Jl. Marsda Adisucipto, Yogyakarta, 55281 Telp. (0274) 512156, Fax. (0274) 512156, Email. ushuluddin@uin-suka.ac.id
Nama : Diva Haura Fii Maulidia Mata Kuliah : Filsafat Yunani
NIM : 23105010003 Dosen : Dr. Novian Widiadharma, S.Fil.,
M.Hum.
Smt/Prodi : 2/Aqidah dan Filsafat Islam (kelas A)
Hari/Tanggal : Rabu / 27 Maret 202
Jawab :
Umat manusia sejak dahulu sekali dikatakan selalu memiliki rasa keinginan untuk mengetahui
penyebab-penyebab dari segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal ini di tambah lagi
dengan adanya seleksi alam yang kemudian dapat mengasah kemampuan umat manusia untuk
dapat terus menarik kesimpulan secara maksimal meskipun hanya berdasarkan petunjuk-petunjuk
yang cukup remeh. Katakanlah manusia melihat bagaimana setiap harinya secara berulang terjadi
siang dan malam, atau manusia melihat terjadinya suatu gerhana matahari, atau bahkan sekadar
terbentuknya api. Dalam kejadian-kejadian seperti itu, sudah menjadi hal yang lumrah bagi
manusia untuk mempertanyakan apa yang menyebabkan terjadinya hal-hal demikian. Maka
kemudian di sini lah peran Mitos dalam suatu masyarakat, di mana sebuah mitos menjadi
jawaban atas rasa ingin tahu umat manusia. Mitos menjadi suatu alat bagi manusia untuk dapat
memahami alam semesta beserta kejadian-kejadian di dalamnya karena suatu mitos selalu
tentang menjelaskan bagaimana dan kenapa bisa terjadinya sesuatu. Mitos, jika kita telusuri
kembali, pada dasarnya juga merupakan perintis atau titik awal akan adanya filsafat dan ilmu
pengetahuan di kemudian hari. Hal ini dikarenakan pada dasarnya, mitos juga merupakan suatu
1
cara manusia untuk mengerti sesuatu yang mana juga merupakan landasan awal untuk dapat
b. Bagaimana hubungan antara Mitos dan Logos serta Khaos dan Kosmos dalam perkembangan Filsafat
Yunani? Jelaskan.
Jawab :
Merunut dari bagaimana sejarah perkembangan pola pikir umat Manusia, dapat disimpulkan
bahwa pola pikir umat manusia sebelum adanya permulaan filsafat dan ilmu pengetahuan di
Ionia merupakan pola pikir yang berkonsepkan kepada konsep Khaos, yakni sebuah konsep yang
menyatakan bahwa alam semesta ini bersifat acak sehingga alam semesta juga merupakan suatu
hal yang tidak dapat dipahami. Konsep ini akhirnya juga melahirkan konsep mitos di kalangan
umat manusia sebagai satu-satunya alternatif atas rasa ingin tahu dan keinginan mencari
penjelasan penyebab peristiwa yang dimiliki oleh umat manusia. Hal ini dikarenakan konsep
mitos memberikan jawaban bahwa alam semesta masih bisa dipahami, namun dengan syarat
hanya melalui atau berdasarkan penjelasan dari dzat-dzat adikodrati seperti dewa-dewi saja.
Kemudian pada abad ke-5 SM yang mana kita ketahui merupakan permulaan kemunculannya
filsafat dan ilmu pengetahuan di Ionia, sebenarnya ditemukan pula bahwa pada saat itu terjadi
pergeseran pola pikir yang cukup drastis di kalangan masyarakat Ionia. Bahkan sebenarnya lebih
tepat dikatakan bahwa pergeseran pola pikir ini lah yang menjadi penanda munculnya filsafat
dan ilmu pengetahuan. Pergeseran pola pikir yang dimaksud adalah pergeseran pola pikir dari
yang tadinya berkonsepkan kepada konsep Khaos menjadi berkonsepkan kepada konsep
kosmos, yakni konsep yang menyatakan bahwa alam semesta ini tidak bersifat acak, namun
memiliki keteraturan yang mendasar di dalamnya sehingga dengan begitu alam semesta juga
merupakan sesuatu yang bisa dipahami dan dikuak rahasia-rahasianya. Konsep ini, sebagaimana
konsep Khaos, akhirnya juga menghasilkan konsep lain yakni konsep logos yang menyatakan
bahwa memang alam semesta bisa dipahami dan pemahaman ini bisa didapatkan tanpa melalui
perantara dewa-dewi namun bisa sekadar dengan akal budi dan pengalaman manusia sendiri.
2
Transmisi pola pikir manusia dari yang tadinya Khaos dan Mythos menjadi Kosmos dan Logos
sangat berpengaruh dalam terjadinya dan bahkan munculnya perkembangan Filsafat Yunani. Hal
ini dapat kita simpulkan dengan mengandaikan jikalau pola pikir yang ada dalam masyarakat
Ionia tetap berdasarkan konsep Khaos, maka tidak akan ada kemajuan atau bahkan setidaknya
terhadap alam semesta yang menyebabkan tidak adanya kebebasan berpikir bagi umat manusia.
Hal ini bertentangan dengan filsafat yang sangat membutuhkan kebebasan berpikir, oleh karena
itulah setelah konsep Kosmos ada, filsafat dan juga ilmu pengetahuan ikut menyusul, karena
c. Mengapa filsafat dan sains (ilmu pengetahuan) justru muncul di Ionia (daerah koloni orang-orang
Jawab :
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Filsafat dan ilmu pengetahuan pertama kali muncul
di sebuah daerah sederhana bernama Ionia. Lalu mengapa Ionia? Jikalau melihat dari bagaimana
majunya suatu bangsa, Ionia mungkin memang tidak memiliki potensi besar untuk menjadi
tempat lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun jika melihat dari hal-hal yang paling
dibutuhkan untuk lahirnya suatu filsafat dan ilmu pengetahuan, maka memang Ionia lah
tempatnya. Bangsa Ionia merupakan bangsa dengan wilayah berupa kepulauan yang mana hal
ini berarti bangsa Ionia merupakan bangsa yang cukup terisolasi. Sebuah bangsa yang terisolasi,
bagaimana pun juga kemungkinan besar akan menghasilkan suatu keberagaman, terutama dalam
konteks Ionia merupakan keberagaman politik yang akhirnya juga menghasilkan keberagaman
dan kebebasan berpikir. Dengan begitu banyaknya pulau di Ionia yang kemudian menyebabkan
beragamnya sistem politik, bangsa Ionia akhirnya tidak memiliki satupun Otoritas yang berhak
mengatur keseragaman sosial dan intelektual dari seluruh Pulau yang ada di Ionia. Kemudian
berlandaskan hal tersebut, hampir segala kebebasan diperbolehkan dalam bangsa Ionia.
