Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TA 2023/2024

Jl. Marsda Adisucipto, Yogyakarta, 55281 Telp. (0274) 512156, Fax. (0274) 512156, Email. ushuluddin@uin-suka.ac.id
Nama : Diva Haura Fii Maulidia Mata Kuliah : Filsafat Yunani
NIM : 23105010003 Dosen : Dr. Novian Widiadharma, S.Fil.,
M.Hum.
Smt/Prodi : 2/Aqidah dan Filsafat Islam (kelas A)
Hari/Tanggal : Rabu / 27 Maret 202

I. Tulislah jawaban Anda format naskah ketikan dalam kertas A4 berspasi 2


II. Refleksikan jawaban secara personal, tidak mentoleransi segala jenis PLAGIASI
III. Jawaban dikumpulkan di tugas https://daring.uin-suka.ac.id sebelum Sabtu, 28/Maret/2024 pukul 12:30
WIB

1. Orientasi Mitos dan Logos dalam Filsafat Yunani:

a. Bagaimana fungsi Mitos dalam suatu masyarakat? Jelaskan.

Jawab :

Umat manusia sejak dahulu sekali dikatakan selalu memiliki rasa keinginan untuk mengetahui

penyebab-penyebab dari segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal ini di tambah lagi

dengan adanya seleksi alam yang kemudian dapat mengasah kemampuan umat manusia untuk

dapat terus menarik kesimpulan secara maksimal meskipun hanya berdasarkan petunjuk-petunjuk

yang cukup remeh. Katakanlah manusia melihat bagaimana setiap harinya secara berulang terjadi

siang dan malam, atau manusia melihat terjadinya suatu gerhana matahari, atau bahkan sekadar

terbentuknya api. Dalam kejadian-kejadian seperti itu, sudah menjadi hal yang lumrah bagi

manusia untuk mempertanyakan apa yang menyebabkan terjadinya hal-hal demikian. Maka

kemudian di sini lah peran Mitos dalam suatu masyarakat, di mana sebuah mitos menjadi

jawaban atas rasa ingin tahu umat manusia. Mitos menjadi suatu alat bagi manusia untuk dapat

memahami alam semesta beserta kejadian-kejadian di dalamnya karena suatu mitos selalu

tentang menjelaskan bagaimana dan kenapa bisa terjadinya sesuatu. Mitos, jika kita telusuri

kembali, pada dasarnya juga merupakan perintis atau titik awal akan adanya filsafat dan ilmu

pengetahuan di kemudian hari. Hal ini dikarenakan pada dasarnya, mitos juga merupakan suatu

1
cara manusia untuk mengerti sesuatu yang mana juga merupakan landasan awal untuk dapat

muncul sebuah filsafat ataupun ilmu pengetahuan.

b. Bagaimana hubungan antara Mitos dan Logos serta Khaos dan Kosmos dalam perkembangan Filsafat

Yunani? Jelaskan.

Jawab :

Merunut dari bagaimana sejarah perkembangan pola pikir umat Manusia, dapat disimpulkan

bahwa pola pikir umat manusia sebelum adanya permulaan filsafat dan ilmu pengetahuan di

Ionia merupakan pola pikir yang berkonsepkan kepada konsep Khaos, yakni sebuah konsep yang

menyatakan bahwa alam semesta ini bersifat acak sehingga alam semesta juga merupakan suatu

hal yang tidak dapat dipahami. Konsep ini akhirnya juga melahirkan konsep mitos di kalangan

umat manusia sebagai satu-satunya alternatif atas rasa ingin tahu dan keinginan mencari

penjelasan penyebab peristiwa yang dimiliki oleh umat manusia. Hal ini dikarenakan konsep

mitos memberikan jawaban bahwa alam semesta masih bisa dipahami, namun dengan syarat

hanya melalui atau berdasarkan penjelasan dari dzat-dzat adikodrati seperti dewa-dewi saja.

Kemudian pada abad ke-5 SM yang mana kita ketahui merupakan permulaan kemunculannya

filsafat dan ilmu pengetahuan di Ionia, sebenarnya ditemukan pula bahwa pada saat itu terjadi

pergeseran pola pikir yang cukup drastis di kalangan masyarakat Ionia. Bahkan sebenarnya lebih

tepat dikatakan bahwa pergeseran pola pikir ini lah yang menjadi penanda munculnya filsafat

dan ilmu pengetahuan. Pergeseran pola pikir yang dimaksud adalah pergeseran pola pikir dari

yang tadinya berkonsepkan kepada konsep Khaos menjadi berkonsepkan kepada konsep

kosmos, yakni konsep yang menyatakan bahwa alam semesta ini tidak bersifat acak, namun

memiliki keteraturan yang mendasar di dalamnya sehingga dengan begitu alam semesta juga

merupakan sesuatu yang bisa dipahami dan dikuak rahasia-rahasianya. Konsep ini, sebagaimana

konsep Khaos, akhirnya juga menghasilkan konsep lain yakni konsep logos yang menyatakan

bahwa memang alam semesta bisa dipahami dan pemahaman ini bisa didapatkan tanpa melalui

perantara dewa-dewi namun bisa sekadar dengan akal budi dan pengalaman manusia sendiri.

2
Transmisi pola pikir manusia dari yang tadinya Khaos dan Mythos menjadi Kosmos dan Logos

sangat berpengaruh dalam terjadinya dan bahkan munculnya perkembangan Filsafat Yunani. Hal

ini dapat kita simpulkan dengan mengandaikan jikalau pola pikir yang ada dalam masyarakat

Ionia tetap berdasarkan konsep Khaos, maka tidak akan ada kemajuan atau bahkan setidaknya

kemunculan filsafat di Yunani, karena konsep Khaos meniadakan kebolehan pemahaman

terhadap alam semesta yang menyebabkan tidak adanya kebebasan berpikir bagi umat manusia.

Hal ini bertentangan dengan filsafat yang sangat membutuhkan kebebasan berpikir, oleh karena

itulah setelah konsep Kosmos ada, filsafat dan juga ilmu pengetahuan ikut menyusul, karena

konsep Kosmos memang memberikan kebebasan berpikir kepada umat manusia.

c. Mengapa filsafat dan sains (ilmu pengetahuan) justru muncul di Ionia (daerah koloni orang-orang

Yunani di Asia Minor) ketimbang di daerah induk? Jelaskan.

