Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Ketika Imām Abū Dāwud menyusun kitab Sunan-nya beliau ditanya oleh
penduduk Makkah perihal penyusunan kitab Sunan tersebut, kemudian beliau
menjelaskannya dengan cara menulis sebuah surat (risālah) yang berisikan jawaban
atas pertanyaan peduduk Makkah tersebut. Dalam Risālah inilah beliau menjelaskan
semua hal yang berkaitan dengan bagaimana latar belakang penulisan, sejarah
penulisan, sistematika penulisan, dan isi dari kitab itu sendiri.
Risālah Imām Abū Dāwud ini hanya merupakan sebuah surat yang jauh
berbeda dengan kitab-kitab karangan ulama lain ataupun karangan beliau yang lain
yang terdiri dari banyak jilid, sedangkan risālah ini hanya terdiri dari beberapa
lembar. Dalam risālah ini beliau tidak hanya menulis jawaban atas pertanyan
penduduk Makkah perihal kitab Sunan, akan tetapi beliau juga menerangkan
beberapa istilah-istilah yang beliau gunakan dalam menulis kitab Sunan.
1
Abu Dawud as-Sijistani, Sunan Abi Dawud, juz 1, (Beirut: Dār al-Fikr, 1424H/2003M), hlm 9.
1
memahami istilah dan rumus tersebut maka seakan dia telah memahami ibarat dari
isyarat, pintu tidak akan ditutup untuknya dan tidak ada halangan antaranya dalam
memahami apa yang tertutup. Seperti seseorang yang ingin memasui sebuah istana
atau kota dan ditangannya ada peta geografisnya.
Salah satu dari istilah itu adalah istilah “Sakattu ‘anhu”, yaitu ḥadīts-ḥadīts
yang tidak ada komentar dari Imām Abū Dāwud di dalam kitab Sunan-nya, istilah ini
juga dijelaskan oleh beliau di dalam Risālah-nya:
ً وما لم أذكر فيو شيئا، ومنو ما ال يصح سنده، وىن شدي ٌد فقد بينتو ٍ
ٌ (ما كان في كتابي من حديث فيو
2
)فهوصالح
“Setiap ḥadīts yang terdapat di dalam kitab-ku (Sunan) yang derajatnya wahn syadīd
(Dha’īf), maka itu telah aku jelaskan ataupun yang sanadnya tidak shahīh, dan apa-
apa yang jelaskan, maka itu adalah shalīh.”
3
""ذكرت فيها الصحيح وما يشابهو وما يقاربو وما لم أذكر فيو شيئاً فهو صالح
“Telah saya sebutkan didalamnya (Sunan) ḥadīts-ḥadīts yang Shahīh, atau yang
serupa dengannya, atau yang mendekatinya, dan yang tidak saya sebutkan
(komentari), maka itu Shalīh”
ِ ِِ ٍ ِ ِ ِ ِ
ْ َما َكا َن في كتَابِي َى َذا م ْن َحديث فيو َو َى ٌن َشدي ٌد بَيَّ نْتُوُ َوَما ل:ال
َم َ َالص ََل ِح َع ْن أَبِي َد ُاود أَنَّوُ ق
َّ َرَواهُ ابْ ُن
“Diriwayatkan dari Ibn Shalāh dari Imām Abū Dāwud, dia berkata : “Setiap ḥadīts
yang terdapat dikitabku ini yang derajatnya Wahn Syadid ( Dha’if ), maka telah aku
jelaskan, dan apa-apa yang belum ku jelaskan, maka itu Shalīh”
2
Abu Dāwud as-Sijistāni, Risālah Abi Dāwud ilā Ahli Makkah fi Washfi as-Sunan (Beirut: al-
Maktabah al-Islamiy, 1405 H), hlm 27.
3
Ahmad Syakir, Syarh Alfiyah al-Suyuthi, juz 1, ( Beirut : Maktabah Ibn Taimiyah, t.thn ), hlm, 80.
4
al-Syaukani, Nail al-Authar, Juz 1, ( Beirut : Dār al-Ma‟arif, 2003 ), hlm 25.
2
Kesimpulan yang bisa kita petik dari apa yang disampaikan oleh Imām Abū
Dāwud tersebut adalah :
1. Bahwa segala ḥadīts yang berstatus Shahīh, Hasan, dan Dha’if telah beliau
jelaskan di dalam kitab Sunan-nya.
2. Ḥadīts yang tidak beliau beri komentar, maka ḥadīts itu adalah Shalīh.
Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah, apa yang dimaksud dengan Shalīh
tersebut? Apakah Shalīh disini kita artikan sebagai “baik” atau ada makna lain? Ada
sebuah riwayat yang dapat kita jadikan perbandingan :
5
ما سكت عنو فهو حسن: ًعن أبي داود أيضا
Imām Abū Dāwud juga berkata : “Apa-apa yang aku tidak komentari maka
itu Hasan”
Jika kita perhatikan, terjadi perbedaan penilaian oleh Imām Abū Dāwud itu
sendiri. Pada riwayat pertama yang penulis bawakan, Imām Abū Dāwud
menyebutkan bahwa ḥadīts-ḥadīts yang tidak beliau komentari, maka itu Shalih, dan
pada riwayat kedua, beliau menyebutkan bahwa ḥadīts-ḥadīts yang tidak beliau
komentari adalah Hasan. Mungkin dapat kita pahami bahwa kata Shalih tersebut
diinginkan oleh Imam Abū Dāwud adalah Hasan. Sebagaimana hal tersebut sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh al-Imam Ibn Katsir :
6
. وما سكت عنو فهو حسن
3
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas maka penulis
merasa perlu menela‟ah lebih dalam lagi mengenai istilah Sakattu ‘Anhu Abū Dāwud
sebagaimana disebutkan dalam kitab Sunan-nya. Dan merangkumnya dalam sebuah
tulisan yang berjudul : “STUDY TERHADAP MAKNA ISTILAH SAKATTU
‘ANHU DALAM RISĀLAH IMĀM ABŪ DĀWUD”.
1.3.1 Bagaimana pendapat ulama tentang makna istilah Sakattu ‘Anhu yang
disampaikan oleh Imām Abū Dāwud dalam kitab Risalah-nya?
1.3.2 Bagaimana status ḥadīts- ḥadīts yang tidak dikomentari oleh Imām Abū
Dāwud?
4
1.4.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara keilmuan
maupun institusional. Yang mana, secara keilmuan, kajian ini diharapkan
dapat memberi wawasan bahwa para ulama memiliki banyak istilah dalam
kitab-kitab yang mereka tulis baik isitilah itu di ungkapkan sendiri maupun
yang diungkapkan oleh ulama yang datang sesudahnya, salah satunya adalah
Imām Abū Dāwud dengan istilah beliau Sakata ‘Anhu. Dan secara
institusional, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan
islam khususnya tentang pemahaman terhadap istilah Sakata ‘Anhu Abū
Dāwud. Untuk menambah khazanah keilmuan Islam, khususnya tentang
kajian-kajin istilah-istilah dalam ilmu ḥadīts.
Jadi, maksud dari judul skripsi ini adalah kajian tentang makna istilah Sakattu
‘Anhu yang disampaikan oleh Imām Abū Dāwud meliputi penafsiran istilah tersebut
menurut para ulama.
5
1.7 Metodologi Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini diklasifikasikan kepada dua kategori, data
primer9 dan data sekunder10, diantaranya:
6
1.7.2.2 Data sekunder adalah data yang dapat mendukung dan
memperkuat data primer. Data-data sekunder diambil dari
sumber bacaan yang relevan dengan penelitian ini, baik itu
dari kitab atau buku-buku ulumul ḥadīts, serta buku lain yang
berkaitan dengan judul penelitian. Seperti: kitab Muqaddimah
Ibnu Shalah karya Ibnu Shalah, Siyar A’lam an-Nubala’
karya az-Zahabi.
7
tahammul wa al-ada’ yang dapat digunakan atau
pendapat yang lain yang menjelaskan bahwa
sanad tersebut saling bertemu.
1.7.4.2.2 Mu’asyarah (sezaman) antara satu sanad dengan
sanad yang lainnya, hal ini dapat dilihat dari
tahun lahir dan tahun wafat masing-masing
sanad.
Selain dari bab pertama yang memuat informasi tentang seluk beluk
penelitian (pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang, alasan pemilihan
judul, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penelitian),
Bab kedua memaparkan seputar Imam Abū Dawud, mencakup biografi serta
situasi kondisi sejarah yang melatari kehidupan Imām Abū Dāwud dan perjalanan
beliau dalam menimba ilmu.
Bab ketiga penulis memapakar khusus tentang Risalah Imām Abu Dawud,
mulai dari latar belakang penulisan, isi, sistematika penulisan.
Bab kelima, merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran
dari apa yang terdapat mulai bab 1 hingga bab 4 yang dapat dijadikan dasar kajian
berikut.