Anda di halaman 1dari 17

PERAN HAKIM SEBAGAI PELAKSANAAN

KEKUASAAN KEHAKIMAN
KELOMPOK 3

ANGGOTA KELOMPOK:
Ade Aulia
Hayyu Sari Fadillah
Irma Novelina
Nadia Riski Edriani
Nouval Aulia
Rizki Aldefira
Vicko Fadhil Zaidan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan mengucapkan syukur
Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun, menyesuaikan, serta dapat
menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu, kami mengucapkan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu kami dalam
menyelesaikan pembuatan sebuah makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun
dalam bentuk materi sehingga dapat terlaksana dengan baik
Kami, sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini memang masih
banyak kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami
semua telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini.
Di samping itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran nya dari semua
teman- teman demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan
datang.
Kami berharap semoga Makalah Pkn tentang “PERAN HAKIM SEBAGAI
PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN” yang kami susun ini dapat
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................
3
2.1 Penjelasan ....................................................................................................... 3
2.2 Peran Hakim.................................................................................................... 3
2.3 Wewenang Hakim........................................................................................... 4
2.4 Tugas Pokok Hakim........................................................................................ 5
2.5 Hakim Berdasarkan Jenis Lembaga................................................................ 6
2.6 Kasus............................................................................................................. 10
BAB III KESIMPULAN............................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
12

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekuasan kehakiman merupakan perangkat negara yang berfungsi sebagai lembaga
yudikatif. Dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Sehingga kekuasaan kehakiman bersifat
bebas dan tidak tergantung kepada kekuasaan lain demi menciptakan ketertiban
masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, kekuasaan kehakiman terbagi menjadi dua lembaga


yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah agung. Mahkamah agung merupakan
pengadilan negara tertinggi yang membawai 4 peradilan yaitu peradilan umum,
peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Masing-masing
lembaga dijalankan oleh hakim sebagai pelaksana, penentu dan penegak hukum serta
memberikan putusan dalam penyelesaian perkara maupun sengketa yang diajukan
oleh masyarakat. Istilah hakim merupakan kata serapan dari bahasa arab ahkam yang
berarti hukum. Sedangkan menurut KUHAP, hakim merupakan pejabat peradilan
negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

Dalam sistem ketatanegaraan dan hukum di Indonesia, hakim mempunyai peran yang
penting sebagai penegak hukum sesuai dengan apa yang di undang-undangkan oleh
lembaga legislatif. Jika lembaga legislatif membentuk undang-undang secara in
abstraco, maka hakim memegang peran dalam penerapan undang-undang secara in
concreto. Hakim bertugas untuk menerapkan apa yang tertulis dalam hukum untuk
penyelesaian sengketa secara tepat sehingga dapat membuahkan kepastian hukum,
rasa keadilan dan kedamaian secara proposional.

Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan di dalam negara yang berdasarkan
pancasila, maka seorang hakim harus mengakui dan percaya adanya Tuhan yang
Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing. Selain itu hakim harus jujur, berdiri
di atas semua pihak yang berkepentingan dalam suatu perkara yang sedang dihadapi,
bebas dari pengaruh siapapun. Hakim juga harus adil, serta bersungguh-sungguh
mencari kedilan dan kebenaran, memutuskan berdasarkan keyakinan dan sanggup
bertanggung jawab kepada Tuhan. Hakim juga harus berkarakter, bijaksana, berilmu
dan penuh pengabdian pada tugasnya.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu kehakiman?
b. Apa peran hakim?
c. Apa wewenang dan tugas pokok hakim?
d. Apa saja hakim berdasarkan jenis lembaga

1
C. Tujuan
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang terkandung dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan mengenai mengenai
kewenangan hakim dalam tindak pidana korupsi.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan dan wewenang hakim.
c. Untuk mengetahui tugas-tugas hakim.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penjelasan
Indonesia adalah negara hukum. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Undang-
Undang Dasar 1954 hasil amandemen ketiga pasal 1 ayat (3) yang menyatakan
bahwa, “Indonesia adalah negara hukum.” (UUD 1945, ps. 1 ayat 3). Konsepsi negara
hukum yang diletakkan di pasal paling awal ini menegaskan arah reformasi yang
benar-benar memilki tekat untuk membentuk Indonesia sebagai negara hukum.

