengacu pada hubungan antar variabel dalam tiga
kategori: anteseden, transaksi, dan hasil. Setelah evaluator mengumpulkan pandangan
mengenai kurikulum dari berbagai sumber seperti siswa, guru, staf pendukung, dan lain-
lain, dia menempatkan pandangan tersebut pada sebuah matriks untuk mengidentifikasi
kesesuaian dan kontinjensi di antara pandangan-pandangan tersebut. Model tersebut
dengan jelas menunjukkan bahwa ia memberikan kerangka organisasi yang menunjuk pada
data yang akan dipertimbangkan dan membandingkan apa yang direncanakan dan apa yang
telah terjadi.

Kelebihannya
a. Ini adalah pendekatan kualitatif, artinya memperhitungkan pengalaman subjektif siswa dan guru.
b. Ini adalah pendekatan komprehensif, yang berarti mempertimbangkan semua aspek kurikulum.
c. Ini adalah pendekatan yang fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan berbagai jenis kurikulum
dan konteks yang berbeda.

Kekurangannya
a. Penerapannya bisa memakan waktu dan mahal.
b. Dibutuhkan keahlian tingkat tinggi untuk menggunakannya secara efektif.
c. Sulit untuk melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses evaluasi.

Secara keseluruhan, model kongruensi-kontingensi adalah alat yang berharga bagi


para pendidik yang ingin memastikan bahwa kurikulum mereka memenuhi kebutuhan
siswanya. Ini adalah pendekatan komprehensif dan fleksibel yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi semua aspek kurikulum.

3. Model CIPP

Model ini mengandung empat komponen, yakni konteks, input, proses dan
produk, dan masing-masing perlu penilaian sendiri. Evaluasi konteks meliputi penelitian
mengenai lingkungan sekolah, pengaruh diluar sekolah. Bila evaluasi konteks memadai,
maka evaluasi input, yakni strategi implementasi kurikulum ditinjau dari segi efektivitas
dan ekonomi. Kemudian diadakan evaluasi proses dan produk, misalnya kongruensi
antara rencana kegiatan dan kegiatan yang nyata. Model ini mengutamakan evaluasi
formatif yang kontinu sebagai cara untuk meningkatkan hasil belajar. Namun fokus
penelitian bukan hanya hasil belajar melainkan keseluruhan kurikulum serta lingkungan.
Penilaian dilakukan dengan membandingkan performance yang nyata dengan standar
yang telah disepakati. Menentukan standar harus mempertimbangkan banyak faktor
antara lain performance siswa dalam bidang kognitif, afektif,dan psikomotor,
kemampuan guru mengajar, administrasi sekolah, fasilitas, alat dan sumber mengajar,
kurikulum, pedoman instruksional, determinan kurikulum, falsafah dan misi lembaga.
data yang dikumpulkan dibandingkan dan dinilai berdasarkan standar itu.
CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
Context evaluation : evaluasti terhadap konteks, Input evaluation : evaluasi terhadap
masukan, Process evaluation : evaluasi terhadap proses, Product evaluation : evaluasi
terhadap hasil.
Langkah-langkah Evaluasi Model CIPP Farida (2014)
1. Memfokuskan evaluasi
2. Mendesain evaluasi
3. Mengumpulkan informasi
4. Menganalisis informasi
5. Melaporkan hasil evaluasi

Kelebihan dan Kekurangan Model Evaluasi CIPP Model evaluasi CIPP memiliki
ruang lingkup yang lebih luas dan berpandangan bahwa keberhasilan dari suatu sistem
pendidikan dipengaruhi berbagai faktor, karakteristik murid maupun lingkungan sekitar,
tujuan sistem dan peralatan yang dipakai serta produser dan mekanisme pelaksanaan
sistem itu sendiri. Model evaluasi CIPP mempunyai kelemahan yaitu kurang jelasnya
kriteria yang dijadikan dasar berpijak bagi kegiatan penilaian. Dengan menggunakan
model evaluasi CIPP harus menggunakan dua jenis pendekatan yaitu: membandingkan
performance setiap dimensi sistem dengan kriteria intern dalam sistem itu sendiri,
membandingkan performance setiap dimensi sistem dengan kriteria ekstern diluar sistem
yang bersangkutan.

