Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk dan mempertahankan struktur
sosial yang hierarkis dalam masyarakat. Tingkat pendidikan seseorang sering kali menjadi
indikator utama dari status sosial mereka, dan akses terhadap pendidikan dapat
memengaruhi kesempatan dan hasil hidup seseorang.
Pendidikan yang berkualitas dan akses terhadap pendidikan sering kali tidak merata
di dalam masyarakat. Individu dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah atau
kelompok minoritas mungkin menghadapi hambatan dalam akses terhadap pendidikan
yang berkualitas karena keterbatasan ekonomi, sosial, dan budaya.
Kesenjangan dalam pendidikan, baik dalam hal akses maupun hasil pendidikan,
dapat memperkuat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Individu dari
lapisan sosial yang lebih tinggi cenderung memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan
yang berkualitas dan lebih mungkin untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih tinggi.
Meskipun pendidikan dapat menjadi faktor yang memperkuat atau mempererat stratifikasi
sosial, pendidikan juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk mereduksi
ketimpangan sosial dan memfasilitasi mobilitas sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Stratifikasi sosial?
2. Bagaimana Penggolongan sosial?
3. Bagaimana Golongan sosial sebagai lingkungan sosial?
4. Bagaimana tingkat pendidikan dan tingkat golongan sosial?
5. Bagaimana mobilitas sosial?
6. Bagaimana Pendidikan menurut perbedaan sosial?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Stratifikasi sosial.
2. Mengetahui Penggolongan sosial.
3. Mengetahui Golongan sosial sebagai lingkungan sosial.
4. Mengetahui tingkat pendidikan dan tingkat golongan sosial.
5. Mengetahui mobilitas sosial.
6. Mengetahui pendidikan menurut perbedaan sosial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stratifikasi sosial


Pengertian stratifikasi secara etimologi berasal dari bahasa latin “stratum” yang
berarti lapisan atau tingkat. Dalam konteks sosial stratifikasi merujuk pada proses atau
sistem pembagian masyarakat menjadi berbagai lapisan sosial yang berbeda berdasarkan
status kekayaan, kekuasaan, dan faktor-faktor lainnya.1
Pengertian stratifikasi secara terminologi yakni struktur hierarki dalam masyarakat
yang dibentuk oleh perbedaan status, kekayaan, dan kekuasaan. Ini menciptakan
lapisan-lapisan sosial yang terpisah secara hierarki yang mana individu atau kelompok
di tempatkan pada posisi yang berbeda dalam piramida sosial. Adapun pengertian dari
stratifikasi sosial menurut para ahli, antara lain:
1. Karl Marx: “Stratifikasi sosial sebagai hasil dari konflik kelas antara pemilik modal
dan buruh.” baginya, stratifikasi sosial didasarkan pada kepemilikan sumber daya
produksi dan menghasilkan ketidaksetaraan ekonomi yang menguntungkan dominan.
2. Max Weber: “Stratifikasi sosial terfokus pada faktor-faktor seperti kelas, status, dan
kekuasaan.” Baginya Stratifikasi sosial tidak hanya pada ekonomi, tetapi juga
pada status sosial dan kekuasaan politik yang mempengaruhi akses terhadap sumber
dan kesempatan.
3. Emile Durkheim: “Stratifikasi sosial sebagai hasil kompleksitas dan diferensiasi
masyarakat.” Baginya, stratifikasi adalah bagian alam dari proses pembentukan
Solidaritas sosial, di mana masyarakat terbagi menjadi berbagai fungsi dan posisi yang
saling terkait.
B. Penggolongan sosial
Terbentuknya stratifikasi sosial atau penggolongan sosial terjadi sebab sesuatu yang
dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan beberapa
bentuk stratifikasi sosial semakin beragam. Bentuk konkrit dari stratifikasi sosial dalam
Masyarakat pada prinsipnya kepemilikan dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

Julia Suryakusuma, Stratifikasi sosial di Indonesia: Perspektif Historis dan Kontemporer, (Jakarta:
1

Kompas Media, 2006), h. 33.

