Disusun Oleh
NAMA NIM
Dita Imanda Rhamadani 120210010
Maresa Armitha Rani 120210012
Joy Albert 120210007
Muhammad Fathurrahman Amrizni 120210085
Julian’s Angelino 120210086
M. Iqbal Al-Ghifahri 120210063
Adhitya Madain Natas 120210110
Alfajar Puja Kusuma 120210236
KASUS PELANGGARAN KODE ETIK KONTRUKSI PADA
BIDANG STRUKTUR
Bangunan rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di kompleks Cendrawasih
Permai, Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan
Timur runtuh pada tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang
menyebabkan 12 pekerjanya tewas. Bangunan ini memiliki lebar 25 m dan panjang
100 m dengan biaya konstruksi senilai kurang lebih 15 Milyar rupiah.
Dari observasi yang dilakukan salah satu penyebab keruntuhan bangunan ini adalah
pelanggaran etika profesi yang dilakuan oleh kontraktor yaitu Kegagalan Struktur
Utama. Struktur utama yang dimaksud adalah balok- kolom. Hal ini didasarkan
fakta bahwa pekerja sempat diminta untuk mengecek kolom yang retak di lantai 2.
Meskipun tidak ada data detail mengenai dimensi dan lokasi keretakan akan tetapi
hal ini seharusnya telah menjadi indikasi awal bahwa ada masalah dengan struktur
yang sedang dibangun. Apalagi apabila didasarkan pada filosofi desain struktur
yang benar yaitu “strong column-weak beam” yang artinya kolom tidak boleh
mengalami kegagalan struktur terlebih dahulu daripada balok.
Kegagalan kolom ini sendiri diduga karena adanya deviasi antara pekerja
kontruksian dan pelaksanaan dimana kontraktor mengurangi dimensi kolom dan
jumlah tulangan yang dipakai. Padahal, sudah terdapat undang-undang yang
mengatur tentang kegagalan konstruksi yang terjadi di Indonesia. UU tersebut
adalah UU RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada bab IV memuat
tentang kegagalan konstruksi, bunyi pasal 25. Pada ayat 1; Pengguna jasa
konstruksi dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan.
Ayat 2; Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1; ditentukan terhitung sejak penyerahan
akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ayat 3; Kegagalan
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 2; ditetapkan oleh pihak ketiga selaku
penilai ahli. Dalam kasus ini juga dapat dimasukkan ke dalam Pasal 26, ayat 1; Jika
terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pekerja kontruksi
atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, maka pekerja kontruksi atau pengawas konstruksi wajib bertanggung
jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Ayat 2; Jika terjadi
kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi, dan
hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana
konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan
ganti rugi.