3
Penyelidikan bebas, penyebarluasan takhayul, atau apapun itu akan dianggap sebagai kebutuhan
politik. Filsafat dan ilmu pengetahuan pun akhirnya bisa lahir dan berkembang di Ionia
dikarenakan kebebasan ini, dimana tidak ada pendeta atau pun siapa pun yang bisa mengatur
bagaimana suatu kelompok atau individu ingin bertindak dan berpikir seperti apa dan
bagaimana. Hal ini berbeda dengan kondisi di bangsa-bangsa yang lain yang kebanyakan orang-
orangnya dibatasi oleh kelompok tinggi tertentu untuk tetap memegang konsep Khaos.
d. Mengapa filsafat dan sains (ilmu pengetahuan) yang pertama kali muncul bercorak kosmologis?
Jelaskan
Jawab :
Filsafat dan ilmu pengetahuan saat lahir untuk pertama kalinya merupakan filsafat dan ilmu
pengetahuan yang bercorak kosmologis, dalam artian pembahasan pertama dalam filsafat dan
ilmu pengetahuan merupakan hal-hal kosmologis atau hal-hal mengenai asal-usul alam semesta
beserta sifat-sifat juga penjelasan mengenai kejadian-kejadian yang ada di alam semesta ini. Hal
ini dapat kita lihat dikarenakan masyarakat sebelum lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan yang
memang sudah menganut konsep Khaos dan Mitos. Sehingga kemudian akhirnya kemudian saat
memulai pembahasan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, maka tema yang mereka pilih pun
masih tema-tema yang dibahas dalam mitos, dengan tujuan memverifikasi kebenaran dari mitos-
mitos yang mereka percayai itu karena sebagaimana telah disebutkan sebelumnya juga, manusia
selalu memiliki keinginan untuk mencari penjelasan penyebab yang terbaik atas peristiwa-
peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Selain itu, konsep Kosmologis juga memang merupakan
langkah awal yang paling penting dalam lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan, karena,
dan memahami alam kepada manusia yang mana kebebasan berpikir merupakan hal terpenting
agar kemudian bisa melahirkan sebuah pemikiran yang berupa filsafat atau ilmu pengetahuan.
4
a. Pandangan Thales dari Miletos tentang alam semesta tidak berbeda jauh dengan pandangan
Babilonia atau Mesir Kuna, apa yang membedakan antara pandangan Thales tersebut dengan
pandangan-pandangan sebelumnya? Mengapa terobosan yang ia lakukan sangat penting bagi sains
Jawab :
Thales dari Miletos terkenal sebagai filosof pertama yang ada dalam dunia filsafat Yunani. Ia
di kenal dengan konsep arkhe nya yang mana menyatakan bahwa alam semesta ini memiliki
suatu unsur azali yang disebut dengan arkhe dan menurut Thales arkhe alam semesta adalah
air dengan landasan bahwa dunia Pertama kali diciptakan adalah berasal dari rawa-rawa yang
berair. Namun sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan, pandangan milik Thales pada
dasarnya tidaklah berbeda jauh dengan pandangan milik Babilonia dan Mesir Kuno yang
mana notabenenya Thales memang pernah belajar dari sana. Lalu apa yang membedakan
terobosan yang sangat penting bagi filsafat dan ilmu pengetahuan? Hal terpenting yang
membedakan Thales adalah bahwa Thales dalam menyimpulkan air sebagai arkhe atau unsur
azali alam semesta, ia tidak menggunakan atau tidak berdasarkan penjelasan-penjelasan mitos
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang di Babilonia dan Mesir kuno. Terobosan
Thales adalah bahwa ia menggunakan pengamatan yang bersifat empiris dengan objek yang
merupakan hal-hal yang bisa diamati dan diukur untuk kemudian sampai pada kesimpulan
bahwa air adalah arkhe alam semesta. Thales mengamati bahwa memang air lah hal yang
sangat penting dalam pertumbuhan kehidupan. Model pengamatan yang rasional dan empiris
milik Thales inilah yang akhirnya menjadi aspek penting untuk penelitian dan pemahaman
yang lebih lanjut mengenai alam semesta di kemudian hari yang juga terus menjadi tradisi
dan bahkan tetap menjadi landasan untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa modern.
5
b. Menurut Pythagoras, “bilangan adalah segalanya”. Jelaskan pandangan harmoni alam semesta
Jawab :
Phytagoras dalam ajaran yang dibuatnya menyatakan konsep bahwa “bilangan adalah
segalanya”, dalam artian bahwa alam semesta ini pada dasarnya dapat direpresentasikan
secara matematis dengan menggunakan bilangan dan tidak ada objek-objek atau kejadian
apapun di alam semesta ini yang bisa memiliki suatu makna tanpa adanya bilangan.
Menurutnya, bilangan dapat mencerminkan segala sesuatu yang ada di alam semesta
sehingga bilangan merupakan kunci yang bisa digunakan untuk memahami keberadaan dan
fungsi alam semesta.