2
1. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Stratifikasi sosial ini dikenal dengan sebutan kelas sosial dalam ekonomi
didasarkan pada jumlah kepemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum
klasifikasi kelas sosial ataupun penggolongan sosial terbagi atas tiga kelompok, adapun
tiga kelompok tersebut yakni:
a. Kelas sosial atas, itu kelompok orang yang memiliki kekayaan banyak yang dapat
memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan.
b. kelas sosial menengah yaitu kelompok orang yang berkecukupan yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan pokok primer yaitu sandang, pangan, dan papan.
c. Kelas sosial bawah, yaitu kelompok yang miskin yang belum dapat memenuhi
kebutuhan primer.
Klasifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini sifatnya terbuka, dalam
artian siapapun orang yang dapat menempati kelas sosial tertentu, baik kelas atas, kelas
menengah dan kelas bawah tergantung dari kemampuan orang tersebut dalam bekerja
dan memperoleh kekayaan. orang kaya sewaktu-waktu dapat mengalami kebangkrutan
dan jatuh miskin. Sebaliknya tidak mustahil orang miskin dapat mengubah nasibnya
menjadi orang kaya asal bersedia bekerja dan hidup hemat.
2. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial.
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota
masyarakat dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena
itu, anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati
kelompok lapisan tertinggi.2
Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam satu pola sosial (hubungan
sosial) tertentu. Seperti yang diketahui, bahwa biasanya seseorang tidak hanya memiliki
satu pola sosial melainkan beberapa pola sosial untuk memberikan penilaian apakah
seseorang memiliki status atau kedudukan sosial lebih tinggi atau lebih rendah dalam
kehidupan sosial. Klasifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial dapat dibagi menjadi 5
bagian, antara lain:
a. Kelahiran, yakni status yang diperoleh berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin,
kebangsawanan, ras, dan lain-lain.

2
Abdul Kahar Mudzakkir, Pembangunan dan Stratifikasi sosial di Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Refleksi, 2018), h. 19.

3
b. Kepemilikan, yakni status yang diperoleh berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
c. Kualitas pribadi, status yang diperoleh berdasarkan kualitas kepribadian yang tidak
dimiliki oleh orang lain, seperti kecerdasan, kelembutan, dan sebagainya.
d. Otoritas, status yang diperoleh berdasarkan kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain sehingga bersedia mengikuti segala sesuatu yang diinginkan.
e. Prestasi, status yang diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai, baik dalam hal
berusaha, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
3. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik.
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan masyarakat terbagi
menjadi dua kelompok besar, kelompok lapisan atas, yaitu elite kekuasaan yang disebut
juga dengan kelompok dominan menguasai dan kelompok lapisan bawah, yaitu orang
atau kelompok masyarakat yang dikuasai yang disebut masa atau kelompok
terdominasi terkuasai. Dalam sistem politik, stratifikasi sosial membedakan masyarakat
berdasarkan kekuasaan yang mereka miliki bentuk kekuasaannya ada beberapa tipe,
antara lain:
a. Tipe kasta, Stratifikasi sosial dalam tipe kasta sulit ditembus untuk melakukan
perpindahan status dari atas ke bawah ataupun dari bawah ke atas sangat sulit karena
dipisahkan oleh garis tegas dan kaku. 3
b. Tipe oligarki, stratifikasi sosial dalam tipe oligarki juga memiliki garis pemisah yang
tegas, akan tetapi kedudukan warga masyarakat didasarkan pada kelahiran
(Ascribed Status). Individu diberi kebebasan untuk naik ke lapisan yang lebih tinggi.
c. Tipe demokratis, stratifikasi sosial dalam tipe demokrasi memiliki garis pemisah
antara lapisan fleksibel dan faktor kelahiran untuk mempengaruhi sistem pelapisan
sosial.
4. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria pendidikan.
Kelas sosial dan pendidikan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal tersebut
dikarenakan memiliki tujuan untuk mencapai pendidikan tinggi yang cukup dibutuhkan
berupa uang. Selain itu diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan ketekunan dalam hal
pendidikan tentunya.
5. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria budaya dan suku .

3
Sukardi Rinakit, Sosialisasi Pendidikan: Konsep dan aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2003), h. 98.