Jawab :

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Filsafat dan ilmu pengetahuan pertama kali muncul

di sebuah daerah sederhana bernama Ionia. Lalu mengapa Ionia? Jikalau melihat dari bagaimana

majunya suatu bangsa, Ionia mungkin memang tidak memiliki potensi besar untuk menjadi

tempat lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan. Namun jika melihat dari hal-hal yang paling

dibutuhkan untuk lahirnya suatu filsafat dan ilmu pengetahuan, maka memang Ionia lah

tempatnya. Bangsa Ionia merupakan bangsa dengan wilayah berupa kepulauan yang mana hal

ini berarti bangsa Ionia merupakan bangsa yang cukup terisolasi. Sebuah bangsa yang terisolasi,

bagaimana pun juga kemungkinan besar akan menghasilkan suatu keberagaman, terutama dalam

konteks Ionia merupakan keberagaman politik yang akhirnya juga menghasilkan keberagaman

dan kebebasan berpikir. Dengan begitu banyaknya pulau di Ionia yang kemudian menyebabkan

beragamnya sistem politik, bangsa Ionia akhirnya tidak memiliki satupun Otoritas yang berhak

mengatur keseragaman sosial dan intelektual dari seluruh Pulau yang ada di Ionia. Kemudian

berlandaskan hal tersebut, hampir segala kebebasan diperbolehkan dalam bangsa Ionia.

3
Penyelidikan bebas, penyebarluasan takhayul, atau apapun itu akan dianggap sebagai kebutuhan

politik. Filsafat dan ilmu pengetahuan pun akhirnya bisa lahir dan berkembang di Ionia

dikarenakan kebebasan ini, dimana tidak ada pendeta atau pun siapa pun yang bisa mengatur

bagaimana suatu kelompok atau individu ingin bertindak dan berpikir seperti apa dan

bagaimana. Hal ini berbeda dengan kondisi di bangsa-bangsa yang lain yang kebanyakan orang-

orangnya dibatasi oleh kelompok tinggi tertentu untuk tetap memegang konsep Khaos.

d. Mengapa filsafat dan sains (ilmu pengetahuan) yang pertama kali muncul bercorak kosmologis?

Jelaskan

Jawab :

Filsafat dan ilmu pengetahuan saat lahir untuk pertama kalinya merupakan filsafat dan ilmu

pengetahuan yang bercorak kosmologis, dalam artian pembahasan pertama dalam filsafat dan

ilmu pengetahuan merupakan hal-hal kosmologis atau hal-hal mengenai asal-usul alam semesta

beserta sifat-sifat juga penjelasan mengenai kejadian-kejadian yang ada di alam semesta ini. Hal

ini dapat kita lihat dikarenakan masyarakat sebelum lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan yang

memang sudah menganut konsep Khaos dan Mitos. Sehingga kemudian akhirnya kemudian saat

memulai pembahasan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, maka tema yang mereka pilih pun

masih tema-tema yang dibahas dalam mitos, dengan tujuan memverifikasi kebenaran dari mitos-

mitos yang mereka percayai itu karena sebagaimana telah disebutkan sebelumnya juga, manusia

selalu memiliki keinginan untuk mencari penjelasan penyebab yang terbaik atas peristiwa-

peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Selain itu, konsep Kosmologis juga memang merupakan

langkah awal yang paling penting dalam lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan, karena,

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, konsep kosmologis memberikan kebebasan berpikir

dan memahami alam kepada manusia yang mana kebebasan berpikir merupakan hal terpenting

agar kemudian bisa melahirkan sebuah pemikiran yang berupa filsafat atau ilmu pengetahuan.

2. Pemikiran Filsafat Pra-Sokratik:

4
a. Pandangan Thales dari Miletos tentang alam semesta tidak berbeda jauh dengan pandangan

Babilonia atau Mesir Kuna, apa yang membedakan antara pandangan Thales tersebut dengan

pandangan-pandangan sebelumnya? Mengapa terobosan yang ia lakukan sangat penting bagi sains

(ilmu pengetahuan) dan filsafat? Jelaskan.

Jawab :

Thales dari Miletos terkenal sebagai filosof pertama yang ada dalam dunia filsafat Yunani. Ia

di kenal dengan konsep arkhe nya yang mana menyatakan bahwa alam semesta ini memiliki

suatu unsur azali yang disebut dengan arkhe dan menurut Thales arkhe alam semesta adalah

air dengan landasan bahwa dunia Pertama kali diciptakan adalah berasal dari rawa-rawa yang

berair. Namun sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan, pandangan milik Thales pada

dasarnya tidaklah berbeda jauh dengan pandangan milik Babilonia dan Mesir Kuno yang

mana notabenenya Thales memang pernah belajar dari sana. Lalu apa yang membedakan

antara Thales dengan pandangan-pandangan sebelumnya sehingga ia dianggap memberi

terobosan yang sangat penting bagi filsafat dan ilmu pengetahuan? Hal terpenting yang

membedakan Thales adalah bahwa Thales dalam menyimpulkan air sebagai arkhe atau unsur

azali alam semesta, ia tidak menggunakan atau tidak berdasarkan penjelasan-penjelasan mitos

sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang di Babilonia dan Mesir kuno. Terobosan

Thales adalah bahwa ia menggunakan pengamatan yang bersifat empiris dengan objek yang

merupakan hal-hal yang bisa diamati dan diukur untuk kemudian sampai pada kesimpulan

bahwa air adalah arkhe alam semesta. Thales mengamati bahwa memang air lah hal yang

sangat penting dalam pertumbuhan kehidupan. Model pengamatan yang rasional dan empiris

milik Thales inilah yang akhirnya menjadi aspek penting untuk penelitian dan pemahaman

yang lebih lanjut mengenai alam semesta di kemudian hari yang juga terus menjadi tradisi

dan bahkan tetap menjadi landasan untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa modern.

5
b. Menurut Pythagoras, “bilangan adalah segalanya”. Jelaskan pandangan harmoni alam semesta

menurut Pythagoras tersebut.

Jawab :