Phytagoras menyatakan bahwa seluruh jagad raya ini tidak lain dianggapnya sebagai suatu
bilangan yang disebut dengan bilangan tetractys, yaitu sebuah simbol suci berupa segitiga
sama sisi yang mana di dalamnya terdiri dari sepuluh titik disusun dalam empat baris dan
setiap baris dan titiknya memiliki simbolisme yang berbeda. Baris pertama yang juga
merupakan titik pertama dan berada di tempat paling atas berjumlah satu titik di mana hal
tersebut menurut Phytagoras mewakili sang Pencipta sebagai penyebab pertama dari segala
sesuatu yang ada, di mana segala sesuatu di dunia ini diciptakan darinya dan juga terkandung
di dalamnya. Titik pertama ini menurut Phytagoras merupakan sesuatu yang tidak dapat
dibahas karena tidak bisa dipahami secara rasional. Rasionalitas baru dimulai pada baris
kedua yang di dalamnya berjumlah dua titik. Dua titik ini menurut Phytagoras berkaitan
dengan pemisahan dua hal yang berlawanan yaitu gelap dan terang. Baris kedua ini sudah
bisa dipahami karena dua titiknya yang dapat membentuk suatu garis. Adapun baris ketiga
yang di dalamnya berjumlah tiga titik menggambarkan suatu kekuatan, seperti roh, gerak,
suara, getaran, dan waktu, yang dapat mengembalikan keselarasan di antara dua hal yang
berlawanan. Sedangkan baris keempat yang berjumlah empat titik menurut Phytagoras
dianggap mewakili empat musim, empat elemen, empat arah mata angin, dan seterusnya.
6
c. Menurut Herakleitos, “realitas senantiasa berubah”. Jelaskan pandangan Herakleitos tersebut dan
Jawab :
Pandangan Herakleitos bahwa “realitas senantiasa berubah” ini menyatakan bahwa tidak ada
sesuatu yang benar-benar ada di dunia ini, segala sesuatunya adalah menjadi. Hal ini
mengacu pada konsep bahwa segala sesuatu apapun di dunia ini selalu berada dalam kondisi
frasa panta rhei yang berarti “semuanya mengalir“ dan diilustrasikan dengan menggunakan
penggambaran sungai, bahwa tidak mungkin bagi seseorang untuk menginjakkan kaki di
sungai yang sama dua kali, hal ini dikarenakan fakta bahwa air yang baru telah mengaliri
Dalam satu sisi, saya sebenarnya masih bisa sependapat dengan pendapat Herakleitos. Bahwa
beberapa hal di dunia ini memang selalu berubah mengikuti aliran berjalannya waktu. Namun
bagaimana pun juga, konsep Herakleitos yang begitu menafikan adanya sesuatu yang tetap
pada akhirnya akan menimbulkan berbagai pertanyaan dan kebingungan. Karena jika
memang dunia ini senantiasa berubah setiap saatnya, lalu bagaimana kita bisa benar-benar
memahami sesuatu? Bagaimana kita bisa benar-benar memahami eksistensi dunia ini? Atau
bahkan sederhananya, apakah kita tidak bisa setidaknya yakin bahwa seseorang yang kita
ketahui sebelumnya merupakan orang yang sama? Karena bagaimana pun juga, sudah
d. Menurut Parmenides, “realitas senantiasa tetap (perubahan itu mustahil)”. Jelaskan pandangan
Jawab :
Parmenides yang dianggap sebagai seorang pendiri ontologi menyatakan sebuah konsep
tentang realitas bahwa “Realitas itu senantiasa tetap yang berarti sebuah perubahan itu
7
mustahil adanya”. Konsep ini kemudian dijelaskan oleh Parmenides dengan slogannya yang
terkenal yaitu yang ada itu ada dan yang tidak ada itu tidak ada. Slogan tersebut pada
akhirnya memunculkan konsekuensi tambahan bahwa segala sesuatu yang ada itu memiliki
dua sifat, yaitu “satu” dalam artian tidak bisa terbagi, dan tetap dalam artian tidak bisa
berubah. Sedangkan sesuatu yang tidak ada itu tidak ada sehingga juga tidak bisa dipikirkan.
Pemikiran Parmenides ini akhirnya juga menjelaskan bahwa sebuah perubahan itu tidak
mungkin atau mustahil, dalam artian segala sesuatu yang ada tidak akan mengalami
perubahan atau pergerakan. Segala sesuatu yang ada juga selamanya akan tetap ada dan tidak
Konsep Parmenides ini mungkin masih bisa sedikit dibenarkan jika berada dalam konteks
keeksistensian sesuatu. Namun sayangnya konsep ini menafikan sama sekali adanya sebuah
perubahan, selain itu konsep ini juga tidak mempertimbangkan adanya waktu yang terus
berjalan sehingga konsep ini tidak bisa menjelaskan mengenai hal-hal yang bisa berubah
seiring berjalannya waktu seperti misalnya fisik manusia. Ditambah lagi konsep ini hanya
menetapkan segala sesuatu tetap dari sisi keeksistensian segala sesuatu tersebut, tidak melihat
dari sisi sifat-sifat sebuah realitas yang masih bisa berubah yang lagi-lagi disebabkan oleh
perubahan waktu.
a. Masyarakat demokrasi Athena terdiri dari tiga kelas yang berbeda: budak, metik, dan warga negara
Athena. Apakah sistem demokrasi yang dianut oleh Athena menjadikannya tempat yang ideal bagi
Jawab :
Demokrasi Athena membagi masyarakatnya ke dalam tiga kelas, yakni warga negara, metik,
budak, dan juga bisa ditambahkan lagi perempuan. Pembagian ini dalam artian bahwa semua
8
warga negara yang hanya dimaksudkan laki-laki memiliki segala kebebasan yang dapat
dimiliki oleh seorang warga negara baik itu berpolitik, memiliki tanah, atau berbisnis.
Sedangkan metik yang diartikan sebagai warga pendatang dianggap tidak dapat memiliki
tanah, namun boleh melakukan bisnis atau perdagangan. Sedangkan kaum budak yang
merupakan kelas terendah dianggap tidak memiliki hak politik sama sekali namun boleh
menjalankan peran penting dalam negara seperti polisi. Adapun wanita yang bahkan tidak
masuk ke dalam pembagian kelas tersebut dianggap tidak memiliki hak apapun sama sekali.