4
Setiap budaya dan suku memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda, misalnya
pada suku Jawa terdapat stratifikasi sosial atau penggolongan sosial berdasarkan
kepemilikan tanah. Stratifikasi sosial pada konteks budaya dan suku memiliki keunikan
pada masing-masing daerah tertentu.
C. Golongan sosial sebagai lingkungan sosial
Setiap masyarakat memiliki sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian,
kekayaan, kekuasaan, profesi, dan keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya.
Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut,
pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat, semakin banyak kepemilikan
dan kecakapan seseorang atau masyarakat, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya.
Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama
sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau pemimpin pasti menempati
lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-
apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula
ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya.
dapat juga karena keahlian dan keterampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia
menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerjaan tidak mempunyai
keterampilan apapun.
Golongan sosial sangat menentukan lingkungan sosial seorang individu.
Pengetahuan, kebutuhan, tujuan, sikap, dan watak seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosial individu tersebut tinggal. Individu mempelajari suatu budaya yang telah
ada dan diturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya yang terdapat di lingkungan
individu tersebut tinggal, maka individu dalam golongan sosial tertentu akan menjadi
individu yang sesuai dengan kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendirinya
mengalami kesulitan untuk memasuki lingkungan sosial lain.4
Golongan sosial membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak. Orang
golongan atas akan tinggal di tempat yang elit karena anggota golongan rendah tidak
mampu untuk tinggal di sana, orang akan mencari pergaulan dianggap sama golongan
sosial, meskipun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan sosial.

4
Sunarto, Stratifikasi sosial: Teori, metode, dan kasus di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press,
2013). h. 65.

5
Lingkungan belajar anak tentunya harus diperhatikan secara berkala karena akan
memberikan pengaruh positif atau negatif.
D. Tingkat Pendidikan dan tingkat golongan sosial
Dalam berbagai studi, dusebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang dapatkan
seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya di dalam masyarakat. Menurut
penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan
tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya, meski demikian pendidikan yang tinggi tidak
dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Relasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi karena anak dari
golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pendidikannya sampai perguruan tinggi.
Sementara orang yang termasuk golongan atas beraspirasi agar anaknya tersebut
menyelesaikan pendidikan sampai pendapatan besar, tinggal di rumah elit dan merasa
termasuk golongan atas akan mengusahakan anaknya masuk universitas dan memperoleh
gelar akademis.
Sebaliknya anak yang orang tuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan
mengumpulkan puntung rokok tinggal di gubuk kecil, dapat diharapkan akan
mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi, ada tiga faktor yang mempengaruhi
tingkat pendidikan seorang anak, antara lain:
1. Pendapatan Orang tua.
Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orang tua tentang
Pendidikan anaknya. Sudah selayaknya orang tua yang berada mengharapkan agar
anaknya kelak memasuki perguruan tinggi. Soalnya hanya universitas mana dan jurusan
di samping tentunya kemampuan dan kemauan anak, sebaliknya orang tua yang tidak
mampu tidak akan mengharapkan pendidikan yang tinggi.
Cukuplah bila anak itu menyelesaikan SD, paling-paling SM atau sekolah
menengah. Adakalanya anak itu sendiri mempunyai kemauan keras untuk melepaskan
diri dari pendirian lingkungan dan berusaha keluar dengan segenap tenaga untuk
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Syukur bila ia berbakat, sanggup kerja
sambil belajar dan dapat memperoleh beasiswa.
2. Kurangnya perhatian akan pendidikan di kalangan orang tua.
Faktor lain yang menghambat anak-anak golongan rendah memasuki perguruan
tinggi ialah kurangnya perhatian akan pendidikan di kalangan orang tua. Banyak
anak-anak golongan ini berhasrat untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi akan
tetapi dihalangi oleh ketiadaan biaya. Hanya pula anak-anak yang putus sekolahnya

6
karena alasan finansial. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah,
akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan ekstrakurikuler, dan lain-lain.
3. Kurangnya minat si anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. 5
Kurangnya minat anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dipengaruhi oleh
Perbedaan golongan sosial. Pada tingkat SD belum tampak pengaruh perbedaan
golongan sosial, apalagi kalau kewajiban belum mengharuskan semua anak
memasukinya, akan tetapi pada tingkat sekolah menengah, apalagi pada tingkat
Perguruan tinggi lebih jelas tampak pengaruh perbedaan golongan sosial itu. Perbedaan
Presentasi anak-anak golongan berada atau berpangkat makin meningkat dengan
bertambah tingginya taraf pendidikan dan usia pelajar.
Sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya pendidikan anak tetapi juga
berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang dipilih. Tidak semua orang tua mampu
membiayai studi anaknya di perguruan tinggi. Pada umumnya anak-anak yang orang
tuanya mampu, ia akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar
di perguruan tinggi, sementara orang tua yang mengetahui batas kemampuan keuangan
yang akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya dengan pertimbangan setelah
lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja sesuai dengan keahliannya. 6
E. Mobilitas sosial
Mobilitas sosial adalah perubahan pergeseran peningkatan maupun penurunan status
dan peran keanggotaan. Secara etimologis, kata mobilitas berasal dari kata “mobility” yang
berbahasa Inggris dan artinya aktif, giat, gesit, dan gerak. Mobilitas sosial artinya gerakan
dalam masyarakat. Mobilitas sosial juga merupakan perpindahan posisi seseorang atau
sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan lainnya.
Ada beberapa macam mobilitas sosial yang dapat diamati dan di dapati oleh
masyarakat sekitar yang masing-masing memiliki karakteristik dan contoh-contoh yang
cukup spesifik. Mobilitas sosial memiliki keterkaitan dengan stratifikasi sosial. Adapun
macam-macam mobilitas sosial, antara lain:
1. Mobilitas sosial vertikal.
a. Naik: Mobilitas vertikal naik terjadi ketika individu atau kelompok memperoleh
Posisi atau status sosial yang lebih tinggi dalam hierarki sosial. Contohnya, di saat

