Redaksi:
Jl. Haji Montong No. 57 Ciganjur Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630
Telp. (Hunting): (021) 7888 3030;
Ext.: 213, 214, dan 216
Faks. (021) 727 0996
E-mail: redaksi@mediakita.com
Pemasaran:
PT Transmedia Distributor
Jl. Moir Kahfi II No. 2 A
Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Telp. (Hunting): (021) 7888 000:
Faks: (021) 7888 2000
Email: pemasaran@transmediapustaka.com
Besari Fiersa
Konspirasi Alam Semesta/Fiersa Besari: penyunting, Juliagar R. N.;-cet.1-Jakarta:mediakita,
2017 vi +238 hlm.; 13x19 cm
ISBN 98-979-794-535-0
Novel ini berkisah tentang perjalanan hidup dan cinta sepasang pemuda, dalam
menjalani kehidupannya yang penuh lika-liku dan berbagai tantangan
dipertengahan usia 20-an
Tema novel Konspirasi Alam Semesta karya Fiersa Besari terdiri dari tema
utama dan dan tema tambahan. Unsur tema ini didukung oleh pelukisan latar yang
berhubungan dengan tokoh utama.
2. Amanat
Pesan yang dapat kita ambil dari novel ini adalah kepercayaan jika segala
sesuatu yang terjadi di duni aini sudah ada yang mengaturnya sesuai dengan
waktunya. Sebagai manusia kita hanya bisa mensyukuri dan melakukan segala
sesuatu yang bisa kita lakukan atau terus melakukan upaya terbaik selama hidup
kita.
Selain itu sebagai makhluk sosial hendaknya kita sebagai manusia untuk saling
membantu dan sebagai sebangsa hendaknya kita juga ikut merasakan apayang
dirasakan saudara sebangsa dan setanah air Indonesia.
Sebagai manusia kita juga terlahir dengan segala kelebihan dan kekurangan,
tidak ada manusia sempurna di dunia ini. Oleh kaena itu sebagai manusia dengan
segala kekurangan tidaklah baik jika kita masih memandang orang dengan sebelah
mata . karena di balik kekurangan pasti ada banyak kelebihan.
3. Alur
Pada Novel Konspirasi Alam semsta ini menggunkan Alur Maju, struktur cerita
ditulis secara sistematis sesuai alur cerita maju
Cerita dalam novel ini ditulis dari awal pertemuan kedua tokoh utama lalu
timbul berbagai konflik, mereka menjadi sepasang kekasih, perlahan satu-persatu
masalah usai, semua masalah selesai hingga mereka terpisahkan.
4. Tokoh
Tokoh Utama :
Juang Astrajingga
Ana Tidae
Tokoh Kedua :
Ayah Juang
Ibu Juang
David Gunawan
Dude Ginting
Fatah Dublajaya
Tokoh Pembantu:
Andikha Embara
Budi Priadi
Mace Fransiska
Pace Johan
Face Felix
Deri Ismail
Camar
5. Penokohan
Juang Astrajingga: Pemuda dengan jiwa yang bebas yang menyukai tantangan
dan sosok keras kepala. Juang merupakan anak sulung dengan seorang adik laki-
laki yang lahir dikeluarga sederhana yang terseret-seret dicap “kiri” (Hal, 16-17)
Ana Tidae: Gadis cerdas, lembut, dan berparas menawan. Lahir sebagai anak
tunggal dari ayah yang cerda dan ibu yang cantik (Hal, 30-31)
Ayah Juang: Seorang dengan sikap keras. Merupakan seorang yang memegang
peran ayah yang selalu keras terhadap Anak-anaknya. (Hal,16-17)
Ibu Juang: wanita sederhan yang penyayang terhadap anak-anaknya. Merupakan
ibu yang akan berjuang melakukan apapun demi anak-anak dan keluarganya.
(Hal, 105)
David Gunawan: sosok lelaki yang tampak keras diluar namun lembut di dalam.
Ayah Ana merupakan sosok yang sangat peduli dan mencintai putri nya.
