Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

(KERANGKA STRATEGIS KEBIJAKAN MONETER)

KEBANKSENTRALAN DAN OJK

Dosen Pengampu :

(Ema Khairunnisa Artha, S. E., M. Ak)

Disusun oleh:
Kelompok 5
Wahyuni Candra (6120101220001)
Latipah (6120101220013)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS ILMU SOSIAL & HUMANIORA
UNIVERSITAS BORNEO LESTARI
TAHUN 2023
KATA PEGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugrah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran islam yang sempurna dan menjadi anugrah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.

Adapun tujuan dari pembuatan tugas makalah ini adalah sebagai tambahan wawasan
yang bermanfaat bagi mahasiswa yang sudah diberikan oleh ibu Ema Khairunnisa Artha, S.
E., M. Ak selaku dosen pembimbing mata kuliah Kebanksentralan dan OJK.

Kami menyadari bahwa kemampuan dan pengalaman yang kami miliki masih sangat
terbatas, sehingga dalam penyusunan makalah ini baik dalam kata-kata, penyajian maupun
penulisan masih banyak terdapat kekurangan. Namun semuanya ini adalah usaha yang
maksimal dari kami. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran khususnya dari dosen
pembimbing dan dari semua pihak yang bersifat membangun. Atas bimbingan dosen dan
serta bantuan yang diberikan selama ini kami mengucapkan banyak terima kasih.

Banjarbaru, 11 Oktober 2023

Hormat Kami

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang

Tujuan utama kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia adalah
untuk mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, serta turut
menjaga stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam pada pasal 7 UU No.23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 4 Tahun
2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dimana yang dimaksud
dengan "stabilitas nilai Rupiah " adalah kestabilan harga barang dan jasa serta nilai tukar
Rupiah.
Konsep stabilitas nilai Rupiah mencakup kestabilan harga barang dan jasa serta nilai
tukar Rupiah. Kestabilan harga barang dan jasa secara umum diukur dari inflasi yang rendah
dan stabil. Sementara itu, kestabilan nilai tukar Rupiah diukur dari kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai Rupiah dalam artian inflasi yang rendah, dan
stabil, serta kestabilan nilai tukar Rupiah sangat penting bagi tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendukungnya tercapainya inflasi yang rendah dan
stabil.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka
kebijakan moneter yang disebut Inflation Targeting Framework (ITF) sejak 1 Juli 2005.
Dalam kerangka tersebut, inflasi menjadi sasaran yang diutamakan (overriding objective).
Bank Indonesia terus melakukan penyempurnaan kebijakan moneter guna memperkuat
efektivitasnya. Hal ini dilakukan agar Bank Indonesia dapat menangani dinamika dan
tantangan perekonomian yang terus berubah. Sebagai lembaga yang mengatur kebijakan
moneter di Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas nilai
Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Transmisi Kebijakan Moneter adalah salah satu kebijakan yang secara langsung dapat
dikendalikan oleh pemerintah, serta memiliki dampak langsung pada perekonomian di
Indonesia dimana adanya proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin
requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir
atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat
diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional
yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Rumusan masalah

1. Kenapa kebijakan moneter perlu dilakukan ?


2. Bagaimana transmisi kebijakan moneter ?
3. Apa macam-macam kebijakan moneter ?
4. Mengapa Independensi Bank Indonesia harus disertai dengan transparansi dan
akuntabilitas ?
5. Bagaimana kerangka strategis kebijakan moneter ?

Tujuan :

