Anda di halaman 1dari 15

BAB.

THOHAROH

PENGERTIAN, MACAM, DAN CARA THAHARAH

I. PENGERTIAN THAHARAH

Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah adalah membersih
kan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan hadas menurut cara-cara yang
ditentukan oleh syariat islam.

Thaharah atau bersuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa maca
m ibadah. Seperti dalam QS Al-maidah ayat : 6

[5:6] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka b
asuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kak
imu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sak
it atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh peremp
uan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, teta
pi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.

II. MACAM-MACAM ALAT THAHARAH

Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk bersuci misalny
a, kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi kita juga bisa menggunakan tanah, batu, kay
u dan benda-benda padat lain yang suci untuk menggantikan air jika tidak ditemukan.

Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang boleh dan tidak bol
eh digunakan untuk bersuci.
Macam-macam Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah Air mutlak yaitu air yang suci
dan mensucikan, yaitu :

1. Air hujan

2. Air sumur

3. Air laut

4. Air sungai

5. Air danau/ telaga

6. Air salju

7. Air embun

QS Al- Anfal ayat : 11[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai sua
tu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk me
nsucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan d
an untuk menguatkan hatimu dan memperteguh denganya telapak kaki(mu).

 Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk diminum tapi tidak d
apat digunakan untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.

 Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan perak.
Air ini makruh digunakan untuk bersuci

 Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh digunakan u
ntuk bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya

 Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah rasa, warna dan
baunya maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua kullah
(270 liter menurut ulama kontemporer)
III. CARA-CARA THAHARAH

Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti berwudhu dan mandi j
unub atau mandi wajib. Ada juga bersuci dengan menggunakan debu, tanah yaitu dengan ber
tayamum. Dan bisa juga menggunakan air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu masuk
kategori kayu) yaitu dengan beristinja.

Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:

1. Najis ringan (najis mukhafafah)

Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki yang belum m
akan apapun kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari 2 tahun. Cara membersih
kan najis ini cukup dengan memercikkan air kebagian yang terkena najis.

2. Najis sedang (najis mutawassitah)

Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing dsb. Cara memb
ersihkannya cukup dengan membasuh atau menyiramnya dengan air sampai najis tersebut hi
lang (baik rasa, bau dan warnanya).

3. Najis berat (najis mughalazah)

Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan dalil yang pa
sti (qat’i) . yaitu anjing dan babi. Cara membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang
najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satu
nya dengan tanah atau batu.
I. Mandi Wajib

Pengertian, Niat, Syarat dan Rukunnya

“Hai kalian para orang – orang yang beriman, jika ingin menjalankan shalat maka basuhlah b
agian wajahmu juga tanganmu hingga ke siku, dan basuhlah bagian kepalamu dan basuh kak
imu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan ketika kamu s
akit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perem
puan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka tayamum lah dengan tanah yang bersih, basuh
mukamu dan tanganmu menggunakan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkanmu, namun
Dia hendak membersihkan kamu serta menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur.” (QS : Al-Maidah : 6)

Pengertian Mandi wajib

Salah satu cara untuk menjaga kebersihan juga kesucian diri dengan berwudhu serta
mandi. Akan tetapi, dalam islam dikenal dengan sebutan mandi wajib. Mandi wajib ini merupa
kan sebuah aturan dari Allah untuk para umat muslim seketika dalam kondisi tertentu dan sya
rat tertentu.

Kondisi yang Mensyaratkan Mandi Wajib dalam Islam

Dalam hukum Islam, ada situasi tertentu dimana seorang muslim atau muslimah diwa
jibkan untuk melaksanakan mandi wajib. Dalam hal tersebut mengakibatkan seseorang terhal
ang untuk menjalani shalat, memasuki masjid, dan serta melaksanakan ibadah lainnya karen
a dalam kondisi yang tidak suci.
1. Keluarnya Air Mani (Setelah Junub)

“Hai untuk kalian orang-orang yang beriman, janganlah untuk kamu shalat dalam keadaan m
abuk, hingga kamu mengerti apa yang telah kamu ucapkan, dan jangan datangi masjid sedan
gkan kamu dalam keadaan yang junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”.
(QS : An-Nisa : 43)

Sesuai yang tertulis pada ayat diatas ditunjukkan bahwa setelah berjunub (berhubun
gan suami dan istri), yang mana antara laki-laki ataupun perempuan akan mengeluarkan cair
an dari kemaluannya, maka wajib hukum ia untuk menjalankan mandi wajib setelahnya. Seda
ngkan jika tidak, ia tidak bisa shalat serta masuk masjid, dan jika dilalaikan akan berdosa.