Demokrasi Athena yang terdiri dari tiga kelas berbeda tersebut, meskipun tampaknya akan
menimbulkan ekslusifitas dan membuat tidak adanya kesetaraan dan kesempatan berpolitik
bagi masyarakat kelas metik dan budak, namun pada akhirnya justru menjadikan Athena
sebagai tempat yang ideal untuk berkembangnya perkembangan filsafat. Hal ini dikarenakan
sistem demokrasi Athena ini, bagaimana pun juga, memberikan kebebasan seluas-luasnya
bagi warga negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang ada dalam negara
mereka yang mana dilakukan dengan melalui majelis Umum. Kebebasan berbicara dan
berpendapat yang begitu luas ini pada akhirnya menjadikan para filsuf seperti Socrates, Plato,
dan Aristoteles dapat menyampaikan hasil pemikirannya di hadapan forum publik dan
perdebatan ide-ide yang terjadi dalam sebuah forum publik tersebut, secara tidak langsung
dapat mempengaruhi pola pikir forum, juga bahkan bisa mendorong forum sehingga
b. Menurut Protagoras, “manusia adalah ukuran dari segala sesuatu”. Apa implikasi dari pandangan ini
Jawab :
Protagoras dalam konsepnya menyatakan bahwa “manusia adalah ukuran dari segala
sesuatu”. Konsep ini menjelaskan bahwa dalam melihat sesuatu, manusia lah yang menjadi
9
ukuran baik dan buruknya, jelek dan bagusnya, dan lain sebagainya dari sesuatu tersebut dan
hasil pengukuran manusia tersebut dapat pula berbeda-beda. Dalam contoh bahwa sebuah
peperangan dapat dianggap sebagai hal yang menguntungkan namun hanya bagi pihak yang
menang, sedangkan pihak yang kalah akan menganggap peperangan sebagai hal yang
merugikan. Atau misalkan suatu hembusan angin, bisa terasa hangat bagi seseorang dan juga
bisa terasa dingin bagi seseorang yang lain. Konsep ini pada akhirnya menyebabkan
kerelatifan dan kesubjektivitasan nilai-nilai dari suatu realitas berdasarkan persepsi manusia
yang mana dengan begitu, konsep ini juga menyebabkan tidak adanya kebenaran mutlak yang
Konsep protagoras ini sebenarnya memang benar dan dapat berlaku dalam banyak hal. Hanya
saja menurut saya, konsep ini juga pada akhirnya akan menafikan yang namanya objektivitas,
sedangkan tidak adanya objektivitas menurut saya nantinya hanya akan menyulitkan bagi
berkembangnya kemajuan modern. Selain itu, konsep ini juga menurut saya dikhawatirkan
justru akan dijadikan alasan untuk kepentingan masing-masing individu yang kemungkinan
besar berbeda-beda dan juga bisa bertentangan. Hal ini pada akhirnya juga dapat membuat
tidak adanya standar kebaikan dan keburukan dalam kehidupan sosial masyarakat.
c. Menurut Sokrates, “hidup yang tidak ditelaah/dikaji bukanlah hidup yang layak dijalani”. Bagaimana
Jawab :
Pandangan Sokrates menyatakan bahwa, “hidup yang tidak ditelaah atau dikaji bukanlah
hidup yang layak dijalani”. Pandangan ini secara garis besar menekankan kepada manusia
dilakukan oleh manusia seumur hidupnya. Hal ini pada akhirnya mengacu pada anjuran
10
Pandangan ini menurut saya pribadi merupakan pandangan yang cukup positif dan
bermanfaat. Karena bagaimana pun juga mempelajari diri sendiri, memahami diri sendiri, dan
mengintrospeksi diri sendiri merupakan kunci penting dalam terjadinya perbaikan individu
dan pada akhirnya penemuan makna kehidupan. Karena kita sebagai manusia, tidak akan bisa
menyadari kesalahan, kekurangan, atau pun kelalaian kita sendiri tanpa melakukan
d. Menurut Anda apa perbedaan mendasar antara kaum Sofis yang menetap dan mengajar di Athena
Jawab :
Perbedaan mendasar antara kaum sofis yang menetap dan mengajar di Athena, seperti
Protagoras, Giorgias, Hippias, dll. dengan Sokrates adalah bahwa pola pikir yang dimiliki
oleh kaum sofis adalah pola pikir yang cenderung menafikan kebenaran objektif dan hanya
mengklaim kebenaran subjektif individu yang mana sifatnya relatif tergantung pada
bagaimana konteks situasi dan kondisi individu tersebut. Sedangkan bedanya Sokrates
adalah, dia bisa menerima adanya kebenaran objektif yang mana bisa didapatkan dengan
melalui dialog-dialog berdasarkan penalaran atau pemikiran yang kritis dan rasional
4. Plato I tentang pengetahuan (teks Republik buku VI dan VII, teks Meno)
a. Jelaskan analogi-analogi yang digunakan dalam “alegori gua” dalam teks Republik dari Plato yakni
antara eikasia, pistis, dianoia, serta noesis dalam kaitannya antara realitas dan pengetahuan.
Jawab :
11
“Alegori Gua” merupakan suatu runtunan analogi yang digunakan oleh Plato untuk
menggambarkan bagaimana sebuah proses dari suatu kondisi tidak tahu hingga akhirnya
menemukan suatu pengetahuan sejati. Dalam alegori gua ini, Plato empat langkah yang bisa
dilakukan oleh seseorang dalam perjalanan menemukan pengetahuan sejati, yaitu eikasia,
Alegori gua pada awalnya menggambarkan sekelompok tahanan yang dikurung di sebuah
gua bawah tanah tanpa bisa melihat apapun ke dunia luar sehingga mereka tidak mengetahui
sama sekali bagaimana dunia luar yang sebenarnya. Satu-satunya yang bisa mereka lihat
adalah objek-objek berupa bayangan yang lewat dari celah di belakang mereka. Tahap
pertama, eikasia, adalah tahap tersebut. Di mana para tahanan hanya bisa melihat dan
mempercayai objek-objek bayangan yang lewat dari celah di belakang mereka tadi sebagai
realitas yang benar, tanpa memiliki kesadaran sama sekali akan adanya dunia di luar gua.
