Anda di halaman 1dari 28

1

“Tapi manusia bukan cetakan tunggal mumi adam diatas bumi, yang ditaruh dalam gelas, tanpa
sejarah, tanpa keterlanjutan kebudayaan.”
—Goenawan Muhammad

2
TUJUAN PENDIDIKAN 4
BAB I 5
Identitas Mahasiswa 5
Pendidikan Tinggi 5
Posisi, Potensi, dan Peran Mahasiswa 6
Miskonsepsi PoPoPe Mahasiswa 7
Sebuah Cerita: Demokrasi Pasca 1998 8
Menginvestigasi Kelas Menengah: Tanggapan untuk Abdil Mughis Mudhoffir 9
BAB II 12
Kesadaran Diri 12
Pendahuluan 12
Why should you have self-awareness? 12
How do you ask the right question to understand yourself? 13
What tools that can help you to understand yourself better? 13
Personal Value Assessment 14
PrinciplesYou Assessment 14
Sleep Chronotype Quiz 17
Matriks SWOT 19
Diagram S.W.O.T 20
Cara menggunakan tools SWOT 20
BAB III 23
Kebudayaan 23
3 Wujud Kebudayaan 23
7 Unsur Kebudayaan 24
Pemosisian Kebudayaan (3T) 25
REFERENSI 26

3
TUJUAN PENDIDIKAN
1. Peserta OSKM memaknai pendidikan tinggi dan tridharma perguruan tinggi.
2. Peserta OSKM memaknai posisi, potensi, dan peran (PoPoPe) mahasiswa.
3. Peserta OSKM memaknai miskonsepsi terhadap PoPoPe.
4. Peserta OSKM menginternalisasi nilai PoPoPe mahasiswa.
5. Peserta OSKM memahami konsep memahami diri sendiri.
6. Peserta OSKM mengaplikasikan tools Personal Value assessment, PrinciplesYou
assessment, Sleep Chronotype test, dan matriks SWOT dalam memahami dirinya.
7. Peserta OSKM memberikan respons terkait pemahaman diri.
8. Peserta OSKM memaknai definisi budaya, kebudayaan, serta wujud kebudayaan.
9. Peserta OSKM memaknai 7 unsur kebudayaan.
10. Peserta OSKM memaknai pemosisian budaya (Tontonan, Tuntunan, Tatanan) serta
bagaimana realita di lingkungannya.
11. Peserta OSKM mengenali lingkungannya berdasarkan pendataan kebudayaan yang
ada di lingkungannya.
12. Peserta OSKM menginternalisasi pemosisian budaya (Tontonan, Tuntunan, Tatanan)
berdasarkan realita di lingkungannya.

4
BAB I
Identitas Mahasiswa
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak mencerabut seseorang dari akarnya
dan menumbuhkannya di tempat lain yang sama sekali baru, tetapi pendidikan yang
menumbuhkan seseorang di lingkungannya, bersama lingkungannya—pendidikan yang
berkebudayaan, yang kontekstual.

Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi di Indonesia didefinisikan sebagai jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister,
program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Sebagai pelaksana pendidikan
tinggi, perguruan tinggi melaksanakannya melalui kegiatan Tridharma. Tridharma perguruan
tinggi adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.

Dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 pasal 5 menyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi
adalah:
1. berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
2. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
3. dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan
dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta
kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
4. terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian
yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.

5
Sebagai salah satu perguruan tinggi, tentu ITB harus mampu menjalankan tugas
perguruan tinggi. Menurut Hatta, tugas perguruan tinggi adalah membentuk manusia susila dan
demokrat yang;
1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya;
2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan;
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat1.
Dari penjelasan Hatta, dapat disimpulkan bahwa tugas perguruan tinggi adalah
membentuk insan akademis2. Insan akademis yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki
peran untuk selalu mengembangkan diri guna membentuk pribadi yang tanggap dan mampu
menjawab berbagai tantangan di masa depan dan mampu mengikuti watak ilmu, yaitu mencari
dan membela kebenaran ilmiah.3

Posisi, Potensi, dan Peran Mahasiswa


Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari perguruan tinggi dan juga merupakan
pelaku dari pendidikan tinggi. Untuk membantu mahasiswa mengetahui identitasnya (apa yang
membuat ia khas), mahasiswa diperkenalkan pada tools PoPoPe (posisi, potensi, dan peran).
Harapannya, pengetahuan ini dimanfaatkan sebagai motivasi bergerak.
Sejatinya, posisi mahasiswa adalah sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai bagian dari
masyarakat mahasiswa memiliki kedudukan yang sama dengan masyarakat secara umum, tidak
lebih tinggi atau pun lebih rendah dan sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat dan tidak
pernah bisa lepas dari lingkungannya. Mahasiswa juga memiliki posisi sebagai masyarakat
akademis yang berperan sebagai insan yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan begitu, mahasiswa juga memiliki posisi sebagai insan
akademis yang memiliki tanggung jawab untuk selalu mengembangkan diri sehingga menjadi
generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Namun, menjadi
bagian dari masyarakat akademis pada hakikatnya adalah bagian dari masyarakat itu sendiri.
Potensi seorang mahasiswa didefinisikan sebagai kemampuan, baik yang belum
terwujud maupun yang sudah terwujud, yang dimiliki oleh seorang mahasiswa sebagai
konsekuensi dari posisi yang diembannya, tetapi belum dimanfaatkan atau dipergunakan secara
maksimal. Kesadaran akan potensi yang dimilikinya merupakan suatu hal penting yang harus
diinsafi oleh setiap mahasiswa untuk dapat menjalankan perannya. Potensi sebagai seorang
mahasiswa dapat ditinjau berdasarkan posisi yang dimilikinya, yakni:
1
KONSEPSI ORGANISASI KEMAHASISWAAN KELUARGA MAHASISWA ITB (Amendemen 2020)
2
idem
3
idem

6
1. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, mahasiswa
tidak hanya bagian pasif dari masyarakat, tetapi juga merupakan bagian di dalam
masyarakat yang memiliki potensi untuk turut mengubah masyarakat, dan
2. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat akademik. Sebagai bagian dari masyarakat
akademik, mahasiswa memiliki potensi berupa ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Mahasiswa juga memiliki akses terhadap fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan
akademiknya seperti fasilitas kampus, relasi dan jaringan, dan informasi juga ilmu
pengetahuan.
Dengan demikian, mahasiswa memiliki potensi sebagai calon pemimpin masa depan
yang merupakan bagian dari masyarakat dengan memiliki bekal ilmu pengetahuan serta akses
terhadap fasilitas yang menunjangnya. Mahasiswa memiliki potensi untuk turut mengubah
masyarakat dengan modal-modal yang dia miliki tanpa lupa bahwa mahasiswa pun merupakan
bagian dari masyarakat itu sendiri yang tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan lingkungan
sekitarnya.
Peran mahasiswa adalah konsekuensi yang muncul atas posisi dan potensi yang
dimilikinya. Maka, sejatinya peran mahasiswa adalah sebagai katalisator atau pembantu
masyarakat. Mahasiswa dengan ilmu pengetahuannya dan posisinya sebagai bagian dari
masyarakat haruslah mampu menjawab persoalan yang ada di masyarakat. Namun, yang perlu
diingat adalah mahasiswa bukanlah semacam hero atau pahlawan yang menjadi juru selamat
dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada di masyarakat, melainkan mahasiswa
membantu serta mendorong masyarakat untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri.
Kesadaran akan posisi, potensi, dan peran adalah suatu hal yang sangat penting agar
mahasiswa dalam menjalani kehidupannya dapat mengambil keputusan-keputusan dengan
mempertimbangkan hal-hal lain yang menjadi konsekuensi atas statusnya sebagai seorang
mahasiswa. Dengan begitu, pengambilan keputusan yang dilakukan akan berdasarkan
pertimbangan yang luas guna mewujudkan kebermanfaatan yang lebih besar.

Miskonsepsi PoPoPe Mahasiswa


Akan tetapi, PoPoPe tersebut bisa saja menimbulkan kesalahan interpretasi, terutama
saat mahasiswa memposisikan diri sebagai masyarakat akademik, yaitu:
1. Salah fokus pada poin posisi mahasiswa
Dalam memahami posisi tersebut, ditemukan beberapa realita ketika mahasiswa lebih
fokus “memiliki kesempatan lebih untuk belajar” dibandingkan “bagian dari
masyarakat”.

7
2. Menggeneralisasi masyarakat
Mahasiswa dengan keilmuannya terkadang terbiasa untuk menggeneralisir
permasalahan yang ada di masyarakat, padahal setiap masyarakat memiliki
permasalahan yang berbeda dan juga memiliki kebudayaan yang berbeda. Dengan
begitu juga solusi yang diperlukan bisa jadi juga berbeda.
3. Mahasiswa yang memiliki rasa percaya diri yang berlebih akan kemampuannya
Ketika mahasiswa melakukan aktivitas yang berupaya mendukung masyarakat,
seharusnya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang tidak perlu diglorifikasi karena
memang sudah menjadi tugas mahasiswa untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Glorifikasi peran mahasiswa dapat membawa petaka buruk baik bagi mahasiswa dan
masyarakat, yaitu menimbulkan kesan ‘heroisme’ pada mahasiswa dan membuat
masyarakat berpangku tangan kepada mahasiswa.

Sebuah Cerita: Demokrasi Pasca 1998


Bagaimana dengan kehadiran demokrasi pasca 1998? Apakah ia semata hasil desakan
dari bawah, terutama yang berasal dari elemen gerakan mahasiswa? Beberapa studi – terutama
dari perspektif liberal pluralis – dan tentu saja para eksponen aktivis 1998 cenderung
mengglorifikasi peran gerakan mahasiswa dalam menjatuhkan rezim otoriter Soeharto yang
membuka jalan bagi lahirnya demokrasi.
Padahal, terdapat sejumlah kondisi struktural yang memungkinkan terjadinya
pergantian rezim. Pertama, krisis moneter telah membuka jalan adanya tekanan dari
International Monetary Fund (IMF) – representasi kapitalisme neoliberal – yang tidak lagi
menghendaki kekuasaan politik yang sentralistik dan terlampau interventif dalam mengatur
ekonomi. Kedua, menguatnya friksi elemen pendukung rezim, terutama dari kalangan militer.
Dua faktor itu menegaskan bahwa kepentingan kapital turut berkontribusi
menghadirkan institusi demokrasi di Indonesia. Di samping itu, tanpa difasilitasi faksi militer
yang berseberangan dengan penguasa, hampir mustahil elemen gerakan mahasiswa 1998 dapat
menduduki gedung Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/MPR).
Sebelumnya, aliansi serupa antara mahasiswa dan militer di tahun 1966 juga telah
mengantarkan terjadinya pergantian rezim. Akan tetapi, alih-alih dapat mengawal perubahan,
mahasiswa angkatan 1966 justru telah membuka jalan bagi konsolidasi militer di bawah
kekuasaan Soeharto yang otoriter.

8
Fakta sejarah ini meruntuhkan pandangan yang melebih-lebihkan peran mahasiswa dan
pemuda secara umum sebagai agen perubahan. Pada kenyataannya, kehadiran institusi
demokrasi di Indonesia sangat terbatas, yakni sejauh ia tidak menghambat kepentingan kapital.
Ini menunjukkan lemahnya gerakan mahasiswa dan elemen gerakan sosial lainnya dalam
mendorong demokrasi untuk lebih jauh mewujudkan perlindungan hak sosial, ekonomi dan
politik yang menyeluruh kepada warga.

“Dengan kata lain, meski secara historis gerakan mahasiswa kerap tampil terdepan dalam
menentang penguasa yang despotik dan mendorong terjadinya perubahan, sesungguhnya
mereka hampir tidak pernah menjadi kekuatan yang benar-benar mengancam.”

Lebih jauh, gerakan mahasiswa sebagai aktor dominan dalam sejarah perubahan sosial
di Indonesia pasca 1965 juga mesti dipahami dalam kaitannya dengan absennya politik kelas
yang lebih berorientasi mendorong perubahan struktural.

(Sumber: https://projectmultatuli.org/aktivisme-borjuis-kelas-menengah-reformis-gagal/)

Menginvestigasi Kelas Menengah: Tanggapan untuk Abdil Mughis


Mudhoffir
Artikel berjudul “Aktivisme Borjuis: Mengapa Kelas Menengah Reformis Gagal
Mempertahankan Demokrasi?” ini secara jitu dan telak mengkritik aktivisme gerakan sosial di
Indonesia yang cenderung berhenti sebagai sekadar aktivisme belaka yang spontan, sporadis,
parsial, temporer, kasuistik, tanpa kepemimpinan, dan elitis.
Mughis menyebutnya: aktivisme borjuis. Walaupun aktivisme itu dikerjakan secara
sungguh-sungguh, militan, dengan semangat rela berkorban nyawa sekalipun, hasilnya nihil
belaka. Apa hasil dari aksi gerakan #reformasidikorupsi atau #tolakomnibuslaw? Mughis
menjawab, “Tidak satu pun tuntutan dasar mereka berhasil dicapai meski paling tidak lima
mahasiswa telah mati, ratusan lainnya luka-luka serta puluhan demonstran ditangkap dan
ditahan hingga kini.”
Yang lebih menarik lagi, Mughis menelusuri akar kegagalan gerakan sosial ini dan
menemukan dua sebab. Pertama, latar belakang pegiat “aktivisme borjuis” yang berasal dari
kelas menengah reformis, terutama mahasiswa dan aktivis lembaga swadaya masyarakat
(LSM/NGO). Penyebab kedua, absennya politik berbasis kelas sebagai akibat dari pembantaian di

9
tahun 1965 yang diikuti dengan serangkaian kebijakan politik yang membatasi ekspresi politik
kelas hingga kini.
Sayangnya, identifikasi kegagalan aktivisme kelas menengah reformis oleh Mughis lebih
menyasar aspek ekspresi politik (spontan, sporadis, parsial, temporer, kasuistik, tanpa
kepemimpinan, dan elitis meskipun juga memang demikian). Mughis justru alpa melihat
kegagalan itu pada aspek mendasarnya, yakni posisi kelas menengah itu sendiri dalam struktur
kelas masyarakat kapitalis.
Tanggapan ini tidak bertujuan untuk membantah kesimpulan Mughis terkait ekspresi
politik dari kelas menengah, alih-alih mengajak pembaca untuk masuk lebih dalam ke
pertanyaan, “mengapa kelas menengah reformis melahirkan ekspresi politik seperti itu?”
Dengan posisinya yang berada di antara kelas borjuasi (para pemilik modal) dan
proletariat (kaum buruh), maka secara ideologis kelas menengah ini terombang-ambing di
antara pertarungan ideologis dan politik kedua kelas fundamental tersebut. Menurut Poulantzas
(1977; 1975) secara ekonomi kelas menengah,
1. berbeda dari borjuasi (mereka bukanlah borjuasi dan menentang borjuasi yang
secara progresif menghancurkan sumber daya ekonominya), dan juga berbeda
dari proletariat, tetapi
2. mereka juga memiliki kesamaan dengan borjuasi (karena keterkaitannya dengan
kepemilikan) dan juga kesamaan dengan proletariat (karena mereka juga adalah
produsen langsung). Dalam pengertian ini maka kelas menengah ini tidak
memiliki kepentingan politik jangka panjang buat diri mereka sendiri dan karena
itu mereka tidak memiliki partai politiknya sendiri. Inilah basis material dari
kesimpulan Mughis itu.

Akhirnya dari kedua hal tersebut, kelas menengah dalam artian para aktivisme
mahasiswa ini berada dalam tahapan,
1. Pertama, secara ideologis mereka anti-kapitalis tapi dalam wujud yang pro-kemapanan.
Sikap anti-kapitalisnya mewujud sebagai sikap “anti-orang kaya.” Namun, karena
mereka adalah pemilik properti dan juga ingin menjadi kaya, maka mereka juga
memelihara ketakutan akan transformasi radikal dalam masyarakat. Mereka ingin
perubahan tanpa harus mengubah sistem dan karena itu aspirasi politiknya adalah
menuntut “distribusi” kekuasaan politik.
2. Kedua, sebagai konsekuensi penolakannya atas transformasi sosial radikal, maka yang
dituntut oleh kelas menengah ini adalah promosi sosial. Kelas ini akhirnya menjadi

10
sangat berambisi menjadi borjuis melalui cara-cara individual. Dalam situasi ekonomi
yang berjalan normal (kapitalis bisa dengan leluasa mengakumulasi kapital secara
terus-menerus tanpa terinterupsi), maka tuntutan/aspirasi yang dikedepankan oleh
kelas menengah adalah penerapan mekanisme/prinsip meritokrasi (yang
unggul/berprestasi lebih dihargai, bukan prinsip kesetaraan).
3. Ketiga, aktivisme kelas menengah percaya pada pemujaan kekuasaan. Karena isolasi
ekonominya (individualisme kelas menengah), mereka percaya bahwa posisi negara
netral alias berada di atas kelas-kelas. Dalam situasi krisis ekonomi-politik, mereka
melihat bahwa hanya negara yang memiliki kemampuan untuk mengatasinya dengan
segala cara. “Kalau ada yg salah berarti orangnya, bukan sistemnya”

Mendiskusikan kegagalan gerakan sosial yang dimotori oleh kelas menengah dengan
menunjukkan posisi kelas menengah dalam struktur masyarakat kapitalis berdampak pada dua
keadaan: pertama, pijakan material yang dilibatkan dalam pembahasan ini menuntut
diskusi-diskusi tentang topik sejenis untuk ke depannya tidak bisa mengawang-awang lagi.
Kedua, diskusi ini juga kemudian bisa menunjukkan kepada kita pilihan alternatif untuk
membangun gerakan sosial/politik yang tidak berbasis kelas menengah.

(Sumber:
https://uimerakyat.wordpress.com/2011/10/08/panggung-mitologi-dalam-hegemoni-negara-%
E2%80%93-gerakan-mahasiswa-di-bawah-orde-baru/ )

11
BAB II
Kesadaran Diri
Pendahuluan
Self-awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri secara
jelas dan objektif melalui refleksi dan introspeksi. Penjelasan tentang kesadaran diri ini akan
mengikuti alur why (mengapa harus memiliki kesadaran diri), how (bagaimana menanyakan
pertanyaan yang tepat untuk memahami diri sendiri), dan what (tools apa yang dapat membantu
untuk memahami diri sendiri).

Why should you have self-awareness?


Pendidikan adalah proses menjadikan manusia dari objek menjadi subjek. Pendidikan
bersifat memerdekakan sehingga membuat manusia dapat menjadi subjek dan mengubah
lingkungan di sekitarnya. Manusia dikatakan menjadi subjek jika secara conscious turut dapat
mengolah realitanya dan menyadari eksistensinya. Pemahaman mengenai diri penting karena
refleksi diri adalah cikal bakal consciousness, ‘keinsafan’ diri. Dengan mampu mempertalikan
catatan hidup (otobiografi) dengan sejarah, seseorang akan menemukan dan mendayagunakan
potensi yang terkandung di dalam dirinya secara optimal.
Berdasarkan riset Riset Dr. Tasha Eurich, ia menemukan bahwa 95% responden merasa
memiliki self-awareness yang sangat baik. Padahal, ketika dianalisis lebih lanjut, hanya 15%
dari orang-orang yang benar-benar baik self-awareness-nya.
Sebenarnya apa sih tujuannya memahami diri sendiri? Apa saja manfaatnya? Jika kita
mengenal diri dengan baik, kita dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam hidup,
mempunyai hubungan yang kuat, dan juga lebih efektif dalam berkomunikasi. Selain itu,
orang-orang dengan self awareness yang baik cenderung lebih percaya diri dan kreatif.
Orang-orang yang tinggi tingkat kesadaran dirinya lebih paham akan dirinya sendiri sehingga
mampu mengambil keputusan yang lebih matang. Perlu diingat, proses memahami diri adalah
proses yang panjang, karena manusia selalu berubah sepanjang waktu (seiring dengan
bertambahnya pengalaman).

Misalnya, nih, kalau tidak ada self-awareness, apa akibatnya? Berdasarkan jurnal
‘Self-awareness and Constructive Functioning:Revisiting Self Dilemma’, disebutkan bahwa

12
“Without self-awareness, people could not see the perspectives of others, exercise, produce
creative accomplishments, or experience pride and high self-esteem.”
Memahami diri ini penting tidak hanya untuk potensi tertinggi kita, tetapi juga penting
dalam cara kita terhubung dengan orang lain, cara kita dapat berkolaborasi, mengelola emosi,
mengelola triggers kita. Dengan melihat ke dalam diri sendiri, kita dapat mengurai kompleksnya
hidup. Menyambung titik-titik yang tadinya terlihat acak. Ketika itulah bahagia hadir. Ketika
identitas kita selaras dengan apa yang kita kerjakan, jadi lebih senang saat mengerjakannya.

Jika dibayangkan titik-titik di kotak yang kiri adalah informasi


tentang diri kita sendiri, informasi masih menyebar, masih
belum digali, dan masih tidak diketahui apa hubungannya.
Kotak yang kanan adalah saat kita sudah mengetahui apa
korelasi atau hubungan dari titik titik tersebut. Untuk
mengetahui hubungannya, kita harus mengidentifikasi
titik-titik itu terlebih dahulu.

How do you ask the right question to understand yourself?


Tahap how adalah tahapan ‘How to ask yourself the right question to understand
yourself?’. Tahap ini dilakukan dengan bertanya ke diri sendiri untuk merefleksikan atau
mengeksplor diri berdasarkan pengalaman dan ketertarikan terhadap sesuatu. Berikut ini
adalah beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan:
● Apa yang kamu suka lakukan?
● Apa yang tidak suka kamu lakukan?
● Apa yang ingin kamu coba?

What tools that can help you to understand yourself better?


Tahap what adalah tahapan ‘What tools that can help you understand yourself?’. Selain
pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, jika butuh bantuan yg lebih terarah dan mengerucut ke 1
aspek, bisa menggunakan tools tools ini untuk menambah insight. Namun sebelumnya diberikan
disclaimer, proses memahami diri sendiri ini proses yang panjang, jadi kita tidak bisa terpaku
pada hasil-hasil tools yang bakal kita coba nanti.
Tools dirancang untuk membantu kamu merenungkan dan memungkinkan kamu
menemukan wawasan tentang diri kamu dan orang lain yang dapat berguna bagi kamu dalam
pekerjaan dan kehidupan. Tools ini berfungsi untuk mengetahui bahwa ada banyak tipe di luar
13
hasil yang didapatkan dan bisa mengeksplor tipe-tipe yang lain lagi. Jangan sampai hasilnya
membatasi diri sendiri untuk mengeksplor hal -hal baru!
Tools yang sudah diisi adalah Personal Values Assessment (nilai apa yang dipegang),
PrinciplesYou Assessment (pola perilaku yang dimiliki), sleep chronotype quiz (kapan pikiran
bekerja optimal), dan matriks SWOT.

Personal Value Assessment


Value atau nilai yang kita pegang bisa tercermin dari cara kita mengambil sebuah
keputusan. Contohnya, ada seorang pengusaha yang lebih mengutamakan economic value
dibandingkan power atau influence, sehingga dia lebih mengutamakan pemasukan dari
bisnisnya dibandingkan memiliki power ke bisnis lainnya. Seperti yang Albus Dumbledore bilang,
“It is our choices that show what we truly are, far more than our abilities.” Setelah tahu nilai
-nilai yang dipegang, kita tidak akan lagi sibuk membandingkan pencapaian diri sendiri dengan
pencapaian orang lain. Well, simply because you value different things. And that’s okay.

PrinciplesYou Assessment
Untuk lebih memahami diri sendiri, ada banyak aspek yang dapat dieksplor, misalnya dari
sisi kognitif, interpersonal, dan motivasi
● How You Prefer to Think→ Your Cognitive Orientations (bagaimana kamu berpikir)

Ini menggambarkan pendekatan kamu terhadap cara berpikir. Orientasi kognitif dapat
mengungkapkan jenis pekerjaan apa yang mungkin kamu sukai, pada aspek pekerjaan mana

14
yang lebih mungkin kamu kuasai, dan bagaimana kamu cenderung mendekati dan memecahkan
masalah.
● How You Engage with Others → Your Interpersonal Orientations (bagaimana kamu

berhubungan dengan orang lain)


Ini mencerminkan bagaimana kamu terlibat dengan orang lain. Memahami kecenderungan
alami kamu dapat membantu kamu mendapatkan hasil maksimal dari hubungan kamu dengan
orang lain.
● How You Apply Yourself → Your Motivational Orientations (apa yang memotivasi kamu)

Ini menjelaskan bagaimana kamu mengelola dan menerapkan diri kamu saat menghadapi
tantangan. Seberapa ambisius kamu menetapkan tujuan untuk diri sendiri. Bagaimana kamu
mengatasi kemunduran dan kegagalan, dan bagaimana kamu memanfaatkan pengalaman ini
untuk belajar, berkembang, dan tumbuh.

Nah semua itu dirangkum di Personality Archetype yang dapat diketahui melalui personality
assessment di PrinciplesYou. Assessment ini dikembangkan oleh ahli psikologi yang mencakup
organisasi, pendidikan, dan kepribadian, yaitu Professor Brian R. Little (seorang Profesor Riset
Psikologi di Universitas Cambridge), Adam Grant (seorang psikolog organisasi dan penulis buku
Think Again), John Golden, Ed.D. (Presiden dan Pendiri Golden LLC, sebuah perusahaan
penerbitan penilaian psikologis), dan Ray Dalio (Founder PrinciplesYou, Investor, Pengusaha).
Jika dibandingkan dengan Myers–Briggs Type Indicator dan tes populer lainnya,
PrinciplesYou sangat baik membandingkan dengan tes kepribadian lainnya dalam hal
konsistensi internal, reliabilitas tes-tes ulang, struktur faktor dan validitas konstruk. Tes ini
menilai serangkaian sifat yang lebih luas daripada kebanyakan tes kepribadian lainnya dan
memasukkan The Big Five Traits serta sifat-sifat yang diambil dari penelitian terbaru dalam ilmu
kepribadian dan perilaku organisasi.
Personality Archetype meringkas pola preferensi kepribadian kamu dengan cara yang
sederhana namun jelas. Archetype ini mencakup kecenderungan, bakat, dan peluang seseorang
untuk tumbuh, penyelidikan mendalam ke core traits dan bagaimana mereka cenderung
berpengaruh dalam situasi kehidupan nyata. Namun, kepribadian itu kompleks dan kebanyakan
orang memiliki kecenderungan kuat di beberapa arketipe. Itulah mengapa hasil yang didapatkan
ada tiga kecocokan: Yang teratas dan hingga dua lainnya.

15
Karakteristik apa yang mendefinisikan masing-masing kelompok arketipe?
1) Pemimpin (Komandan, Pemimpin yang Pendiam, Pembentuk) memiliki sifat yang
membantu mereka mengambil alih, memotivasi orang lain, atau menetapkan standar
yang harus dipenuhi untuk diri mereka sendiri dan orang lain.
2) Advocates (Inspirer, Coach, Campaigner) memotivasi orang lain untuk potensi tertinggi
mereka melalui inspirasi dan contoh.
3) Enthusiasts (Penghibur, Promotor, Impresariris) cenderung sangat ekspresif dan sering
kali jenaka dan ringan hati. Mereka bersemangat terlibat dengan orang lain untuk
memajukan tujuan bersama.
4) Pemberi (Pembantu, Pemecah Masalah, Penjaga Perdamaian) menunjukkan minat yang
tulus pada orang lain. Mereka cenderung mengasuh, berempati, dan peduli.
5) Arsitek (Orchestrator, Strategist, Planner) terlibat dengan menciptakan perencanaan
strategis dan pengawasan yang diperlukan untuk menyatukan orang dan sumber daya
dan menyelesaikan sesuatu.
6) Produser (Investigator, Implementer, Technician) cenderung menjadi orang yang “Can
do” yang praktis dan pragmatis dalam menghadapi persoalan sehari-hari. Mereka
mungkin lebih teknis daripada teoretis dalam pendekatan mereka terhadap
proyek-proyek yang menantang.
7) Kreator (Pengrajin, Penemu, Petualang) cenderung senang dengan hal-hal baru dan
merubah cara berpikir dan bertindak yang konvensional.

16
8) Pencari (Explorer, Thinker, Growth Seeker) cenderung sangat termotivasi untuk
menantang diri mereka sendiri dan mengejar proyek yang mendorong pertumbuhan
pribadi.
9) Pejuang (Kritik, Penegak, Pelindung) senang berjuang untuk keyakinan dan ide. Mereka
cenderung langsung, bersemangat dan blak-blakan dalam komunikasi.
10) Individualis dicirikan oleh pemikiran independen dan orisinalitas mereka. Mereka sangat
selaras dengan Kreator yang cenderung senang dengan hal-hal baru dan merubah cara
berpikir dan bertindak yang konvensional.

Sleep Chronotype Quiz

Sleep chronotype quiz untuk mengetahui kapan pikiran bekerja lebih optimal dan kapan
untuk istirahat. Produktivitas bukan hanya soal mengeliminasi prioritas atau soal bagaimana
cara mengerjakan sesuatu dengan efektif, tapi juga soal kapan kita mengerjakannya. Work
smarter, not harder. Sleep chronotype ini membantu kita untuk mengetahui kapan waktu untuk
produktif dan waktu untuk istirahat, sehingga bisa mengetahui kapan untuk memaksimalkan
perhatian, kondisi fisik, dan memfokuskan pikiran untuk melakukan kegiatan tertentu. Uniknya
tes yang berdasarkan buku Dr. Breus, “The Power of When” ini mengklasifikasikan ke 4 hewan
yaitu lumba lumba, serigala, singa, dan beruang.
Tipe Bear memiliki waktu yang lebih produktif di mid-morning. Kebanyakan orang
termasuk dalam kategori kronotipe beruang. Ini berarti tidur mereka dan siklus bangun berjalan

17
sesuai dengan matahari. Produktivitas tampaknya paling baik sebelum tengah hari, dan mereka
rentan terhadap penurunan “pasca makan siang” antara jam 2 siang dan 4 sore.
Tipe Wolf sering mengalami kesulitan bangun di pagi hari. Kronotipe serigala merasa
lebih energik ketika mereka bangun di siang hari, terutama karena produktivitas puncak mereka
dimulai pada siang hari dan berakhir sekitar 4 jam kemudian. Jenis serigala juga mendapatkan
dorongan lain sekitar jam 6 sore dan ternyata mereka bisa menyelesaikan banyak hal sementara
orang lain selesai untuk hari itu.
Tidak seperti serigala, kronotipe Lion suka bangun pagi-pagi. Mereka mungkin dengan
mudah bangun sebelum fajar dan dalam kondisi terbaiknya hingga siang hari. Biasanya, jenis
singa tidur di malam hari dan akhirnya tertidur pada jam 9 malam atau jam 10 malam.
Tipe Dolphin kesulitan mengikuti jadwal tidur apa pun. Mereka sering tidak cukup tidur
karena kepekaan mereka terhadap berbagai gangguan faktor seperti kebisingan dan cahaya.
Mereka memiliki jendela produktivitas puncak dari jam 10 pagi sampai jam 2 siang, yang
merupakan waktu yang tepat untuk menyelesaikan sesuatu.

18
Matriks SWOT
SWOT adalah singkatan dari Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunities
(Peluang) dan Threats (ancaman). Analisis SWOT digunakan untuk membuat perencanaan
strategis untuk mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam mencapai tujuan yaitu
empat hal tersebut. Umumnya, SWOT digambarkan dengan tabel untuk memudahkan analisis
hubungan antar aspeknya. Strength dan weakness dikategorikan sebagai faktor internal dalam
diri seseorang sedangkan opportunities dan threats adalah faktor eksternal yang mempengaruhi
seseorang.

19
Diagram S.W.O.T
1. Strength → Adalah kekuatan atau
kelebihan yang dimiliki oleh seseorang.
2. Weakness → Adalah kelemahan
atau kekurangan yang dimiliki oleh
seseorang.
3. Opportunity → Adalah peluang
yang dimiliki oleh seseorang atau
kesempatan yang dapat menghasilkan
keuntungan atau kelebihan.
4. Threat → Adalah ancaman yang
dapat menghambat seseorang dalam
meraih kesempatan atau sukses.

Cara menggunakan tools SWOT


Menggunakan SWOT, pada biasanya orang yang akan menggunakan tools ini
memiliki “hal” yang akan dilakukannya, tujuan tertentu atau kasus. Sebagai contoh,
Sherina menggunakan SWOT saat akan mencalonkan diri sebagai Ketua Himpunan,
maka Sherina mendefinisikan SWOT-nya untuk menjadi Ketua Himpunan sebagai
berikut:
Strength Weakness
1. What do you do well? 1. What could you improve?
(Apa yang dapat kamu lakukan (Apa yang dapat kamu
dengan baik?) tingkatkan?)
2. What unique resources can you 2. Where do you have fewer
draw on? resources than others?
(Apa keunikan yang dapat kamu (Dimana kemampuanmu yang
gunakan?) dirasa kurang?)
3. What do others see as your 3. What are others likely to see as
strengths? weaknesses?
(Apa yang orang lain lihat darimu (Apa yang orang lain lihat
sebagai kelebihanmu?) sebagai kelemahanmu?)