“Diriwayatkan dari Ummu Salamah, Ummu Sulaim berkata, ’Wahai Rasulullah sesungguhnya
Allah tidak malu terhadap masalah kebenaran, apakah seorang wanita wajib untuk mandi keti
ka dia bermimpi? Nabi saw menjawab, ’Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhari Muslim dan lain
nya)

Seorang ulama ahli fiqih Sayyid Sabiq, mengatakan tentang keluarnya air mani dan ma
ndi wajib, tertulis seperti berikut :

 Jika seseorang yang bermimpi namun tidak mengeluarkan air mani maka tidak wajib bagi
nya untuk mandi, sesuai yang dikatakan Ibnul Mundzir.
 Jika seseorang melihat mani pada kainnya dan tidak mengetahui waktu keluarnya juga ke
betulan telah menjalankan shalat maka ia wajib mengulang lagi sholatnya dari waktu tidur
nya terakhir apabila seseorang keadaan sadar atau tidak tidur dan mengeluarkan mani n
amun ia tidak ingat dengan mimpinya, ketika dia benar meyakini bahwa itu adalah mani
maka wajib mandi, karena secara dhohir bahwa air mani itu keluar walaupun ia lupa mim
pinya. Namun, jika ia ragu-ragu juga tidak mengetahui apakah air itu mani atau bukan, m
aka ia wajib mandi untuk menjaga kesucian.
 Jika seseorang telah merasakan keluar mani saat melonjaknya syahwat namun dia tahan
kemaluannya sampai air mani itu tidak keluar, maka tidak wajib mandi.
 Jika air mani keluar tanpa syahwat, namun disebabkan sakit atau cuaca dingin, maka ia ti
dak perlu wajib mandi.

2. Bertemunya atau Bersentuhannya Alat Kelamin Laki-Laki dan Wanita, Walaupun


Tidak Keluar Mani

Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw berkata, ”Apabila seseorang duduk diant
ara bagian tubuh perempuan yang empat, diantara dua tangan serta dua kakinya kemudian
menyetubuhinya maka wajib untuk mandi, walaupun mani itu keluar atau tidak.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Apabila dua kemaluan
saling bertemu maka wajib baginya untuk mandi. Aku dan Rasulullah saw juga pernah melak
ukannya maka kami pun mandi. ” (HR. Ibnu Majah)

Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa ketika pasangan suami-istri yang telah be
rhubungan badan, walaupun tidak mengeluarkan mani, sedangkan telah bertemunya kemalu
an, maka dari itu wajib keduanya untuk menjalankan mandi wajib untuk mensucikan serta me
mbersihkan diri.

3. Haid dan Nifas

“Mereka yang bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid merupakan suatu kotoran”.
Maka dari itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di waktu haid dan janganlah
kamu untuk mendekati mereka sebelum mereka telah suci. Apabila mereka telah suci, Maka
berbaurlah dengan mereka itu di tempat yang sesuai perintah Allah kepadamu. Sesungguhny
a Allah akan menyukai orang-orang yang telah bertaubat dan menyukai orang yang telah me
nsucikan diri” (QS : Al-Baqarah : 222)

Darah yang telah dikeluarkan dari Haid serta Nifas statusnya adalah sebuah kotoran,
najis, juga membuat tidak suci diri wanita. Sehingga wanita yang telah melewati masa haid ju
ga nifas, serta wajib untuknya untuk bersuci dengan mandi wajib, agar bisa kembali menjalani
ibadah.

Hal ini disebabkan ada larangan ketika haid serta nifas untuk menjalankan shalat dan
puasa, sebelum telah suci dari hadas. Sedangkan jika menundanya, akan sebuah kedosaan
karena meninggalkan hal wajib, yang dalam kondisi yang melewati haid atau nifas.

Menjalankan mandi hingga keramas saat haid tentunya tidak akan menjadikan musli
mah suci, sebelum berhentinya darah haid serta nifas. Hal tersebut pun sesuai dalam Hadits
Rasulullah, wanita pada kondisi haid ini dilarang shalat serta wajib untuk mandi setelahnya.