1. Mahasiswa(i) dapat memahami mengapa kebijakan moneter perlu dilakukan.


2. Diharapkan mahasiswa (i) dapat memahami transmisi kebijakan moneter.
3. Mengetahui macam-macam atau jenis kebijakan moneter.
4. Memahami mengapa indepedensi Bank Indonesia harus disertai dengan transpalansi
dan akuntabilitas.
5. Mengetahui seberapa penting pengendalian inflasi terhadap perekonomian suatu
negara.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENTINGNYA KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku
bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Kerangka kebijakan moneter meliputi strategi kebijakan moneter dan implementasi
kebijakan moneter. Kerangka kerja kebijakan moneter yang diimplementasikan oleh Bank
Indonesia adalah Inflation Targeting Framework (ITF). ITF adalah suatu kerangka kerja
(framework) kebijakan moneter mengenai kisaran target sasaran inflasi yang hendak dicapai
dalam beberapa periode kedepan serta diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari
komitmen dan akuntabilitas bank sentral. ITF diimplementasikan dengan menggunakan suku
bunga kebijakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga pasar uang antarbank
untuk jangka waktu overnight di Indonesia - IndONIA (Indonesia Overnight Index Average)
sebagai sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara
resmi sejak 1 Juli 2005.
Dengan menetapkan sasaran inflasi yang eksplisit dan diumumkan secara transparan,
Bank Indonesia memberikan sinyal kepada masyarakat dan pelaku pasar mengenai komitmen
bank sentral dalam menjaga stabilitas harga dan memperkuat kepercayaan publik. Selain itu,
dengan menerapkan kerangka kerja yang konsisten dan transparan, Bank Indonesia juga
meningkatkan akuntabilitasnya dalam menjalankan kebijakan moneter. Pengalaman krisis
keuangan global 2008/2009 mengajarkan pentingnya fleksibilitas bagi bank sentral dalam
merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang
semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan pengalaman
tersebut, Bank Indonesia Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.
B. TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER

Tujuan utama kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara stabilitas nilai tukar
Rupiah, yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebagai instrumen utama untuk mempengaruhi aktivitas
kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir mencapai sasaran inflasi. Namun, dalam proses
transmisi kebijakan moneter tersebut, terdapat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
sasaran inflasi melalui berbagai channel dan memerlukan waktu (time lag).
Setiap channel transmisi kebijakan moneter memiliki time lag yang berbeda-beda.
Pada kondisi normal, perbankan akan merespons kenaikan atau penurunan BI-7 Day
Reverse Repo Rate (BI7DRR) dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga perbankan.
Namun, jika perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, maka respons perbankan
terhadap penurunan suku bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) akan lebih lambat.
Sebaliknya, jika perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan,
penurunan suku bunga kredit dan peningkatan permintaan kredit tidak selalu direspons
dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit
perbankan juga tidak selalu direspons oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat
jika prospek perekonomian sedang lesu. Efektivitas transmisi kebijakan moneter dipengaruhi
oleh kondisi eksternal, sektor keuangan dan perbankan, serta sektor riil.
Transmisi kebijakan moneter pada jalur suku bunga, perubahan BI 7DRR 7DRR akan
memengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Bank Indonesia dapat
menerapkan kebijakan moneter yang ketat dengan menaikkan suku bunga yang berdampak
pada permintaan agregat sehingga akan menurunkan tekanan inflasi. Sebaliknya, penurunan
BI 7DRR akan menurunkan suku bunga kredit sehingga meningkatkan permintaan kredit dari
perusahaan dan rumah tangga. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya
modal perusahaan untuk investasi. Hal tersebut meningkatkan aktivitas konsumsi dan
investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Transmisi kebijakan pada jalur nilai tukar melalui perubahan suku bunga BI 7DRR
akan mempengaruhi nilai tukar. Jika BI 7DRR naik, maka akan meningkatkan selisih antara
suku bunga di Indonesia dengan suku bunga di luar negeri. Hal tersebut akan mendorong
investor asing untuk menanamkan modalnya ke instrumen keuangan di Indonesia, karena
mereka bisa mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal asing
tersebut kemudian akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi nilai tukar Rupiah
membuat harga barang impor menjadi lebih murah, sementara harga barang ekspor kita di
luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif, sehingga dapat mendorong impor
dan mengurangi ekspor. Adanya apresiasi rupiah kemudian akan berdampak pada penurunan
tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI 7DRR juga memengaruhi perekonomian makro melalui
perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan
obligasi, sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya
mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan
investasi. Hal ini akan mengurangi permintaan agregat sehingga menurunkan tekanan inflasi.
Dampak perubahan suku bunga pada kegiatan ekonomi juga memengaruhi ekspektasi
publik terhadap inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga akan mendorong aktivitas
ekonomi dan pada akhirnya inflasi akan mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan
inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh
produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.