Phytagoras dalam ajaran yang dibuatnya menyatakan konsep bahwa “bilangan adalah
segalanya”, dalam artian bahwa alam semesta ini pada dasarnya dapat direpresentasikan
secara matematis dengan menggunakan bilangan dan tidak ada objek-objek atau kejadian
apapun di alam semesta ini yang bisa memiliki suatu makna tanpa adanya bilangan.
Menurutnya, bilangan dapat mencerminkan segala sesuatu yang ada di alam semesta
sehingga bilangan merupakan kunci yang bisa digunakan untuk memahami keberadaan dan
fungsi alam semesta.
Phytagoras menyatakan bahwa seluruh jagad raya ini tidak lain dianggapnya sebagai suatu

bilangan yang disebut dengan bilangan tetractys, yaitu sebuah simbol suci berupa segitiga

sama sisi yang mana di dalamnya terdiri dari sepuluh titik disusun dalam empat baris dan

setiap baris dan titiknya memiliki simbolisme yang berbeda. Baris pertama yang juga

merupakan titik pertama dan berada di tempat paling atas berjumlah satu titik di mana hal

tersebut menurut Phytagoras mewakili sang Pencipta sebagai penyebab pertama dari segala

sesuatu yang ada, di mana segala sesuatu di dunia ini diciptakan darinya dan juga terkandung

di dalamnya. Titik pertama ini menurut Phytagoras merupakan sesuatu yang tidak dapat

dibahas karena tidak bisa dipahami secara rasional. Rasionalitas baru dimulai pada baris

kedua yang di dalamnya berjumlah dua titik. Dua titik ini menurut Phytagoras berkaitan

dengan pemisahan dua hal yang berlawanan yaitu gelap dan terang. Baris kedua ini sudah

bisa dipahami karena dua titiknya yang dapat membentuk suatu garis. Adapun baris ketiga

yang di dalamnya berjumlah tiga titik menggambarkan suatu kekuatan, seperti roh, gerak,

suara, getaran, dan waktu, yang dapat mengembalikan keselarasan di antara dua hal yang

berlawanan. Sedangkan baris keempat yang berjumlah empat titik menurut Phytagoras

dianggap mewakili empat musim, empat elemen, empat arah mata angin, dan seterusnya.

6
c. Menurut Herakleitos, “realitas senantiasa berubah”. Jelaskan pandangan Herakleitos tersebut dan

apa kritik Anda atas pandangan ini?

Jawab :

Pandangan Herakleitos bahwa “realitas senantiasa berubah” ini menyatakan bahwa tidak ada

sesuatu yang benar-benar ada di dunia ini, segala sesuatunya adalah menjadi. Hal ini

mengacu pada konsep bahwa segala sesuatu apapun di dunia ini selalu berada dalam kondisi

berubah dengan adanya aliran waktu. Ia (Herakleitos) menghubungkan filsafatnya dengan

frasa panta rhei yang berarti “semuanya mengalir“ dan diilustrasikan dengan menggunakan

penggambaran sungai, bahwa tidak mungkin bagi seseorang untuk menginjakkan kaki di

sungai yang sama dua kali, hal ini dikarenakan fakta bahwa air yang baru telah mengaliri

sungai yang kita pijak tersebut.

Dalam satu sisi, saya sebenarnya masih bisa sependapat dengan pendapat Herakleitos. Bahwa

beberapa hal di dunia ini memang selalu berubah mengikuti aliran berjalannya waktu. Namun

bagaimana pun juga, konsep Herakleitos yang begitu menafikan adanya sesuatu yang tetap

pada akhirnya akan menimbulkan berbagai pertanyaan dan kebingungan. Karena jika

memang dunia ini senantiasa berubah setiap saatnya, lalu bagaimana kita bisa benar-benar

memahami sesuatu? Bagaimana kita bisa benar-benar memahami eksistensi dunia ini? Atau

bahkan sederhananya, apakah kita tidak bisa setidaknya yakin bahwa seseorang yang kita

ketahui sebelumnya merupakan orang yang sama? Karena bagaimana pun juga, sudah

menjadi sifat alami manusia untuk selalu mendambakan suatu kestabilan.

d. Menurut Parmenides, “realitas senantiasa tetap (perubahan itu mustahil)”. Jelaskan pandangan

Parmenides tersebut dan apa kritik Anda atas pandangan ini?

Jawab :

Parmenides yang dianggap sebagai seorang pendiri ontologi menyatakan sebuah konsep

tentang realitas bahwa “Realitas itu senantiasa tetap yang berarti sebuah perubahan itu
7
mustahil adanya”. Konsep ini kemudian dijelaskan oleh Parmenides dengan slogannya yang

terkenal yaitu yang ada itu ada dan yang tidak ada itu tidak ada. Slogan tersebut pada

akhirnya memunculkan konsekuensi tambahan bahwa segala sesuatu yang ada itu memiliki

dua sifat, yaitu “satu” dalam artian tidak bisa terbagi, dan tetap dalam artian tidak bisa

berubah. Sedangkan sesuatu yang tidak ada itu tidak ada sehingga juga tidak bisa dipikirkan.

Pemikiran Parmenides ini akhirnya juga menjelaskan bahwa sebuah perubahan itu tidak

mungkin atau mustahil, dalam artian segala sesuatu yang ada tidak akan mengalami

perubahan atau pergerakan. Segala sesuatu yang ada juga selamanya akan tetap ada dan tidak

akan pernah berubah menjadi tidak ada ataupun sebaliknya.

Konsep Parmenides ini mungkin masih bisa sedikit dibenarkan jika berada dalam konteks

keeksistensian sesuatu. Namun sayangnya konsep ini menafikan sama sekali adanya sebuah

perubahan, selain itu konsep ini juga tidak mempertimbangkan adanya waktu yang terus

berjalan sehingga konsep ini tidak bisa menjelaskan mengenai hal-hal yang bisa berubah

seiring berjalannya waktu seperti misalnya fisik manusia. Ditambah lagi konsep ini hanya

menetapkan segala sesuatu tetap dari sisi keeksistensian segala sesuatu tersebut, tidak melihat

dari sisi sifat-sifat sebuah realitas yang masih bisa berubah yang lagi-lagi disebabkan oleh

perubahan waktu.

3. Pemikiran kaum Sofis Athena dan Sokrates:

a. Masyarakat demokrasi Athena terdiri dari tiga kelas yang berbeda: budak, metik, dan warga negara

Athena. Apakah sistem demokrasi yang dianut oleh Athena menjadikannya tempat yang ideal bagi

berkembangnya pemikiran filsafat? Jelaskan pendapat Anda

Jawab :

Demokrasi Athena membagi masyarakatnya ke dalam tiga kelas, yakni warga negara, metik,

budak, dan juga bisa ditambahkan lagi perempuan. Pembagian ini dalam artian bahwa semua

8
warga negara yang hanya dimaksudkan laki-laki memiliki segala kebebasan yang dapat

dimiliki oleh seorang warga negara baik itu berpolitik, memiliki tanah, atau berbisnis.

Sedangkan metik yang diartikan sebagai warga pendatang dianggap tidak dapat memiliki

tanah, namun boleh melakukan bisnis atau perdagangan. Sedangkan kaum budak yang

merupakan kelas terendah dianggap tidak memiliki hak politik sama sekali namun boleh

menjalankan peran penting dalam negara seperti polisi. Adapun wanita yang bahkan tidak

masuk ke dalam pembagian kelas tersebut dianggap tidak memiliki hak apapun sama sekali.