Perkataan Rasulullah saw terhadap Fatimah binti Abu Hubaisy ra ”Tinggalkan shalat
mu selama saat engkau mendapatkan haid, lalu mandilah serta shalatlah.” (Muttafaq Alaih)

4. Karena Kematian

“Ibnu Abbas RA, Rasulullah saw berkata dalam keadaan berihram terhadap seorang yang me
ninggal terhempas oleh untanya, ”Mandikanlah ia dengan air juga daun bidara.” (HR.Bukhori
Muslim)

Orang yang mengalami kematian, ia wajib untuk dimandikan. Maka mandi wajib ini berlaku ju
ga bagi yang meninggal walaupun ia tidak mandi oleh dirinya sendiri, melainkan dimandikan
oleh orang yang lain. Untuk pengerjaannya, maka saat setelah dimandikan ada shalat jenaza
h dalam islam, sebagaimana shalat terakhir dari mayit.

Rukun dan Cara Pelaksanaan Mandi Wajib


Untuk proses cara mandi dalam islam telah disampaikan teknisnya oleh Rasulullah SAW, unt
uk menjelaskan cara mensucikan yang benar. Untuk menjalankan mandi wajib, berikut merup
akan caranya yang diambil dari HR Muslim dan Bukhari, serta mengenai bab tata cara pelaks
anaan mandi wajib.

1. Niat untuk Mengangkat Hadas Besar

Semua sesuatu tentu berasal dari niatnya. Maka dari itu, termasuk pada pelaksanaan mandi
wajib pun wajib diawali dari niat. Untuk bacaan niatnya adalah “Aku berniat untuk mengangka
t hadas besar kerana Allah Taala”.

Setelah itu bisa kita membaca bismillah, sebagai memulai untuk mensucikan diri. Hal tersebut
disebabkan ada banyak “bismillah” jika dibacakan seorang muslim dalam aktivitasnya.

2. Niat Mandi Wajib Setelah Berhubungan Intim

“Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minal janabati fardhan lillahi ta’ala.”

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku berniat mandi untuk membersihkan hadas besar
dari jinabah, fardu karena Allah Ta’ala.”

3. Niat Mandi Wajib Setelah Nifas dan Haid

Jika hadas besar pada perempuan sebabkan karena keluarnya darah dari organ intim setelah
melahirkan atau nifas, sehingga niat mandi wajib yang harus dibaca ialah sebagai berikut:

“Nawaitu ghusla liraf’il hadatsil akbar minan nifasi fardhan lillahi ta’ala.”

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dar
i nifas, fardu karena Allah Ta’ala.”
Setelah mengucap niat, dilanjutkan tata cara mandi wajib ataupun junub. Langkahnya sama b
aik untuk laki-laki serta perempuan.

4. Membasuh Seluruh Anggota Badan yang Zahir.

“Ummu Salama RA, aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang bagaimana cara mandi, la
lu beliau berkata, “Mandilah engkau ambil tiga raup air ke arah kepala. Kemudian ratakannya
seluruh badan. Maka dengan cara itu, sucilah engkau” (HR Muslim)

Membasuh seluruh anggota badan termasuk kulit ataupun rambut dengan air serta merataka
n air pada rambut hingga ke pangkalnya. Selain itu pun wajib membasahi ke seluruh bagian b
adan termasuk rambut, bulu yang ada pada seluruh tubuh, telinga, juga kemaluan pada bagia
n belakang ataupun depan.

5. Rambut dalam Kondisi Terurai/Tidak Terikat

Untuk mandi besar, maka pada bagian rambut perlu dalam kondisi yang terurai atau tidak teri
kat. Hal itu untuk mensucikan seluruh badan, sedangkan jika terikat maka tidak sempurna unt
uk kebersihan mandinya.

Dikhawatirkan tidak semua bagian dibasuh atau basah terkena air. Selain itu, juga selepas da
lam kondisi haidh bagi wanita mencukur bulu kemaluan. Memangkas bulu kemaluan dalam p
andangan islam adalah suatu yang juga sangat disarankan mencukur bulu kemaluan pria dal
am islam pun sangat dianjurkan.

6. Memberikan Wewangian bagi Wanita yang Setelah Haid

“Ambillah sedikit kasturi kemudian bersihkan dengannya”


Hal ini sifatnya tidak wajib atau bersifat sunah saja. Untuk para wanita, maka bisa memberika
n berbagai wewangian ataupun sari-sari bunga yang bisa membersihkan dan memberi wangi
kemaluannya, dimana yang telah terkena darah haid selama periodenya.

Perbedaan Proses Tata Cara Mandi Junub antara Pria dan Wanita

Terdapat sebuah hadis dan anjuran yang berbeda tentang tata cara mandi wajib bagi
para pria dan wanita. Menurut HR At-Tirmidzi, membasuh pangkal rambut hanya dikhususka
n bagi laki-laki. Sedangkan untuk para wanita tidak perlu melakukan hal ini.