C. MACAM-MACAM KEBIJAKAN MONETER


1. Kebijakan Pasar Terbuka
Kebijakan Bank Sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga
2. Kebijakan Diskonto
Kebijakan diskonto adalah kebijakan bank sentral untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang beredar dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga bank.
3. Kebijakan Cadangan Kas
Kebijakan Cadangan Kas adalah Kebijakan bank sentral untuk menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikkan atau mengurangi
cadangan kas minimum yang dimiliki bank – bank umum.
4. Kebijakan Kredit Selektif dan Kredit Longgar
Kebijakan Kredit selektif adalah kebijakan bank sentral untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar dengan cara memperketat syarat-syarat pemberian kredit. Bank
sentral memberlakukan kredit selektif jika perekonomian menunjukkan tanda-tanda
inflasi.
Kebijakan kredit longgar adalah kebijakan bank sentral untuk menambah jumlah uang
yang beredar dalam masyarakat dengan cara-cara memperlonggar syarat-syarat
pemberian kredit. Bank sentral memperlakukan kebijakan kredit longgar jika
perekonomian menunjukkan tanda-tanda deflasi.
5. Kebijakan Devaluasi dan Revaluasi
Devaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan mata uang dalam negeri
terhadap mata uang asing. Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki neraca
perdagangan dan neraca pembayaran.
Revaluasi adalah kebijakan bank sentral menaikkan nilai mata uang dalam negeri
terhadap mata uang asing.
6. Sanering
Sanering adalah kebijakan bank sentral untuk memotong nilai mata uang dalam
negeri. Kebijakan ini dilakukan apabila terjadi hiperinflasi.
7. Mencetak uang baru
8. Memusnahkan uang lama
9. Dorongan moral
Suatu kebijakan dimana bank sentral dapat memengaruhi jumlah uang beredar dengan
berbagai pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan kepada bank umum dan
pelaku moneter lainnya.

D. TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

Berdasarkan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah
beberapa kali terakhir dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan
Sektor Keuangan pada pasal 4 ayat 2 tertera bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan Pemerintah dan/ atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas
diatur dengan Undang-Undang tersebut.
Namun, Independensi Bank Indonesia harus disertai dengan transparansi dan
akuntabilitas. Pengaturan transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia makin dipertegas
sebagaimana tertuang dalam UU tersebut pasal 58 bahwa Bank Indonesia wajib
menyampaikan laporan kinerja kelembagaan dalam menjalankan Undang-undang ini, secara
tertulis kepada Presiden dan DPR.
Laporan yang disampaikan terdiri atas laporan triwulanan dan laporan tahunan.
Bagian laporan tersebut juga disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media
massa mencantumkan ringkasannya dalam Berita Negara. Setiap awal tahun anggaran, Bank
Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyrakat secara terbuka melalui media
massa yang memuat: evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan Bank Indoensia pada tahun
sebelumnya serta rencana kebijakan dan penetapan sasaran Bank Indonesia untuk tahun yang
akandatang.
Terkait anggaran, Bank Indonesia menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
tahunan kepada Presiden dan DPR. Bank Indonesia menyelesaikan penyusunan laporan
keuangan tahunan paling lambat 30 hari setelah tahun anggaran berakhir dan menyampaikan
laporan keuangan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk diperiksa paling lambat
7 hari setelah laporan tersebut selesai disusun. Bank Indonesia wajib mengumumkan laporan
keuangan tahunan Bank Indonesia kepada publik melalui media massa.

E. KERANGKA STRATEGIS DALAM KEBIJAKAN MONETER

Penerapan Flexible ITF (Inflation Targeting Framework): Sinergitas Kebijakan Moneter


dengan Sasaran Kestabilan Harga
Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan suatu kerangka kebijakan moneter yang
mempunyai ciri-ciri utama, yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan
dengan undang-undang bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga
tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman target inflasi kepada publik. Pengumuman
tersebut mengundang arti bahwa bank sentral memberikan komitmen dan jaminan kepada
publik bahwa setiap kebijakan moneternya selalu mengacu pada pencapaian target tersebut
dan bank sentral mempertanggungjawabkan kebijakannya apabila target tersebut tidak
tercapai.