5
Soedjatmoko, Stratifikasi sosial dan ketimpangan di Indonesia kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), h. 77.
6
Antonio Arif Priadi, Pendidikan di Indonesia: Kebijakan, Perubahan, dan Tantangan,
(Yogyakarta: Gava Media, 2019), h. 71.

7
seseorang yang mulai dari pekerjaan yang rendah dan kemudian meraih jabatan
eksekutif di sebuah perusahaan.
b. Turun: Mobilitas vertikal turun terjadi ketika individu atau kelompok kehilangan
Posisi atau status sosial yang mereka miliki sebelumnya. Contohnya, di saat
seseorang yang mengalami kebangkrutan dan harus meninggalkan pekerjaannya.
yang sebelumnya dia bekerja sebagai pekerja manual.
2. Mobilitas sosial horizontal.
Mobilitas horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok
orang dalam lapisan sosial yang sama. Dengan kata lain Mobilitas horizontal
merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok
sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Ciri utama Mobilitas horizontal ialah
tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya.
mobilitas sosial horizontal dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:
a. Mobilitas antar wilayah geografis: Mobilitas sosial atau gerak sosial antar wilayah
geografis adalah perpindahan individu atau kelompok orang dari satu daerah ke
ke daerah lainnya, seperti transmigrasi, urbanisasi ,dan migrasi.
b. Mobilitas antargenerasi, secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih
misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya.
Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun
dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu
Sendiri melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi.7
Setiap mobilitas sosial akan menimbulkan peluang terjadinya penyesuaian-
penyesuaian atau sebaliknya akan menimbulkan konflik. Ada beberapa konsekuensi
negatif dari adanya mobilitas sosial vertikal, diantaranya adanya kecemasan akan
terjadi penurunan status bila terjadi mobilitas menurun dan timbulnya ketegangan
dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang meningkat. Di antara dampak
dari mobilitas sosial antara lain:
a. Dampak positif.
Dampak positif dari mobilitas sosial adalah mendorong seseorang untuk lebih
maju. Terbukanya kesempatan untuk pindah dari strata ke strata yang lain akan
menyimpulkan motivasi yang tinggi pada menyimpulkan motivasi yang tinggi pada

7
Ahmad Syafi’i Mufid, Stratifikasi sosial di Indonesia: Fakta dan Ideal, (Jakarta: PT Grafindo
Persada, 2011), h. 116.

8
diri seseorang untuk maju dan berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi
dari sebelumnya.
Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat
ke arah yang lebih baik. Terjadinya mobilitas sosial dalam suatu masyarakat dapat
meningkatkan integrasi sosial, misalnya, ia akan menyesuaikan diri dengan gaya
hidup, nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh kelompok dengan status sosial
yang baru sehingga tercipta integrasi sosial.
b. Dampak negatif.
i. Menimbulkan Konflik antar kelas.
ii. Menimbulkan Konflik antar kelompok sosial.
iii. Menimbulkan Konflik antar generasi.8
F. Pendidikan menurut perbedaan sosial
Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju
dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Akan tetapi sekolah sendiri
tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu, oleh sebab itu banyak daya-daya
diluar sekolah yang memelihara atau mempertajamnya.
Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem sosial, dan jika demikian hanya
timbul pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan itu dalam
kurikulumnya artinya memberikan pendidikan bagi setiap golongan sosial yang sesuai
dengan kebutuhan golongan masing-masing sehingga dapat hidup bahagia menurut
golongan masing-masing.
Berhubung dengan itu juga dipilih guru-guru yang sesuai dengan golongan sosial
murid yang bersangkutan. Pendiri ini didasarkan atas anggapan bahwa sekolah
bagaimanapun juga tidak dapat mengubah struktur sosial sekolah itu dan menerimanya saja
sebagai kenyataan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan itu agar kurikulum relevan.
Tentu saja timbul keberatan terhadap pendirian yang demikian karena dianggap
bertentangan dengan prinsip demokrasi dalam pendidikan.
Cara demikian akan memperkuat golongan sosial dan menghambat mobilitas sosial
yang diharapkan dari pendidikan. Harapan ini tidak mudah diwujudkan, oleh sebab itu,
banyak daya-daya lain diluar sekolah yang menimbulkan stratifikasi sosial yang jauh lebih
kuat dari pada pendidikan formal.

