Pendekatan Culturally Responsive Teaching merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menghendaki adanya persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa membedakan latar belakang budaya peserta didik. Maka dengan demikian peserta didik yang merasa dirinya berasal dari budaya minoritas memiliki hak yang sama dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Melalui pendekatan pembelajaran ini membuat peserta didik juga menjadi lebih memahami budayanya sendiri serta menghargai budaya orang lain. Pendekatan Culturally Responsive Teaching dapat terjadi apabila peserta didik memiliki rasa saling menghormati terhadap latar belakang dan keadaan tanpa memandang status individu dan kekuasaan, dan apabila ada perencanaan pembelajaran yang meliputi berbagai kebutuhan, kepentingan, dan orientasi di ruang kelas. Gay (2000) mengemukakan bahwa Culturally Responsive Teaching merupakan cara menggunakan pengetahuan budaya, pengalaman, dan gaya kinerja peserta didik yang beragam untuk dapat menimbulkan pengalaman belajar yang bermakna. Gay (2000) yang merupakan penggagas konsep culturally responsive/relevant pedagogy, mengemukakan prinsip dasar Culturally Responsive Teaching yaitu terwujudnya kemitraan antara pendidik dan peserta didik dalam mencapai pembelajaran yang lebih baik.
Guru harus menyadari bahwa pembelajaran tidak hanya mementingkan prestasi
akademik, namun juga mempertahankan identitas budaya peserta didik. Uraian tersebut menegaskan bahwa Culturally Responsive Teaching merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara pendidikan dan dimensi sosial budaya peserta didik. Penekanan pada budaya peserta didik dan komunitas tidak hanya dijadikan sebagai upaya mendekatkan peserta didik dengan konteks pembelajarannya, tetapi diharapkan dapat menjembatani munculnya kesadaran peserta didik terhadap identitas budayanya. Pandangan mengenai pengajaran pada peserta didik dengan latar belakang budaya berbeda juga dikemukakan Ladson & Billings (1995) bahwa Culturally Responsive Teaching merupakan pedagogi yang menyadari bahwa melibatkan latar belakang kebudayaan peserta didik dalam semua aspek pembelajaran merupakan hal yang penting. Karakteristik Culturally Responsive Teaching menurut Ladson & Billings (1995) dijelaskan seperti di bawah ini. 1. Positive perspectives on parents and families, artinya guru membangun hubungan yang baik dengan orangtua serta keluarga peserta didik. 2. Communication of high expectation, artinya guru memberikan pujian pada prestasi yang didapat peserta didik, dan memberikan simpati jika peserta didik gagal dalam proses akademiknya. 3. Learning within the context of culture, artinya adanya keberagaman budaya yang dimiliki setiap peserta didik yang ada di sekolah, serta adanya proses globalisasi yang mengharuskan pengembangan pemahaman mendalam tentang budaya di antara populasi yang beragam. 4. Student-centered instruction, artinya pembelajaran yang tercipta harus dapat membuat peserta didik aktif. Peran guru sebagai perencana pembelajaran di kelas diperlukan agar dapat terjadi aktivitas dan komunikasi yang positif antar peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang memahami peserta didik sebagai individu yang dapat mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengetahuan sebelumnya. 5. Culturally mediated instruction, artiya kegiatan multikultural yang sedang berlangsung dalam ruang kelas menimbulkan kesadaran akan keberagaman budaya. 6. Reshaping the curriculum, artinya sekolah harus membuat kurikulum yang dapat membangun karakter peserta didik dan tidak hanya terfokus pada hasil akademik. 7. Teacher as facilitator, artinya dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator. Guru harus dapat memfasilitasi peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini guru juga berperan sebagai konsultan dan mediator di dalam kelas. Dalam mengimplementasikan langkah-langkah kegiatan Culturally Responsive Teaching diperlukan adanya kerjasama antara guru dan peserta didik, Penerapan Culturally Responsive Teaching yang digambarkan melalui bagan alir oleh Yuli Rahmawati, (2017). 