Secara lebih rinci, karakteristik Inflation Targeting sebagaimana dikemukakan oleh


Bernake et al (1999) dan Svensson (2000) ditunjukkan pada Tabel berikut:

Tabel 2. Karakteristik Inflation Targeting


No. Kriteria Bernake et Svensson
al.
1. Kestabilan harga sebagai tujuan Ya Ya
utama kebijakan moneter
2.
Pengumuman target inflasi Ya Ya
3.
4. Target Inflasi Jangka Menengah Tidak Jelas Ya
5. Komunikasi intensif dengan Ya Ya
publik
6. Penggunaan monetary policy rule Tidak Jelas Penargetan
7. secara spesifik Prakiraan
Inflasi
8.
Publikasi prakiraan inflasi dan Tidak Perlu Ya
output
Target ditetapkan oleh Ya Tidak Perlu
Pemerintah (goal dependence)
Penggunaan instrumen secara Ya Ya, Tetapi Tidak
independen (instrumen Disebutkan
independence) Secara
Tegas
Sumber: Bofinger, Peter, Monetary Policy: Goals, Institutions, Strategies and
Instruments, Oxford University Press, 2001 : 259.
Prinsip dasar yang melandasi kerangka kerja Inflation Targetting tersebut adalah bahwa
sasaran akhir dari kebijakan moneter diutamakan untuk mencapai dan memelihara laju inflasi
yang rendah dan stabil. Hal ini didasarkan pada dua pertimbangkan pokok. Pertama, laju
inflasi yang tinggi menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat karena
menurunnya daya beli atas pendapatan yang diperolehnya maupun meningkatnya
ketidakpastian yang dapat mempersulit perencanaan usaha dan memperburuk kegiatan
perekonomian. Kedua, perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan temuan empiris di
berbagai negara menunjukkan bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah-panjang
hanya berpengaruh pada inflasi dan bukan pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Berdasarkan dua pertimbangkan diatas, maka kontribusi optimal yang dapat disumbangkan
oleh kebijakan moneter dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat adalah dengan
pencapaian dan pemeliharaan lju inflasi yang rendah dan stabil. Dalam kaitan ini,
pengendalian inflasi ini melalui kebijakan moneter tersebut adalah dalam rangka stabilitas
dan penurunan laju inflasi dalam jangka menengah-panjang dan bukan dalam jangka pendek.

Bagaimana konsep dasar kebijakan moneter dengan kerangka Inflation Targeting


tersebut diterapkan di berbagai bank sentral, dapat dijelaskan dengan pokok-pokok kerangka
kerja yakni : (1) Sasaran Inflasi, (2) Kebijakan Moneter mengarah ke depan, (3) Transparasi,
serta (4) Akuntabilitas dan Kredibilitas.

Selain konsep dasar tersebut, keberhasilan penerapan kerangka kerja Inflation Targeting
mensyaratkan beberapa hal yaitu :
• Pertama, Inflation Targeting sebagai strategi dasar kebijakan moneter,
Substansi utama dari hal ini adalah bahwa pengendalian inflasi sesuai target sebagai
overriding objective kebijakan moneter. Trade-off pertumbuhan ekonomi, stabilitas nilai
tukar dan stabilitas sistem keuangan dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan
moneter. Namun, apabila terjadi konflik, maka pencapaian target inflasi yang diutamakan.

• Kedua, Integrasi kebijakan moneter dan makropudensial dalam mencapai kestabilan


makroekonomi secara keseluruhan,
Respon kebijakan suku bunga sebagai stance kebijakan utama perlu didukung oleh
kebijakan nilai tukar dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan aliran modal
asing dan likuiditas domestik.

• Ketiga, Peran kebijakan nilai tukar dan kebijakan arus modal dalam kerangka kebijakan
moneter untuk mencapai kestabilan harga.
Penguatan kebijakan nilai tukar dilakukan konsisten dengan pencapaian sasaran
inflasi dan stabilitas makro ekonomi. Solusi ’possible trinity’ yang optimal dicari dengan
melihat keterkaitan kebijakan stabilitas nilai tukar dengan pengelolaan capital flows dan
implikasinya terhadap kecukupan cadangan devisa.