(Hal,42-45)
Fatah Dublajaya: Sosok anak yang penurut. Fatah merupakananak yang selalu
mengikuti saran atau pendapat orang tuanya terutama ayahnya. (Hal, 105-106)
Dude Ginting: Berjiwa sosial tinggi dan bersahabat. Sosok yang pandai mencari
peluang dalam usaha juga orang yang berjiwa sosial dan bersahabat. (Hal,18)
Deri Ismail: Tampan dan sopan. Sosok tampan yang terlihat sopan ternyata
bukan sosok setia. (Hal,127)
Camar: Gadis cantik bersikap terang-terangan. Merupakan sosok ekspresif yang
terang-terangan dan tidak dapat mengendalikan diri. (Hal, 125-126)
6. Latar
1. Latar Tempat
Pasar Palasari Bandung
“BANDUNG sedang berangkat menuju senja tatkala seorang lelaki kumal
menyusuri lorong Palasari, surga kecil bagi para pemburu buku.” (hal, 1)
Bandar Udara Sentani
“Sewaktu kain penutup mata kami bertiga dibuka entah bagaimana caranya,
kami telah tiba di Bandar Udara Sentani, Pace Johan menjabat tangan Budi
dan Andika, padaku ia memeluk, aku menepuk-nepuk lengan besarnya” (hal,
92)
Rumah Sakit
“sedang tidur, kata Dokter, akan lebih baik semisal Ana di opname barang
semalam disini, biar enggak banyak bergerak dan bisa menerima asupan gizi
yang cukup,” jelas David (hal, 154)
2. Latar Waktu
Malam
“Ketika sore resmi menjadi malam, tenda telah terbangun, api unggun kecil
telah dibuat dan makan malam telah disajikan. Gadis itu duduk diatas batu”
(hal, 47)
Siang
“Mentari tak lagi bersahabat dengan Ana, Dokter sudah mewanti-wanti agar
ia tidak melakukan kontak langsung dengan teriknya. Namun, Ana bukan
makhluk nokturnal, dan perkuliahannya tidak berlangsung pada malam hari.”
(hal, 124)
Pagi
“Sinar sang fajar memaksa Ana terjaga dari lelap, Ia menilik seorang lelaki
yang tertidur dengan kepala telungkup di sudut ranjangnya.” (hal, 156)
3. Latar Suasana
Bahagia
“Juang hanya membalas dengan titik dua dan kurung tutup, padahal di kamar
indekosnya, ia sedang melompat-lompat kegirangan” (hal, 21)
Kaget
“Juang terbelalak saat membaca surel yang baru saja masuk ke komputernya,
ia mencubit lengannya sendiri, membuktikan bahwa dirinya tidak sedang
bermimpi.” (hal, 55)
Sedih
“Fatah berteriak memenuhi kehampaan lorong. Bapak Cuma mengembus
napas panjang, sembari menggeram, Juang terduduk lemas di bangku besi
yang memanjang” (hal, 118)
7. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga
menggambarkan setiap tokoh berdasarkan sudut pandangnya. Penggunaan sudut
pandang penulis sebagai pihak ketiga terasa ganjil dengan penyertaan cuplikan
surat balas berbalas antara Juang maupun Ana. Dimana dalam sudut pandang ini
penulis meletakkan tokoh utama sebagai orang dengan kata ganti orang ketiga,
yakni “ia” atau “dia”. Dalam sudut pandang orang ketiga, penulis seolah-olah
berada di luar cerita yang mengisahkan cerita tokoh utama kepada pembacanya.
8. Gaya Bahasa
Hiperbola:
Siang membakar kota (Besari, 2017: 4). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai
gaya bahasa hiperbola kerena terkesan melebih-lebihkan cuaca panas dengan
kata membakar. Pada kata membakar secara leksikal bermakna menghanguskan;
memanggang, yang biasanya digunakan untuk membakar makanan contohnya,
ayam; ikan. Adapun secara semantis kata membakar dalam kutipan siang
membakar kotabermakna cuaca yang sangat panas di siang hari.
Satire:
Ayah yang menunduk dihadapan negara Cuma bisa bersikap keras dihadapan
anak-anaknya (Besari, 2017 :17). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya
bahasa satire, karena mengandung kritik tentang kelemahan manusia, dalam hal
ini kritik tentang kelemahan seorang ayah. Maksudnya, ayah yang hanya bisa
bersikap keras dihadapan anaknya namun lemah dihadapan negara.
Sinisme:
Hebat ya. Ibumu sakit, datang-datang kamu mau kenalkan kami sama orang
asing (Besari, 2017: 103). Kalimat tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
sinisme, karena menggunakan hal yang berlawanan dengan tujuan agar orang
tersindir secara lebih tajam dan menusuk perasaan, dalam hal ini terdapat pada
kata hebat. Kata hebat secara leksikal bermakana bagus, amat sangat, yang biasa
digunakan untuk menyanjung.Adapun secara semantis kata hebat dalam kutipan
Hebat ya. Ibumu sakit, datang-datang kamu mau kenalkan kami sama orang
asing bermakna kesal, marah dengan maksud melontarkan kata yang berlawanan
atau biasa disebut gaya bahasa sinesme untuk menyindir.
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. Iman Akbar
2. Nelson Surya Praja
3. Yuda Herdiansyah
4. Andika Harmun
5. Rangga Pangestu
6. Teuku Ferdiansyah
KELAS :
XII. TKRO.2
SMK NEGERI 1 PRABUMULIH