Hal tersebut merujuk HR At-Tirmidzi yang berbunyi, “Aku bertanya wahai Rasulullah, sesungg
uhnya aku seorang perempuan yang sangat kuat ikatan rambut kepalanya, apakah boleh me
ngurainya saat mandi junub? Maka Rasulullah menjawab, ‘Jangan, sebetulnya bagimu cukup
mengguyurkan dengan air pada kepalamu 3 kali guyuran'”

Cara Mandi Wajib yang Baik Menurut Rasulullah

Hal-hal pada berikut ini adalah cara mandi yang baik menurut Rasulullah pada hadist yang dir
iwayatkan oleh Bukhari juga Muslim. Muslim yang menjalankan maka akan sesuai dengna Ra
sulullah melakukannnya. Tahapannya adalah sebagai berikut :

 Terlebih dahulu mengalikan tangan sebanyak tiga kali, sebelum tangan digunakan mandi,
atau dimasukkan ke dalam tempat penampungan air.
 Untuk membersihkan kemaluan dari kotoran, maka diharuskan untuk menggunakan tang
an kiri, bukan dengan tangan kanan. Tangan kanan digunakan untuk makan, sedangkan t
idak mungkin untuk membersihkan kemaluan.
 Setelah membersihkan kemaluan, maka cucilah tangan dengan menggosokkan dengan t
anah, bisa dengan sabun agar menghilang kotoran tersebut dari tangan.
 Berwudhu dengan langkah yang benar sesuai aturan atau rukunnya dalam islam, selayak
nya akan melakukan shalat.
 Membasuh air pada kepala sebanyak tiga kali.
 Mencuci bagian kepala atau keramas mulai dari kepala bagian kanan ke arah bagian kiri
serta membersihkannya hingga pada bagian sela rambut, agar betul betul bersih juga se
mpurna.
 Membasuh air mulai dari sisi bagian badan sebelah kanan lalu pada sisi bagian sebelah k
iri.

II. WHUDU
Berdasarkan adanya kesepakatan oleh beberapa ulama, ada empat rukun (hal-hal ya
ng harus dilaksanakan supaya dianggap sah) dalam berwudhu yang semuanya telah disebut
kan dalam kitab suci Al-Quran, yakni:

1. Niat Wudhu
Seperti yang telah diungkapkan oleh Imam Syafi’i bahwa niat wudhu merupakan salah satu b
agian dari rukun wudhu yang wajib dilaksanakan. Berikut adalah doa dari niat sebelum wudhu:

‫َن َو ْي ُت اْلُو ُضْو َء ِلَر ْف ِع اْلَح َد ِث ْاَالْص َغ ِر َفْر ًضاِ ِهلل َت َع اَلى‬

(Nawaitul whuduua liraf’il hadatsil asghari fardhal lillahi ta’ala)

Artinya:

“Aku berniat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardhu karena Allah Lillahi Ta’ala”

2. Membasuh Wajah
Rukun kedua ini sebagaimana telah disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak shalat, maka basuhlah mukamu”.

Maksud dari “membasuh muka” adalah dengan meratakan air pada satu anggota tubuh yakni
wajah hingga air tersebut menetes.

Adapun batas wajah yang harus dibasuh adalah antara tempat tumbuhnya rambut kepala hin
gga ke bawah janggut, dengan secara melintang antara kedua belah daun telinga.

3. Membasuh Kedua Tangan Sampai ke Siku


Rukun ketiga ini didasarkan pada surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi “Maka basuhlah
wajahmu dan tanganmu sampai ke siku.”

4. Mengusap Kepala
Rukun keempat ini berdasarkan firman Allah SWT dalam ayat Al-Maidah ayat 6, yang ber
bunyi: “…Dan usaplah kepala kamu”
Mengusap kepala tidak hanya sekadar menggerakkan kedua tangan seraya mengusapka
nnya ke kepala saja, tetapi dengan meletakkan dan menggerakkan tangan atau jari-jari di ata
s kepala atau anggota tubuh lainnya.

5. Membasuh Kedua Kaki beserta Kedua Mata Kaki


Rukun kelima ini berdasarkan oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang ber
bunyi: “…Dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki.” Dua mata kaki termasuk bagian ang
gota tubuh yang harus dibasuh.

6. Tartib
Tartib adalah mendahulukan anggota tubuh yang seharusnya di awal dan mengakhirinya den
gan anggota tubuh yang seharusnya di akhir.