Tahap ini diartikan oleh Plato sebagai tahap imajinasi dimana seorang individu berada dalam
sebuah ketidaktahuan atau pengetahuan yang terbatas hingga terperangkap dalam dunia ilusi.
Hal ini dikarenakan mereka hanya bisa dan ingin menerima informasi sekadar berdasarkan
pada apa yang mereka lihat atau pun rasakan secara langsung tanpa adanya usaha untuk
Tahap kedua, pistis, merupakan tahap ketika salah satu di antara tahanan tersebut
digambarkan dapat melarikan diri dari tempat kelompok tahanannya tadi di mana ia
kemudian menyadari bahwa objek-objek bayangan yang tadinya mereka yakini sebagai
realitas sejati sebenarnya hanyalah bayangan dari objek-objek di depan sebuah kobaran api
yang mana objek-objek dan kobaran api tersebut berada di sebuah ruangan atau lubang di
belakang ruangan para tahanan tadi, namun bagaimana pun juga pengetahuan pada tahap ini
masih samar dikarenakan keadaan gua pada saat itu masih bersifat remang-remang. Tahap ini
oleh Plato disebut sebagai tahap keyakinan di mana seorang individu mulai memiliki
12
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai realitas sejati tadi, namun masih terbatas pada
Tahap ketiga, Dianoia, merupakan tahap ketika tahanan yang kabur tadi akhirnya berhasil
mencapai dunia luar setelah bersusah-payah memanjat keluar gua. Begitu berhasil keluar, ia
melihat sinar matahari dan meskipun awalnya ia kesulitan menyesuaikan diri dengan silaunya
sinar matahari ia akhirnya menyadari bahwa ada objek-objek yang asli dan nyata seperti
pepohonan, yang kemudian membentuk bayangan dengan adanya sinar matahari tadi. Tahap
ini oleh Plato disebut dengan tahap pemikiran atau rasionalisasi dimana pada tahap ini sudah
mulai adanya pengetahuan dan pemahaman yang lebih abstrak dan konseptual tentang
realitas yang sebenarnya dan didapatkan melalui proses pemikiran yang rasional oleh akal
dan logika.
Tahap terakhir atau tahap keempat, noesis, merupakan tahap dimana tahanan tadi sudah
memahami secara jauh lebih mendalam mengenai sumber-sumber dari segala bayangan dan
objek-objek yang telah ia lihat selama ini. Tahap ini oleh Plato dianggap sebagai tahap intuisi
atau tahap intelektualitas di mana pada tahap ini seorang individu telah mencapai
pengetahuan yang mendalam dan sejati mengenai realitas yang sebenarnya tanpa adanya
Keempat tahap ini pada dasarnya menunjukkan bagaimana proses perjalanan menuju sebuah
pengetahuan sejati mengenai sebuah realitas yang mana proses tersebut awalnya dimulai dari
pengetahuan sejati. Keempat tahapan tersebut juga menjelaskan bahwa dalam proses
mencapai pengetahuan sejati, seorang individu harus menghilangkan segala ilusi atau pun
keyakinan subjektif yang dimiliki individu tersebut. Hal ini dikarenakan ilusi dan keyakinan
subjektif sangat mungkin dalam hal menghalangi dicapainya sebuah pengetahuan sejati.
13
b. Bagaimana pendapat Anda terhadap pernyataan bahwa jika pengetahuan haruslah pengetahuan apa
yang seadanya, dan hanya suatu Ide (Bentuk) yang sepenuhnya ada, maka pengetahuan haruslah
Jawab :
Pernyataan di atas pada dasarnya merupakan pandangan filosofis milik Plato tentang alam
ide. Dalam konsep tersebut, Plato menyatakan bahwa realitas yang sebenarnya adalah yang
ada dalam alam ide. Alam ide yang dimaksud adalah pengetahuan-pengetahuan yang mana
masih berada dalam pikiran. Menurut saya, bagaimana pun juga memaksakan bahwa
pengetahuan haruslah pengetahuan mengetahui ide bukanlah pandangan yang cukup bijak.
Karena jika mengikuti pernyataan tersebut, lalu bagaimana kita bisa mengetahui bahwa
pengetahuan kita benar? Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa pengetahuan orang lain
sama atau tidak dengan pengetahuan kita? Kemudian selain itu, bukankah bagaimanapun juga
pengetahuan awal sebelum terbentuknya alam ide tersebut berasal dari dunia nyata? Karena
jika tidak berasal dari dunia nyata, bagaimana bisa awalnya kita mengetahui sesuatu?
Sedangkan bahkan kita tidak bisa mengetahui pengetahuan milik orang lain.
Jawab :
Meno paradox merupakan suatu konsep milik Plato yang dikemukakan dalam dialog Meno di
mana Plato menyatakan bahwa jika kita telah mengetahui sesuatu tentang sesuatu yang kita
cari tahu, maka pencaritahuan itu tidak diperlukan. Sedangkan jika kita tidak mengetahui
sesuatu, maka pencaritahuan itu justru akan menjadi suatu hal yang tidak mungkin. Plato
dalam konsep ini akhirnya menyatakan bahwa kita tidak bisa mencari tahu sesuatu yang
mana kita sendiri tidak pernah mengetahui sesuatu tersebut. Dengan pernyataan ini, maka
disimpulkan bahwa proses mencari tahu pada dasarnya tidak pernah menghasilkan
14
pengetahuan yang baru. Proses mencari tahu pada dasarnya hanyalah merekapitulasi hal-hal
d. Bagaimana pendapat Anda terhadap tesis di dalam Meno bahwa “pengetahuan adalah mengingat
kembali”? Jelaskan.