Demokrasi Athena yang terdiri dari tiga kelas berbeda tersebut, meskipun tampaknya akan

menimbulkan ekslusifitas dan membuat tidak adanya kesetaraan dan kesempatan berpolitik

bagi masyarakat kelas metik dan budak, namun pada akhirnya justru menjadikan Athena

sebagai tempat yang ideal untuk berkembangnya perkembangan filsafat. Hal ini dikarenakan

sistem demokrasi Athena ini, bagaimana pun juga, memberikan kebebasan seluas-luasnya

bagi warga negara untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang ada dalam negara

mereka yang mana dilakukan dengan melalui majelis Umum. Kebebasan berbicara dan

berpendapat yang begitu luas ini pada akhirnya menjadikan para filsuf seperti Socrates, Plato,

dan Aristoteles dapat menyampaikan hasil pemikirannya di hadapan forum publik dan

bahkan kemudian memperdebatkannya dengan semua warga negara tersebut. Adanya

perdebatan ide-ide yang terjadi dalam sebuah forum publik tersebut, secara tidak langsung

dapat mempengaruhi pola pikir forum, juga bahkan bisa mendorong forum sehingga

kemudian juga bisa berpikir secara kritis dan filosofis.

b. Menurut Protagoras, “manusia adalah ukuran dari segala sesuatu”. Apa implikasi dari pandangan ini

dan bagaimana sikap kritis Anda atas pandangan ini.

Jawab :

Protagoras dalam konsepnya menyatakan bahwa “manusia adalah ukuran dari segala

sesuatu”. Konsep ini menjelaskan bahwa dalam melihat sesuatu, manusia lah yang menjadi

9
ukuran baik dan buruknya, jelek dan bagusnya, dan lain sebagainya dari sesuatu tersebut dan

hasil pengukuran manusia tersebut dapat pula berbeda-beda. Dalam contoh bahwa sebuah

peperangan dapat dianggap sebagai hal yang menguntungkan namun hanya bagi pihak yang

menang, sedangkan pihak yang kalah akan menganggap peperangan sebagai hal yang

merugikan. Atau misalkan suatu hembusan angin, bisa terasa hangat bagi seseorang dan juga

bisa terasa dingin bagi seseorang yang lain. Konsep ini pada akhirnya menyebabkan

kerelatifan dan kesubjektivitasan nilai-nilai dari suatu realitas berdasarkan persepsi manusia

yang mana dengan begitu, konsep ini juga menyebabkan tidak adanya kebenaran mutlak yang

dapat dimiliki umat manusia.

Konsep protagoras ini sebenarnya memang benar dan dapat berlaku dalam banyak hal. Hanya

saja menurut saya, konsep ini juga pada akhirnya akan menafikan yang namanya objektivitas,

sedangkan tidak adanya objektivitas menurut saya nantinya hanya akan menyulitkan bagi

berkembangnya kemajuan modern. Selain itu, konsep ini juga menurut saya dikhawatirkan

justru akan dijadikan alasan untuk kepentingan masing-masing individu yang kemungkinan

besar berbeda-beda dan juga bisa bertentangan. Hal ini pada akhirnya juga dapat membuat

tidak adanya standar kebaikan dan keburukan dalam kehidupan sosial masyarakat.

c. Menurut Sokrates, “hidup yang tidak ditelaah/dikaji bukanlah hidup yang layak dijalani”. Bagaimana

pendapat Anda atas pandangan ini? Jelaskan.

Jawab :

Pandangan Sokrates menyatakan bahwa, “hidup yang tidak ditelaah atau dikaji bukanlah

hidup yang layak dijalani”. Pandangan ini secara garis besar menekankan kepada manusia

untuk senantiasa mempertanyakan keyakinan, nilai, dan tindakan-tindakan yang telah

dilakukan oleh manusia seumur hidupnya. Hal ini pada akhirnya mengacu pada anjuran

kepada manusia untuk selalu merefleksikan dan mengintrospeksikan diri mereka.

10
Pandangan ini menurut saya pribadi merupakan pandangan yang cukup positif dan

bermanfaat. Karena bagaimana pun juga mempelajari diri sendiri, memahami diri sendiri, dan

mengintrospeksi diri sendiri merupakan kunci penting dalam terjadinya perbaikan individu

dan pada akhirnya penemuan makna kehidupan. Karena kita sebagai manusia, tidak akan bisa

menyadari kesalahan, kekurangan, atau pun kelalaian kita sendiri tanpa melakukan

pemahaman terhadap diri kita sendiri.

d. Menurut Anda apa perbedaan mendasar antara kaum Sofis yang menetap dan mengajar di Athena

dengan Sokrates? Jelaskan.

Jawab :

Perbedaan mendasar antara kaum sofis yang menetap dan mengajar di Athena, seperti

Protagoras, Giorgias, Hippias, dll. dengan Sokrates adalah bahwa pola pikir yang dimiliki

oleh kaum sofis adalah pola pikir yang cenderung menafikan kebenaran objektif dan hanya

mengklaim kebenaran subjektif individu yang mana sifatnya relatif tergantung pada

bagaimana konteks situasi dan kondisi individu tersebut. Sedangkan bedanya Sokrates

adalah, dia bisa menerima adanya kebenaran objektif yang mana bisa didapatkan dengan

melalui dialog-dialog berdasarkan penalaran atau pemikiran yang kritis dan rasional

sebagaimana yang biasa ia (Sokrates) lakukan dengan masyarakat sekitarnya.

4. Plato I tentang pengetahuan (teks Republik buku VI dan VII, teks Meno)

a. Jelaskan analogi-analogi yang digunakan dalam “alegori gua” dalam teks Republik dari Plato yakni

antara eikasia, pistis, dianoia, serta noesis dalam kaitannya antara realitas dan pengetahuan.

Bagaimana pula hubungan antara keempat hal ini?

Jawab :

11
“Alegori Gua” merupakan suatu runtunan analogi yang digunakan oleh Plato untuk

menggambarkan bagaimana sebuah proses dari suatu kondisi tidak tahu hingga akhirnya

menemukan suatu pengetahuan sejati. Dalam alegori gua ini, Plato empat langkah yang bisa

dilakukan oleh seseorang dalam perjalanan menemukan pengetahuan sejati, yaitu eikasia,

pistis, dianoia, dan noesis.

Alegori gua pada awalnya menggambarkan sekelompok tahanan yang dikurung di sebuah

gua bawah tanah tanpa bisa melihat apapun ke dunia luar sehingga mereka tidak mengetahui

sama sekali bagaimana dunia luar yang sebenarnya. Satu-satunya yang bisa mereka lihat

adalah objek-objek berupa bayangan yang lewat dari celah di belakang mereka. Tahap

pertama, eikasia, adalah tahap tersebut. Di mana para tahanan hanya bisa melihat dan

mempercayai objek-objek bayangan yang lewat dari celah di belakang mereka tadi sebagai

realitas yang benar, tanpa memiliki kesadaran sama sekali akan adanya dunia di luar gua.

