Anda di halaman 1dari 3

Reza merupakan admin arisan online "Pelangi Berwarna", setelah bulan ke-5

berjalan arisan Reza diketahui melarikan uang arisan sebesar 25 juta rupiah, setelah
akan dilaporkan kekepolisian oleh anggota arisan lainnya diselidiki ternyata Reza
merupakan Siswi SMA yang masih berusia 17 tahun.

Pertanyaan Diskusi : Dapatkah anggota arisan melaporkan Reza untuk diminta


pertanggung jawabannya dan bagaimana peran hukum perdata dalam kasus ini ?

Jawab :

Dari kasus diatas dapat dikategorikan ke dalam dua situasi sebagai berikut :

1. Reza hanya bertindak sebagai admin arisan online Pelangi Berwarna , yang
berumur 17 tahun.

Di dalam suatu arisan online , terdapat pemilik (owner) arisan online yang bisa
sekaligus bertindak sebagai admin, ataupun yang berdiri sendiri dan mempekerjakan
seorang admin.
Dalam hal ini, admin (Reza) yang dipekerjakan oleh pemilik (owner) arisan online
tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara perdata. Namun pemilik arisan
tersebutlah yang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Ketika peserta arisan telah sepakat untuk mengadakan suatu arisan dengan nilai
uang tertentu dan dalam periode waktu tertentu, maka sebenarnya dalam arisan
tersebut telah terjadi suatu perjanjian. Termasuk apabila kesepakatan tersebut
dibuat antara peserta arisan dengan owner.

Arisan diakui sebagai perjanjian walaupun seringkali dilakukan berdasarkan kata


sepakat dari para pesertanya tanpa dituangkan dalam suatu surat perjanjian. Hal ini
berhubungan dengan syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH
Perdata yang tidak mensyaratkan perjanjian harus dibuat secara tertulis.
Sehingga, terhadap perjanjian dalam arisan yang berbasis online, berlaku
ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
iktikad baik.

Pasal tentang wanprestasi dapat Anda temukan dalam Pasal 1243 KUH
Perdata yang berbunyi:
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai
untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui waktu yang telah ditentukan
Adapun debitur dapat dikatakan melakukan wanprestasi manakala:
1. tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan;
2. memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana mestinya;
3. memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan; dan
4. melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang telah disepakati.

Namun untuk membuktikan bahwa owner arisan online telah melakukan


wanprestasi, member arisan harus melakukan teguran (somasi) kepada owner.
Somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
teguran atas kelalaian yang telah disampaikan kreditor kepadanya. Dalam somasi
tersebut, kreditor menyatakan kehendaknya bahwa perjanjian harus dilaksanakan
dalam batas waktu tertentu.

Selanjutnya, dasar hukum somasi dapat ditemukan dalam Pasal 1238 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah,
atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu
bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan. Surat perintah atau somasi dapat dijadikan dasar untuk
menentukan pada saat kapan seorang debitur dinyatakan wanprestasi.

Jika owner arisan tetap tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang ia


janjikan, barulah dapat timbul konsekuensi yuridis wanprestasi yang dapat diajukan
suatu tuntutan kepada debitur berupa:
1. Pembatalan perjanjian dengan akibat kedua belah pihak kembali pada
keadaan sebelum perjanjian diadakan.
2. Pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi yang timbul karena debitur
melakukan wanprestasi. Adapun menurut Pasal 1246 KUH Perdata, ganti
kerugian terdiri dari 3 unsur:
a. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata
telah dikeluarkan;
b. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur;
c. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan
oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
3. Pemenuhan kontrak, di mana kreditur hanya meminta pemenuhan prestasi
saja dari debitur.
4. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi. Selain menuntut pemenuhan
prestasi, kreditur juga menuntut ganti rugi kepada debitur.
5. Menuntut penggantian kerugian saja.
Dalam kasus ini, seluruh member berhak atas penggantian biaya, kerugian dan
bunga berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata, yang dibebankan kepada owner /
pemilik arisan online.

2. Reza bertindak sebagai admin dan sekaligus pemilik arisan online Pelangi
Berwarna :

Perlindungan hukum akan penggantian kerugian yang dialami pihak ketiga ini
sejatinya diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) yang setidaknya memerintahkan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum
dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, wajib mengganti kerugian tersebut.
Menurut Pasal 1367 ayat (2) KUH Perdata pula, setidaknya ada dua syarat yang
membuat orang tua harus melakukan tanggung gugat terhadap perbuatan anaknya
yang masih di bawah umur.
Kedua syarat itu antara lain adalah sang anak harus bertempat tinggal di tempat
yang sama dengan orang tua atau walinya, kemudian syarat yang kedua adalah
orang tua atau walinya melakukan perwakilan atas anak-anaknya yang masih di
bawah umur tersebut (Moegni Djojodirdjo, 1982).

Akan tetapi, Pasal 1367 ayat (2) KUH Perdata mengenai tanggung gugat orang tua
secara normatif bisa untuk diberlakukan, sebab Pasal 1367 ayat (4) KUH Perdata
memberikan pengecualian sebagai berikut:
“Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua, guru sekolah atau
kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat
mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab.”

Mengenai rumusan pasal ini, belum ada perluasan pembuktian yang jelas tentang
bagaimana orang tua bisa terbebas dari tanggung gugat atas perbuatan melawan
hukum anak mereka, selain kedua syarat pada Pasal 1367 ayat (2) KUH Perdata,
maupun penjelasan lebih lanjut di dalam peraturan perundang-undangan atau di
literatur hukum terbaru Indonesia. Penilaian akan tanggung gugat orang tua di
Indonesia hingga saat ini selalu bersifat kasuistis dan bergantung pada pendapat
hakim yang mengadilinya.

Anda mungkin juga menyukai