Anda di halaman 1dari 7

Penambangan Sirtu Dalam Lingkup Etika Lingkungan di Desa

Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa


Tengah
Gregorius Oktaviano Purnama Dewa

1)Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta, Jl. SWK No.104, Sleman 55283, Indonesia
a)
Corresponding author: gregeoenviro@gmail.com

Abstract. Kabupaten Klaten adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah dengan potensi sumber
daya alam yang cukup melimpah, salah satunya adalah ketersediaan bahan galian, yang dihasilkan dari proses
vulkanisme. Sumberdaya bahan galian tambang di daerah Klaten salah satunya adalah pasir dan batu. Ketersediaan
bahan galian ini merupakan salah satu dampak positif dari adanya aktivitas vulkanik yang berperan sebagai stok
material. Salah satu gunung berapi aktif di Indonesia yang berperan sebagai produsen bahan galian ini adalah Gunung
Merapi. Adanya aktifitas vulkanik berupa erupsi pada Gunung Merapi menimbulkan material vulkanik yang
dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai sumber pencaharian dengan dilakukan kegiatan penambangan. Dalam proses
penambangan sumberdaya alam ini harus memperhatikan aspek lingkungan agar tidak menimbulkan dampak yang
merugikan bagi masyarakat, salah satunya adalah bencana gerakan massa tanah dan batuan. Bencana gerakan massa
tanah dan batuan atau dikenal sebagai Tanah Longsor merupakan hal yang sangat rentan terjadi di Indonesia. Adanya
bencana ini merupakan pengaruh dari kondisi hidrometeorologi yang dikontrol oleh kondisi geologi baik aspek
geoteknik lereng maupun curah hujan dan pemanfaatan lahan serta kegiatan manusia pada daerah sekitar lereng.
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir intensitas terjadinya bencana gerakan massa tanah dan batuan di Indonesia
kian meningkat, khususnya di daerah Kemalang Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Pengambilan sumber daya
alam ini dilakukan dengan salah satunya melalui metode penambangan. Penambangan umumnya memiliki dua sistem
penambangan, yakni sistem penambangan terbuka dan sistem penambangan bawah tanah/tertutup. Penambangan
dengan sistem terbuka akan menyebabkan perubahan terhadap morfologi maupun tata guna fungsi lahan di wilayah
yang dimanfaatkan sebagai lahan pertambangan untuk mengeksploitasi sumber daya alam tersebut. Kegiatan
penambangan merupakan serangkaian kegiatan pengambilan bahan galian yang bernilai ekonomis, dimana kegiatan
ini akan bersinggungan langsung dengan lingkungan hidup, baik di awal kegiatan maupun di akhir kegiatan harus
memperhatikan keberlangsungan aspek lingkungan. Namun pada proses kegiatan kerap kali ditemukan lahan tambang
yang tidak memperhatikan pengelolaan lereng sehingga dapat menimbulkan kerugian baik dari kerusakan aspek
lingkungan, permasalahan sosial, serta faktor keselamatan bagi masyarakat disekitar lahan tambang.
Keywords: Antroposentrisme, Sirtu, Pertambangan, Gerakan Massa