Konsepsi negara hukum adalah terwujudnya supremasi hukum. Di mana hukum


menjadi panduan bagi negara dan warga negara dalam melakukan segala aktifitas. Hal
itu demi terwujudnya kepastian. Konsepsi seperti ini merujuk pada pandangan-
pandangan filsafat yang berkembang di abad ke-18, utamanya pandangan Imanuel
Kant. (Tamin, 2019).

Konsekuensi logis dari konsepsi negara hukum adalah adanya lembaga kekuasaan
kehakiman yang mandiri. Dalam hal ini, pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara hasil
Amandemen ke-3 menyebutkan bahwa, "(1) Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan (UUD 1945, ps. 24 ayat 1). Dari pasal tersebut, kita mengerti
bahwa suatu hal yang penting bagi kekuasaan kehakiman adalah independensi, yang
dalam pasal tersebut disebut dengan “merdeka” untuk menyelenggarakan
peradilan. dari pasal tersebut, tergambar pula tujuan dari diselenggarakannya
peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Meski, di dalam praktiknya,
kita memerlukan diskusi yang panjang dalam hal hukum dan keadilan ini.

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili. Mengadili merupakan serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa, dan memutuskan perkara hukum berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak
memihak di sebuah sidang pengadilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

B. Peran Hakim
Peran hakim dalam sistem peradilan sangatlah penting dalam menjaga supremasi
hukum, keadilan, dan perlindungan hak-hak warga negara. Sebagai penegak hukum
yang independen, adil, dan berintegritas, hakim memiliki tanggung jawab besar dalam
menentukan nasib individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Dalam hal ini, posisi hakim adalah sebagai pelaksana langsung dari kekuasaan
kehakiman karena diberi mandat oleh Undang- Undang. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 19

3
menyebutkan bahwa, "Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang- Undang.” (UU
No.48/2009. ps.19). Dari situ, sebagaimana ditegaskan oleh Sunarto, Hakim bisa
dipandang sebagai pelaku nyata kekuasaan kehakiman. (Sunarto, 2021. p. 281).

Dalam melaksanakan mandat terebut, hakim harus berpegang pada prinsip-prinsip


penting yang ditentukan oleh Undang-Undang. Misalnya, dalam pasal 28 Undang-
Undang Nomor 4 tahun 2004 disebutkan bahwa, "Hakim wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
(UU No.4/2004 ps.28).

Karena itu, di sebuah pengadilan, hakim punya peran yang sangat penting, yaitu
sebagai subjek utama pelaksana kekuasaan kehakiman. (Musthofa, 2021. p. 143)
Sebagai sebuah jabatan, tidak ada hierarki antara hakim. Bahkan meski secara
administrasi pimpinan disebut Ketua dan Wakil ketua, dalam kapasitas sebagai hakim,
tetap tidak ada hierarki dengan hakim lainnya. Adapun Ketua dan Wakil Ketua
Pengadilan, mereka adalah mandataris dari para hakim untuk mengurus persoalan
administrasi. Bahkan jika ketua hendak melakukan fungsi mengadili, dia harus
menunjuk dirinya sendiri bersama dengan hakim anggotanya melalui sebuah
penetapan. (Sunarto, 2021. p. 281).

Di dalam sebuah instansi, tenteng administrasi, hakim dalam sebuah instansi dibantu
oleh unit pendukung seperti kepaniteraan dan kesekretariatan yang diatur oleh
peraturan tersendiri, misalnya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor
7 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Dan Kesekretariatan
Peradilan. Peraturan ini mengatur perihal kepaniteraan dan kesekretariatan badan
peradilan di bawah Mahkamah Agung.

C. Wewenang hakim
Hakim memiliki wewenang yang luas dalam melaksanakan tugasnya. Wewenang
hakim meliputi:
1. Mengadili Perkara
Hakim berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana
dan perdata. Hakim juga berwenang untuk melakukan upaya hukum luar biasa,
seperti kasasi, peninjauan kembali, dan grasi.
2. Melakukan Pengawasan
Hakim berwenang untuk mengawasi pelaksanaan hukum oleh badan dan/atau
pejabat hukum lainnya. Pengawasan ini dilakukan untuk memastikan bahwa
hukum dilaksanakan secara benar dan adil.
3. Memberikan pertimbangan
Hakim berwenang untuk memberikan pertimbangan kepada lembaga negara
lainnya, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan
Daerah.
4. Memutuskan Perkara Pidana Dan Perdata Sesuai Undang-Undang

4
Wewenang hakim diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Pasal 5 ayat (1) UU tersebut menyebutkan bahwa tugas
hakim adalah untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara. Pasal 5 ayat (2)

5
UU tersebut menyebutkan bahwa wewenang hakim adalah untuk mengadili dan
memutus perkara.
Selain itu, tugas dan wewenang hakim juga diatur dalam undang-undang khusus,
seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.