Tahap ini diartikan oleh Plato sebagai tahap imajinasi dimana seorang individu berada dalam

sebuah ketidaktahuan atau pengetahuan yang terbatas hingga terperangkap dalam dunia ilusi.

Hal ini dikarenakan mereka hanya bisa dan ingin menerima informasi sekadar berdasarkan

pada apa yang mereka lihat atau pun rasakan secara langsung tanpa adanya usaha untuk

melakukan penalaran kritis.

Tahap kedua, pistis, merupakan tahap ketika salah satu di antara tahanan tersebut

digambarkan dapat melarikan diri dari tempat kelompok tahanannya tadi di mana ia

kemudian menyadari bahwa objek-objek bayangan yang tadinya mereka yakini sebagai

realitas sejati sebenarnya hanyalah bayangan dari objek-objek di depan sebuah kobaran api

yang mana objek-objek dan kobaran api tersebut berada di sebuah ruangan atau lubang di

belakang ruangan para tahanan tadi, namun bagaimana pun juga pengetahuan pada tahap ini

masih samar dikarenakan keadaan gua pada saat itu masih bersifat remang-remang. Tahap ini

oleh Plato disebut sebagai tahap keyakinan di mana seorang individu mulai memiliki

12
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai realitas sejati tadi, namun masih terbatas pada

apa yang diyakini individu tersebut dengan berdasarkan pandangan indrawinya.

Tahap ketiga, Dianoia, merupakan tahap ketika tahanan yang kabur tadi akhirnya berhasil

mencapai dunia luar setelah bersusah-payah memanjat keluar gua. Begitu berhasil keluar, ia

melihat sinar matahari dan meskipun awalnya ia kesulitan menyesuaikan diri dengan silaunya

sinar matahari ia akhirnya menyadari bahwa ada objek-objek yang asli dan nyata seperti

pepohonan, yang kemudian membentuk bayangan dengan adanya sinar matahari tadi. Tahap

ini oleh Plato disebut dengan tahap pemikiran atau rasionalisasi dimana pada tahap ini sudah

mulai adanya pengetahuan dan pemahaman yang lebih abstrak dan konseptual tentang

realitas yang sebenarnya dan didapatkan melalui proses pemikiran yang rasional oleh akal

dan logika.

Tahap terakhir atau tahap keempat, noesis, merupakan tahap dimana tahanan tadi sudah

memahami secara jauh lebih mendalam mengenai sumber-sumber dari segala bayangan dan

objek-objek yang telah ia lihat selama ini. Tahap ini oleh Plato dianggap sebagai tahap intuisi

atau tahap intelektualitas di mana pada tahap ini seorang individu telah mencapai

pengetahuan yang mendalam dan sejati mengenai realitas yang sebenarnya tanpa adanya

pengaruh ilusi atau pun keyakinan subjektif sebagaimana tahap-tahap sebelumnya.

Keempat tahap ini pada dasarnya menunjukkan bagaimana proses perjalanan menuju sebuah

pengetahuan sejati mengenai sebuah realitas yang mana proses tersebut awalnya dimulai dari

sebuah ketidaktahuan atau setidaknya pengetahuan terbatas dan akhirnya mencapai

pengetahuan sejati. Keempat tahapan tersebut juga menjelaskan bahwa dalam proses

mencapai pengetahuan sejati, seorang individu harus menghilangkan segala ilusi atau pun

keyakinan subjektif yang dimiliki individu tersebut. Hal ini dikarenakan ilusi dan keyakinan

subjektif sangat mungkin dalam hal menghalangi dicapainya sebuah pengetahuan sejati.

13
b. Bagaimana pendapat Anda terhadap pernyataan bahwa jika pengetahuan haruslah pengetahuan apa

yang seadanya, dan hanya suatu Ide (Bentuk) yang sepenuhnya ada, maka pengetahuan haruslah

pengetahuan mengenai Ide (Bentuk)? Jelaskan.

Jawab :

Pernyataan di atas pada dasarnya merupakan pandangan filosofis milik Plato tentang alam

ide. Dalam konsep tersebut, Plato menyatakan bahwa realitas yang sebenarnya adalah yang

ada dalam alam ide. Alam ide yang dimaksud adalah pengetahuan-pengetahuan yang mana

masih berada dalam pikiran. Menurut saya, bagaimana pun juga memaksakan bahwa

pengetahuan haruslah pengetahuan mengetahui ide bukanlah pandangan yang cukup bijak.

Karena jika mengikuti pernyataan tersebut, lalu bagaimana kita bisa mengetahui bahwa

pengetahuan kita benar? Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa pengetahuan orang lain

sama atau tidak dengan pengetahuan kita? Kemudian selain itu, bukankah bagaimanapun juga

pengetahuan awal sebelum terbentuknya alam ide tersebut berasal dari dunia nyata? Karena

jika tidak berasal dari dunia nyata, bagaimana bisa awalnya kita mengetahui sesuatu?

Sedangkan bahkan kita tidak bisa mengetahui pengetahuan milik orang lain.

c. Jelaskan paradoks tentang mencari tahu “Meno paradox/ paradox of inquiry”

Jawab :

Meno paradox merupakan suatu konsep milik Plato yang dikemukakan dalam dialog Meno di

mana Plato menyatakan bahwa jika kita telah mengetahui sesuatu tentang sesuatu yang kita

cari tahu, maka pencaritahuan itu tidak diperlukan. Sedangkan jika kita tidak mengetahui

sesuatu, maka pencaritahuan itu justru akan menjadi suatu hal yang tidak mungkin. Plato

dalam konsep ini akhirnya menyatakan bahwa kita tidak bisa mencari tahu sesuatu yang

mana kita sendiri tidak pernah mengetahui sesuatu tersebut. Dengan pernyataan ini, maka

disimpulkan bahwa proses mencari tahu pada dasarnya tidak pernah menghasilkan

14
pengetahuan yang baru. Proses mencari tahu pada dasarnya hanyalah merekapitulasi hal-hal

yang sebenarnya sudah pernah kita ketahui sebelumnya.

d. Bagaimana pendapat Anda terhadap tesis di dalam Meno bahwa “pengetahuan adalah mengingat

kembali”? Jelaskan.