Jawab :
Konsep milik Plato di atas menurut saya masih bisa menimbulkan kejanggalan dalam
beberapa hal. Karena jika pengetahuan hanyalah mengingat kembali, lalu dari mana
pengetahuan paling awal yang dimiliki oleh seseorang? Bukankah asal muasal pertama
pengetahuan tersebut juga merupakan pengetahuan yang berasal dari suatu pengetahuan dari
dunia nyata. Dengan begitu, pengetahuan menurut saya tidak bisa sekadar berupa mengingat
kembali sebagaimana yang tercantum dalam Meno. Karena selain itu, konsep pengetahuan
adalah mengingat kembali ini juga tidak menjelaskan mengenai hal-hal yang belum pernah
diketahui oleh siapa pun sama sekali dalam suatu masa, namun ternyata menjadi hal yang
a. Dalam teks Phaedo, Sokrates (Plato) mengatakan bahwa “berfilsafat secara sungguh-sungguh berarti
berlatih dan mempraktikkan kematian”. Apa maksud dari pandangan ini. Jelaskan
Jawab :
Dalam teks phaedo yang tentu saja ditulis oleh Plato, Sokrates menyatakan bahwa “berfilsafat
ini dibahas oleh Sokrates ketika masa mendekati kematiannya. Di mana menurut Sokrates,
seorang filsafat sudah seharusnya selalu mendambakan kematian. Hal ini dikarenakan pada
awalnya, Sokrates menyatakan bahwa seorang filsuf akan selalu memiliki rasa haus akan
pengetahuan murni tentang kebenaran, keindahan, dan kebaikan mutlak di dalam dirinya.
15
Namun masalahnya, tubuh seorang manusia merupakan kendala terbesar bagi seorang filsuf
untuk mencapai pengetahuan tadi. Tubuh manusia dengan segala kelemahan dan kebutuhan
manusiawinya pada akhirnya dapat mengganggu persepsi seorang filsuf mengenai realitas.
Maka dari itu menurut Sokrates, kematian adalah satu-satunya jalan bagi seorang filsuf untuk
mencapai pengetahuan tadi. Sebelumnya perlu diketahui juga, bahwa Sokrates termasuk dari
filsuf yang mempercayai bahwa jiwa manusia tetap ada meski setelah kematian. Setelah itu
menurut Sokrates, karena kematian adalah satu-satunya jalan, maka sebagai seorang filsuf
sejati ia harus selalu mendambakan kematian dan bukan sekadar mendambakan, namun juga
harus mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian dengan melakukan pemurnian jiwa.
b. Sokrates (Plato) menyatakan bahwa “tubuh merupakan penghalang atau kendala bagi orang yang
Jawab :
Saya pribadi sebenarnya cukup setuju dengan pendapat Sokrates yang menyatakan bahwa
“tubuh merupakan penghalang atau kendala bagi orang yang belajar filsafat”. Bahkan
sebenarnya saya setuju bahwa tubuh merupakan kendala tidak hanya dalam belajar filsafat
saja namun juga untuk belajar kebanyakan ilmu-ilmu lain yang ada di dunia ini. Karena
menurut saya, memang benar tubuh manusia dengan segala perasaan sedih, marah, kesal, atau
mempelajari suatu ilmu. Keadaan manusia bahkan sekadar emosi kecil atau kebutuhan harian
Bahkan keadaan-keadaan manusiawi dari orang lain entah itu yang ada hubungannya dengan
kita atau pun tidak, sesimpel itu dapat mengganggu fokus kita dalam mencapai sebuah
c. Jelaskan beberapa argumen di dalam teks Phaedo bahwa jiwa manusia (setelah kematian tidak
16
Jawab :
Mengenai keabadian jiwa manusia, Plato dalam teks Phaedo menjelaskan empat argumentasi
yang mendukung adanya keabadian jiwa. Argumentasi pertama adalah argumen yang
berlandaskan kepada hal-hal yang berlawanan. Di mana dalam hal ini Sokrates menyatakan
bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki kebalikannya, seperti panas dan dingin, Besar dan
kecil, atau pun hidup dan mati. Adapun jiwa, menurut Sokrates, tidak boleh mati disaat tubuh
juga mati, karena jika jiwa mati maka tidak ada lagi yang bisa hidup.
Argumentasi kedua adalah argumen yang berdasarkan pernyataan Plato bahwa pengetahuan
Argumentasi kedua ini mendukung adanya keabadian jiwa bukan dari eksistensi jiwa setelah
Argumentasi ketiga adalah argumen afinitas yang menyatakan bahwa jiwa itu pada dasarnya
serupa dengan realitas-realitas lain yang sifatnya tak terlihat dan juga kekal, tidak seperti
tubuh yang mana justru memiliki kemiripan dengan realitas-realitas yang terlihat dan fana.
Argumentasi keempat adalah argumen tentang bentuk kehidupan yang menyatakan bahwa
segala sesuatu yang ada merupakan bagian dari bentuk-bentuk atau ide-ide yang sifatnya
abstrak dan kekal. Ide-ide tersebut juga dianggap sebagai hal-hal yang bersifat abadi dan
terlepas dari keterikatan materi-materi. Adapun jiwa manusia ini, menurut Plato, termasuk
merupakan ide-ide tersebut di mana hal itu akhirnya juga mendukung pendapat adanya
keabadian jiwa.
d. Apa pandangan kritis Anda atas pemaparan Sokrates (Plato) yang terdapat dalam teks Phaedo ini?
Jelaskan
Jawab :
17
Pemikiran Socrates mengenai seorang filsuf yang seharusnya mendambakan kematian yang
mana kemudian pemikiran ini berujung kepada konsep keabadian jiwa sekalipun memang
menghasilkan banyak ide-ide yang menarik untuk dibahas, menurut saya pribadi, masih
memiliki berbagai kejanggalannya. Salah satu masalah utamanya adalah bahwa pembahasan
mengenai keabadian jiwa seperti ini bukanlah pembahasan yang bisa dibuktikan dengan
bukti-bukti empiris sehingga Socrates pun dalam menjelaskan hal konsep ini hanya berputar
pada Pemikiran-pemikiran yang bersifat logis di dalam akal yang mana pemikiran seperti ini
akan dengan mudah dianggap salah jika tanpa adanya bukti-bukti empiris. Selain itu konsep
keabadian jiwa yang dijelaskan oleh Socrates juga masih bisa menimbulkan adanya orang-
orang yang mempertanyakan tentang keadaan jiwa setelah kematian tersebut, dalam artian
apakah jiwa tersebut akan tetap abadi sebagai jiwa atau melakukan reinkarnasi atau
melakukan hal lain? Karena memang Socrates oleh Plato dalam teks Phaedo hanya
menjelaskan tentang keabadian jiwa secara garis besar dan tidak terperinci.
a. Apa sikap kritis Anda terhadap tesis Polemarchus di dalam teks Republik bahwa “keadilan adalah
berbuat baik terhadap kawan dan berbuat buruk terhadap lawan”? Jelaskan.