D. Tugas pokok hakim


Pengadilan Negeri Sungai Penuh merupakan lingkungan peradilan umum tingkat
pertama di bawah Pengadilan Tinggi Jambi yang menjadi kawal depan (Voorj post)
Mahkamah Agung Republik Indonesia, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan Hukum dan Keadilan.
Pengadilan Negeri Sungai Penuh sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, bertugas dan
berwenang menerima, memeriksa, memutus perkara yang masuk di tingkat pertama.
Dengan fungsi sebagai berkut:
1. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan pengadilan dalam
tingkat pertama;
2. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk
kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut
teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi
perencanaan/teknologi informasi, umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian,
dan pembangunan;
3. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan
tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan
Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawa Fungsi pengawasan, yakni mengadakan
pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera,
Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah
jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya dan
terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan;
4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum
kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta;
5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan
persidangan), dan administrasi umum (perencanaan/ teknologi
informasi/pelaporan, kepegawaian/organisasi/tatalaksana dan keuangan/
umum/perlengakapan);
6. Fungsi lainnya, antara lain melaksanakan Pelayanan penyuluhan hukum,
pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-
luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi
peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor
2-144/KMA/SK/ Fungsi lainnya, antara lain melaksanakan Pelayanan penyuluhan
hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang
seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi
peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung
RI Nomor 2-

6
144/KMA/SK/VII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di
Pengadilan,

7
sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 1-
144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan.

E. Hakim berdasarkan jenis Lembaga Peradilannya


 Mahkamah Agung
Tentang pelaku kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan badan empat peradilan di bawahnya dan Mahkamah
Konstitusi. Hal itu disebutkan dalam pasal 18 Undang-Undang tentang kekuasaan
kehakiman bahwa, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” (UU No. 48/2009 ps. 18).
Dasar hukum Mahkamah Agung adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung yang sebelumnya telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Tentang kewenangan Mahkamah Agung, dalam pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa
Mahkamah agung berwenang untuk mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan
yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung dan menguji peraturan perundang-undangan
di bawah Undang-Undang terhadap Undang- Undang. (UU No. 48/2009 ps. 20)
Selain itu, Mahkamah Agung juga punya fungsi lain. Yaitu memberi keterangan,
pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga
pemerintahan. (UU No. 48/2009 ps. 22)
Mahkamah Agung juga dapat membuat peraturan dengan berbagai macamnya dalam
mengisi kekosongan hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 79
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 yang menyatakan bahwa, "Apabila
dalam
jalannya peradilan terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal,
Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan tadi." (UU No.14/85 Penjelasan ps. 79)
Karena itu, Mahkamah agung mempunyai beberapa produk hukum seperti Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA), Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), Surat
Keputusan dan seterusnya. Dalam periode kepemimpinan Hatta Ali sejak 1 Maret
2012 hingga 30 April 2020, Mahkamah Agung mengeluarkan berbagai kebijakan
paling tidak 87 SEMA dan PERMA, dan 100 kebijakan yang terdiri dari maklumat,
Surat Keputusan, Surat Keputusan Bersama, Nota Kesepahaman, Deklarasi
Internasional, dan seterusnya. (Tim Penyusun, Jakarta: 2020)

8
 Hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung
1. Hakim Peradilan Umum
Hakim peradilan umum adalah hakim yang bertugas memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara di lingkungan peradilan umum. Peradilan umum
merupakan lingkungan peradilan yang umum dan terbuka untuk umum, dan
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara yang tidak termasuk
dalam lingkungan peradilan lain.

Hakim peradilan umum terdiri dari hakim tingkat pertama, hakim tingkat
banding, dan hakim tingkat kasasi. Hakim tingkat pertama bertugas
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara di tingkat pertama. Hakim
tingkat banding bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang
telah diputus oleh hakim tingkat pertama dan diajukan banding. Hakim tingkat
kasasi bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang telah
diputus oleh hakim tingkat banding dan diajukan kasasi.

2. Hakim Peradilan Agama


Hakim peradilan agama adalah hakim yang bertugas memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara di lingkungan peradilan agama. Peradilan agama
merupakan lingkungan peradilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara- perkara yang berkenaan dengan hukum agama Islam.