Jawab :

Konsep milik Plato di atas menurut saya masih bisa menimbulkan kejanggalan dalam

beberapa hal. Karena jika pengetahuan hanyalah mengingat kembali, lalu dari mana

pengetahuan paling awal yang dimiliki oleh seseorang? Bukankah asal muasal pertama

pengetahuan tersebut juga merupakan pengetahuan yang berasal dari suatu pengetahuan dari

dunia nyata. Dengan begitu, pengetahuan menurut saya tidak bisa sekadar berupa mengingat

kembali sebagaimana yang tercantum dalam Meno. Karena selain itu, konsep pengetahuan

adalah mengingat kembali ini juga tidak menjelaskan mengenai hal-hal yang belum pernah

diketahui oleh siapa pun sama sekali dalam suatu masa, namun ternyata menjadi hal yang

sudah diketahui di masa yang lain di masa depan.

5. Plato II tentang keabadian jiwa (teks Phaedo):

a. Dalam teks Phaedo, Sokrates (Plato) mengatakan bahwa “berfilsafat secara sungguh-sungguh berarti

berlatih dan mempraktikkan kematian”. Apa maksud dari pandangan ini. Jelaskan

Jawab :

Dalam teks phaedo yang tentu saja ditulis oleh Plato, Sokrates menyatakan bahwa “berfilsafat

secara sungguh-sungguh berarti berlatih dan mempraktikkan kematian”. Pernyataan Sokrates

ini dibahas oleh Sokrates ketika masa mendekati kematiannya. Di mana menurut Sokrates,

seorang filsafat sudah seharusnya selalu mendambakan kematian. Hal ini dikarenakan pada

awalnya, Sokrates menyatakan bahwa seorang filsuf akan selalu memiliki rasa haus akan

pengetahuan murni tentang kebenaran, keindahan, dan kebaikan mutlak di dalam dirinya.
15
Namun masalahnya, tubuh seorang manusia merupakan kendala terbesar bagi seorang filsuf

untuk mencapai pengetahuan tadi. Tubuh manusia dengan segala kelemahan dan kebutuhan

manusiawinya pada akhirnya dapat mengganggu persepsi seorang filsuf mengenai realitas.

Maka dari itu menurut Sokrates, kematian adalah satu-satunya jalan bagi seorang filsuf untuk

mencapai pengetahuan tadi. Sebelumnya perlu diketahui juga, bahwa Sokrates termasuk dari

filsuf yang mempercayai bahwa jiwa manusia tetap ada meski setelah kematian. Setelah itu

menurut Sokrates, karena kematian adalah satu-satunya jalan, maka sebagai seorang filsuf

sejati ia harus selalu mendambakan kematian dan bukan sekadar mendambakan, namun juga

harus mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian dengan melakukan pemurnian jiwa.

b. Sokrates (Plato) menyatakan bahwa “tubuh merupakan penghalang atau kendala bagi orang yang

belajar filsafat”. Bagaimana pendapat Anda atas pendapat ini. Jelaskan

Jawab :

Saya pribadi sebenarnya cukup setuju dengan pendapat Sokrates yang menyatakan bahwa

“tubuh merupakan penghalang atau kendala bagi orang yang belajar filsafat”. Bahkan

sebenarnya saya setuju bahwa tubuh merupakan kendala tidak hanya dalam belajar filsafat

saja namun juga untuk belajar kebanyakan ilmu-ilmu lain yang ada di dunia ini. Karena

menurut saya, memang benar tubuh manusia dengan segala perasaan sedih, marah, kesal, atau

perasaan-perasaan lain sekecil apapun dapat menghalangi keseriusan seseorang dalam

mempelajari suatu ilmu. Keadaan manusia bahkan sekadar emosi kecil atau kebutuhan harian

sederhana dapat memperlambat seseorang dalam memahami sesuatu yang dipelajarinya.

Bahkan keadaan-keadaan manusiawi dari orang lain entah itu yang ada hubungannya dengan

kita atau pun tidak, sesimpel itu dapat mengganggu fokus kita dalam mencapai sebuah

pemahaman atas ilmu yang sedang kita pelajari.

c. Jelaskan beberapa argumen di dalam teks Phaedo bahwa jiwa manusia (setelah kematian tidak

musnah) bersifat abadi.

16
Jawab :

Mengenai keabadian jiwa manusia, Plato dalam teks Phaedo menjelaskan empat argumentasi

yang mendukung adanya keabadian jiwa. Argumentasi pertama adalah argumen yang

berlandaskan kepada hal-hal yang berlawanan. Di mana dalam hal ini Sokrates menyatakan

bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki kebalikannya, seperti panas dan dingin, Besar dan

kecil, atau pun hidup dan mati. Adapun jiwa, menurut Sokrates, tidak boleh mati disaat tubuh

juga mati, karena jika jiwa mati maka tidak ada lagi yang bisa hidup.

Argumentasi kedua adalah argumen yang berdasarkan pernyataan Plato bahwa pengetahuan

adalah kegiatan mengingat kembali yang mana melibatkan konsep pra-eksistensi.

Argumentasi kedua ini mendukung adanya keabadian jiwa bukan dari eksistensi jiwa setelah

kematian tubuh namun dari sebelum ia hidup di dalam sebuah tubuh.

Argumentasi ketiga adalah argumen afinitas yang menyatakan bahwa jiwa itu pada dasarnya

serupa dengan realitas-realitas lain yang sifatnya tak terlihat dan juga kekal, tidak seperti

tubuh yang mana justru memiliki kemiripan dengan realitas-realitas yang terlihat dan fana.

Hal inilah yang akhirnya mendukung pendapat akan abadinya jiwa.

Argumentasi keempat adalah argumen tentang bentuk kehidupan yang menyatakan bahwa

segala sesuatu yang ada merupakan bagian dari bentuk-bentuk atau ide-ide yang sifatnya

abstrak dan kekal. Ide-ide tersebut juga dianggap sebagai hal-hal yang bersifat abadi dan

terlepas dari keterikatan materi-materi. Adapun jiwa manusia ini, menurut Plato, termasuk

merupakan ide-ide tersebut di mana hal itu akhirnya juga mendukung pendapat adanya

keabadian jiwa.

d. Apa pandangan kritis Anda atas pemaparan Sokrates (Plato) yang terdapat dalam teks Phaedo ini?

Jelaskan

Jawab :

17
Pemikiran Socrates mengenai seorang filsuf yang seharusnya mendambakan kematian yang

mana kemudian pemikiran ini berujung kepada konsep keabadian jiwa sekalipun memang

menghasilkan banyak ide-ide yang menarik untuk dibahas, menurut saya pribadi, masih

memiliki berbagai kejanggalannya. Salah satu masalah utamanya adalah bahwa pembahasan

mengenai keabadian jiwa seperti ini bukanlah pembahasan yang bisa dibuktikan dengan

bukti-bukti empiris sehingga Socrates pun dalam menjelaskan hal konsep ini hanya berputar

pada Pemikiran-pemikiran yang bersifat logis di dalam akal yang mana pemikiran seperti ini

akan dengan mudah dianggap salah jika tanpa adanya bukti-bukti empiris. Selain itu konsep

keabadian jiwa yang dijelaskan oleh Socrates juga masih bisa menimbulkan adanya orang-

orang yang mempertanyakan tentang keadaan jiwa setelah kematian tersebut, dalam artian

apakah jiwa tersebut akan tetap abadi sebagai jiwa atau melakukan reinkarnasi atau

melakukan hal lain? Karena memang Socrates oleh Plato dalam teks Phaedo hanya

menjelaskan tentang keabadian jiwa secara garis besar dan tidak terperinci.

6. Plato III tentang keadilan (teks Republik buku I dan II):

a. Apa sikap kritis Anda terhadap tesis Polemarchus di dalam teks Republik bahwa “keadilan adalah

berbuat baik terhadap kawan dan berbuat buruk terhadap lawan”? Jelaskan.

Jawab :

Dalam teks Republik dinyatakan bahwa Polemarchus yang merupakan anak dari Cephalus

menyatakan bahwa, “keadilan adalah berbuat baik terhadap kawan dan berbuat buruk

terhadap lawan”. Hal paling pertama yang saya herankan begitu mengetahui konsep keadilan

milik Polemarchus tersebut adalah, memangnya di mana batas kawan dengan lawan? Saya

rasa konsep tersebut tidak menjelaskan secara rinci mengenai kedua hal tersebut. Selain itu,

menurut saya konsep seperti itu bukanlah konsep yang aman digunakan terutama jika dalam

konteks masa sekarang. Hal ini dikarenakan dengan tidak adanya batasan antara kawan

dengan lawan seperti ini, maka seseorang tidak akan bisa selalu yakin mengenai mana yang

18
kawan dan juga mana yang lawan karena bagaimana pun juga, kawan dan lawan tersebut bisa

selalu berubah setiap saatnya tergantung dengan kondisi yang mereka miliki. Ditambah lagi

takutnya, konsep ini justru akan disalahgunakan oleh masyarakat demi alasan kepentingan

mereka masing-masing. Namun sebenarnya terlepas dari semua konsekuensi tersebut,

pandangan seperti ini sebenarnya wajar sekali karena berasal dari Polemarchus yang mana

notabenenya memang adalah seorang koboi yang dipenuhi dengan kehidupan bebasnya.

b. Apa sikap kritis Anda terhadap tesis Thrasymachus di dalam teks Republik bahwa “keadilan tidak

lebih hanyalah kepentingan bagi pihak yang kuat”? Jelaskan.

Jawab :

Thrasymachus dalam tesisnya yang tertulis dalam teks Republik menyatakan bahwa,

“keadilan tidak lain hanyalah kepentingan bagi pihak yang kuat”. Konsep keadilan milik

Thrasymachus ini adalah salah satu dari hal-hal yang pada dasarnya memang sudah dan

selalu berlaku dalam kehidupan masyarakat, hanya saja masyarakat tersebut terutama

masyarakat modern ini, tidak ingin mengakui ada dan berlakunya konsep keadilan seperti itu.

Hal ini dikarenakan umat manusia bagaimana pun juga selalu menginginkan agar konsep

keadilan berlaku sebagaimana konsep awalnya, yaitu kesetaraan. Di luar itu, konsep keadilan

sebagaimana milik Thrasymachus ini memanglah bukan konsep yang cukup baik dimana

buruknya, kaum yang lebih kuat tidak justru akan merampas kedamaian dari kehidupan

masyarakat lemah. Namun bagaimana pun juga, tetap saja sebenarnya konsep ini lah yang

selama ini selalu berlaku dalam kehidupan umat manusia, suka atau tidak, manusia dalam

fitrahnya juga memang selalu tunduk kepada yang lebih kuat sebagaimana kita dalam

menyembah Tuhan yang juga memiliki kekuatan-kekuatan luar biasa di luar kemampuan

manusia.

19
c. Menurut Anda, mana yang lebih menguntungkan antara berlaku adil atau berlaku tidak adil? Mana

yang lebih membahagiakan antara berlaku adil dan berlaku tak adil? Jelaskan

Jawab :

Menurut saya pribadi, berlaku adil akan selalu lebih membahagiakan daripada berlaku tidak

adil meskipun dalam beberapa hal, berlaku adil hanya akan membawa kerugian daripada

keuntungan. Bagaimana pun juga, menurut saya berlaku adil baik itu kepada diri sendiri

ataupun kepada orang lain hanya akan selalu membahagiakan hati pelakunya. Karena hati

manusia selalu memiliki fitrah keinginan untuk melakukan kebaikan yang mana begitu

meninggalkannya dan beralih melakukan keburukan, manusia akan merasakan kejanggalan

dan rasa tidak menyenangkan di hatinya. Selain itu, berlaku adil juga sebenarnya sangat

menguntungkan pelakunya. Misalnya jika seseorang melakukan keadilan kepada diri sendiri,

dalam artian tidak dikendalikan oleh hawa nafsu, tidak makan secara berlebihan, dan tidak

menggunakan kekayaan dan kekuatan untuk hal-hal yang mengarah kepada korupsi dan

kerusakan, maka seseorang tersebut akan merasakan kebahagiaan sekaligus keuntungan

hidup yang sehat dan damai dalam kehidupannya. Adapun hal yang saya sebutkan

sebelumnya bahwa berlaku adil kadang tidak menguntungkan, hal ini menurut saya memang

dapat terjadi dalam linkungan pekerjaan baik itu bisnis, kantoran, dan sebagainya. Hal ini

dalam artian bahwa terkadang perbuatan baik kita tidak dibalas dengan baik pula oleh orang

lain dan buruknya malah menjadi semena-mena kepada kita. Maka dalam konteks seperti ini,

berlaku adil justru memiliki kemungkinan akan meruginya diri sendiri. Namun hal itu juga

tidak membuat berlaku tidak adil lebih baik, akan lebih baik jika kita tetap berlaku adil

karena kita tidak pernah tahu bagimana seseorang akan membalasnya, namun sebagai

antisipasi mungkin kita juga harus tetap menjaga kewaspadaan kita untuk kemungkinan

merugi yang akan datang.

20
d. Bagaimana relasi antara keadilan dengan tiga bagian jiwa: hawa nafsu, kehendak, dan nalar menurut

Sokrates (Plato)? Jelaskan.