PENDAHULUAN
Lingkungan hidup seiring berjalan nya waktu terus mengalami kerusakan. Penurunan kualitas
lingkungan hidup sering terjadi akibat aktivitas manusia. Kegiatan atau aktivitas manusia yang
menyebabkan kerusakan lingkungan biasanya dikarenakan manusia memiliki paham
antroposentrisme. Menurut Yasser (2014), Antroposentrisme adalah cara pandang seorang atau
sekolompok manusia yang menekankan pada peran sentral manusia sebagai penguasa dan
eksploitasinya terhadap alam semesta. Kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang tidak
ada habisnya. Berbagai masalah lingkungan yang terjadi disebabkan oleh kurang nya penerapan
etika lingkungan biosentrisme dan ekosentrisme. Paham biosentrisme yaitu teori etika lingkungan
yang berfokus pada menilai biosfer, yaitu unsur-unsur dari lingkungan alam, dan berfokus pada
konsekuensi dari kerusakan lingkungan atau perbaikan ekosistem untuk hewan, tumbuhan, dan,
secara umum (Margoni & Surian, 2017). Sedangkan Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori
biosentrisme yang diperluas. Ekosentrisme mencakup seluruh komunitas ekologis, baik yang
hidup maupun tidak, makhluk ekologis dengan objek abiotik lainnya terhubung satu sama lain
(Sarah & Hambali, 2023).
Negara Indonesia memiliki kekayaan alam salah satunya adalah bahan galian pasir dan batu
(sirtu) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk di eksploitasi seperti yang terjadi pada
desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tegah. Kegiatan
penambangan yang dilakukan masyarakat memiliki pengaruh yang berdampak langsung ke
lingkungan. Permasalahan pokok dari kegiatan tambang rakyat adalah sistem tambang terbuka
yang dilakukan tanpa adanya perencanaan, sehingga banyak dijumpai kerusakan lingkungan yang
berdampak pada daerah sekitar tambang (Muntaha, 2016). Berdasar pada Keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik di Lampiran VI Pedoman
Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang serta Pascaoperasi pada Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, serta disesuaikan dengan arahan peruntukkan lahan yang tertera di RTRW
Kabupaten Klaten yakni sebagai lahan perkebunan.
Berdasarkan pernyataan sebelumnya pengambilan sumber daya alam ini dilakukan dengan
salah satunya melalui metode penambangan. Penambangan umumnya memiliki dua sistem
penambangan, yakni sistem penambangan terbuka dan sistem penambangan bawah tanah/tertutup.
Penambangan dengan sistem terbuka akan menyebabkan perubahan terhadap morfologi maupun
tata guna fungsi lahan di wilayah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertambangan untuk
mengeksploitasi sumber daya alam tersebut. Kegiatan penambangan merupakan serangkaian
kegiatan pengambilan bahan galian yang bernilai ekonomis, dimana kegiatan ini akan
bersinggungan langsung dengan lingkungan hidup, baik di awal kegiatan maupun di akhir kegiatan
harus memperhatikan keberlangsungan aspek lingkungan (Muntaha, 2016). Namun pada proses
kegiatan kerap kali ditemukan lahan tambang yang tidak memperhatikan pengelolaan lingkungan
sehingga dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan aspek lingkungan, permasalahan sosial,
serta faktor keselamatan bagi masyarakat disekitar lahan tambang, masih terdapat ketidaksesuaian
penerapan sistem penambangan di Desa Balerante dengan teori etika lingkungan ekosentrisme.
Dilihat dari dampak yang telah terjadi, banyak dari kegiatan penambangan menimbulkan degradasi
lingkungan salah satunya gerakan massa tanah, serta polusi lingkungan yang berdampak terhadap
kehidupan makhluk hidup secara secara langsung. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana Dampak Penambangan Sirtu yang dilakukan masyarakat
Dalam Lingkup Etika Lingkungan.
Gambar 1. Peta Administrasi Desa Balerante

METODE PENELITIAN

Penelitian kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan.
penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak dimulai dari teori yang telah dipersiapkan
sebelumnya, tetapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami (Strauss & Corbin, 2003).
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yang nantinya akan menghasilkan data
berupa data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang serta berdasarkan pengamatan secara
langsung di lapangan. Dalam penelitian ini diperlukan dua sumber data sebagai dasar maupun
penunjang penelitaian, yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dari lapangan, di mana lapangan sebagai sumber data utama. Data sekunder
dapat dikatakan sebagai suatu sumber data yang diperoleh melalui media perantara atau yang
secara tidak langsung seperti instansi, buku, jurnal serta artikel.
Data dalam penelitian didapatkan dari wawancara yang dilakukan kepada dua pihak yaitu
pelaku kegiatan penambangan dan warga yang tinggal di sekitar tambang. Wawancara dilakukan
secara langsung di lapangan. Metode dilakukan untuk mengetahui dampak kegiatan pertambangan
dan kepemilikan lahan, yang digunakan sebagai data penunjang dalam pertimbangan penataan
lahan..

PEMBAHASAN
RUANG LINGKUP TAMBANG PASIR DAN BATU (SIRTU)
Desa Balerante merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Kemalang yang berbatasan
dengan Taman Nasional Gunung Merapi; di sebelah timur berbatasan dengan Sungai Woro; pada
sebelah barat berbatasan dengan Desa Glagaharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta; dan di sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Panggang. Secara geografis, Desa Balerante terletak pada
koordinat 7°35'46" - 7°35'54" Lintang Selatan dan 110°28'1" - 110°28'11" Bujur Timur.
Sedangkan berdasarkan UTM (Universal Transverse Meractor), terletak pada koordinat 441198 –
441464 mT dan 9160030 – 9160299 mU. Desa Balerante memiliki kekayaan sumberdaya alam
berupa material vulkanik, karena letaknya yang sangat strategis sehingga daerah ini berfungsi
sebagai kantung material letusan Gunung Merapi, hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh
warga sekitar dengan melakukan aktifitas penambangan secara terbuka di daerah ini. Lahan
tambang pasir dan batu yang berada di Desa Balerante ini memiliki kondisi lereng yang cukup
terjal yang tidak dikelola dengan baik. Terdapat banyak kondisi lereng tambang pada daerah
sekitar yang tidak dikelola dengan baik salah satu yang dijumpai keberadaannya sangatlah
berdekatan dengan pemukiman warga. Kegiatan penambangan yang dilakukan warga sekitar desa
tersebut kurang memperhatikan aspek keamanan terutama kondisi geometri lereng, serta bila
ditinjau lebih lanjut lahan pertambangan ini tidak memiliki izin, sehingga tidak memiliki
perencanaan tambang yang baik Salah satu kondisi lereng bekas kegiatan penambangan yang
ditemui pada daerah ini dibiarkan begitu saja dengan lokasi yang sangat berdekatan dengan
pemukiman warga, tanpa adanya pengelolaan ataupun penataan sehingga terjadi gerakan massa
tanah berupa runtuhan material. Hal ini didukung dengan adanya kasus kelongsoran lereng
tambang yang berakibat fatal pada tahun 2022 lalu di daerah sekitar lahan penambangan tersebut
terjadi gerakan massa tanah dan batuan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa serta kerusakan
alat berat sehingga juga berdampak pada kerugian material.