Hakim peradilan agama terdiri dari hakim tingkat pertama, hakim tingkat
banding, dan hakim tingkat kasasi. Hakim tingkat pertama bertugas
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara di tingkat pertama. Hakim
tingkat banding bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang
telah diputus oleh hakim tingkat pertama dan diajukan banding. Hakim tingkat
kasasi bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang telah
diputus oleh hakim tingkat banding dan diajukan kasasi.

3. Hakim Peradialn Militer


Hakim peradilan militer adalah hakim yang bertugas memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara di lingkungan peradilan militer. Peradilan militer
merupakan lingkungan peradilan yang memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara- perkara yang berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
anggota TNI.

Hakim peradilan militer terdiri dari hakim tingkat pertama, hakim tingkat
banding, dan hakim tingkat kasasi. Hakim tingkat pertama bertugas
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara di tingkat pertama. Hakim
tingkat banding bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang
telah diputus oleh hakim tingkat pertama dan diajukan banding. Hakim tingkat
kasasi bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang telah
diputus oleh hakim tingkat banding dan diajukan kasasi.

9
4. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara
Hakim peradilan tata usaha negara adalah hakim yang bertugas memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Peradilan tata usaha negara merupakan lingkungan peradilan yang memeriksa,
mengadili, dan memutus sengketa antara warga negara dan badan atau pejabat
tata usaha negara.

Hakim peradilan tata usaha negara terdiri dari hakim tingkat pertama, hakim
tingkat banding, dan hakim tingkat kasasi. Hakim tingkat pertama bertugas
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara di tingkat pertama. Hakim
tingkat banding bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang
telah diputus oleh hakim tingkat pertama dan diajukan banding. Hakim tingkat
kasasi bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang telah
diputus oleh hakim tingkat banding dan diajukan kasasi.

5. Hakim Ad Hoc
Hakim ad hoc adalah hakim yang diangkat secara sementara untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tertentu. Hakim ad hoc dapat diangkat dari
kalangan profesi hukum lainnya, seperti advokat, notaris, atau sarjana hukum.

Hakim ad hoc biasanya diangkat untuk memeriksa, mengadili, dan memutus


perkara yang membutuhkan keahlian khusus di bidang tertentu. Misalnya,
hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara di bidang
pertanahan, perburuhan, atau lingkungan hidup.

Secara umum, tugas dan wewenang hakim adalah sebagai berikut:


o Memeriksa, mengadili, dan memutus perkara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
o Menjaga dan menegakkan hukum dan keadilan.
o Menjaga dan menegakkan wibawa hukum.

Hakim dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus bersikap


independen, jujur, dan adil. Hakim juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, moral, dan etika.

 Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang yang beraku tentang Mahkamah konstitusi saat ini adalah
Undang- Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2020 Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang ini mengubah UU
No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang.
Sebelumnya, UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.

1
Secara umum, UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi memuat
pokok-pokok tentang Mahkamah Konstitusi seperti, ketentuan umum, kedudukan
dan susunan, kekuasaan mahkamah konstitusi, pengangkatan dan pemberhentian
hakim konstitusi, hukum acara mahkamah konstitusi, ketentuan lain-lain dan
ketentuan peralihan.

Tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK), dalam pasal 10 disebutkan


bahwa, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, b.
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, c. memutus
pembubaran partai politik dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.” (UU No. 24/2003 ps.10 ayat 1)

Mahkamah konstitusi juga berkewajiban “Memberikan putusan atas pendapat


DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” (UU No.
24/2003 ps.10 ayat 2)

 Komisi Yudisial
Di dalam struktur kekuasaan kehakiman, Komisi Yudisial (KY) punya peran
penting, terutama dalam hal pengawasan dan pengusulan calon hakim agung.
Dalam pasal 24 A ayat (2) Undang- Undang Dasar menyebutkan bahwa, "Calon
hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada dewan Perwakilan Rakyat
untuk mendapat persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden. (UUD/1945 ps. 24 a ayat 2)

Lebih lanjut, disebutkan dalam pasal 25 B ayat (1) yang menyatakan bahwa,
"Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim." (UUD/1945
ps. 25 b ayat 1)

Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang


Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa, "(1) Ketentuan mengenai syarat
dan tata cara pengangkatan hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial yang
diatur dengan Undang- Undang. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian hakim diatur dalam Undang-Undang. (3) Dalam
rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan
hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam Undang-
Undang." (UU No.4/2004 ps. 34)