8
Mohammad Agus Yusoff, Stratifikasi sosial dan Mobilitas di Indonesia, (Jakarta: PT Grafindo
Persada, 2015), h. 66.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian stratifikasi baik secara etimologi maupun terminologi mengacu pada
pembagian masyarakat menjadi berbagai lapisan sosial yang berbeda, yang ditentukan
oleh faktor-faktor seperti status, kekayaan, dan kekuasaan. Ini menciptakan struktur
hierarki dalam masyarakat terhadap individu atau kelompok.
2. Stratifikasi sosial atau penggolongan sosial terbentuk karena adanya hal-hal yang
dihargai dan dianggap bernilai dalam masyarakat. Nilai-nilai ini dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman dan teknologi. Hal ini menyebabkan semakin beragam
bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat.
3. Setiap masyarakat memiliki nilai yang dihargai, seperti kepandaian, kekayaan,
kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat, dan lain-lain. Perbedaan
penghargaan terhadap hal-hal tersebut menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan
dalam masyarakat.
4. Tingkat pendidikan tertinggi seseorang dapat digunakan sebagai indikator kedudukan
sosialnya dalam masyarakat. Meskipun terdapat koordinasi yang tinggi antara tingkat
pendidikan dan kedudukan sosial, pendidikan yang tinggi tidak menjamin secara
otomatis kedudukan sosial yang tinggi.
5. Mobilitas sosial dapat diartikan sebagai gerakan dalam masyarakat, yang melibatkan
perpindahan posisi individu atau kelompok dari satu lapisan sosial ke lapisan lainnya.
terdapat berbagai macam mobilitas sosial yang memiliki karakteristik dan beberapa
yang spesifik dan mobilitas sosial memiliki keterkaitan dengan stratifikasi sosial.
6. Pendidikan bertujuan untuk memberdayakan setiap individu agar mencapai potensi
tertinggi dalam diri. namun sekolah tidak mampu menghapus segala batasan tingkatan
sosial tersebut, karena faktor di luar sekolah yang mempengaruhi stratifikasi sosial.
B. Saran
Kami sangat berharap dengan tersusunnya makalah yang telah kami buat ini dapat
menjadi penunjang proses pembelajaran di dalam kelas. Dalam makalah ini juga tidak
hanya sekedar ilmu saja, akan tetapi ada banyak sekali pelajaran yang terdapat di dalamnya
yang penting dan bagus.

10
DAFTAR PUSTAKA

Agus Yusoff, Mohammad. (2015). Stratifikasi sosial dan Mobilitas di Indonesia. Jakarta: PT
Grafindo Persada.
Arif Priadi, Antonio. (2019). Pendidikan di Indonesia: Kebijakan, Perubahan, dan Tantangan.
Yogyakarta: Gava Media.
Kahar Mudzakkir, Abdul. (2018). Pembangunan dan stratifikasi sosial di Indonesia. Surabaya:
Pustaka Refleksi.
Rinakit, Sukardi. (2003). Sosialisasi pendidikan: Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sunarto. (2013). Stratifikasi sosial: Teori, metode, dan kasus di Indonesia. Jakarta: Rajawali
Press.
Suryakusuma, Julia. (2006). Stratifikasi sosial di Indonesia: Perspektif Historis dan
Kontemporer. Jakarta: Kompas Media.
Soedjatmoko. (2008). Stratifikasi sosial dan ketimpangan di Indonesia kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syafi’i Mufid, Ahmad. (2011). Stratifikasi sosial di Indonesia: Fakta dan Ideal. Jakarta: PT
Grafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai