Anda di halaman 1dari 14

LKK 1

Nama 1. Ista Anifa Adlaa


2. Karunia Dwi Susanti
3. Khiyarotun Nafisah
4. Labib Dhiyaul
5. Lani Amalia

Instansi PPG IPA UNNES Rombel 4

N Kebutuhan Belajar
Jenis ABK
o. Mata Pelajaran IPA
1 Disabilitas penglihatan Metode pengajaran yang digunakan
untuk mendukung pembelajaran anak
tunanetra terdiri dari metode ceramah,
tanya jawab, dan diskusi. Selain itu, ada
juga metode sorogan, bandongan dan
drill yang digunakan untuk mengajar anak
tunanetra.

2 Disabilitas pendengaran Sumber permasalahan pada anak-anak


tunarungu adalah adanya gangguan atau
ketidakmampuan dalam mendengar baik
yang ringan maupun sangat berat.
Ketidakmampuan mendengar inilah yang
kemudian menyebabkan mereka
mengalami gangguan atau kesulitan
dalam bicara dan bahasa.
Ada dua sisi kebutuhan yang dirasakan
oleh tunarungu untuk mengefektifkan
komunikasinya dengan lingkungan.
1. Berbagai objek dan peristiwa yang
ada di lingkungan harus
dimodifikasi (dirubah) menjadi
sesuatu yang bisa ditangkap
melalui indera penglihatan (bukan
pendengaran).
2. Tunarungu perlu dilatih untuk
mengembangkan kemampuannya
dalam berbahasa baik secara
verbal maupun isyarat. Oleh
karena itu, mereka perlu mendapat
pembinaan dalam mempersepsi
bunyi, irama, bunyi bahasa dan
juga isyarat
LKK 1

Beberapa kebutuhan pokok pada


tunarungu yang harus dipahami dan
dipenuhi oleh lingkungan, di antaranya
adalah:
1. Pelatihan bahasa isyarat
2. Latihan persepsi bunyi dan irama
3. Latihan persepsi bunyi bahasa
4. Latihan wicara (bina wicara)
Prinsip-prinsip umum pembelajaran yang
harus diketahui dan diupayakan oleh para
guru dalam pembelajaran siswa
tunarungu:
1. Pengembangan kemampuan
bahasa
2. Pengalaman konkrit seperti
praktikum
3. Pengalaman visual seperti melihat
secara langsung objek, misal bab
perkembangbiakan tumbuhan,
dapat melihat bunga nyata, dalam
pelajaran tentang struktur tubuh
hewan dapat melihat langsung
objek, atau benda tiruannya.
4. Pengalaman motoris misalkan
dengan mengadakan eksperimen
penelitian.

3 Disabilitas intelektual
Kebutuhan belajar peserta didik dengan
disabilitas intelektual pada mata
pelajaran IPA yaitu :

a. Modifikasi Kurikulum

Pendidik perlu memodifikasi


kurikulum IPA sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan
peserta didik. Ini bisa berarti
menyederhanakan materi,
mengurangi jumlah informasi dan
menggunakan metode pengajaran
yang konkret.

b. Penggunaan Alat Bantu


LKK 1

Beberapa peserta didik dengan


disabilitas intelektual memerlukan
alat bantu dalam pembelajaran
seperti gambar, diagram atau
model fisik/alat peraga untuk
memahami konsep-konsep ilmiah.

c. Pembelajaran Berbasis
Pengalaman

Peserta didik dengan disabilitas


intelektual sering belajar lebih baik
melalui pengalaman langsung.
Oleh karena itu, eksperimen,
kunjungan ke laboratorium, dan
aktivitas lapangan dapat menjadi
cara yang efektif untuk
mengajarkan IPA.

d. Penggunaan Media
Pembalajaran

Media pembelajaran penting


diperhatikan dalam mengajar
peserta didik dengan disabilitas
intelektual. Hal ini dikarenakan
peserta didik dengan disabilitas
kurang mampu untuk berfikir
abstrak, mereka membutuhkan
hal-hal yang konkret. Adapun
media pembelajaran untuk peserta
didik dengan disabilitas intelektual
yaitu alat latihan kematangan
motorik berupa form board, puzzle;
latihan kematangan indra, seperti
latihan perabaan, penciuman; alat
latihan untuk mengurus diri sendiri,
seperti latihan memasang kancing,
memasang ritssluiting; alat latihan
konsentrasi, seperti papan
keseimbangan, alat latihan
membaca, berhitung dan lain-lain.
LKK 1

4 Lamban belajar Model Pembelajaran Bagi anak


Lamban Belajar
1. Concrete Instruction. Anak yang
mengalami slow learner mengalami
kesulitan untuk instruksi berkonsep
abstrak. Mereka akan lebih efektif dan
belajar lebih baik dengan instruksi
berpendekatan: “lihatlah, rasakanlah,
sentuhlah, dan lakukanlah” (Shaw, 2010
hal. 14).
2. Generalization. Siswa dengan
kecerdasan terbatas (Borderline
intelligence) dapat belajar dan berlatih
strategi belajar atau peraturan seperti
yang telah diajarkan kepadanya, akan
tetapi mereka sangat sulit untuk
mengetahui kapan, dimana, dan
bagaimana peraturan tersebut
diaplikasikan (Shaw, Social 2010 hal. 14).
3. Organizing Instruction.
Membandingkan informasi-informasi
yang dipelajari dengan variasi situasi-
situasi baru dengan meningkatkan
generalisasi serta informasi baru kepada
informasi sebelumnya, membutuhkan
pengetahuan akan meningkatkan
penolakan secara fungsional. Oleh
karena itu akan mudah bagi anak yang
mengalami slow learner jika menjelaskan
materi yang sudah mereka kuasai
sebelumnya untuk mempermudah
penjelasan materi baru.
4. Increasing Instructional
Efficiency. Anak dengan kecerdaasan
terbatas (Borderline Intelligence) belajar
lebih lambat dibandingkan dengan
teman-teman seusianya yang
berkecerdasan rata-rata. Anak
Borderline Intelligence lebih mudah
belajar setiap fakta-fakta yang terbatas
dibandingkan temannya karena mereka
memiliki kekuatan untuk rote
memorization. Mereka lebih
membutuhkan banyak fakta-fakta
LKK 1

terbatas untuk memahami sebuah


konsep. Dengan membuat intruksi yang
lebih efisien, maka akan memperkecil
jurang antara slow learner dan teman
seusianya yang berkecerdasan rata-
rata. Untuk memudahkannya dibuatlah
instruksi yang terorganisasi dengan baik,
seperti instruksi dengan bantuan
komputer (Shaw, 2010 hal. 15). Tipe
lingkungan ini memungkinkan slow
learner untuk belajar fakta-fakta terpisah
dalam mempelajari generalisasi sehingga
mampu mengatasi keterbatasan yang
mereka alami.
5. Academic Motivation. Dukungan
motivasi akademik adalah penting untuk
membangun resiliensi akademis darislow
learner. Menghubungkan pembelajaran
dengan pengalaman di dunia nyata
membantu mereka melihat keuntungan
dari pembelajaran sehingga sangat
signifikan sebagai motivator (Shaw, 2010
hal. 15).
6. Social and Economic Needs. Anak
dengan slow learner sering kali berjuang
dengan kegagalan yang kronis, mereka
dapat membangun self-concept yang
rendah dan memutuskan diri dari
lingkungan sekolah. Hal ini penting untuk
mengidentifikasi dan mendorong siswa
dengan slow learner dalam kegiatan yang
membutuhkan keterampilan yang
berbeda dan kekuatan
lainnya. Menggabungkan anak slow
learner dengan rekan-rekan dan anggota
lainnya dalam kelompok melalui kegiatan
di mana anak dengan slow learner
berhasil memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap motivasi dalam
pencapaian akademik dan keberhasilan
sekolah (Shaw, 2010 hal. 16).
LKK 1

5 Kesulitan belajar spesifik


ABK dengan Kesulitan belajar ditandai
oleh ketidakmampuan dalam mengikuti
pelajaran serta berdampak pada hasil
akademiknya.
ABK dengan kesulitan belajar spesifik
dibagi menjadi 3:
a. Disleksia (Ksulitan dalam
membaca)
b. Disgrafia (Kesulitan dalam
Menulis)
c. Diskalkulia (Kesulitan dalam
Berhitung).
a. Disleksia (kesulitan dalam membaca)
Anak dengan kebutuhan khusus disleksia
dapat diberikan penyesuaian kebutuhan
dengan metode multisensori seperti:
1. Menggunakan alat-alat
labolatorium dengan menampilkan
gambar melalui Smart Pop Up
Book.
2. Menggunakan media video
pembelajaran fungsi dan cara
menggunakan alat praktikum.
3. Menggunakan media yang
bentuknya lebih nyata agar dapat
dipahami oleh peserta didik.
b. Disgrafia (kesulitan dalam menulis)
Anak dengan kebutuhan khusus disgrafia
dapat diberikan penyesuaian kebutuhan
dengan menggunakan metode
pembelajaran seperti:
1. Metode pembelajaran yang
menarik atau dikemas dalam
bentuk games.
2. Puzzel.
3. Mengurutkan gambar atau huruf
membentuk nama organ
pencernaan atau pernapasan.
c. Diskalkulia (kesulitan berhitung)
Anak dengan kebutuhan khusus
diskalkulia dapat diberikan pemenuhan
kebutuhan seperti:
1. Menggunakan media-media yang
menarik yang mampu menarik
perhatian anak tersebut untuk
mengenali angka atau dengan
LKK 1

game.
2. Menggunakan kartu belajar yang
bergambarkan angka dan benda
sesuai jumlah angka dengan diberi
warna yang menarik.
3. Dapat menggunakan kartu
bergambar pengukuran benda
dengan penggaris, garis diberi
warna-warni sehingga dapat
memancing anak untuk belajar
berhitung dengan jari.

6 Disabilitas fisik dan Anak yang memiliki disabilitas fisik dan


motorik motorik dapat dilakukan pembelajaran
dengan Bina Diri, seperti :
a. Kebersihan badan antara lain cuci
tangan, mencuci muka, mencuci kaki,
menyikat gigi, mandi dan mencuci
rambut, dan mengggunakan kamar
mandi
b. Makan dan minum
c. Berpakaian dan berhias

Contoh sarana dan prasarananya adalah


:
1. Kursi roda (wheel chair)
Kursi roda sebaiknya digunakan oleh
anak yang benar-benar lemah o dan
perut, anak tersebut sudah tidak mungkin
lagi dilatih untuk ber berjalan. Jika kondisi
anak masih memungkinkan untuk dilatih
ber berjalan, maka pemakaian kursi roda
sebaiknya bersifat sementara. Per kursi
roda bertujuan untuk: (1) membantu
mobilisasi anak, (2) me melakukan
kegiatan sehari-hari, dan (anak.3)
memperlancar komunikasi dan
sosialisasi.

2. Wolker
Alat bantu untuk latihan berjalan,
berbentuk lingkaran, persegi (seg ada
yang dipasangi roda dan ada yang tidak.
LKK 1

3. Crutch/Kruk (tongkat/penyanggah),
Penggunaan kruk disesuaikan dengan
kelainan yang dialami anak, seperti :
a. Penderita polio, bertujuan untuk
penahan dan penguat seluruh badan
serta membantu berjalan.
b. Penderita patah tulang, bertujuan
untuk penopang kaki atau tulang yang
patah agar tidak ditapakkan
c. Untuk yang amputasi,bertujuan
sebagai alat sementara menggunakan
protese (anggota gerak tiruan) untuk
berjalan dan kegiatan sehari-hari.

4. Splint (bidai) Adalah alat untuk


meletakkan anggota tubuh dalam posisi
yang benar ata menjaga agar jangan
sampai anggota tubuh yang sakit menjadi
salah
5. BraceAlat vang dipakai untuk
Penderita polio, bertujuan untuk penahan
dan penguat seluruh badan serta
membantu berjalan. Ada yang sepanjang
kaki (long leg brace) dan ada yang hanya
sebatas lutut (short leg brace).

6. Protese kaki atau tanganAlat tiruan


yang berbentuk kaki atau lengan,
gunanya untuk menggantikan fungsi kaki
atau tangan yang hilang (amputasi).
7.Peralatan menulis yang dimodifikasi
Merupakan peralatan menulis yang
disesuaikan dengan kondisi anak hasil
modifikasi guru. Misal alat tulis yang
diperbesar pegangannya (dibungkus
dengan karet atau benda lain) agar
mudah dipegang oleh anak cerebral palsy
(CP). Selain itu ada alat tulis yang dipakai
di kepala (head pointer), jadi menulisnya
dengan gerakan kepala, diperuntukan
bagi anak yang tidak mempunyai lengan.

8. Peralatan makan yang


dimodifikasiSendok yang dimodifikasi
LKK 1

dengan pegangannya diperbesar atau


dibungkus dengan karet/benda lain agar
mudah dipegang. Piring yang dimodifikasi
dengan pinggirannya diberi pembatas
agar makanan tidak tercecer ke luar pada
saat disendok. Modifikasi cangkir dengan
memperbesar lubang pegangannya agar
mudah dipegang oleh anak dan lain
sebagainya.
7 Disabilitas emosi sosial Peserta didik dengan disabilitas emosi
sosial adalah mereka yang memiliki
perilaku menyimpang baik pada taraf
sedang, berat maupun sangat berat yang
terjadi pada usia anak maupun remaja.
Perilaku ini dikarenakan terganggunya
perkembangan emosi dan sosial anak
yang dapat merugikan dirinya sendiri
maupun lingkungannya.
Kebutuhan belajarnya :
1.Menggunakan variasi teknik
pembelajaran yang menyenangkan dan
tidak keras agar dapat mengontrol
tingkah laku anak dan menjaga
perhatiannya dalam pembelajaran.
2. Membentuk suasana belajar yang
menyenangkan baik, kondusif, dan
ramah bagi semua anak.
3. Memberikan fokus perhatian yang lebih
kepada kepada ABK disabilitas emosi.
4. Menyediakan kelas khusus jika
mereka perlu belajar terpisah dari
teman-temannya satu kelas.
6. Menyiapkan tindakan preventif yang
dilakukan guru dengan cara mengajar
melalui penokohan, penyampaian
pembelajaran dalam suatu kejadian serta
konsistensi dalam peraturan. Selain itu
diperlukan tindakan kuratif yang
dilakukan guru dengan menasehati
dengan baik-baik dan mengingatkan.
7. Menyiapkan guru pendamping khusus
jika kondisi anak tidak dapat diatasi oleh
guru mata pelajaran.
LKK 1

8 Spektrum Autis
Kebutuhan belajar peserta didik dengan
spektrum autis pada mata pelajaran IPA
yaitu :

a. Struktur dan Rutinitas

Peserta didik dengan spektrum autis


cenderung membutuhkan struktur dan
rutinitas yang jelas. Pendidik dapat
menyusun jadwal yang konsisten
untuk pelajaran IPA, sehingga peserta
didik tahu apa yang diharapkan.

b. Komunikasi yang Jelas

Menggunakan bahasa yang jelas dan


sederhana ketika menjelaskan materi.
Menggunakan komunikasi visual
seperti gambar atau diagram jika
diperlukan.

c. Penggunaan Alat Bantu

Beberapa peserta didik dengan


disabilitas intelektual memerlukan alat
bantu dalam pembelajaran seperti
gambar, model, atau alat demonstrasi
untuk membantu peserta didik
memahami konsep-konsep IPA.

d. Pembelajaran Berbasis Minat

Peserta didik dengan spektrum autis


mencoba belajar dengan
mengintegrasikan minat atau obsesi
LKK 1

khusus peserta didik dalam pelajaran


IPA. Misalnya, jika seseorang peserta
didik tertarik pada hewan , pelajaran
tentang ekologi atau biologi hewan
dapat menjadi relevan.

e. Penggunaan Media
Pembelajaran

Media pembelajaran penting


diperhatikan dalam mengajar
peserta didik dengan spektrum
autis. Adapun media pembelajaran
untuk peserta didik dengan
spektrum autis seperti
menggunakan model
pembelajaran inkuiri,
menggunakan media flashcard
dan media diorama.

9 ADHD Anak dengan ADHD (Attention Deficit


Hyperactivity Disorder) memiliki
tantangan tertentu dalam pembelajaran,
termasuk dalam mata pelajaran IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam). Dalam
konteks pembelajaran IPA, berikut
adalah beberapa kebutuhan belajar yang
dapat membantu anak berkebutuhan
khusus ADHD:

1. Penyampaian Informasi yang Jelas


dan Terstruktur:
- Guru perlu menyajikan informasi
secara jelas dan terstruktur. Gunakan
pengorganisasian yang baik dalam
penyampaian materi, misalnya dengan
menyajikan informasi melalui langkah-
langkah terpisah atau dengan bantuan
visual seperti gambar atau diagram.
LKK 1

2. Penggunaan Visualisasi dan Alat


Bantu Visual:
- Gunakan gambar, grafik, diagram,
atau alat bantu visual lainnya untuk
membantu anak dengan ADHD
memahami konsep-konsep IPA.
Visualisasi dapat membantu mereka
memproses informasi dengan lebih baik.

3. Pemberian Instruksi yang Singkat dan


Langsung:
- Berikan instruksi secara singkat dan
langsung. Anak dengan ADHD mungkin
kesulitan memproses instruksi panjang.
Gunakan bahasa yang tegas dan
sederhana.

4. Penggunaan Aktivitas Interaktif:


- Libatkan anak dalam aktivitas
interaktif, seperti percobaan,
demonstrasi, atau proyek sederhana.
Aktivitas yang melibatkan tangan atau
tubuh dapat membantu mereka tetap
fokus.

5. Pengaturan Lingkungan yang Dapat


Difokuskan:
- Pastikan lingkungan pembelajaran
bebas dari gangguan yang dapat
mengalihkan perhatian anak. Ini mungkin
melibatkan pengaturan tempat duduk
anak dekat dengan guru atau jauh dari
gangguan eksternal.

6. Pemberian Pujian dan Umpan Balik


Positif:
- Berikan pujian dan umpan balik
positif secara teratur untuk memotivasi
anak dengan ADHD. Ini dapat
meningkatkan motivasi mereka untuk
belajar dan berpartisipasi dalam
pembelajaran IPA.
LKK 1

7. Penggunaan Waktu yang Terjadwal


dan Pemantauan Waktu:
- Gunakan jadwal yang terstruktur
untuk berbagai aktivitas pembelajaran.
Pemantauan waktu dan pengingat dapat
membantu anak dengan ADHD
mengelola waktu mereka dengan lebih
baik.

8. Penggunaan Teknik Relaksasi:


- Ajarkan anak teknik relaksasi atau
pernapasan dalam untuk membantu
mereka mengatasi kecemasan atau
ketegangan yang dapat memengaruhi
fokus mereka.

9. Kerja sama dengan Orang Tua:


- Kerja sama dengan orang tua anak
adalah kunci. Berkomunikasi secara
teratur dengan orang tua untuk
memahami perubahan dalam kebutuhan
anak dan strategi yang efektif dalam
mendukung pembelajaran mereka.

10. Evaluasi Teratur dan Perubahan


Dalam Pendekatan:
- Lakukan evaluasi teratur terhadap
kemajuan anak dan siap untuk
melakukan perubahan dalam
pendekatan pembelajaran jika
diperlukan.

Penting untuk diingat bahwa setiap anak


dengan ADHD adalah individu yang unik,
sehingga penyesuaian pembelajaran
harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan preferensi masing-masing anak.
Dukungan dari guru, orang tua, dan ahli
kesehatan mental akan sangat berarti
dalam membantu anak dengan ADHD
berhasil dalam pembelajaran IPA.

10 Cerdas Istimewa Penyesuaian kebutuhan untuk anak CIBI


LKK 1

Berbakat Istimewa dapat dilakukan dengan:


1. metode pembelajaran eksperiem
untuk membantu mengeksplor
anak tentang pengetahuan yang
sudah disampaikan oleh guru.
2. Mengajak anak untuk mlakukan
kegiatan pemebalajaran secara
langsung di alam/lingkungan
sekitar (outdor) dengan
mengamati bagian-bagian
tumbuhan dan fungsinya.
3. Memberikan kesepatan kedapa
peserta didik untuk mengikuti
kompetisi seperti OSN IPA.

Anda mungkin juga menyukai