1
Pasal tersebut, menyinggung tentang fungsi pengawasan hakim oleh Komisi
Yudisial, yaitu pengawasan eksternal. Dalam hal ini, yang menjadi objek
pengawasan adalah profesionalitas dan administrasi. Adapun tentang putusan,
yang dalam hal ini adalah pertimbangan hakim, baik pertimbangan yuridis
maupun substantif, tidak bisa menjadi objek pengawasan. Ini sesuai dengan
prinsip kemandirian hakim. (Sunarto, 2021. p. 282-284)

F. Kasus
Pada Januari 2022, penjara atau kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat,
Sumatera Utara, Terbit Rencana Peranginangin, terungkap. Kerangkeng tersebut
ditemukan saat Sang Bupati terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

Atas temuan ini, polisi pun mendatangi lokasi dan mendapatkan informasi bahwa
kerangkeng manusia itu merupakan tempat rehabilitasi narkotika. Akan tetapi, belum
ada izin sebagai tempat rehabilitasi narkoba di rumah tersebut.

Komnas HAM yang juga melakukan penyelidikan menemukan minimal 26 bentuk


penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap para
penghuni kerangkeng.

Beberapa di antara penghuni dipukuli, ditendang, disuruh bergelantungan di


kerangkeng seperti monyet, dicambuk anggota tubuhnya dengan selang, dan lainnya.
Hasil investigasi Komnas HAM menunjukkan pula keterlibatan oknum TNI-Polri
dalam tindak penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat para
penghuni kerangkeng.

Selama didirikan sejak 2012, ada enam orang yang meninggal di dalam kerangkeng
tersebut. Kasus dugaan tindak pidana kekerasan di dalam kerangkeng manusia ini
masih berjalan di pengadilan hingga sekarang. Terdapat delapan tersangka yang
diadili. Satu di antaranya merupakan anak kandung dari Bupati Terbit berinisial DP.

Empat tersangka, yaitu DP, HS, HG, dan IS didakwa dengan pasal penganiayaan yang
menyebabkan kematian terhadap korban. Sementara SP, JS,RG, dan TS didakwa
dengan tindak pindana perdagangan orang.

1
BAB III
KESIMPULAN

Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan kekuasaan


kehakiman. Hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan kewajibannya
sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan Selanjutnya hakim harus
berupaya secara profesional dalam menjalankan tugas dan kewajiban serta
menyelesaikan pekerjaannya.

Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara yang dipentingkan adalah fakta atau
peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukum hanyalah alat sedangkan yang
bersifat menentukan adalah peristiwanya.

Untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara atau sengketa hakim harus
terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduk perkara sebenarnya sebagai
dasar putusan, dan bukan secara apriori menemukan putusan lalu pertimbangannya
baru kemudian dikonstruir Peristiwa yang sebenarnya akan diketahui hakim dari
pembuktian. Jadi putusan itu bukan lahir dalam proses secara apriori kemudian haru
dikonstruksi atau direka pertimbangan pembuktiannya, tetapi harus dipertimbangkan
lebih dahulu tentang terbukti tidaknya baru kemudian sampai pada putusan.

1
DAFTAR PUSTAKA

https://justaweeab00.blogspot.com/2023/11/tugas-wewenang-dan-peran-
hakim.html

https://hukum.uma.ac.id/2023/07/17/peran-hakim-dalam-sistem-peradilan-
penegak-hukum-yang-independen-dan- adil/#:~:text=Peran%20hakim
%20dalam%20sistem%20peradilan%20sangatlah
%20penting%20dalam%20menjaga%20supremasi,individu%20dan%20masyar
akat%20secara%20keseluruhan

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https
://www.mkri.id/index.php%3Fpage%3Dweb.Berita%26id%3D11780%23:~:text
%3DHakim%2520konstitusi%2520adalah%2520jabatan%2520yang,the%2520
guardian%2520of%2520the
%2520constitution).&ved=2ahUKEwjUw_7Q1b2CA xUGzDgGHfS-
C8UQFnoECAcQBQ&usg=AOvVaw3Yly1VDwRrIdhzb0VT8iVX
https://www.pa-poso.go.id/publikasi/arsip-artikel/605-kekuasaan-kehakiman-
di- indonesia-struktur-dan-peran-dalam-ketatanegaraan

https://www.pn-sungaipenuh.go.id/tentang-pengadilan/2015-06-22-15-58-25.html

https://news.detik.com/berita/d-6359170/tugas-dan-wewenang-
hakim- pengertian-dan-syarat-syaratnya

Anda mungkin juga menyukai