1. Guru melakukan apersepsi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik tentang materi yang akan diajarkan (Identifikasi Diri). 2. Guru membuat kelompok dengan latar belakang peserta didik yang berbeda (Identifikasi Diri). 3. Guru menyampaikan materi pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks budaya peserta didik (Pemahaman Budaya). 4. Guru memberikan contoh aplikasi materi pembelajaran secara nyata yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari peserta didik melalui cerita (Pemahaman Budaya). 5. Melakukan tanya jawab untuk mengkonstruksi pengetahuan peserta didik berdasarkan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki oleh peserta didik (Kolaborasi). 6. Peserta didik melakukan diskusi kelompok dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, misalnya dengan menjawab soal dan menuliskannya di papan tulis (Kolaborasi). 7. Membuat projek kelompok yang berasal dari tugas yang diberikan oleh guru (Berpikir Kritis). 8. Mempresentasikan hasil projek di depan kelas berlandaskan latar budaya kelompoknya masing-masing (Konstruksi Transformatif). Berikut ini diberikan bagan alir tentang penerapan model pembelajaran dengan pendekatan Culturally Responsive Teaching: (Yuli Rahmawati dkk, 2017:17)
Gambar 13. Bagan Alir Penerapan Culturally Responsive Teaching
dikemukakan oleh Gay (2000:29) bahwa dalam proses pembelajaran pendekatan ini akan melibatkan pertimbangan dari lingkungan kelas. Dalam rangka memfasilitasi gaya belajar yang berbeda-beda dapat diuraikan menjadi lima hal. 1. Mengakui adanya warisan budaya dari berbagai kelompok etnik yang berbeda, baik sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap peserta didik, pendekatan untuk belajar, serta konten untuk diajarkan sesuai dengan kurikulum formal. 2. Membangun hubungan yang bermakna antara pengalaman yang peserta didik temui di rumah dengan pengajaran akademik di sekolah. 3. Menggunakan berbagai strategi pembelajaran yang terhubung dengan berbagai gaya belajar yang berbeda pada setiap peserta didik. 4. Mengajarkan peserta didik untuk mengetahui dan mencintai warisan budaya mereka sendiri serta menghargai budaya orang lain. 5. Menggabungkan informasi multikultural, sumber daya, serta keterampilan yang selalu untuk diajarkan di sekolah.
Pendekatan pembelajaran Culturally Responsive Teaching ini merupakan suatu cara
komprehensif untuk membekali guru dalam mengajar peserta didik di lingkungan yang berlatar belakang budaya yang berbeda-beda serta meningkatkan pemahaman dan keterampilan tanggap budaya seorang guru dalam setiap muatan pembelajaran mengupayakan terhadap lingkungan pembelajarannya. Adapun model pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran Culturally Responsive Teaching yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitian pengembangan budaya dan karakter diklasifikasikan seperti di bawah ini. 1. Peserta didik melakukan refleksi terhadap identitas budaya. 2. Peserta didik terlibat dalam pemahaman budaya dan konstruksi pembangunan melalui tugas yang diberikan guru. 3. Peserta didik melakukan debat untuk mengetahui perspektif yang berbeda. 4. Peserta didik bekerja dalam kelompok untuk membahas tugas yang diberikan guru dalam perspektif budaya. 5. Peserta didik terlibat dalam refleksi nilai-nilai dan pemahaman mereka dengan menyajikannya dalam sebuah tugas projek.
Dikemukakan Guy (2000), bahwa Langkah-langkah Model Pembelajaran dengan
prinsip pendekatan Culturally Responsive Teaching dijelaskan di bawah ini. 1. Identitas diri peserta didik: mengembangkan identitas mereka dalam perbedaan. 2. Pemahaman budaya: peserta didik terlibat dalam pemahaman budaya dan konstruksi pengetahuan melalui artikel atau sumber daya apapun. 3. Berpikir kritis untuk refleksi: peserta didik melakukan debat untuk mengetahui perspektif yang berbeda-beda dengan mencerminkan nilai-nilai dan pemahaman mereka. 4. Kolaborasi: peserta didik bekerja dalam kelompok untuk membahas konsep dan perspektif budaya. 5. Konstruksi transformatif: peserta didik terlibat dalam perubahan nilai-nilai dan pemahaman mereka dengan menyajikannya melalui sebuah projek