Gambar 2. Kondisi Lereng Tambang

Kegiatan penambangan yang berlangsung pada daerah penelitian dilakukan secara open
pit atau tambang terbuka. Kegiatan ini dimulai dari pembukaan lahan dimana lahan yang di
tambang berada pada sekitar pemukiman. Tahapan kedua setelah pembukaan lahan adalah dengan
penggalian material, kondisi penggalian material pada daerah peneilitian menggunakan alat berat
sehingga menimbulkan dampak degragasi yang cukup besar pada lingkungan dapat dilihat pada
kondisi lereng serta rusaknya jalan warga dan polusi udara dari debu yang dihasilkan. Material
tambang yang diambil langsung dipasarkan ke pemasok untuk keperluan konstruksi, lingkup
pemasaran material pada daerah Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
Gambar 3. Kegiatan Tambang Yang Berlangsung

HASIL WAWANCARA
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mantan pelaku kegiatan pertambangan terkait
dengan dampak lingkungan yang ada yaitu kegiatan penambangan yang berlangsung di daerah ini
sudah dilakukan secara turun temurun, dahulu dengan adanya lahan tambang pada daerah ini
meningkatkan kondisi ekonomi warga sekitar. Namun setelah para pemasok yang memiliki modal
untuk menambang menggunakan alat berat datang ke daerah ini, banyak warga kehilangan mata
pencaharian sebagai penambang dan juga petani karena lahan mereka sudah tidak produktif.
Sehingga keuntungan yang didapatkan dari hasil penambangan sirtu ini hanya dirasakan segelintir
orang yang memiliki modal namun tidak merata pada warga sekitar tambang yang juga terkena
resikonya sekarang.
Wawancara yang dilakukan terhadap warga yang tinggal di sekitar lokasi tambang ditujukan
untuk mengetahui besaran dampak yang dihasilkan dari kegiatan penambangan yang dilakukan.
Wawancara yang dilakukan mengambil sampling lima warga yang tinggal di sekitar area tambang.
Pertanyaan wawancara yang dilakukan yaitu polusi debu, keberadaan alat berat yang berdampak
pada jalan desa dan juga kondisi kebencanaan di sekitar area tambang.

Gambar 4. Hasil wawancara warga terkait polusi udara


Gambar 5. Hasil wawancara warga terkait dampak alat berat

Gambar 6. Hasil wawancara warga terkait pengaruh terhadap bencana


Berdasarkan hasil wawancara dengan warga sekitar tambang. Diketahui sesuai dengan diagram
yang telah ditampilkan bahwa dari kelima responden, semuanya sebagian besar mengalami
dampak akibat polusi yang dihasilkan dari kegiatan penambangan. Kemudian terkait dengan
dampak yang ditimbulkan oleh alat berat terhadap jalan desa, empat dari lima responden
mengalami gangguan. Pertanyaan terakhir yaitu tentang kegiatan penambangan yang berdampak
pada resiko terjadinya bencana yaitu tiga dari lima responden merasa khawatir bila terjadi
peningkatan resiko bencana seperti gerakan massa.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan
penambangan di Desa Balerante dilakukan berdasarkan konsep etika lingkungan antroposentrisme
untuk kepentingan perekonomian masyarakat. Namun masyarakat masih belum paham terkait
pentingnya menjaga kondisi lingkungan agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi
daerahnya, hal ini dapat dilihat pada penggunaan alat berat pada tambang rakyat yang tidak sesuai
dengan peraturan, tidak adanya reklamasi pada daerah yang sudah ditambang, penambangan yang
dilakukan tidak memiliki rancangan desain sehingga lereng-lereng pada daerah sekitar tambang
menjadi lereng curam yang berpotensi menimbulkan bencana gerakan massa.

REFERENCES
1. Muntaha, Mohammad. 2016. Studi kestabilan lereng alam tambang terbuka (Studi kasus: lereng tambang batu
kapur Lamongan dan Madura). Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 14(1), 1-8.
2. Sarah, S., & Hambali, R. Y. A. (2023, May). Ekofilosofi" Deep Ecology" Pandangan Ekosentrisme terhadap
Etika Deep Ecology. In Gunung Djati Conference Series (Vol. 19, pp. 754-761)
3. Strauss, A., & Corbin, J. (2003). Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
4. Yasser, M. (2014). Etika Lingkungan dalam Perspektif Teori Kesatuan Wujud Teosofi Transenden. Kanz
Philosophia: A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism, 4(1), 47-60.

Anda mungkin juga menyukai