1. Berpikir kritis solutif 1. Kemampuan menjaga relasi


2. Bisa membagi waktu antara 2. Memperhatikan detail
organisasi dan akademik 3. Membuat keputusan
3. Pembelajar yang antusias

20
Opportunities Threats
1. What opportunities are open to 1. What threats could harm you?
you? (Ancaman apa yang dapat
(Peluang apakah yang terbuka membahayakanmu?)
untukmu?) 2. What is your competition doing?
2. What trends could you take (Apa yang dilakukan oleh
advantage of? pesaingmu?)
(Tren apakah yang dapat kamu
manfaatkan?)

1. Peluang untuk memperbanyak 1. Kondisi massa himpunan saat ini


program kerja keprofesian yang kurang inisiatif untuk datang
berkolaborasi dengan himpunan hearing
lain 2. Calon lain mulai bergerak untuk
2. Teman - teman yang memiliki mengajak massa untuk lebih
banyak pengalaman organisasi di inisiatif dalam berhimpun
kampus untuk membantu

Strength
1. Keuntungan apa yang kamu miliki yang tidak dimiliki orang lain (misalnya,
keterampilan, sertifikasi, pendidikan, atau koneksi)?
2. Apa yang kamu lakukan lebih baik daripada orang lain?
3. Sumber daya pribadi apa yang dapat kamu akses?
4. Apa yang dilihat orang lain (dan atasan kamu) sebagai kekuatan kamu?
5. Manakah dari prestasi kamu yang paling kamu banggakan?
6. Nilai apa yang kamu yakini bahwa orang lain gagal menunjukkannya?
7. Apakah kamu bagian dari jaringan yang tidak melibatkan orang lain? Jika
demikian, koneksi apa yang kamu miliki dengan orang-orang berpengaruh?

Pertimbangkan berdasarkan sudut pandang sendiri dan sudut pandang


orang-orang sekitar. Usahakan seobjektif mungkin. Jika kesulitan
mengidentifikasi Strength, dapat menuliskan karakteristik pribadi, dengan
harapan beberapa diantaranya dapat menjadi poin Strength.

Weakness
1. Tugas apa yang biasanya kamu hindari karena kamu tidak merasa percaya
diri melakukannya?
2. Apa yang akan dilihat orang-orang di sekitar kamu sebagai kelemahan
kamu?

21
3. Apakah kamu benar-benar percaya diri dalam pendidikan dan pelatihan
keterampilan kamu? Jika tidak, di mana kamu paling lemah?
4. Apa kebiasaan kerja negatif kamu (misalnya, apakah kamu sering terlambat,
apakah kamu tidak teratur, apakah kamu memiliki temperamen pendek, atau
kamu miskin dalam menangani stres)?
5. Apakah kamu memiliki ciri-ciri kepribadian yang menghambat kamu di
bidang kamu? Misalnya, jika kamu harus melakukan pertemuan secara
teratur, ketakutan berbicara di depan umum akan menjadi kelemahan utama.

Pertimbangkan dari sudut pandang sendiri/internal dan sudut pandang


eksternal. Apakah orang-orang melihat kelemahan kita yang kita sendiri tidak
dapat lihat?

Opportunity
1. Teknologi baru apa yang dapat membantu kamu? Atau bisakah kamu
mendapatkan bantuan dari orang lain atau dari orang-orang melalui
internet?
2. Apakah kamu memiliki jaringan kontak strategis untuk membantu kamu,
atau menawarkan saran yang bagus?
3. Tren apa yang kamu lihat di dunia, dan bagaimana kamu bisa
memanfaatkannya?
4. Apakah ada pesaing kamu yang gagal melakukan sesuatu yang penting? Jika
demikian, dapatkah kamu memanfaatkan kesalahan mereka?
5. Apakah ada kebutuhan di dunia atau industri yang kamu inginkan yang tidak
diisi oleh siapa pun?

Threat
1. Apa kendala yang kamu hadapi saat bekerja?
2. Apakah ada kolega kamu yang bersaing dengan kamu untuk proyek atau
peran?
3. Apakah pekerjaan kamu (atau permintaan untuk hal-hal yang kamu lakukan)
berubah?
4. Apakah perubahan teknologi mengancam posisi kamu?
5. Bisakah salah satu kelemahan kamu mengarah pada ancaman?

22
BAB III
Kebudayaan
Pendidikan sebagai proses belajar menjadi manusia berkebudayaan yang merdeka
berorientasi pada memahami diri sendiri dan memahami lingkungannya. Dengan disertai
semangat kebangsaan, sistem pendidikan yang dikembangkan harus memiliki tiga sifat, yaitu
kontinu (bersambung dengan alam kebudayaan sendiri secara tak tercerabut dari akar masa
lalu), konvergen dengan perkembangan aliran-aliran kebudayaan sedunia, dan agar dapat
konsentris atau bersatu dalam alam kebudayaan universal secara kepribadian. Oleh karena
kebudayaan sangat tak terpisahkan dengan pendidikan yang di dalamnya terdapat memahami
diri dan lingkungan, kita seyogyanya memahami konsep kebudayaan dan mengenal budaya yang
ada di lingkungan mereka.
Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah” yang merupakan
bentuk jamak dari “buddhi” yang artinya alat batin yang merupakan paduan antara akal dan
perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Budaya dapat dikatakan pula berasal dari kata
“buddhi” dan “daya” yang bermakna budi pekerti sehingga muncul istilah culture (budi
daya/budaya). Istilah ini berkembang menjadi budaya sebagai hasil olah kerja (kata benda) yang
bersifat benda (tangible) dan tak benda (intangible).
Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan dapat didefinisikan sebagai buah budi
manusia berupa hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu zaman dan alam
yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesulitan di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

3 Wujud Kebudayaan
Sementara itu, Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang diperoleh dari proses belajar serta hasil budi dan
karya tersebut. Kebudayaan ini memiliki tiga wujud, yaitu kebudayaan sebagai:
1. Ide
Wujud ide, gagasan, nilai, ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang bersifat
abstrak, tak dapat diraba, dan tak dapat dipotret atau direkam.