Jawab :

Sokrates dalam teks yang ditulis oleh Plato yaitu Republik menyatakan bahwa jiwa manusia

terdiri dari tiga bagian berbeda yaitu hawa nafsu di bagian perut atau yang bisa disebut

epithumia dalam artian sebuah keinginan atau ketertarikan manusia akan sesuatu. Bagian

kedua adalah Kehendak atau Thymos yang terletak di dada dalam artian penyebab-penyebab

seseorang melakukan sesuatu. Bagian terakhir adalah rasio atau Nous yang terletak di bagian

kepala dalam artian pemahaman mengenai apa yang baik dan apa yang benar.

Adapun keadilan yang digambarkan oleh Sokrates dengan menggunakan tiga bagian jiwa ini

adalah keadilan terhadap dan oleh diri sendiri. Di mana akan disebut telah melakukan

keadilan hanya jika epithumia atau hawa nafsu dan Thymos atau kehendak dapat berjalan

dengan baik di bawah panduan nalar atau Nous. Hal ini dapat berjalan dengan artian hawa

nafsu dapat dikendalikan dengan baik sehingga tidak memiliki keinginan-keinginan tidak

terkendali yang dapat menguasai diri seseorang, kemudian kehendak atau Thymos dapat

dikendalikan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh emosi-emosi negatif. Selanjutnya kedua hal

tersebut dipimpin oleh nalar dalam hal menentukan keputusan dengan benar dengan

mempertimbangkan konsekuensi, prinsip-prinsip, moral, dan juga etika yang dilakukan

dengan menggunakan akal sehat dan penalaran kritis.

7. Plato IV tentang arête atau kebajikan/keutamaan (teks Protagoras, Meno, dan Euthypro)

a. Sebutkan dan jelaskan beberapa jenis arête atau kebajikan/keutamaan yang Anda ketahui.

Jawab :

Dalam dialog Republik disebutkan bahwa terdapat empat arête atau kebajikan yang paling

utama, yaitu Sophrosune atau keutamaan, andreia atau keberanian, Sophia atau pengetahuan-

kebijaksanaan, dan dikaisoune atau keadilan.

21
Yang pertama adalah sophrosune atau keutamaan. Kebijakan sophrosune ini adalah

kebijakan ketika seorang individu sudah bisa memahami batasan diri mereka, di mana

individu dapat menerima peran dalam negara yang sesuai dengan dirinya sendiri kemudian

juga mewujudkannya dengan bertindak selaras dengan tatanan sosial yang ada.

Arête kedua adalah andreia atau keberanian. Arête ini biasanya dimiliki oleh golongan

pengawal dan sejenisnya di mana mereka memiliki keberanian untuk mempertahankan,

melindungi, dan menjaga kebenaran, keadilan, serta negara tanah air nya.

Arête ketiga adalah Sophia atau pengetahuan-kebijaksanaan yang merupakan arête paling

tinggi yang dapat dikuasai oleh golongan filsuf atau pun para pemimpin negeri. Arête inj

diartikan sebagai tahap ketika kemampuan manusia sudah bisa memahami bentuk-bentuk

ideal dari kebenaran tertinggi dan keadilan.

Arête terakhir adalah dikaisoune atau keadilan. Arête ini adalah arête atau kebajikan yang

digunakan sebagai prinsip dalam sebuah proses pengorganisasian suatu negara. Arête

dikaisoune diartikan sebagai kebajikan yang dicapai ketika setiap bagian dari sebuah

masyarakat suatu negara berhasil menjalankan fungsi mereka masing-masing dengan baik

dan selaras sehingga akhirnya akan tercipta keteraturan dan keseimbangan dalam negara

tersebut.

b. Apakah arête atau kebajikan/keutamaan merupakan suatu bentuk pengetahuan? Jelaskan pendapat

Anda

Jawab :

Mengenai arête atau kebajikan/ keutamaan ini, disimpulkan dalam dialog Protagoras dan

Meno bahwa arête itu bukanlah pengetahuan karena arête tidak bisa diajarkan. Menurut saya

pribadi, jika melihat dari bagaimana jenis-jenis arête, maka arête memang bukanlah

pengetahuan. Arête menurut saya lebih mengarahkan kepada hal-hal berupa aplikasi dari

sebuah pembentukan karakter baik yang dihasilkan dari sebuah pemahaman akan kebaikan

dan pembiasaan melakukannya.

22
c. Apakah arête atau kebajikan/keutamaan dapat diajarkan? Jelaskan pendapat Anda.

Jawab :

Lalu apakah arête dapat diajarkan? Jika mengacu pada dialog Protagoras dan Meno,

disimpulkan bahwa arête bukanlah pengetahuan sehingga arête juga merupakan suatu hal

yang tidak bisa diajarkan. Namun dengan tidak diajarkan, bukan berarti bahwa arête

merupakan suatu hal yang dapat diwariskan atau pun di dapatkan begitu saja.

Menurut saya pribadi, arête memang tidak dapat diajarkan karena memang tidak ada guru

yang dapat mengajarkan arête. Hal ini menurut saya pribadi dikarenakan arête memang

merupakan suatu hal yang hanya bisa dipelajari sendiri oleh masing-masing individu dengan

memperhatikan alam dan sosial sekitar kemudian memprosesnya dalam akal, memahami, dan

kemudian mengkalkulasikan baik dan buruknya, baru setelah itu diaplikasikan dalam pola

pikir dan tindakan sehari-hari.

d. Apakah sesuatu itu “baik” karena Tuhan menyetujui ataukah karena sesuatu “baik” maka Tuhan

menyetujui? Jelaskan pendapat Anda tentang tesis dari teks Euthypro ini.

Jawab :

Penjelasan mengenai hal ini telah dibahas oleh Socrates dalam ungkapannya mengenai

Euthyphro dilemma dimana ia kemudian menjelaskan perspektif dari masing-masing dua

tersebut.

Saya sendiri sebenarnya lebih condong kepada pemikiran divine command theory, dimana

sesuatu dianggap baik karena memang telah sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Tuhan.

Bahwa Tuhan telah menentukan mana yang baik dan mana yang buruk sekehendak-Nya

sehingga tidak ada pemahaman moral yang terjadi dengan sendirinya. Saya kemudian lebih

memilih pendapat ini daripada nature law theory karena menurut saya pribadi, jika segala

sesuatu sejak awal itu memang diciptakan oleh Tuhan, maka juga termasuk prinsip moralitas

itu sendiri. Dikarenakan Tuhan lah yang menciptakan perbuatannya, maka Tuhan juga lah

yang kemudian menentukan nilai baik dan buruk dari perbuatan tersebut. Karena jikalau
23
bukan Tuhan yang menciptakan prinsip-prinsip moralitas tersebut, lalu siapa lagi yang akan

menciptakannya? Tidak ada suatu apa pun yang mungkin secara rasional dapat berdiri sendiri

tanpa kuasa dari Tuhannya.

24

Anda mungkin juga menyukai