Jawab :
Dalam teks Republik dinyatakan bahwa Polemarchus yang merupakan anak dari Cephalus
menyatakan bahwa, “keadilan adalah berbuat baik terhadap kawan dan berbuat buruk
terhadap lawan”. Hal paling pertama yang saya herankan begitu mengetahui konsep keadilan
milik Polemarchus tersebut adalah, memangnya di mana batas kawan dengan lawan? Saya
rasa konsep tersebut tidak menjelaskan secara rinci mengenai kedua hal tersebut. Selain itu,
menurut saya konsep seperti itu bukanlah konsep yang aman digunakan terutama jika dalam
konteks masa sekarang. Hal ini dikarenakan dengan tidak adanya batasan antara kawan
dengan lawan seperti ini, maka seseorang tidak akan bisa selalu yakin mengenai mana yang
18
kawan dan juga mana yang lawan karena bagaimana pun juga, kawan dan lawan tersebut bisa
selalu berubah setiap saatnya tergantung dengan kondisi yang mereka miliki. Ditambah lagi
takutnya, konsep ini justru akan disalahgunakan oleh masyarakat demi alasan kepentingan
pandangan seperti ini sebenarnya wajar sekali karena berasal dari Polemarchus yang mana
notabenenya memang adalah seorang koboi yang dipenuhi dengan kehidupan bebasnya.
b. Apa sikap kritis Anda terhadap tesis Thrasymachus di dalam teks Republik bahwa “keadilan tidak
Jawab :
Thrasymachus dalam tesisnya yang tertulis dalam teks Republik menyatakan bahwa,
“keadilan tidak lain hanyalah kepentingan bagi pihak yang kuat”. Konsep keadilan milik
Thrasymachus ini adalah salah satu dari hal-hal yang pada dasarnya memang sudah dan
selalu berlaku dalam kehidupan masyarakat, hanya saja masyarakat tersebut terutama
masyarakat modern ini, tidak ingin mengakui ada dan berlakunya konsep keadilan seperti itu.
Hal ini dikarenakan umat manusia bagaimana pun juga selalu menginginkan agar konsep
keadilan berlaku sebagaimana konsep awalnya, yaitu kesetaraan. Di luar itu, konsep keadilan
sebagaimana milik Thrasymachus ini memanglah bukan konsep yang cukup baik dimana
buruknya, kaum yang lebih kuat tidak justru akan merampas kedamaian dari kehidupan
masyarakat lemah. Namun bagaimana pun juga, tetap saja sebenarnya konsep ini lah yang
selama ini selalu berlaku dalam kehidupan umat manusia, suka atau tidak, manusia dalam
fitrahnya juga memang selalu tunduk kepada yang lebih kuat sebagaimana kita dalam
menyembah Tuhan yang juga memiliki kekuatan-kekuatan luar biasa di luar kemampuan
manusia.
19
c. Menurut Anda, mana yang lebih menguntungkan antara berlaku adil atau berlaku tidak adil? Mana
yang lebih membahagiakan antara berlaku adil dan berlaku tak adil? Jelaskan
Jawab :
Menurut saya pribadi, berlaku adil akan selalu lebih membahagiakan daripada berlaku tidak
adil meskipun dalam beberapa hal, berlaku adil hanya akan membawa kerugian daripada
keuntungan. Bagaimana pun juga, menurut saya berlaku adil baik itu kepada diri sendiri
ataupun kepada orang lain hanya akan selalu membahagiakan hati pelakunya. Karena hati
manusia selalu memiliki fitrah keinginan untuk melakukan kebaikan yang mana begitu
dan rasa tidak menyenangkan di hatinya. Selain itu, berlaku adil juga sebenarnya sangat
menguntungkan pelakunya. Misalnya jika seseorang melakukan keadilan kepada diri sendiri,
dalam artian tidak dikendalikan oleh hawa nafsu, tidak makan secara berlebihan, dan tidak
menggunakan kekayaan dan kekuatan untuk hal-hal yang mengarah kepada korupsi dan
hidup yang sehat dan damai dalam kehidupannya. Adapun hal yang saya sebutkan
sebelumnya bahwa berlaku adil kadang tidak menguntungkan, hal ini menurut saya memang
dapat terjadi dalam linkungan pekerjaan baik itu bisnis, kantoran, dan sebagainya. Hal ini
dalam artian bahwa terkadang perbuatan baik kita tidak dibalas dengan baik pula oleh orang
lain dan buruknya malah menjadi semena-mena kepada kita. Maka dalam konteks seperti ini,
berlaku adil justru memiliki kemungkinan akan meruginya diri sendiri. Namun hal itu juga
tidak membuat berlaku tidak adil lebih baik, akan lebih baik jika kita tetap berlaku adil
karena kita tidak pernah tahu bagimana seseorang akan membalasnya, namun sebagai
antisipasi mungkin kita juga harus tetap menjaga kewaspadaan kita untuk kemungkinan
20
d. Bagaimana relasi antara keadilan dengan tiga bagian jiwa: hawa nafsu, kehendak, dan nalar menurut
Jawab :
Sokrates dalam teks yang ditulis oleh Plato yaitu Republik menyatakan bahwa jiwa manusia
terdiri dari tiga bagian berbeda yaitu hawa nafsu di bagian perut atau yang bisa disebut
epithumia dalam artian sebuah keinginan atau ketertarikan manusia akan sesuatu. Bagian
kedua adalah Kehendak atau Thymos yang terletak di dada dalam artian penyebab-penyebab
seseorang melakukan sesuatu. Bagian terakhir adalah rasio atau Nous yang terletak di bagian
kepala dalam artian pemahaman mengenai apa yang baik dan apa yang benar.