23
2. Tindakan
Kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret bisa
diobservasi, didokumentasikan, dan terjadi di sekeliling kita.
3. Artefak
Kebudayaan fisik yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dan dipotret/direkam.

7 Unsur Kebudayaan
Menurut C. Kluckhohn dan Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki 7 unsur yang bersifat
universal sebagai berikut.

1) Bahasa (lisan dan tulisan) untuk berekspresi, berkomunikasi, adaptasi dan


integrasi, serta alat kontrol sosial.

24
2) Sistem pengetahuan berkisar pada pengetahuan tentang kondisi alam dan
lingkungan di sekelilingnya serta sifat-sifat peralatan yang digunakannya.
3) Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial meliputi kekerabatan, asosiasi,
sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, dan perkumpulan.
4) Teknologi adalah semua teknik yang dimiliki oleh masyarakat yang meliputi cara
bertindak dan berbuat dalam mengelola dan mengumpulkan bahan-bahan
mentah.
5) Sistem mata pencaharian hidup adalah segala usaha atau upaya manusia untuk
mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian hidup
atau sistem ekonomi meliputi berburu, mengumpulkan makanan, bercocok
tanam, perikanan, peternakan, dan perdagangan.
6) Sistem kepercayaan dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara
keyakinan dan praktik keagamaan yang berhubungan dengan hal-hal yang suci
dan tidak dapat dijangkau oleh akal dan pikiran. Sistem ini dapat meliputi sistem
kepercayaan, sistem nilai, dan pandangan hidup.
7) Kesenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindahan
atau estetika. Bentuk keindahan yang beraneka ragam itu muncul dari sebuah
permainan imajinatif dan kreatif.

Pemosisian Kebudayaan (3T)


Kebudayaan dapat dilihat dari tiga perspektif pemosisian kebudayaan, yaitu
1. Tatanan merupakan sistem dan struktur yang ada di masyarakat
2. Tuntunan adalah suatu gagasan yang dipegang oleh masyarakat kita dan dapat
mengarahkan kita untuk bisa menjawab ataupun melakukan sesuatu
3. Tontonan adalah budaya sebagai suatu bentuk yang dapat dirasakan oleh pancaindra.

Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan, bisa dilihat dari berbagai perspektif. Suatu
bentuk kebudayaan dapat memiliki ketiga aspek tersebut, misalnya tarian di suatu daerah.
Tarian tersebut dapat menjadi tontonan, nilai moralnya dapat tuntunan bagi masyarakat, serta
tarian tersebut menjadi representasi dari tatanan yang ada.

25
REFERENSI
Identitas Mahasiswa
1. Aktivisme Borjuis: Mengapa Kelas Menengah Reformis Gagal Mempertahankan
Demokrasi?
2. Menginvestigasi Kelas Menengah: Tanggapan untuk Abdil Mughis Mudhoffir
3. Dari 1966 hingga 2020, Bagaimana Gerakan Mahasiswa Warnai Sejarah? - Semua
Halaman - National Geographic
4. Gagal Reformasi Era Jokowi, Panggung Transformasi Gerakan Mahasiswa
5. What is new in the old pattern of Indonesia's student movement?
6. Panggung Mitologi dalam Hegemoni Negara – Gerakan Mahasiswa di Bawah Orde Baru

Kesadaran Diri
1. What Is Self-Awareness and Why Is It Important? [+5 Ways to Increase It]
2. What Self-Awareness Really Is (and How to Cultivate It)
3. Personality Archetypes
4. Chronotypes, Sleep, and Productivity
5. Ruby, F. 2020. You Do You. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Apabila ingin mengetahui lebih lanjut mengenai self awareness, sila tonton video di bawah ini!
1. What is Self-Awareness | Explained in 2 min
https://www.youtube.com/watch?v=WmxZS4Cl5Mk
2. 8 Important Things You Should Know About Yourself
https://www.youtube.com/watch?v=ZS8DTcuzfEo
3. Increase your self-awareness with one simple fix | Tasha Eurich | TEDxMileHigh
https://youtu.be/tGdsOXZpyWE
4. Learn the perfect hormonal time | Michael Breus | TEDxManhattanBeach
https://youtu.be/rmbv7yZ2buE

26
Kebudayaan dan Pemosisian Kebudayaan
Jika kamu ingin mengeksplor isu mengenai kebudayaan lebih jauh, kunjungi situs di bawah ini.
1. Kearifan Warga Baduy dalam Menjaga Kampung dari Wabah – Project Multatuli
2. Menilik Rumah Orang Rimba – Project Multatuli
3. Ciptagelar, Kampung Adat di Sukabumi yang Teguh Memegang Tradisi | kumparan.com
4. Hikayat Manusia Modern dan Masyarakat Adat Bertahan Menghadapi Wabah Covid-19:
Sebuah Kontras – Project Multatuli
5. Belajar dari Kasepuhan Ciptagelar, Panen Energi dari Air dan Matahari : Mongabay.co.id
6. Koentjaraningrat. 2015. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
7. Latif, Y. 2020. Pendidikan yang Berkebudayaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

27
“Ingatlah, seperti kata Ki Hajar,
‘Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.’”

28

Anda mungkin juga menyukai