Setelah rukun wudhu selesai dilaksanakan, maka kita harus membaca bacaan doa setelah w
udhu, yang bunyinya:

‫ الّلُهَّم اْج َع ْل ِنْى ِمَن الَّت َّو اِبْي َن َو اْج َع ْلِنْى ِمَن اْل ُم َت َط ِّه ِر ْي َن‬. ‫َأْش َه ُد َأْن ّآلِاَلَه ِإَّالُهللا َو ْح َد ُه َالَش ِر ْي َك َلُه َو َأْش َه ُد َأَّن ُمَح َّم ًد اَع ْب ُد ُه َو َر ُسْو ُلُه‬

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, da
n aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah
aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk dala
m golongan orang-orang yang bersuci (saleh).”

III .Tayammum
Pengertian Tayamum
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayamum. Tayamum
secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu ( ‫ )الَقْص ُد‬yang berarti maksud. Sedangkan secara isti
lah dalam syari’at adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan ked
ua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih[1]. Sho’id adalah seluruh permukaan bu
mi yang dapat digunakan untuk bertayamum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tid
ak[2].

Dalil Disyari’atkannya Tayamum


Tayamum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konse
nsus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,

‫َو ِإْن ُكْنُت ْم َم ْر َض ى َأْو َع َلى َس َفٍر َأْو َج اَء َأَح ٌد ِم ْنُك ْم ِمَن اْلَغ اِئِط َأْو اَل َم ْس ُت ُم الِّن َس اَء َفَلْم َت ِجُد وا َم اًء َفَت َي َّمُم وا َص ِعيًد ا َط ِّيًب ا َفاْم َس ُحوا ِبُو ُج وِه ُك ْم‬
‫َو َأْيِديُك ْم ِم ْن ُه‬

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubu
ngan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah den
gan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”.
(QS. Al Maidah [5] : 6).

Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahab
at Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu,

« ‫» َو ُجِع َلْت ُت ْر َب ُتَه ا َلَن ا َط ُهوًر ا ِإَذ ا َلْم َن ِجِد اْلَم اَء‬

“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ) permukaan bum
i sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci[4] (tayamum) jika kami tidak menjum
pai air”.[5]

Media yang dapat Digunakan untuk Tayamum


Media yang dapat digunakan untuk bertayamum adalah seluruh permukaan bumi yang ber
sih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdas
arkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyall
ahu ‘anhu di atas dan secara khusus,

‫ُجِع َلِت اَألْر ُض ُكُّلَه ا ِلى َو ُألَّمِتى َم ْس ِجدًا َو َط ُهورًا‬

“Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) da
n umatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci”.[6]

Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayamum


Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang
dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayamum,
 Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15].
 Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain ya
ng memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan memasak.
 Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin l
ama sembuh dari sakit.
 Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu be
rgerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untu
k berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu shalat.
 Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatka
n air tersebut.

Tata Cara Tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam


Tata cara tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rad
hiyallahu ‘anhu,

‫ َف َذ َك ْر ُت َذ ِل َك‬، ‫ َفَت َمَّر ْغ ُت ِفى الَّص ِعيِد َك َم ا َت َم َّر ُغ الَّد اَّب ُة‬، ‫ َف َلْم َأِجِد اْلَم اَء‬، ‫َبَع َث ِنى َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – ِفى َح اَج ٍة َفَأْج َن ْب ُت‬
‫ ُثَّم َمَس َح ِبَه ا‬، ‫ َفَضَر َب ِبَك ِّفِه َض ْر َب ًة َع َلى اَألْر ِض ُثَّم َنَفَض َه ا‬. » ‫ِللَّن ِبِّى – صلى هللا عليه وسلم – َفَقاَل « ِإَّن َم ا َك اَن َي ْك ِفيَك َأْن َت ْص َن َع َه َك َذ ا‬
‫ ُث َّم َمَس َح ِبِه َم ا َو ْج َه ُه‬، ‫ َأْو َظ ْه َر ِش َماِلِه ِبَك ِّفِه‬، ‫َظ ْه َر َك ِّفِه ِبِش َماِلِه‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku m
engalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaim
ana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut ke
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah
engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permuk
aan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tang
an (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya deng
an tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.[16]

Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,

‫َو َمَسَح َو ْج َه ُه َو َك َّفْيِه َو اِحَد ًة‬

“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.

Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayamum beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut.
 Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian me
niupnya.
 Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
 Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
 Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
 Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saj
a atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu[17].
 Tayamum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats k
ecil.
 Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayamum.

Anda mungkin juga menyukai