Adapun keadilan yang digambarkan oleh Sokrates dengan menggunakan tiga bagian jiwa ini
adalah keadilan terhadap dan oleh diri sendiri. Di mana akan disebut telah melakukan
keadilan hanya jika epithumia atau hawa nafsu dan Thymos atau kehendak dapat berjalan
dengan baik di bawah panduan nalar atau Nous. Hal ini dapat berjalan dengan artian hawa
nafsu dapat dikendalikan dengan baik sehingga tidak memiliki keinginan-keinginan tidak
terkendali yang dapat menguasai diri seseorang, kemudian kehendak atau Thymos dapat
dikendalikan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh emosi-emosi negatif. Selanjutnya kedua hal
tersebut dipimpin oleh nalar dalam hal menentukan keputusan dengan benar dengan
7. Plato IV tentang arête atau kebajikan/keutamaan (teks Protagoras, Meno, dan Euthypro)
a. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis arête atau kebajikan/keutamaan yang Anda ketahui.
Jawab :
Dalam dialog Republik disebutkan bahwa terdapat empat arête atau kebajikan yang paling
utama, yaitu Sophrosune atau keutamaan, andreia atau keberanian, Sophia atau pengetahuan-
21
Yang pertama adalah sophrosune atau keutamaan. Kebijakan sophrosune ini adalah
kebijakan ketika seorang individu sudah bisa memahami batasan diri mereka, di mana
individu dapat menerima peran dalam negara yang sesuai dengan dirinya sendiri kemudian
juga mewujudkannya dengan bertindak selaras dengan tatanan sosial yang ada.
Arête kedua adalah andreia atau keberanian. Arête ini biasanya dimiliki oleh golongan
melindungi, dan menjaga kebenaran, keadilan, serta negara tanah air nya.
Arête ketiga adalah Sophia atau pengetahuan-kebijaksanaan yang merupakan arête paling
tinggi yang dapat dikuasai oleh golongan filsuf atau pun para pemimpin negeri. Arête inj
diartikan sebagai tahap ketika kemampuan manusia sudah bisa memahami bentuk-bentuk
Arête terakhir adalah dikaisoune atau keadilan. Arête ini adalah arête atau kebajikan yang
digunakan sebagai prinsip dalam sebuah proses pengorganisasian suatu negara. Arête
dikaisoune diartikan sebagai kebajikan yang dicapai ketika setiap bagian dari sebuah
masyarakat suatu negara berhasil menjalankan fungsi mereka masing-masing dengan baik
dan selaras sehingga akhirnya akan tercipta keteraturan dan keseimbangan dalam negara
tersebut.
b. Apakah arête atau kebajikan/keutamaan merupakan suatu bentuk pengetahuan? Jelaskan pendapat
Anda
Jawab :
Mengenai arête atau kebajikan/ keutamaan ini, disimpulkan dalam dialog Protagoras dan
Meno bahwa arête itu bukanlah pengetahuan karena arête tidak bisa diajarkan. Menurut saya
pribadi, jika melihat dari bagaimana jenis-jenis arête, maka arête memang bukanlah
pengetahuan. Arête menurut saya lebih mengarahkan kepada hal-hal berupa aplikasi dari
sebuah pembentukan karakter baik yang dihasilkan dari sebuah pemahaman akan kebaikan
22
c. Apakah arête atau kebajikan/keutamaan dapat diajarkan? Jelaskan pendapat Anda.
Jawab :
Lalu apakah arête dapat diajarkan? Jika mengacu pada dialog Protagoras dan Meno,
disimpulkan bahwa arête bukanlah pengetahuan sehingga arête juga merupakan suatu hal
yang tidak bisa diajarkan. Namun dengan tidak diajarkan, bukan berarti bahwa arête
merupakan suatu hal yang dapat diwariskan atau pun di dapatkan begitu saja.
Menurut saya pribadi, arête memang tidak dapat diajarkan karena memang tidak ada guru
yang dapat mengajarkan arête. Hal ini menurut saya pribadi dikarenakan arête memang
merupakan suatu hal yang hanya bisa dipelajari sendiri oleh masing-masing individu dengan
memperhatikan alam dan sosial sekitar kemudian memprosesnya dalam akal, memahami, dan
kemudian mengkalkulasikan baik dan buruknya, baru setelah itu diaplikasikan dalam pola
d. Apakah sesuatu itu “baik” karena Tuhan menyetujui ataukah karena sesuatu “baik” maka Tuhan
menyetujui? Jelaskan pendapat Anda tentang tesis dari teks Euthypro ini.
Jawab :
Penjelasan mengenai hal ini telah dibahas oleh Socrates dalam ungkapannya mengenai
tersebut.
Saya sendiri sebenarnya lebih condong kepada pemikiran divine command theory, dimana
sesuatu dianggap baik karena memang telah sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Tuhan.
Bahwa Tuhan telah menentukan mana yang baik dan mana yang buruk sekehendak-Nya
sehingga tidak ada pemahaman moral yang terjadi dengan sendirinya. Saya kemudian lebih
memilih pendapat ini daripada nature law theory karena menurut saya pribadi, jika segala
sesuatu sejak awal itu memang diciptakan oleh Tuhan, maka juga termasuk prinsip moralitas
itu sendiri. Dikarenakan Tuhan lah yang menciptakan perbuatannya, maka Tuhan juga lah
yang kemudian menentukan nilai baik dan buruk dari perbuatan tersebut. Karena jikalau
23
bukan Tuhan yang menciptakan prinsip-prinsip moralitas tersebut, lalu siapa lagi yang akan
menciptakannya? Tidak ada suatu apa pun yang mungkin secara rasional dapat berdiri sendiri
24