• Keempat, Penguatan kerangka koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah


untuk mengendalikan harga serta menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Penguatan kerangka koordinasi menjadi sangat penting mengingat selain dari sisi
permintaan, sumber tekanan inflasi juga berasal dari sisi penwaran dan komoditi strategis.
Selain itu, semakin terbatasanya kapasitas ekonomi dan kendala implementasi program
infrastruktur masyarakat penerapan strategi kebijakan yang terintegratif diantara otoritas
kebijakan.

• Kelima, Penguatan komunikasi kebijakan moneter dan makroprudensial sebagai bagian


dari instrumen kebijakan.
Komunikasi kebijakan moneter bukan lagi ditujukan hanya untuk mencapai
transparasi dan akuntabilitas, namun lebih sebagai sebuah instrumen kebijakan moneter
yang sangat berperan. Dalam komunikasi kebijakan didesain untuk menggerakkan
ekspektasi publik dan pelaku pasar, mengurangi ketidakpastian, meredam ’noise’ dan
meningkatkan kepastian arah kedepan (predictability) sehingga dapat mengurangi
volatilitas pasar keuangan dan memberikan pemahaman kepada publik (public
education).
Sehubungan dengan pemikiran diatas, maka format kerangka kerja Flexible Inflation
Targeting Framework (ITF) dapat diletakkan dalam dimensi makroekonomi dengan lima
elemen dasar yang secara umum dicerminkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Elemen Dasar Flexible ITF


Sumber: Raharjo, 1955

Dengan merujuk pada lima elemen tersebut, dalam pencapaian overriding objectives ITF dan
Flexible ITF secara subtantif adalah sama, yaitu pengendalian inflasi. Perbedaan yang
penting adalah terkait dengan pemaknaan substansi ”fleksibilitas”, yaitu fleksibel dalam
menempatkan ketangka stabilitas sistem keuangan dengan penerapan bauran instrumen
kebijakan moneter-makroprudensial; fleksibel dalam menempatkan peran kerangka strategis
pengelolaan nilai tukar, serta penguatan kelembagaan untuk mengoptimalkan peran
koordinasi dan komunikasi kebijakan. Perbedaan tersebut disampaikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan ITF dan Flexible ITF


Sumber: www.bi.go.id, 2017
Terkait dengan perbedaan diatas, suatu substansi yang paling mendasar yang perlu mendapat
perhatian yaitu bahwa dalam merumuskan strategi kebijakan moneter pasca krisis, Bank
Indonesia dituntut untuk semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan untuk memastikan
perekonomian dan sistem keuangan berada dalam kondisi yang stabil baik dari sisi
makroekonomi maupun sektor keuangan. Pergeseran atau penekanan mandat bank sentral
untuk menjaga stabilitas sistem keuangan memiliki konsekuensi pada komplikasi tata kelola
kebijakan. Untuk itu, format mandat Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas moneter dan
sistem keuangan secara bersamaan perlu dirumuskan dengan tepat, khususnya terkait dengan
upaya untuk menrumuskan intergrasi atau bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
yang optimal. Dalam kaitan ini, merujuk pada beberapa pemikiran dan pengamatan empiris,
format integrasi kebijakan yang optimal perlu tetap mengacu pada pertimbangan utama
bahwa kebijakan yang diterapkan nantinya tidak kontradiktif terhadap pencapaian sasaran
inflasi dalam jangka menengah dan panjang.
BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/default.aspx#floating-4
https://www.bi.go.id/id/bi-institute/policy-mix/core/Documents/Kebijakan%20Moneter.pdf
https://id.scribd.com/document/450696514/Kerangka-Kebijakan-Moneter
https://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/PROSNMEB/article/download/3058/267#:~:text=B
eberapa%20strategi%20kebijakan%20moneter%20tersebut,moneter%20tanpa%20jangkar%2
0yang%20tegas).

Anda mungkin juga menyukai