Dibanding dengan model evaluasi yang lain, model CIPP memiliki beberapa
kelebihan anatra lain : lebih komprehensif, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil
semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses maupun hasil. Selain memiliki
kelebihan model CIPP juga memiliki keterbatasan, anatar lain penerapan model ini dalam
bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang
tinggi jika tanpa ada modifikasi. Hal ini dapat terjadi karena untuk mengukur konteks,
masukan maupun hasil dalam arti yang luas akan melibatkan banyak pihak yang
membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.

4. Model Riset Tindakan Kelas

Kelebihan model Riset Tindakan Kelas Menurut Wina Sanjaya (2009: 37)

14
a. Riset Tindakan Kelas tidak dilaksanakan oleh seseorang saja akan tetapi dilaksanakan
secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai pihak, dengan kerja sama yang dilakukan
akan memberikan kepercayaan khusus untuk guru dalam menghasilkan sesuatu yang
lebih berarti
b. Kerjasama dalam Riset Tindakan Kelas memungkinkan dapat menghasilkan sesuatu yang
lebih kreatif dan inovatif
c. Hasil yang diperoleh merupakan hasil kesepakatan dari semua pihak
d. Hasil yang diperoleh dari Riset Tindakan Kelas dapat diterapkan secara langsung oleh
guru

Kekurangan model Riset Tindakan Kelas Menurut Suwarsih Madya (2009: 47)

a. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam teknik dasar penelitian tindakan pada
pihak peneliti
b. Peneliti yang ingin melakukan penelitian tindakan harus membagi waktunya untuk
melakukan tugas rutinnya dan untuk melakukan penelitian, hal ini menyebabkan
merosotnya efisiensi dan efektivitas kerja

5. Model Studi Kasus Stake

Apabila model countenance ini diaplikasikan ke dalam evaluasi pembelajaran,


maka bisa dijelaskan bahwa: (1) rasional. Itu berarti evaluasi pembelajaran itu adalah hal
yang penting; (2) anteseden. Berarti ada kondisi yang bisa mendukung adanya evaluasi
pembelajaran itu, seperti adanya motivasi, minat, dan hal-hal semacamnya; (3) transaksi,
yaitu suatu proses atau kegiatan yang saling memberi pengaruh dalam evaluasi
pembelajaran; (4) hasil, yaitu hasil yang diperoleh dari evaluasi pembelajaran tersebut,
seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai; (5) pertimbangan, yaitu memberikan
penilaian terhadap pendekatan dan prosedur yang digunakan dalam evaluasi
pembelajaran tersebut; (6) tujuan, yaitu apa yang ingin dituju dan diharapkan dari
diadakannya suatu evaluasi pembelajaran; (7) pengamatan, yaitu apa yang dilihat dan
diamati oleh para pengamat tentang pelaksanaan evaluasi pembelajaran tersebut; (8)
standar, yaitu apa yang diharapkan dari para stakeholder pendidikan dalam melihat
evaluasi pembelajaran tersebut; (9) keputusan, yaitu menilai suatu program baik yang
dilakukan oleh evaluator itu sendiri maupun dari pihak lainnya terkait dengan evaluasi
pembelajar.
Dari pembahasan di atas, ada perbedaan antara deskripsi (description) dengan
pertimbangan (judgement). Dalam model ini, anteseden, transaksi, dan hasil data
dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan
keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk
menilai manfaat program.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai dari
sesuatu. Evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dalam usaha untuk
mengumpulkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat keputusan akan perlu tidaknya memperbaiki sistem pembelajaran sesuai dengan
tujuan yang akan ditetapkan.
Tujuan evaluasi kurikulum yaitu mengungkapkan proses pelaksanaan kurikulum secara
keseluruhan, ditinjau dari berbagai aspek. Adapun indikator kinerja yang dievaluasi adalah
evektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan program. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
acuan dan gambaran program kedepan.

Model Diskrepansi Provus, Model Contigency-Congruence, Model CIPP, Model Riset


Tindakan Kelas dan Model Studi Kasus Stake

16
DAFTAR PUSTAKA

Eli, A. F. (2021). Evaluasi Kurikumulum Pendidikan. Jurnal Tawadhu, 221-222.

Fajri, I. (2014). Model-Model Evaluasi Kurikulum. Jurnal Lentera.

Mohammad, A. (2017). Evaluasi Kurikulum Sebagai Kerangka Acuan Pengembangan Pendidikan Islam.
Jurnal Al-Idroh.

Pinton, M. S. (2021). Model Discrepancy Sebagai Evaluasi Program Pendidikan. Jurnal Studi Keislaman
dan Ilmu Pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai